Kamis, 11 Nopember 2004
7. Ide Dasar Munculnya Taman Nasional
.
Memperhatikan proses perjalanan menuju Taman Nasional Gunung Ciremai, menimbulkan pertanyaan pada kami, “Sesungguhnya siapa yang menggagas untuk menjadikan kawasan Gunung Ciremai menjadi Taman Nasional?” Kami semula memperkirakan bahwa gagasan tersebut muncul dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan atau dari Fakultas Kehutanan UNIKU. Mengingat pertama, Fakultas Kehutanan UNIKU (atau STIKKU pada saat itu) telah melaksanakan seminar sehari di Kuningan tanggal 5 Juli 2003 dan kedua, Fakultas Kehutanan UNIKU melakukan ekspos di Departemen Kehutanan tanggal 8 Oktober 2004, yang keduanya didukung dan difasilitasi oleh Dishutbun. Tapi ketika kami menanyakannya, ternyata Kadishutbun menjawab bahwa ide dasar tersebut dari Bupati
Secara ringkas kami kemukakan bahwa proses pembentukan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) tidak dilaksanakan dengan baik, bahkan sangat jauh dari prinsip Pengelolaan Hutan yang Baik (Good Forest Governance). Sementara bentuk pengelolaan TNGC ke depan yang kolaboratif, belum ada aturan yang dapat menjaminnya secara eksplisit serta belum ada bukti empiris pada Taman Nasional-Taman Nasional lain yang telah ada di Indonesia.
.
Sehubungan dengan hal tersebut, kami memohon dengan sangat:
a) Dishutbun Kabupaten Kuningan/Bupati Kuningan dan Dishutbun Kabupaten Majalengka/Bupati Majalengka —melalui surat— mengklarifikasi ke pihak Departemen Kehutanan agar meninjau kembali atau mencabut/menangguhkan sementara SK No. 424/Kpts-II/2004 serta meminta Departemen Kehutanan agar menempuh ulang
b) DPRD Kabupaten Kuningan mengirim surat klarifikasi ke Departemen Kehutanan agar tahapan Proses Usulan Kawasan Konservasi sebagaimana yang diatur dengan Pasal 19 UU No. 41/1999 dan Kepmenhut No. 70/Kpts-II/2001 jo SK No. 48/Kpts-II/2004.
menangguhkan SK No. 424/Kpts-II/2004 karena surat dukungan DPRD Kabupaten Kuningan No. 061/266/DPRD tanggal 1 September 2004 baru sebatas memberi dukungan terhadap surat usulan Bupati Kuningan No. 522/1480/Dishutbun tanggal 26 Juli 2004 yang berisi permintaan pengkajian
c) Gubernur Jawa Barat —juga melalui surat— mengklarifikasi ke pihak Departemen Kehutanan karena surat rekomendasi yang dikeluarkan
.
132 ‘Memperhatikan’ dari SK Menhut tersebut, padahal dalam Pasal 18 Kepmenhut No. 48/Kpts-II/2004, rekomendasi Gubernur merupakan salah satu lampiran yang harus disertakan. Dan Gubernur Jawa Barat juga perlu meminta Departemen Kehutanan untuk melakukan pengkajian lapangan oleh Tim Terpadu antara Pusat, Provinsi, dan Kabupaten setempat
d) Departemen Kehutanan
sehingga sesuai dengan bunyi surat rekomendasi Gubernur dimaksud.
menangguhkan pemberlakuan SK Menhut No. 424/Kpts-II/2004 serta mencermati dan menempuh ulang
Hal lain yang perlu kami tegaskan adalah bahwa permasalahan yang mendasar terletak pada adanya perbedaan-perbedaan sebagaimana yang terungkap di atas. Bukan pada sikap dan tindakan tahapan Proses Usulan Kawasan Konservasi sebagaimana diatur dengan Pasal 19 UU No. 41/1999 dan Kepmenhut No. 70/Kpts-II/2001 jo SK No. 48/Kpts-II/2004.
mendukung atau tidak mendukung kepada salah satu institusi, apakah itu kepada Pemerintah Kabupaten, Perhutani, ataupun lembaga Taman Nasional. Dalam kaitan ini, kami tidak memihak kepada proses dan prosedur yang dijalani sekarang serta kepada output berupa terbitnya SK Menhut No. 424/Kpts-II/2004. Dan hal lain yang juga perlu ditegaskan adalah bahwa apa yang kami lakukan ini sangat jauh dari sikap tendensius serta tidak untuk mengharapkan berbagai kepentingan proyek bagi kami
Kami sangat mendukung ungkapan, bahwa .
yang penting adalah bagaimana menyelamatkan kawasan Gunung Ciremai dari proses degradasi
Pertama; Menggencarkan penyelenggaraan implementasi PHBM di lereng Gunung Ciremai secara konsekuen dan benar oleh para pihak di Kabupaten Kuningan dengan tetap menganut pertimbangan ekologis dan sosial ekonomi masyarakat dari apa yang sudah dan sedang dilakukan sekarang.
. Solusi yang paling tepat untuk hal itu adalah:
Kedua; Lebih mengoptimalkan peran Pemerintah Kabupaten dalam pelaksanaan tugasnya sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengaturan, perencanaan, pembinaan, dan pengendalian kepada masyarakat secara intensif.
Ketiga; Mengefektifkan proyek-proyek GNRHL dan APBD di kawasan Gunung Ciremai.
Keempat; Menutup Galian C secara konsekuen dan berkelanjutan dengan memberikan solusi yang
bersifat ekonomis bagi masyarakat yang sebelumnya bekerja dalam kegiatan tersebut.
Kelima; Melaksanakan reklamasi secara sungguh-sungguh terhadap lahan-lahan eks Galian C.
Keenam; Menindak secara tegas pelaku illegal logging, dari hulu sampai ke hilir.
Ketujuh; Memberikan jalan ke luar secara ekonomis bagi masyarakat yang menjadikan kawasan yang tidak layak menjadi kebun sayuran.
Dengan demikian maka usaha untuk menyelamatkan kawasan Gunung Ciremai tersebut, menurut hemat kami tidak perlu repot-repot dengan mencari bentuk lain untuk pengelolaannya. Karena dengan melakukan hal tersebut berarti merupakan satu langkah mundur.
133
Lampiran 15 Daftar Stakeholder Yang Terkait dengan TN Gunung Ciremai
Parapihak Kepentingan
Utama Hak Kepentingan Keterlibatan Pengaruh
Departemen Kehutanan - Konservasi Sumberdaya Hutan
- Regulasi
- Kelola Hutan Tinggi. Dukungan kebijakan Besar. Berpengaruh pada semua aspek kebijakan
Perum Perhutani - Wilayah kelola - kelola hutan Rendah. Tidak mempunyai peran dalam pengelolaan
Besar. Akses kebijakan dan pendanaan
Dinas Kehutanan dan
Perkebunan - Pembangunan SDH - pengaturan dan pengendalian Tinggi. Wilayah teritorial Besar. Koordinasi pengelolaan SDH wilayah Masyarakat Lokal - Akses lahan
- Sumber penghidupan
- pemanfaatan SDH
- Akses Tinggi. Penerima dampak/manfaat langsung
Besar. Potensi SDM, implementasi, kontrol
BKSDA Jabar II - Konservasi SDH -Pengelolaan Tinggi. Koordinasi pengelolaan Kawasan Konservasi
Besar. Otoritas pengelolaan
Bupati - Pengelolaan
wilayah administrasi
- Regulasi Tinggi. Dukungan
kebijakan Besar. Berpengaruh dalam tataran kebijakan Badan Perencana
Pembangunan Daerah - pembangunan wilayah - koordinasi pembangunan Rendah. menyediakan dukungan hanya pada program yang terkait dengan program institusinya
Kecil. Dapat bekerjasama akan tetapi tanpa kekuatan intervensi
Dinas Pertanian - pembangunan
pertanian - koordinasi kegiatan pertanian Tinggi. Tinggi intensitas pemanfaatan lahan utk pertanian
Kecil. Dapat bekerjasama akan tetapi tanpa kekuatan intervensi
Dinas Pariwisata Daerah - pariwisata - koordinasi
pariwisata Tinggi. Koordinasi Kecil. Tanpa kekuatan intervensi
134 Dinas LHK - kelestarian SD
dan lingkungan Tinggi. Dukungan terhadap kegiatan konservasi
Kecil. Tanpa kekuatan intervensi
Dinas Pendapatan Daerah -pendapatan asli
daerah - Koordinasi pendapatan Rendah Kecil. Tanpa kekuatan intervensi
PDAM - kontinyuitas
pasokan air Pemanfaatan air Tinggi. Pemanfaat SDA Kecil. Dapat bekerjasama akan tetapi tanpa kekuatan intervensi Pengusaha Air Minum
Kemasan - kontinyuitas pasokan air Pemanfaatan air Tinggi. Pemanfaat SDA Kecil. Dapat bekerjasama akan tetapi tanpa kekuatan intervensi Pecinta Alam/Penggiat
Alam Terbuka -penggunaan kawasan utk kegiatan
Akses Tinggi. SDM Kecil. Tanpa kekuatan intervensi
Sekunder
Badan Pemberdayaan
Masyarakat - Pemberdayaan masyarakat rendah Kecil. Tanpa kekuatan intervensi
PHRI (Perhimpunan Hotel
dan Restauran Indonesia) - konsumen wisata - pemanfaatan jasa rendah kecil LPI - Kelestarian SDH - sinkronisasi
program Tinggi. Support dalam komunikasi parapihak Besar. Kekuatan Koordinasi dan implementasi LSM - kelestarian SDH - pelibatan dalam
proses Tinggi. interest Besar. Mobilisasi sumberdaya, advokasi Perguruan Tinggi (UNIKU) - field research - Aplikasi teori Rendah. Tidak
bergerak dalam tataran operasional
Besar. Academic authority
TNI - pemanfaatan
kawasan untuk latihan
- pemanfaatan
kawasan Kecil. Tidak bergerak dalam tataran operasional
kecil
DPRD - good forest
governance - kontrol Rendah. Tidak bergerak dalam tataran operasional
Besar. Dukungan dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan lokal
Donor Internasional - Kelestarian SDH dan lingkungan - Penyaluran dana
Rendah. Global issue Kecil. Dapat bekerjasama akan tetapi tanpa kekuatan intervensi
135