• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. ANALISIS VOLATILITAS HARGA BUAH-BUAHAN

5.2. Identifikasi Model ARCH-GARCH

Hal yang perlu dilakukan dalam tahap spesifikasi model adalah dengan

melakukan pendeteksian efek ARCH dengan uji autokorelasi dan uji ARCH.

5.2.1. Uji Autokorelasi

Pengujian efek ARCH dapat dilakukan dengan cara menguji nilai

autokorelasi pada kuadrat data harga harian buah-buahan. Fungsi autokorelasi

kuadrat data harga digunakan untuk mendeteksi keberadaan efek ARCH. Jika

pada kuadrat data harga terdapat autokorelasi, maka hal ini mengindikasikan

bahwa terdapat unsur ARCH error pada data harga (Enders, 2004).

Tabel 5.2. Pengujian Autokorelasi Kuadrat Harga Harian Buah-buahan Indonesia

Komoditi Hasil Uji Akar Unit Pada α=5% Uji Autokorelasi

Alpukat ADF > nilai kritis absolut (Level) Ada Autokorelasi Pepaya ADF > nilai kritis absolut (Level) Ada Autokorelasi Nanas ADF > nilai kritis absolut (1st Difference) Ada Autokorelasi

Pisang Ambon ADF > nilai kritis absolut (Level) Ada Autokorelasi Jeruk Siam ADF > nilai kritis absolut (Level) Ada Autokorelasi Semangka TB ADF > nilai kritis absolut (Level) Ada Autokorelasi Melon ADF > nilai kritis absolut (1st Difference) Ada Autokorelasi

Salak Bali ADF > nilai kritis absolut (1st Difference) Ada Autokorelasi

Sumber : Lampiran 1-8.

Pada Tabel 5.2 terdapat informasi bahwa pada data kuadrat harga buah-

Augmented Dickey-Fuller test statistic yang lebih besar dari Test critical values

pada taraf α=5% baik yang diuji pada tingkat level atau setelah dilakukan satu kali

differencing. Hal ini mengindikasikan adanya efek ARCH atau ARCH error pada data kuadrat harga harian buah-buahan komoditas ekspor Indonesia.

5.2.2. Pemilihan Model ARCH-GARCH

Tahapan berikutnya dari spesifikasi model untuk masing-masing buah

adalah dengan melakukan serangkaian metodologi Box-Jenkins mulai dari pengujian kestasioneran data harga, penentuan model tentatif ARIMA hingga

pendugaan parameter dan pemilihan model terbaik.

Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) digunakan untuk melihat kestasioneran data harga buah. Hal ini dapat dilihat dari nilai ADF test statistic

yang lebih besar dari critical value (nilai kritis) yang menunjukkan bahwa data harga telah stasioner. Pada umumnya data runtut waktu (time series) memiliki unsur kecenderungan (trend) yang menjadikan kondisi data time series menjadi tidak stasioner. Sedangkan penerapan model ARIMA hanya dapat dilakukan pada

data yang sudah stasioner. Oleh karena itu diperlukan pembedaan yang dapat

membedakan data yang belum stasioner dengan data baru yang sudah stasioner.

Biasanya hal ini disebut dengan differencing.

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa nilai ADF test statistic dari setiap komoditas buah, lebih besar dari critical value pada taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa data harga telah stasioner setelah dilakukan

Tabel 5.3. Hasil Uji Stasioneritas Data Harga Buah-buahan

Komoditas ADF t-Statistic Critical Values Prob.*

Alpukat -22,93214 -2,863984 0,0000

Pepaya -39,08125 -2,863979 0,0000

Nanas -20,02493 -2,863989 0,0000

Pisang Ambon -20,91059 -2,863986 0,0000

Jeruk Siam -29,79694 -2,863981 0,0000

Semangka Tanpa Biji -38,29993 -2,863979 0,0000

Melon -33,72157 -2,863979 0,0000

Salak Bali -34,34869 -2,863979 0,0000

Sumber : Lampiran 9-16.

Keterangan : *) Stasioner pada taraf nyata 0,05

Setelah data harga dari tiap komoditas stasioner maka dapat dilakukan

pendugaan model ARIMA terbaik. Dari hasil pendugaan model tentatif ARIMA

pada masing-masing komoditas diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

Tabel 5.4. Model ARIMA Buah-buahan Indonesia

Komoditas Model Tentatif ARIMA Terbaik

Alpukat ARIMA(3,1,1) Pepaya ARIMA(2,1,2) Nanas ARIMA(1,1,1)

Pisang Ambon ARIMA(1,1,1)

Jeruk Siam ARIMA(1,1,2)

Semangka Tanpa Biji ARIMA(3,1,3)

Melon ARIMA(3,1,3)

Salak Bali ARIMA(2,1,2)

Sumber : Lampiran 17-24.

Model di atas dipilih berdasarkan nilai probabilitas AR dan MA dari

masing-masing pengujian pada tiap buah yang sudah sangat kecil (hampir

mendekati nol), sehingga sudah signifikan. Nilai t-statistik juga sudah lebih besar

dari nilai kritis 1,96. Informasi tesebut dapat dilihat pada Lampiran. Dengan

demikian model ini dapat digunakan.

Dari model-model tersebut, dilakukan pemeriksaan pada residual model.

Hasil pemeriksaan pada residual model menunjukkan bahwa nilai Lagrange Multiplier dari tiap buah lebih besar dari nilai kritis χ22 dengan nilai Probability

sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari 0.05. Ini berarti LM test mengindikasikan bahwa memang terdapat efek ARCH pada model ARIMA yang diestimasi,

sehingga dapat dilanjutkan untuk mencari model ARCH-GARCH. Kecuali pisang

ambon yang memiliki probabilitas sebesar 0.9150 dan salak bali sebesar 0.8819

yang mengindikasikan tidak adanya efek ARCH pada model ARIMA yang

diestimasi. Sehingga proses tidak dapat dilanjutkan untuk mencari model ARCH-

GARCH pada dua komoditas ekspor ini.

Tabel 5.5. Hasil Pengujian Efek ARCH pada Residual Model ARIMA

Komoditas Nilai F-statistic Probabilitas

Alpukat 43,04745 0,0000

Pepaya 11,00941 0,0000

Nanas 37,74525 0,0000

Pisang Ambon 0,011404 0,9150

Jeruk Siam 193,9183 0,0000

Semangka Tanpa Biji 5,995118 0,0145

Melon 7,1683981 0,0075

Salak Bali 0,022064 0,8819

Sumber : Lampiran 25-32.

Tabel 5.6 menunjukkan hasil pendugaan model ARCH-GARCH pada tiap

komoditas :

Tabel 5.6. Model ARCH-GARCH Terbaik Buah-buahan Indonesia

Komoditas Model ARCH-GARCH

Alpukat GARCH(1,1) Pepaya GARCH(1,1) Nanas GARCH(1,1)

Pisang Ambon -

Jeruk Siam ARCH(1)

Semangka Tanpa Biji GARCH(1,1)

Melon GARCH(1,1)

Salak Bali -

Sumber : Lampiran 33-38.

Untuk mengetahui kecukupan model-model tersebut dilakukan

pemeriksaan terhadap galat terbakukan (standardized residuals) dengan mengamati nilai statistik uji Jarque-Bera (JB) untuk memeriksa asumsi

kenormalan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ketidaknormalan

galat diatasi melalui pendugaan parameter dengan Quasi Maximum Likelihood

(QML). Pada pendugaan parameter model buah jeruk siam telah diaplikasikan

metode QML. Selain itu dalam pengolahan data telah dimasukkan metode

Heteroscedasticity Consistent Covariance Bollerslev-Wooldridge agar asumsi galat menyebar normal tetap terjaga. Sehingga galat baku dugaan parameter tetap

konsisten.

Tabel 5.7. Hasil Uji Jarque-Bera

Komoditas Nilai Jarque-Bera Probabilitas

Alpukat 447,7202 0,000000

Pepaya 218,3976 0,000000

Nanas 144,9047 0,000000

Pisang Ambon - -

Jeruk Siam 93352,78 0,000000

Semangka Tanpa Biji 319,4438 0,000000

Melon 7204,979 0,000000

Salak Bali - -

Sumber : Lampiran 39-44.

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap galat terbakukan, dapat dilihat

bahwa nilai JB dari tiap buah memiliki nilai probabilitas 0.000000 yang berarti

penolakan terhadap hipotesis nol, artinya galat terbakukan tidak menyebar normal.

Walaupun tidak menyebar normal, estimasi parameter akan tetap konsisten

apabila persamaan rataan dan persamaan varian dispesifikasi dengan benar

(Brooks, 2002).

Tahap berikutnya adalah memeriksa koefisien Autocorrelation Function

(ACF) galat terbakukan. Harapannya adalah bahwa galat terbakukan tersebut

saling bebas dan sudah tidak terdapat lagi heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil

uji Ljung-Box terlihat bahwa ACF residual kuadrat pada 15 lag pertama sudah tidak signifikan artinya sudah tidak terdapat efek ARCH. Nilai probabilitas dari

lag ke-1 hingga lag ke-20 yang lebih besar dari 0.05 menunjukan bahwa residual kuadrat sudah bersifat random dan stasioner (Lampiran 7). Dengan demikian

kinerja model dapat dikatakan baik.

Hasil uji ARCH (Tabel 7.8) untuk menguji keberadaan efek ARCH

menunjukkan bahwa nilai Langrange Multiplier (LM) lebih kecil dari nilai kritis

χ22

. Terlihat nilai Probability dari tiap buah yang lebih besar dari 0.05. Ini berarti LM test mengindikasikan bahwa memang sudah tidak terdapat efek ARCH.

Tabel 5.8. Hasil Pengujian Efek ARCH pada Residual Model ARCH- GARCH

Komoditas Nilai F-statistic Probabilitas

Alpukat 0,540168 0,4625

Pepaya 6,683134 0,0099

Nanas 1,532029 0,2161

Pisang Ambon - -

Jeruk Siam 0,358534 0,5494

Semangka Tanpa Biji 0,249662 0,6174

Melon 0,041879 0,8379

Salak Bali - -

Sumber : Lampiran 51-56.

Berdasarkan serangkaian hasil pengujian maka dapat dilakukan peramalan

ragam untuk mengetahui tingkat risiko harga untuk tiap komoditas. Untuk

melakukan peramalan ragam dapat dilakukan dengan menggunakan model

persamaan yang telah diperoleh sebagai berikut :

Tabel 5.9. Hasil Pendugaan Persamaan Ragam

Variabel Komoditas Koefisien Volatilitas periode sebelumnya (εt-12) Varian periode sebelumnya (ht-1) Alpukat 3.050,57 0,07 0,89 Pepaya 204,35 0,11 0,88 Nanas 155,07 0,08 0,90 Jeruk Siam 162.520,30 0,14 -

Semangka Tanpa Biji 4.000,34 0,11 0,57

Melon 1.336,42 0,05 0,90

Model tersebut memberikan informasi bahwa tingkat risiko harga buah

baku dari rataannya untuk satu hari sebelumnya. Kecuali untuk jeruk siam, tingkat

risiko harga jeruk siam hanya dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan sehari

sebelumnya.

Dokumen terkait