• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Potensi Pelanggaran HAM yang Teridentifikasi, Aktor dan Respon

Pengembangan kawasan pariwisata Borobudur berpotensi memunculkan berbagai konflik bahkan sebelum dilakukan percepatan pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur, telah meninggalkan konflik antara masyarakat, dan korporasi. Pembangunan KSPN Borobudur berpotensi pada pelanggaran hak asasi manusia yang teridentifikasi, diantaranya :

a. Hak atas Lahan

Pembangunan Bandara NYIA (New Yogyakarta International Airport) merupakan pembangunan mendesak dari MP3EI (Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang juga turut mendukung kebijakan KSPN. Namun pembangunan bandara pada tahun 2017 ini dilakukan dengan pemaksaan untuk mengosongkan lahan oleh PT. AP 1 melalui mobilisasi aparat Negara, menggunakan alat berat, dan disertai pemutusan akses aliran listrik. Pembangunan bandara tersebut akan menghilangkan lahan pertanian subur dan mata pencaharian penduduk Kulon Progo padahal di Kulonprogo, terdapat sekitar 12.000 petani gambas yang mampu menghasilkan gambas 60 ton hektar/tahun, 60.000 petani melon yang mampu menghasilkan 180 ton melon hektar/tahun, 60.000 petani semangka yang mampu menghasilkan 90 ton semangka hektar/tahun, 12.000 petani terong yang mampu menghasilkan 90 ton terong per-hektar/tahun, 4000 petani cabai yang mampu menghasilkan 30 ton cabai per-hektar/tahun (PWPP-KP, 2017).

b. Hak atas Lingkungan Bersih

Dalam pengembangan pariwisata, akan berdampak pada lingkungan. Semakin meningkat dan ramainya kawasan pariwisata Borobudur, akan berpotensi pada meningkatkan jumlah sampah yang akan berdampak pada kebersihan Borobudur dan sekitarnya. Sehingga diperlukan infrastruktur dan sistem pengelolaan sampah yang memadai, termasuk material edukasi dan aturan untuk menjaga kebersihan tempat wisata dan wilayah sekitar yang bersinggungan dengan warga.

c. Hak atas Air

Rencana pembangunan jalan melalui program bedah menoreh, dikhawatirkan akan berdampak pada akses air bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan jalur perbukitan menoreh menyimpan sumber mata air bagi kebutuhan masyarakat. Menurut hasil wawancara dengan salah satu masyarakat Desa Giripurno, Kecamatan Borobudur saat ini masyarakat su dah mulai mengalami kekurangan air. Jika pembangunan jalan tersebut terlaksana, masyarakat semakin khawatir bagaimana pemenuhan air bagi masyarakat.

d. Hak Beribadah

Candi Borobudur pada awalnya bukan tempat wisata tetapi merupakan tempat ibadah umat Budha. Seiring berjalannya waktu, Candi Borobudur menjadi destinasi yang banyak dikunjungi wisatawan nusantara maupun mancanegara. Apabila mengamati pengunjung,

44 | Hlm.

masih ada yang belum sadar bahwa Candi Bodobudur adalah tempat ibadah suci sehingga masih ada pengunjung yang naik atau memanjat mandala suci. Selain itu yang disayangkan yaitu belum adanya kebijakan dari pihak pengelola candi maupun pemerintah daerah terhadap pembatasan pengunjung yang masuk ke Candi apalagi saat Perayaan Waisak. Hal ini akan berdampak pada ketidaknyamanan bagi umat Budha yang hendak beribadah.

8.3. Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Tanjung Kelayang

1. Identifikasi Perubahan Pra dan Pasca Penetapan sebagai ‘Bali Baru”

Sejak lama, sebelum sektor pariwisata banyak berkembang, sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan lain-lain menjadi kuda pacu perekonomian di Belitung. Wilayah kepulauan yang terletak di kawasan strategis perdagangan nusantara ini menyimpan kekayaan potensi yang melimpah. Bahkan bidang pertanian dan perkebunan merupakan salah satu bidang yang mendominasi ekonomi Kabupaten Belitung disamping Bidang Pertambangan. Potret ini terlihat pada kultur ekonomi masyarakat di Kecamatan Sijuk, khususnya yang berada di Desa Keciput dan Desa Tanjung Binga yang sudah lama mengelola dan memanfaatkan lahan untuk pertanian dan perkebunan, memanfaatkan dan memungut hasil hutan secara turun temurun seperti tanaman obat, kayu bakar, madu, junjung lada dan berkebun kelapa.

Selain sektor pertanian dan perkebunan, Kabupaten Belitung dengan letak geografis yang strategis merupakan kabupaten kepulauan yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar. Wilayah perairan dangkal dimanfaatkan masyarakat sebagai transit para nelayan dalam melaut secara turun-temurun. Seperti bibir pantai yg tenang, pulau-pulau kecil, dan wilayah-wilayah ini tidak boleh ada yang memiliki secara perseorangan. Wilayah-wilayah ini secara adat dimanfaatkan dan dijaga bersama.108

Namun, pada Tahun 1984 muncul suatu kegelisahan tentang apa yang akan dikembangkan pasca timah109, karena timah sudah mulai habis. Sektor Pariwisata merupakan salah satu potensi dalam menggantikan timah. Terkait potensi pariwisata di Belitung tersebut pernah di kaji oleh seseorang yang juga merupakan putra Belitung, yaitu Prof. DR. Nicholas Lumanaw. Hanya saja konsep tersebut pada waktu itu tidak banyak didengar, karena rezim waktu itu masih lebih melihat timah. Namun dalam perkembangannya, pemerintah akhirnya menjadikan pariwisata sebagai ekonomi pengganti di Bangka-Belitung, beberapa alasannya diantaranya:110

1. Pertambangan merupakan industri sunset yakni tidak terbaharukan;

2. Sektor pariwisata merupakan sektor potensial untuk penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus sebagai instrumen pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya;

108 Zulfan Setiawan, WALHI Bangka-Belitung

109 Sedikit mengulas sejarah Pertambangan Timah di Belitung, bahwa John Francois Loundon, orang Belanda pertama dan orang kepercayaan Prins Hendrik, yang menemukan dan merintis penambangan timah Belanda di Belitung tahun 1851. Pada 23 Maret 1852, Belitung mendapat konsesi penambangan timah, terpisah dari Bangka. Konsesi ini menandai penambangan timah secara modern pada tingkat yang terorganisir di Belitung. Dengan bantuan kuli-kuli tambang Cina (xinke), timah pertama kali ditambang di Sungai Siburuk dan Air Lesung Batang.

110 Rusni Budiati (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung, dalam kegiatan Multistakeholder Dialogue, “Melihat Perspektif Pemangku Kepentingan atas Upaya Pengarusutamaan Hak Asasi Manusia dan Industri Pariwisata di Indonesia”. Diselenggarakan di Pangkalpinang, 3 Desember 2019.

45 | Hlm.

3. Bisnis pariwisata mencakup mata rantai kegiatan yang sangat luas dengan multiplier effect

yang jauh (forward / backward linkages);

4. Bangka Belitung memiliki potesi wisata dan kekhasan;

5. Berkelanjutan jika dikelola oleh masyarakat lokal secara profesional, didukung sektor lain dan berwawasan lingkungan.

Pada tahun-tahun tersebut wisatawan domestik dan mancanegara mulai banyak berdatangan, hingga tahun 1991, didirikan Hotel Martani sebagai hotel pertama yang didirikan di Belitung. Sebagian masyarakat Belitung ada yang mulai berprofesi sebagai Guide. Diputarnya Film Laskar Pelangi Tahun 2008, yang diangkat dari novel berjudul sama, karya Andrea Hirata, pariwisata Pulau Belitung melonjak hingga 1.800 persen. Kisah Laskar Pelangi mampu mengangkat nama Belitung menjadi salah satu destinasi pariwisata yang paling diincar, setelah sebelumnya hanya dikenal sebagai pulau yang pernah menjadi penghasil timah. Keindahan alam Pulau Belitung dengan pantai pasir putihnya itu memang identik dengan kisah Laskar Pelangi. Apa yang dilakukan Andrea Hirata adalah suatu bentuk aksi nyata yang memberikan dampak besar terhadap perekonomian masyarakat. Bahkan kini, masyarakat Belitung pun dengan bangga menyebut pulau mereka sebagai tanah Laskar Pelangi, suatu bentuk penghormatan kepada Andrea (sesuai Rencana Aksi Jangka Menengah 2015-2019 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, 2014).

Perkembangan pariwisata di Belitung yang terbilang cukup pesat tersebut pada akhirnya dilihat pemerintah pusat sebagai suatu bentuk potensi daerah yang perlu untuk diangkat. Hingga pada akhirnya melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2015, kawasan Tanjung Kelayang dan sekitarnya ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), hingga setelah itu dalam waktu 5 tahun kemudian sebagian kawasan KSPN Tanjung Kelayang ditetapkan sebagai Kawasa Ekonomi Khusus (KEK).

Masifnya pengembangan kawasan pariwisata di Belitung tersebut secara perlahan namun pasti telah mengubah banyak hal, dimulai kondisi sosio-kultur masyarakat, cara berfikir masyarakat hingga pola mata pencaharian masyarakat. Salah satu perubahan tersebut terlihat ketika masyarakat belitung mudah untuk menjual tanah mereka dengan harapan dibeli dengan harga yang mahal. Alhasil tanah-tanah tersebut dibeli oleh kelompok elit pebisnis untuk pengembangan wisata. Selain itu, perubahan lainnya juga terjadi terhadap pola mata pencaharian masyarakat yang sehari-harinya adalah nelayan bertransformasi menjadi pelaku wisata, dengan memanfaatkan kapal-kapal mereka untuk mengantarkan wisatan keliling pulau-pulau di kawasan Pantai Tanjung kelayang. Perubahan ini dilakukan karena menurut mereka jika diperbandingkan sesungguhnya hasil pendapatannya sama, hanya saja menjadi nelayan memiliki risiko yang lebih besar seperti ombak dan hasilnyapun kadang tidak pasti.111 Namun, dalam keadaan-keadaan tertentu seperti penumpang sepi, atau musim-musim tertentu dimana jumlah ikan sedang banyak, mereka kembali menjadi nelayan.112 Selain terjadi proses transformasi terhadap pola mata pencaharian masyarakat, pengembangan kawasan pariwisata juga menyebabkan masyarakat dipaksa harus beradapatasi dengan budaya-budaya baru yang silih berganti seiring dengan kedatangan wisatawan.

111 Wawancara dengan salah satu operator kapal di Pantai Tanjung Kelayang, Belitung pada 24 November 2019.

112 Proses peralihan mata pencaharian nelayan ini bukan kali pertama terjadi di Belitung, sebelumnya ketika industri pertambangan timah sedang berjaya masyarakat berdondong-bondog bertransformasi menjadi penambang timah ataupun menjadi karyawan perusahaan timah, namun ketika jumlah atau kadar timbah sudah mulai habis, mereka bertransformasi kembali menjadi nelayan seperti dulu lagi. Wawancara dengan Firdaus Idhamsyah, Sekretaris Dinas Perikanan Kab. Belitung, pada 26 November 2019.

46 | Hlm.

2. Kehadiran Pemerintah Pusat: Kebijakan dan Kelembagaan

Secara umum berbagai upaya dalam mendukung pengembangan pariwisata khususnya di Belitung telah dilakukan oleh pemerintah pusat, salah satunya dengan menyusun kebijakan-kebijakan di sektor pariwisata. Upaya pengembangan pariwisata diawali dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Dalam kaitannya dengan HAM, undang-undang ini telah memposisikan perlindungan HAM sebagai salah satu prinsip utama bagi praktik pariwisata. Hal tersebut nampak dengan jelas dari 2 hal dalam undang-undang ini. Pertama,

pengakuan tentang hak untuk melakukan perjalanan bebas dan hak akan waktu luang sebagai HAM (konsideran menimbang). Kedua, diantara sekian banyak prinsip penyelenggaraan pariwisata yang ada, undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa seluruh penyelenggaraan aktivitas pariwisata harus dilakukan dengan menghormati HAM, keragaman budaya dan juga kearifan lokal.113

Pada tahun 2011, kebijakan pemrintah terkait kepariwisataan diperkuat dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2015. Melalui kebijakan ini, pemerintah menetapkan 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) salah satunya adalah Tanjung Kelayang, Belitung.114 Dengan ditetapkannya Tanjung Kelayang sebagai salah satu KSPN, hal ini sekaligus merupakan induk dari legalitas pariwisata Pulau Belitung.

Perhatian pemerintah terkait dengan pariwisata terus berkembang dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 64 Tahun 2014 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggara Kepariwisataan, Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 dan Pepres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Kebijakan-kebijakan inilah sebagai dasar inti bagi pemerintah pusat maupun pemerintah di level provinsi ataupun kabupaten/kota dalam mengembangkan destinasi-destinasi wisata yang telah ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan-kawasan wisata strategis pariwisata nasional.

Pasca ditetapkannya Tanjung Kelayang Belitung dan sekitarnya sebagai salah satu KSPN, peningkatan atraksi, aksesibilitas dan amenitas kepariwisataan di kabupaten Belitung semakin berkembang dengan mulainya wisatawan melihat Belitung sebagai destinasi baru yang menarik, pertumbuhan operator wisata yang membuat paket-paket wisata Belitung, hingga terbukanya beberapa destinasi wisata sebagai daya tarik wisata baru yang layak dikunjungi. Hal tersebut berdampak terhadap meingkatnya jumlah wisatan dan bertambahnya jumlah penerbangan ke Tanjungpandan dari beberapa maskapai penerbangan hingga ditingkatkannya status Bandara H.A.S Hananjoeddin sebagai bandara internasional.

Pada tahun 2016 pembangunan kepariwisataan Kabupaten Belitung semakin berkembang dengan ditetapkannya Tanjung Kelayang sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2016 tentang KEK Tanjung Kelayang, sehingga aksesibilitas dan amenitas untuk mendukungnya pun terus ditingkatkan. Bahkan ditambah lagi, selain KSPN yang terdapat kawasan KEK didalamnya, Belitung juga telah ditetapkan sebagai Geopark Nasional.

113 Pasal 5 b Undang-Undang No. 10 Tahun 2019 tentang Kepariwisataan

114 Selain penetapan KSPN, melalui kebijakan ini juga ditetapkan Kecamatan Selatan Nasik sebagai Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN);

47 | Hlm.

Substansi pengembangan Geopark adalah suatu kawasan yang dapat memberikan perlindungan geologi dan geomorfologi secara berkelanjutan. Hal tersebut merupakan faktor utama dalam pengembangan kepariwisataan daerah. Perencanaan terintegrasi pengembangan destinasi Tanjung Kelayang dapat dilihat melalui diagram di bawah ini.

Namun, walaupun dukungan pemerintah pusat dalam aspek kebijakan ataupun pengembangan amenitas dan aksesibilitas sudah terbilang cukup banyak dilakukan, hanya saja penetapan Tanjung Kelayang sebagai KSPN sejak tahun 2011 bisa dibilang masih setengah hati. Pasalnya, hingga hari ini belum ditemukan peraturan-peraturan teknis ataupun pelaksana terkait status Tanjung Kelayang sebagai KSPN. Hal ini sempat memunculkan berbagai problem, dimulai dari siapa institusi atau badan pemerintah yang secara khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasi pengembangan KSPN Tanjung Kelayang, termasuk juga proses evaluasi dll. Sebagai contoh misalnya, pembentukan badan otorita di beberapa kawasan yang telah ditetapkan sebagai KSPN.

Selain itu permasalahan lain yang muncul adalah tentang lokasi mana saja yang masuk dalam KSPN Tanjung Kelayang, karena berdasarkan PP. No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2015 hanya menyebutkan “KSPN Tanjung Kelayang dan sekitaranya”, namun tidak dijelaskan wilayah administratifnya. Pada akhirnya beberapa persepsi muncul bahkan dari unsur pemerintah itu sendiri, ada sebagian aparat pemerintah daerah yang menyatakan bahwa wilayah administratif KSPN Tanjung Kelayang itu terletak di Kecamatan Sijuk (Tanjung Binga, Sijuk, Batu Itam, Keciput, Terong, Sungaipadang) yang luas wilayah administratifnya sekitar 31,94 km2, dan disisi lain terdapat juga aparat pemerintah daerah yang menyatakan wilayah administratif KSPN Tanjung Kelayang itu melingkupi seluruh Pulau Belitung, bahkan termasuk juga Kab. Belitung Timur sebagai daerah penyangga. Letak wilayah administratif tersebut sangat penting, apalagi Tanjung Kelayang yang statusnya tidak hanya ditetapkan sebagai KSPN namun juga ditetapkan sebagai kawasan KEK, sehingga pembagian wilayah administratifnya jelas antara KSPN Tanjung Kelayang dan KEK Tanjung Kelayang, tidak memunculkan perbedaan persepsi.

48 | Hlm.

Berbeda dengan statusnya sebagai kawasan KEK, aspek kebijakan dan kelembagaan KEK Tanjung Kelayang ditetapkan sedemikian rupa bahkan sejak terbitnya PP. No. 6 Tahun 2016, tercatat terdapat beberapa kebijakan turunan yang dibentuk pasca penetapan ini, diantaranya Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 27 Tahun 2016 yang telah diubah melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 27 Tahun 2017, Surat Keputusan (SK) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor: 188.44/740/BAPPEDA-IV/2016 tentang Pembentukan Sekretariat Dewan Kawasan KEK Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,115 Surat Keputusan (SK) Bupati Belitung Nomor: 188.45/191/KEP/II/2016 tentang Badan Usaha Pembangun dan Pengelola (BUPP) KEK Tanjung Kelayang,116 Peraturan Bupati Belitung No. 21 Tahun 2017 tentang Penetapan Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Perindustrian Kab. Belitung sebagai Administrator KEK Tanjung Kelayang. Bahkan tidak hanya itu, masih banyak kebijakan-kebijakan yang berfungsi untuk menunjang pengembangan KEK yang telah disusun oleh pemerintah pusat seperti PP. No. 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus hingga turunannya yaitu Peraturan Menteri Keuangan No. 104 tahun 2016 tentang Pajak dan Cukai di Kawasan Ekonomi Khusus.

Dokumen terkait