• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1 Pertanian

Sub DAS Biyonga merupakan suatu kesatuan dari DAS Limboto yang memiliki potensi sumberdaya alam melimpah. Potensi luas lahan pertanian tanaman pangan dan perkebunan rakyat di wilayah Sub DAS Biyonga kurang lebih sekitar 4.117 hektar. Hal tersebut, berkorelasi positif dengan jenis pekerjaan masyarakat sekitar. Masyarakat yang tinggal di wilayah Sub DAS Biyonga sebagian besar berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Kepemilikan lahan pertanian di wilayah Sub DAS Biyonga diperoleh secara turun-temurun. Sebagian besar masyarakat yang berprofesi sebagai petani tersebut mendapatkan lahan pertanian dari warisan keluarga. Meskipun sudah memiliki pekerjaan tetap sebagai pegawai negeri sipil (PNS), namun masih banyak masyarakat yang memanfaatkan waktu luangnya untuk bercocok tanam.

Petani di wilayah Sub DAS Biyonga sebagian besar memiliki lahan pertanian kurang dari satu hektar yaitu sekitar 0,1-0,25 hektar, sedangkan petani yang memiliki lahan pertanian lebih dari satu hektar hanya sekitar 10 persen. Salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya jumlah petani yang memiliki lahan pertanian lebih dari satu hektar yaitu akibat pembagian lahan pertanian kebeberapa keturunannya, sehingga lahan yang seharusnya diperuntukkan sebagai lahan pertanian beralih fungsi menjadi perumahan dan perkantoran. Rata-rata kepemilikan lahan pertanian di wilayah Sub DAS Biyonga dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-Rata Kepemilikan Lahan Pertanian di Wilayah Sub DAS Biyonga

Rata-rata Kepemilikan Lahan (Ha) Jumlah KK Persentase (%) 0,10 – 0,25 401 35,8 0,26 – 0,50 357 31,9 0,51 – 1,00 248 22,1 > 1,00 114 10,2

Sumber : Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Limboto, 2011.

Sektor pertanian yang cukup potensial dan banyak diusahakan oleh petani di wilayah Sub DAS Biyonga terdiri dari beberapa sub sektor yaitu sub sektor

56

tanaman pangan dan sub sektor perkebunan rakyat. Sub sektor tanaman pangan yang merupakan komoditas utama yaitu tanaman padi, jagung, cabe dan tomat. Sedangkan sub sektor perkebunan rakyat yang merupakan komoditas utama yaitu tanaman kelapa, kemiri dan cengkeh. Potensi aktual komoditas utama yang sering diusahakan oleh sebagian besar petani di Wilayah Sub DAS Biyonga tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Potensi Aktual Komoditas Utama di Wilayah Sub DAS Biyonga Tahun 2010 Komoditas Utama Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Padi 2.168 8.157,93 Jagung 735 975,50 Cabe 253 1.125 Tomat 253 1.125 Kelapa 1.175 765 Kemiri 85 15 Cengkeh 203 9,50

Sumber : Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Limboto, 2011.

Berdasarkan hasil identifikasi lapang yang dilakukan, pada bagian hulu Sub DAS Biyonga didominasi oleh perkebunan rakyat seperti kelapa, kemiri dan cengkeh. Tanaman kelapa kebanyakan tumbuh di Kelurahan Biyonga, sedangkan tanaman kemiri dan cengkeh kebanyakan tumbuh di Kelurahan Malahu. Pada bagian tengah Sub DAS Biyonga, didominasi oleh tanaman pangan seperti padi, jagung, cabe dan tomat. Di Kelurahan Bongohulawa kebanyakan terdapat tanaman padi, jagung, cabe, dan tomat, sedangkan di Kelurahan Kayu Merah hanya terdapat tanaman padi. Pada bagian hilir Sub DAS Biyonga didominasi oleh tanaman pangan seperti padi. Di Kelurahan Hunggaluwa dan Kayu Bulan hanya didominasi oleh tanaman padi karena di daerah tersebut merupakan kawasan Danau Limboto.

Jenis komoditi yang paling sering diusahakan di wilayah Sub DAS Biyonga yaitu komoditi padi, jagung, cabe dan tomat. Secara ekonomi komoditi-komoditi tersebut memiliki harga yang cukup tinggi dipasar, namun disisi lain ada hal negatif yang ditimbulkan dari komoditi-komoditi tersebut yaitu penggunaan pupuk yang berlebihan dapat menyebabkan lahan pertanian menjadi jenuh. Apabila lahan menjadi jenuh, maka akan menyebabkan aliran permukaan (run-off)

menjadi cukup tinggi dan inilah yang menjadi salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan di wilayah Sub DAS Biyonga.

Jenis komoditi pertanian lainnya yaitu kelapa, kemiri dan cengkeh merupakan jenis tanaman perkebunan yang paling sering diusahakan di wilayah Sub DAS Biyonga. Jika dilihat dari usia tanaman perkebunan yang ada wilayah Sub DAS Biyonga, maka dapat diketahui bahwa rata-rata usia tanaman perkebunan yang ada berusia lebih dari 60 tahun. Hal ini menandakan bahwa keberadaan masyarakat yang menetap di wilayah Sub DAS Biyonga sudah cukup lama. Bahkan sebelum ada penetapan status mengenai kawasan hutan lindung di daerah hulu Sub DAS Biyonga oleh pemerintah, masyarakat sudah banyak yang memanfaatkan hutan lindung menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Hal inilah yang juga merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga.

6.2 Perikanan

Sektor perikanan merupakan salah satu sektor penting dalam kegiatan perekonomian di Kabupaten Gorontalo. Potensi pemanfaatan lahan budidaya perikanan air tawar di Kabupaten Gorontalo pada tahun 2010 yaitu sebesar 126 hektar. Lahan budidaya perikanan yang dimanfaatkan yaitu sebesar 36 hektar, sedangkan yang belum termanfaatkan yaitu sebesar 90 hektar. Di wilayah Sub DAS Biyonga, potensi pemanfaatan lahan budidaya perikanan air tawar yaitu sebesar 22 hektar, lahan budidaya perikanan yang dimanfaatkan yaitu sebesar 3,5 hektar, sedangkan yang belum termanfaatkan yaitu sebesar 18,5 hektar.

Salah satu peran penting dari sektor perikanan yaitu dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan petambak. Produksi sektor perikanan di Kabupaten Gorontalo masih didominasi oleh perikanan laut dari hasil tangkapan di perairan pantai dan laut. Kabupaten Gorontalo memiliki potensi perikanan perairan umum berupa Danau Limboto. Danau Limboto merupakan bagian hilir dari wilayah Sub DAS Biyonga yang memiliki luasan sekitar 2.400 hektar. Adapun potensi besar yang perlu dikembangkan di wilayah periaran Danau Limboto adalah potensi perikanan budidaya.

58

Berdasarkan hasil identifikasi lapang yang dilakukan, perikanan budidaya yang terdapat di hilir Sub DAS Biyonga secara umum menggunakan karamba jaring apung (KJA). Sebagian besar nelayan yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga menggunakan KJA walaupun modal yang dikeluarkan cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah petak KJA yang ada di wilayah tersebut. Adapun jumlah total keseluruhan dari petak KJA yang ada, yaitu sebanyak 7.848 petak (satu petak KJA berukuran 60 meter kubik).

Selain jenis perikanan budidaya yang ada di Sub DAS Biyonga, ada juga jenis perikanan tangkap tradisional yang disebut bibilo. Bibilo adalah satu alat tangkap tradisional yang sering digunakan oleh nelayan di wilayah Sub DAS Biyonga. Bibilo merupakan sejenis rumpon yang digunakan di Danau Limboto. Alat tangkap ini dibuat dari jenis rumput yang hidup di tepi Danau Limboto. Bibilo dapat diperoleh dengan terlebih dahulu membuat petak rumput yang hidup di tepi Danau Limboto seperti enceng gondok, mumbupuluto, tolowe, huhulongo, hata dan langgango buliya, dengan ukuran 800-1.600 meter dan memiliki ketebalan 10-20 cm (diambil dengan tanah). Setelah petakan ini selesai dibuat, kemudian akan ditarik ke danau dengan menggunakan perahu sesuai dengan lokasi yang diinginkan. Jenis alat tangkap tradisional bibilo dapat dilihat pada Gambar 11.

Berdasarkan identifikasi lapang yang dilakukan, jenis perikanan tangkap tradisional bibilo dapat memudahkan nelayan untuk menangkap ikan. Namun disisi lain menimbuklan dampak negatif, yaitu menyebabkan sebagian besar lokasi di Danau Limboto yang merupakan daerah hilir dari Sub DAS Biyonga, menjadi kapling-kapling milik pribadi atau kelompok. Hal tersebut dapat menimbulkan konflik horizontal diantara sesama nelayan, menyebabkan penyempitan dan pendangkalan danau, serta terjadinya penurunan kualitas sumberdaya air di kawasan DAS Limboto.

Jenis perikanan lainnya yang sering diusahakan oleh nelayan di wilayah Sub DAS Biyonga yaitu jenis perikanan tangkap biasa (pancing). Jenis perikanan ini juga paling sering diusahakan oleh nelayan karena cukup murah dan tidak merusak lingkungan. Namun dari sisi ekonomi perikanan tangkap ini kurang menguntungkan karena tergantung kepada jumlah ikan yang dipancing dan kondisi cuaca serta lingkungan yang ada. Hasil pancing yang didapatkan nelayan akan melimpah ketika musim hujan tiba, namun setelah itu hasilnya akan menjadi berkurang karena pendangkalan Danau Limboto akibat kekeringan.

Perairan Danau Limboto juga memiliki beranekaragam jenis ikan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat 12 jenis ikan yang hidup di perairan Danau Limboto, serta empat jenis diantaranya merupakan jenis ikan khas (endemik) yang hanya terdapat di perairan Danau Limboto. Adapun jenis-jenis ikan yang terdapat di perairan Danau Limboto dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis-Jenis Ikan di Perairan Danau Limboto Jenis-Jenis Ikan

Keterangan

Nama Latin Nama Lokal

Uphiocara poroceplrala Payangga Endemik

Uphiocara sp Endemik

Glossogobius giurus Manggabai Endemik

Anguilla sp Belut Endemik

Pertunnus sp Kepiting (air tawar) Hasil Introduksi

Channa striata Gabus Hasil Introduksi

Trichogaster pectoralis Mujair Hasil Introduksi Oreochromis mossambicus Sepat Siam Hasil Introduksi Osteochilus hasselti Nilem Hasil Introduksi

Cyprinus carpio Mas Hasil Introduksi

Puntius gonionotus Tawes Hasil Introduksi Oreochromis niloticus Nila Hasil Introduksi Sumber : Sarnita (1994) dalam Master Plan Penyelamatan Danau Limboto, 2008.

60

Beberapa jenis ikan yang khas di Danau Limboto adalah payangga dan manggabai. Jenis ikan tersebut pada awalnya sangat mudah untuk mendapatkannya. Namun seiring dengan terjadinya penyempitan dan pendangkalan di perairan Danau Limboto, maka jenis ikan tersebut menjadi langka dan tidak tersedia di pasar. Selain jenis-jenis ikan tersebut, ada juga beberapa jenis ikan lokal yang sering ditemui di perairan Danau Limboto antara lain, ikan betok, ikan lele, ikan kepala timah dan ikan seribu.

6.3 Kehutanan

Sub DAS Biyonga merupakan suatu kesatuan dari DAS Limboto yang memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah. Selain berfungsi sebagai lahan pertanian dan perkebunan, Sub DAS Biyonga juga berfungsi sebagai area konservasi untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. Wilayah tersebut menyimpan air dan curah hujan dengan tutupan vegetasi lahan yang cukup memadai.

Kawasan hutan di wilayah Sub DAS Biyonga terletak di daerah hulu, tepatnya di Kelurahan Biyonga dan Kelurahan Malahu. Kawasan hutan tersebut terdiri dari hutan lindung dan hutan produksi. Hutan lindung yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga dikenal sebagai kawasan hutan lindung Gunung Damar, sesuai dengan SK Menhut No. 452/Kpts-II/1989 tentang penunjukkan kawasan hutan. Secara administratif, letak kawasan hutan lindung Gunung Damar berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango. Adapun luas kawasan hutan lindung tersebut yaitu sekitar 20.117 hektar.

Perlu diketahui bahwa kawasan hutan tersebut dinamakan hutan lindung Gunung Damar, karena sebagian besar tumbuhan yang ada merupakan tumbuhan damar. Selain itu juga, terdapat tumbuhan meranti dan cempaka. Tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Luas kawasan hutan lindung yang berada di wilayah Sub DAS Biyonga yaitu hanya sekitar 113 hektar atau hanya sekitar 0,5% dari total luas kawasan hutan lindung Gunung Damar.

Selain hutan lindung, di wilayah Sub DAS Biyonga juga terdapat kawasan hutan produksi yang hasilnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.

Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan di wilayah Sub DAS Biyonga, sebagian besar tumbuhan yang terdapat pada hutan produksi adalah tanaman jati, rotan dan bambu, serta tanaman perkebunan seperti kemiri dan cengkeh. Masyarakat yang tinggal di daerah hulu Sub DAS Biyonga sering mengangkut hasil hutan seperti kayu, rotan dan bambu dengan memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi alami. Bagian hulu dari Sub DAS Biyonga dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Bagian Hulu Sub DAS Biyonga

Hutan produksi lebih luas dari pada hutan lindung yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga. Luas kawasan hutan produksi yang berada di wilayah Sub DAS Biyonga yaitu sekitar 2.754 hektar atau kurang lebih 24 kali lebih luas dari kawasan hutan lindung yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga. Data luas kawasan hutan lindung dan hutan produksi di wilayah Sub DAS Biyonga dapat dilihat pada Tabel 10.

Berdasarkan hasil identifikasi lapang yang dilakukan pada daerah hulu di wilayah Sub DAS Biyonga, kondisi hutan yang ada sebagian telah mengalami kerusakan. Hal tersebut dapat dilihat dari total bahaya erosi yang terjadi di wilayah Sub DAS Biyonga yaitu sebesar 54.262,68 hektar. Besarnya total bahaya erosi di wilayah Sub DAS Biyonga, mengindikasikan bahwa tingkat kerusakan yang terjadi di wilayah tersebut cukup besar. Berdasarkan penggunaan lahan (land

62

use), Sub DAS Biyonga didominasi oleh lahan pertanian dan perkebunan,

sehingga mengakibatkan setiap tahunnya terjadi alih fungsi lahan kehutanan menjadi lahan pertanian dan perkebunan serta pemukiman penduduk.

Tabel 10. Luas Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi di Wilayah Sub DAS Biyonga

Nama Kelurahan Hutan Lindung (Ha) Hutan Produksi (Ha) Biyonga - 2.754 Malahu 113 - Bongohulawa - - Kayu Merah - - Hunggaluwa - - Kayu Bulan - - Total 113 2.754

Sumber: BP DAS Bone Bolango, 2011 (Diolah)

Praktek-praktek illegal logging yang ada di daerah hulu Sub DAS Biyonga juga menjadi penyebab terjadinya kerusakan hutan di wilayah Sub DAS Biyonga. Setiap tahunnya terdapat puluhan kasus illegal logging di wilayah Sub DAS Biyonga. Illegal logging tersebut terjadi akibat lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terkait, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah polisi hutan yang mengawasi daerah hulu Sub DAS Biyonga hanya berjumlah enam orang, sedangkan luas kawasan hutan yang menjadi wilayah kerjanya mencapai lebih dari 10.000 hektar.

Kerusakan hutan tersebut dapat dicegah dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan hutan, pemanfaatan jenis produk kehutanan itu sendiri tanpa merusak lingkungan yang ada di Sub DAS Biyonga dan menggalakkan gerakan rehabilitasi lahan dan hutan. Namun yang harus diperkuat adalah pengawasan hutan tersebut oleh pihak terkait dalam hal ini adalah Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten Gorontalo untuk memperbanyak personil polisi hutan di wilayah tersebut.

6.4 Industri

Pada umumnya industri yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga merupakan industri kecil (home industry). Industri kecil tersebut masih berskala lokal dan jumlahnya sangat sedikit. Jenis industri kecil yang terdapat di wilayah Sub DAS Biyonga antara lain industri pembuatan minyak kelapa, gula merah,

tempe dan tahu. Jumlah unit usaha industri kecil di wilayah Sub DAS Biyonga dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Jumlah Unit Usaha Industri Kecil di Wilayah Sub DAS Biyonga Nama

Kelurahan

Jumlah Unit Usaha

Minyak Kelapa Gula Merah Tempe Tahu

Biyonga 30 1 - - Malahu - 48 - - Bongohulawa 2 - - - Kayu Merah - - - - Hunggaluwa - - 3 3 Kayu Bulan - - 2 2 Total 32 49 5 5

Sumber : BPS Kabupaten Gorontalo (Diolah), 2010.

Industri pembuatan minyak kelapa di wilayah Sub DAS Biyonga hanya terdapat di Kelurahan Biyonga dan Kelurahan Bongohulawa. Di Kelurahan Biyonga terdapat 30 industri kecil pembuatan minyak kelapa. Banyaknya industri kecil pembuatan minyak kelapa tersebut, karena wilayah Kelurahan Biyonga merupakan daerah penghasil komoditas kelapa terbesar dengan potensi luas lahan perkebunan sekitar 687,56 hektar.

Industri pembuatan gula merah di wilayah Sub DAS Biyonga hanya terdapat di Kelurahan Malahu dan Kelurahan Biyonga. Di Kelurahan Malahu terdapat 48 industri kecil pembuatan gula merah. Banyaknya industri kecil tersebut karena wilayah kelurahan Malahu merupakan daerah penghasil komoditas aren terbesar dengan potensi luas lahan perkebunan sekitar 714,17 hektar.

Industri pembuatan tempe dan tahu di wilayah Sub DAS Biyonga hanya terdapat di Kelurahan Hunggaluwa dan Kelurahan Kayu Bulan. Di Kelurahan Hunggaluwa terdapat tiga industri kecil pembuatan tempe dan tahu, sedangkan di Kelurahan Kayu Bulan hanya terdapat dua industri kecil pembuatan tempe dan tahu. Sedikitnya jumlah industri tempe dan tahu disebabkan karena wilayah Sub DAS Biyonga bukan merupakan sentra penghasil komoditas kedelai. Sangat jarang sekali petani yang menanam tanaman kedelai dilahannya. Pada umumnya kedelai yang masuk ke wilayah Kabupaten Gorontalo bukan merupakan kedelai lokal, melainkan kedelai yang didatangkan dari daerah-daerah sekitarnya maupun dari Pulau jawa.

64

Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan, diketahui bahwa jumlah industri kecil yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga tergolong sedikit dan kurang berkembang. Sedikitnya jumlah industri kecil yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga disebabkan karena sebagian besar penduduk yang ada di wilayah tersebut lebih memilih untuk berprofesi sebagai petani. Walaupun hasil pertanian yang ada cukup melimpah, namun para petani di wilayah Sub DAS Biyonga lebih cenderung untuk menjual langsung ke pasar dari pada diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian mereka. Selain itu juga, jiwa kewirausahaan masyarakat yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari kemampuan mereka untuk mengolah limbah dari hasil pertanian yang ada menjadi kerajinan tangan atau hiasan yang berharga.

6.5 Ekowisata

Pembangunan di Kabupaten Gorontalo salah satunya diarahkan kepada peningkatan pariwisata. Meningkatnya pariwisata akan berdampak positif terhadap kegiatan perekonomian masyarakat. Keberhasilan dalam pembangunan pariwisata dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke daerah tersebut. Pada tahun 2009, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Gorontalo yaitu sebesar 72.271 wisatawan, yang terdiri dari 61.884 wisatawan domestik dan 10.387 wisatawan mancanegara.

Potensi wisata di wilayah Sub DAS Biyonga sangat besar. Hal ini dapat lihat dari jumlah sarana objek wisata yang terdapat di wilayah tersebut. Sarana objek wisata yang paling terkenal yaitu Danau Limboto karena merupakan land

mark dari Propinsi Gorontalo. Sarana objek wisata lainnya yang terdapat di

wilayah Sub DAS Biyonga antara lain rumah adat Gorontalo (Bandayo Poboide) dan menara keagungan yang terletak di Kelurahan Kayu Bulan, serta bukit PPN 32 dan taman safari yang terletak di Kelurahan Bongohulawa. Adapun sarana objek wisata di wilayah Sub DAS Biyonga dapat dilihat pada Tabel 12.

Berdasarkan hasil identifikasi lapang yang dilakukan di wilayah Sub DAS Biyonga, kondisi tempat wisata yang ada sebagian sudah mengalami kerusakan baik dari ketersediaan fasilitas maupun kondisi lingkungannya. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya perhatian dari pemerintah daerah sebagai pemegang

kebijakan dalam pengelolaan situs ekowisata tersebut, kemudian juga kurangnya inovasi dalam pengembangan potensi ekowisata. Sehingga untuk memasarkan potensi ekowisata yang ada di wilayah Sub DAS Biyonga menjadi sesuatu yang cukup sulit karena memiliki nilai jual yang rendah. Peran masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di wilayah Sub DAS Biyonga juga sangat diharapkan dalam pengembangan ekowisata yang ada, yaitu dengan tidak merusak fasilitas yang telah disediakan di lokasi tersebut dan menjaga kelestarian lingkungan.

Tabel 12. Sarana Objek Wisata di Wilayah Sub DAS Biyonga

Objek Wisata Kelurahan Jarak dari Pusat Kecamatan (Km)

Danau Limboto Kayu Bulan 1,5

Rumah Adat Gorontalo (Bandayo Poboide) Kayu Bulan 0,2

Menara Keagungan Kayu Bulan 0,3

Bukit PPN 32 Bongohulawa 3,0

Taman Safari Bongohulawa 3,0