• Tidak ada hasil yang ditemukan

IBU INDRA

Dalam dokumen Anak Sang Pemahat.doc (Halaman 26-33)

Oo, Amat dan Yanti. Mari-mari. Mau ketemu bapak? Sayang baru pergi. Baru saja. Mungkin belum jauh benar. Padahal seharian tadi di rumah terus. Ada perlu apa, nak?

Mau menyerahkan patung ini.

SAMBIL MEMBUKA KORAN PENUTUP PATUNG JENDRAL SUDIRMAN.

BU INDRA

Alangkah bagusnya. Ini hasil karyamu sendiri, ya?

YANTI

Dan sudah dipesan bapak.

BU INDRA

Sayang bapak lagi pergi. Dan saya tidak bisa memberi putusan apa-apa. Mungkin jalan paling baik kalian berdua menunggu. Tapi, ini susahnya, saya tak dapat menetukan kapan pulangnya. Berangkatnya baru saja dan lagi, ini memang kebiasaan bapak, tak pernah memberi tahu kemana perginya, untuk urusan apa dan berapa lamanya. Saya sendiri jarang menanyakan, urusannya sendiri-sendiri. Jadi bagaimana enaknya? Kalian berua menunggu disini? Tak apa-apa kan? Silahkan duduk. Saya menyelesaikan urusan di dapur. Maklum, pembantunya hanya satu dan…

AMAT

Bagaimana kalau ditinggal saja, bu? IBU INDRA

Boleh saja. Hanya saya kurang berani. Boleh dikatakan begitu. Lucu ya, kedengarannya. Istri kok takut sama suami. Tetapi begitulah kenyataannya. Bapak kalau lagi marah, wah, ini sebenarnya rahasia. Tak ada yang berani mendekat. Soalnya menambah marah. Jadi kita diam saja. Terus diam. Tak ada yang mendekat sampai kemarahannya pulih kembali. Kalau bapak sudah tertawa-tawa, itu tandanya sudah pulih. Apalagi soal patung. Hari ini bapak lagi uring-uringan. Lihat patung salah. Tidak lihat salah. Diletakkan di tengah salah. Diletakkan di pinggir salah. Lihatlah, tak ada lagi hiasan di sini. Semua patung batu disapu bersih.

AMAT

Ngggnnnnnnngg…..

IBU INDRA

Ini usul yang tidak simpatik. Bagaimana kalau dibawa pulang saja?

YANTI

Ngggnnnngggg..

IBU INDRA

Memang. Sudah kukatakan tadi ini usul yang tidak, atau kurang simpatik. Rasanya seperti menyuruh kalian pulang. Ini tentu saja bertentangan dengan sopan santun yang diajarkan di sekolah. Nah, jika kalian berpikir begitu,lebih baik tunggu di sini. Ruangan ini terbuka luas untuk kalian.

Apakah sebelumnya bapak tak pernah menyinggung patung yang dibuat Amat?

IBU INDRA

Bukan tak pernah. Selalu. Selalu, baik pagi waktu sarapan, sampai malam hari sesudah makan malam. Tetapi kini terus terang saja, bapak lagi tidak suka sama patung. O, tadi sudah kami terngkan bukan? Sebabnya ialah, eng, ini kira-kiraku sendiri, bapak kecewa. Ia pernah berhubungan dengan pedagang barang seni. Lalu pedagang itu marah-marah. Dan sekarang bapak marah-marah.

YANTI

Pedagang….

IBU INDRA

Ini rahasia kita sendiri. Bapak sudah merencanakan menjual patung dalam jumlah yang besar. Mestinya ini hanya kira-kiraku saja, ada untungnya. Tapi entah kenapa, semuanya menjadi buyar.

YANTI

Ibu…..

IBU INDRA

Saya tidak pernah menanyakan sebabnya. Memang tidak perlu pokoknya urusan rumah tangga selesai, urusan dapru selesai. Nah, kalau itu aku sudah merasa longgar. Memang tambah repot. Dulu sebelum bapak menjadi kepala sekolah, tidak begini, sekarang, jadi kepala sekolah malah lebih banyak marahnya.

YANTI

Bu…..

IBU INDRA

Mungkin juga karena tanggung jawabnya lebih besar. Karena kekuasaannya tambah besar. Tapi sekarang jarang ada anak bermain di sini. Jarang sekali. Rasanya baru kalian sejak….

(Amat mengangkat kembali patungnya dan memberi isyarat yanti untuk mengangkat patungnya pula).

Jadi kalian setuju usul yang tidak simpatik ini? Nanti saya tunggu. Terus terang saja, ini rahasia kita saja, saya kesepian. Sekarang tak ada anak-anak yang les kemari. Tak ada, ah, berat juga tanggung jawab kepala sekolah.

(Amat dan yanti minta diri).

Jika bukan urusan patung, kita bisa bicara semalam suntuk. Atau, kalaupun urusan patung, nanti-nanti saja. Baiklah, selamat jalan. Sampai nanti-nanti. Nanti saya katakana pada bapak kalau kalian berdua datang kemari. Ya, salam hormat buat pak Amat dan bu Amat. Untuk bu Amat, kok lama

tidak muncul arisan? Ya, ya, ya, sampai ketemu lagi. Hati-hati ya.

DENGAN PENUH RASA HORMAT YANTI DAN AMAT BERJALAN PULANG. KINI DIPERJALANAN, PATUNG INI SANGAT MEMBERATI. SEAKAN TAK KUASA LAGI AMAT MENGANGKAT. MEREKA BERJALAN TERUS.

BABAK III

ADEGAN IV

AMAT BERIRING DENGAN YANTI. TIBA-TIBA DI SEBUAH JALAN. AMAT MENGHENTIKAN LANGKAHNYA. YANTI MENUNGGU, CEMAS. AMAT MENGANGKAT PATUNGNYA TINGGI-TINGGI KE UDARA.

YANTI

Kau mau membuangnya?

(Amat menengok sebentar. Lalu membantingnya keras dan duduk menagis. Yanti mendekati).

Pak Broto memang…

AMAT

Pak Broto memang jujur dan terus terang. Seperti juga pak Indra dan yang lainnya.

AMAT MENCOBA MENGAMBIL PATUNG DARI TANGAN YANTI. YANTI MENAHAN SEBENTAR LALU MEMBERIKAN.

YANTI

Itu memang karyamu sendiri. Tapi kukira ayah tak senang mendengar ini.

AMAT

Ayah?

YANTI

Ayah yang selam ini tidak marah kepadamu.

(Gerakan amat tertahan).

Ayah ingin melihat kau membuktikan tekadmu. Menang dalam perlombaan secara jujur. Menang karena itu hasil karyamu sendiri, yang kau tangani sendiri. Dan kau telah menghasilkan. Apa artinya jika kau menghancurkannya?

AMAT

Ini tidak ada artinya.

Yang menilai bukan satu dua orang. AMAT MELETAKKAN PATUNGNYA.

AMAT

Benar. Aku harus membuktikan. Supaya ayah tidak menyesal. Supaya aku sendiri tidak menyesal.

YANTI

Supaya aku tidak menyesal juga.

AMAT

Akan kubuat patung yang megah. Untuk membuktikan keampuhanku. Aku akan membuat patung Budha bersamadi. Seperti yang di Borobudur.

AMAT BERJALAN BEGITU SAJA MENINGGALKAN YANTI. YANTI MENGAMBIL PATUNG TERSEBUT, DAN BERJALAN MENGEJAR ADIKNYA YANG TINGGAL BAYANGAN.

BABAK IV

ADEGAN I

SUASANA SEKOLAH DASAR KALI PUTIH, WAKTU ISTIRAHAT, SEMUA ANAK BERMAIN BERSAMA TEDI, PERMADI, MANOWO, DLL. MEREKA MAIN BOLA, MAIN PETAK UMPET, MAIN LONCAT. DALAM SUASANA BERGEMBIRA. AMAT HANYA BERDIRI DI TEPI. MENONTON, KETIKA LONCENG SEKOLAH BUBAR, SEMUA BERLARI SALING DORONG, BERCANDA, BERGEMBIRA. TAPI TIDAK UNTUK AMAT. IA NAMPAK SENDIRI DIANTARA KERIAHAN. TAK ADA YANG MENEGUR SAPA. TAK ADA YANG MENGAJAK BERCANDA. AMAT SENDIRI TIDAK BERUSAHA MENGAJAK. IA MELIHAT SEGALA KERAMAIAN DAN KEGIATAN. MELIHAT SAJA. JUGA PADA SUASANA YANG LAIN. SENDIRI. KESEPIAN MENGGURAT DI WAJAH AMAT. SATU-SATUNYA YANG SERING MENEMANI HANYALAH SUROTO KETIKA MEREKA MAIN BOLA.

SUROTO

Tidak main bola, kak?

AMAT

Bolanya Cuma satu. Nanti kalau bolanya dua aku akan ikut. KETIKA PADA PERMAINAN YANG LAIN.

SUROTO

AMAT

Tidak.

SUROTO

Kok tidak ikut?

AMAT

Kok Tanya terus?

SUROTO Tidak boleh. AMAT Boleh. SUROTO Jadi kenapa? AMAT

Tapi ini rahasia.

(Suroto mendengarkan sungguh-sungguh).

Saya sedang membuat rencana besar. Jangan bertanya. Akan kujelaskan padamu. Setiap hari Sabtu aku pergi ke Borobudur. Mempelajari patung yang besar. Aku akan membuat sebesar itu. Itu adalah rencana yang besar. Lebih besar dari sekedar main bola atau menangkap cengkerik.

SUROTO

Lebih besar dari main layang-layang.

AMAT

Jelas.

SUROTO

Aku ikut.

AMAT

Kau, tak bisa. Soalnya aku bermalam di sana. Hari Senin pagi baru kembali. Langsung ke sekolah.

SUROTO

Jadi?

AMAT

SUROTO

Ya, memang lebih baik. Aku menunggu. Tapi ibu sakit memikirkanmu.

AMAT

Memang sakit. Tetapi tidak selalu memikirkan. Untuk apa memikirkanku?

SUROTO

Kata kak Yanti, karena kau sekarang dijauhiteman-teman.

AMAT Ya. SUROTO Diasingkan. AMAT Apalagi? SUROTO

Kita ini orang gagal.

AMAT

Memang. Tetapi kita bukan orang jahat.

SUROTO

Mengapa diasingkan?

AMAT

Tidak diasingkan. Di sekolah akumasih bercakap dengan mereka bilamana perlu. Tetapi nampaknya mereka segan. Aku sendiri juga segan.

SUROTO

Apakah benar jika kau tidak mengatakan bahwa itu patung buatanmu bersama tak ada yang tahu?

AMAT

Mungkin. Tetapi kejujuran bermula dari hatiku sendiri.

SUROTO

Mengapa tak sayang uang?

AMAT

Siapa mengatakan itu?

SUROTO

AMAT

Siapa?

SUROTO

Semua.

AMAT

Katakan kepada mereka supaya membuat patung seperti aku. Agar menerima uang limapuluh ribu rupiah. Kepada siapa saja yang mengatakan soal ini. Tahu?

SUROTO

Akan kukatakan.

AMAT

Malam nanti kau menjaga ibu. Aku akan pergi ke Borobudur.

AMAT BERLALU SAMBILMENGEMASI DAN MEMBUKA PERLENGKAPANNYA. SELIMUT DAN KAIN SARUNG. SERTA NASI DAN TEMPAT MINUM.

SUROTO

Naik truk lagi?

HANYA ANGGUKAN SEBAGAI JAWABANNYA.

BABAK IV

ADEGAN 2

RUMAH PAK AMAT, PAK AMAT SEDANG MENGERJAKAN SESUATU. ADA SUROTO DAN YANTI. ABU AMAT BERBARING. NAMPAKNYA MASIH KHAWATIR. MASIH CEMAS DAN MASIH ADA TANDA-TANDA SAKIT. SETIDAKNYA KESEHATAN YANG NORMAL BELUM TERLIHAT PULIH.

Dalam dokumen Anak Sang Pemahat.doc (Halaman 26-33)

Dokumen terkait