• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Peubah-Peubah Lingkungan yang Mempengaruhi Kelimpahan Collembola Tanah Kelimpahan Collembola Tanah

Famili Collembola Yang Terkumpul

4.4. Identifikasi Peubah-Peubah Lingkungan yang Mempengaruhi Kelimpahan Collembola Tanah Kelimpahan Collembola Tanah

Variasi suhu dan kelembaban tanah antara hutan alam dengan rata-rata seluruh area revegetasi tidak jauh berbeda. Pada area revegetasi East dump tahun tanam 2002, suhu tanah lebih rendah dibanding dengan area revegetasi yang lainnya. Hal ini disebabkan saat pengambilan sampel dan pengukuran suhu pada lokasi tersebut cuaca mendung dan sedikit gerimis. Demikian juga halnya dengan kelembaban tanah di Tongoloka dump menunjukkan penurunan dibanding yang lain. Hal ini diduga berkorelasi dengan elevasi atau ketinggian lokasi pengamatan. Semakin tinggi letak suatu tempat dari permukaan laut maka kelembaban udaranya akan semakin tinggi demikian juga sebaliknya (Kartasapoetra 2006).

Hasil analisis tekstur tanah diperoleh dua kelas tektur yaitu geluh lempungan (lempung berliat) dan geluh (lempung). Kelas tekstur tanah di hutan alam adalah geluh lempungan sedangkan rata-rata di area revegetasi tanahnya bertekstur geluh kecuali di Tongoloka dump. Tanah yang bertekstur geluh lempungan adalah tanah dengan tekstur halus sedang, yang memiliki kandungan

keseluruhan adalah merupakan tanah yang memiliki sifat ideal karena memiliki komposisi pasir, debu dan lempung yang hampir sama. Pengukuran tektur tanah penting dilakukan karena tekstur tanah berhubungan dengan kemampuan tanah dalam mengikat unsur hara dan memperbaiki kapasitas tukar kation (KTK) serta kemampuan tanah dalam mengatur keseimbangan air dan udara, sehingga akan menentukan macam dan jumlah jasad renik dan aktivitasaya di dalam tanah.

Hasil pengukuran pH di lapangan lebih tinggi dibanding dengan pH H2O (pH laboratorium). Kisaran pH tanah baik pH di lapangan maupun pH H2O beragam mulai dari pH 4.9 sampai 6. Hal ini berarti tanah memiliki sifat

keasaman yang tinggi sampai keasaman sedang (Rafi‟I 1994; Foth 1990). Pada kisaran ini diperkirakan tanah mengandung besi, tembaga dan seng. Hasil analisis pH H2O terlihat bahwa rata-rata di area revegetasi lebih asam dibanding dengan hutan alam. Hal ini karena area revegetasi merupakan area bekas penambangan. Adanya aktivitas pertambangan dapat menyebabkan menurunnya pH tanah (Rahmawaty 2002). Pengukuran pH tanah sangat penting dalam menentukan

mudah tidaknya unsur hara diserap oleh tanaman, menunjukan adanya unsur-unsur beracun dan mudah larut pada tanah masam, disamping itu pH tanah

juga dapat mempengaruhi perkembangan organisme tanah (Hardjowigeno 2010). Nilai C-organik dan KTK tanah di hutan alam lebih tinggi dibanding dengan rata-rata area revegetasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Setiadi (2006) bahwa lahan-lahan terbuka pasca penambangan adalah kondisi lahan yang marginal, miskinnya bahan organik dengan status KTK (Kapasitas Tukar Kation) yang rendah. Besarnya nilai C-organik di hutan alam menunjukan bahwa hutan alam memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Sumber utama bahan organik sebagian besar berasal dari jaringan tumbuhan, hewan dan organisme tanah (Buckman & Brady 1982; Suin 1989). Tingginya bahan organik akan berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah, salah satunya adalah meningkatnya nilai kapasitas tukar kation (KTK). Menurut Hardjowigeno (2010) nilai KTK sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi bila didominasi oleh kation basa

dapat mengurangi kesuburan tanah.

Kerapatan vegetasi rata-rata di area revegetasi lebih tinggi dibanding dengan hutan alam. Sedangkan jumlah jenis tingkat tiang di hutan alam lebih banyak dibanding dengan area revegetasi. Namun sebaliknya jumlah jenis tingkat pancang dan semai di area revegetasi lebih banyak dibanding hutan alam. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses regenerasi tegakan hutan, pada area revegetasi sedang berjalan dengan baik karena di setiap area hutan terdapat anakan pohon dengan kondisi kerapatan fase semai > fase pancang > fase tiang (Indriyanto 2006).

Ketebalan serasah di hutan alam dan area revegetasi East dump

variasinya tidak terlalu jauh berbeda. Namun di area revegetasi Tongoloka dump

serasahnya tergolong tipis jika dibanding dengan yang lainnya. Diduga ada kaitannya dengan umur vegetasi dan pengaruh lingkungan fisik seperti kelembaban tanah serta ketinggian. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Zamroni & Rohyani (2007); Soeroyo (2003); Ananthakrishna (1996) bahwa tebal tipisnya lapisan serasah dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi, jenis-jenis tumbuhan penyusun vegetasi, umur vegetasi dan keadaan iklim setempat.

Hutan alam memiliki jumlah individu Acarina lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata area revegetasi. Secara keseluruhan jumlah individu Acarina tertinggi ada di area revegetasi East dump tahun tanam 2003. Tinggi rendahnya jumlah Acarina berkorelasi dengan Collembola tanah karena Acarina merupakan predator bagi Collembola (Suhardjono 1985). Faktor lain yang berpengaruh terhadap populasi Acarina adalah pH tanah dan curah hujan (Leow 1978 dalam Suhardjono 1985).

Tabel 5 Nilai rata-rata kondisi lingkungan abiotik dan biotik yang diukur pada area revegetasi PT NNT

Parameter yang diukur Hutan alam

Nilai rata-rata area revegetasi

Lokasi areal revegetasi

East dump Tongoloka dump

2001 2002 2003 2004 2008 2005 2006 2007 Lingkungan abiotik Fisika Suhu (oC) 25 26 26 23 26 26 26 24 25 26 Kelembaban (%) 85 80 76 90 89 82 87 73 72 75 Ketinggian (dpl) 561 368 336 418 472 503 515 211 272 301 Pasir (%) 27 34 36.32 34.72 37.48 37.46 36.1 25.62 29.35 27.52 Debu (%) 44 40 38.31 40.61 40.76 39.81 42.1 45.29 38.95 34.76 Lempung (%) 29 27 25.38 24.68 21.76 22.74 21.81 29.1 31.71 37.72

Kelas tekstur Geluh Geluh Geluh Geluh Geluh Geluh Geluh Geluh Geluh Geluh

Lempungan Lempungan Lempungan Lempungan

Kimia pH H20 5.4 5.1 5 4.9 4.9 5 5.4 5.3 5.5 5.4 pH lapangan 5.8 5.8 6 5.7 5.3 5.8 5.7 6 5.6 5.8 C-organik (%) 3 1 1 1.2 0.9 0.9 0.9 0.7 0.8 0.8 Ktk (meq/100 g) 31 23 22 17 24 25 27 24 23 22 Lingkungan biotik

Vegetasi Kerapatan Tiang 250 274 230 230 140 160 0 740 590 170

Pancang 1960 2580 2520 2480 2600 1240 400 0 3700 7840

Semai 0 12346 4415 9200 3900 25300 41100 2200 6700 13800

Jumlah jenis Tiang 17 6 7 4 6 6 0 10 7 5

Pancang 5 7 10 7 5 8 4 0 7 11

Semai 0 7 7 7 4 9 7 6 7 8

Ketebalan Serasah (cm) 3 2 3 3 4 2 3 1 1 2

Dalam rangka memanfaatkan potensi Collembola tanah sebagai alat untuk memantau keberhasilan revegetasi dari aspek kesubur tanah, maka yang pertama harus diketahui adalah peubah-peubah lingkungan yang mendukung kelimpahan Collembola tanah. Pada pembangunan model-model prediktif, jika korelasi antar peubah bebas di atas nilai absolut 0.6 maka dapat menyebabkan terjadinya

redundancy yaitu pemborosan dalam membangun model dan menyebabkan terjadinya autokorelasi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian antar peubah penyusun model sehingga kesalahan karena adanya autokorelasi dapat di minimalisir. Korelasi antar peubah berdasarkan hasil pengujian disajikan pada Tabel 6.

Pada Tabel 6 terlihat bahwa peubah-peubah yang memiliki nilai korelasi kuat adalah hubungan positif antara kelembaban (RH) dengan elevasi yaitu sebesar 0.748, serta hubungan negatif antara persentase pasir dengan persentase liat sebesar -0.757. Hubungan antara kerapatan vegetasi dengan persentase liat dan persentase debu masing-masing sebesar 0.677 dan -0.649. Terakhir hubungan negatif antara jumlah individu acarina dengan pH-H2O sebesar – 0.743. Adanya korelasi yang tinggi antar peubah tersebut menunjukan bahwa peubah yang satu bisa mewakili peubah yang lainnya. Sehingga peubah yang dipilih adalah peubah yang paling mudah dalam pengukurannya dan tidak berkorelasi dengan peubah yang lainnya yaitu kelembaban (RH) untuk mewakili elevasi, pesentase pasir mewakili persentase liat, kerapatan vegetasi mewakili persentase liat dan debu serta jumlah Acarina mewakili pH-H2O.

Tabel 6 Matriks korelasi antar peubah yang digunakan sebagai penyusun model kelimpahan Collembola Tanah

Peubah Suhu Rh Elevasi Pasir Debu Liat pH-lap pH-H2O C-Org KTK Serasah Acari Jenis veg

Suhu 1 Rh -0.145 1 Elevasi 0.044 0.748* 1 Pasir -0.318 0.348 0.307 1 Debu 0.041 -0.458 -0.430 -0.425 1 Liat 0.310 -0.040 -0.016 -0.757* -0.269 1 pH-lap 0.029 -0.289 -0.218 0.016 0.012 -0.024 1 pH-H2O 0.024 -0.412 -0.184 -0.437 0.111 0.382 0.107 1 C-ORG -0.242 0.306 0.503 0.238 0.156 -0.367 0.036 0.238 1 KTK 0.232 0.045 0.476 0.051 -0.066 -0.008 -0.039 0.521 0.416 1 Serasah 0.090 0.513 0.518 0.026 -0.006 -0.022 -0.251 -0.410 0.237 0.011 1 Acari -0.032 0.468 0.208 0.152 0.034 -0.185 -0.142 -0.743* -0.139 -0.420 0.502 1 Jenis_veg 0.054 -0.453 -0.506 -0.053 0.217 -0.098 0.112 -0.204 -0.293 -0.483 -0.151 0.025 1 Kerapatan 0.201 0.219 0.296 -0.197 -0.649* 0.677* -0.054 0.166 -0.265 0.104 -0.065 -0.213 -0.101

adalah suhu, kelembaban (RH) dan persentase pasir, pH lapangan, C-organik, KTK, jumlah vegetasi, kerapatan vegetasi, ketebalan serasah dan jumlah Acarina. Peubah-peubah terpilih tersebut kemudian dianalisis lagi untuk melihat korelasinya dengan kelimpahan Collembola tanah (Lampiran 2). Akhirnya peubah yang digunakan untuk membangun model keberhasilan revegetasi adalah peubah yang memiliki koefisien determinasi dengan kelimpahan Collembola tanah di atas 50% yaitu kelembaban (RH), C-organik, kerapatan vegetasi tingkat tiang, ketebalan serasah dan jumlah Acarina.