ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU FALAK
4. Ijtima Qablal Gurub
Secara definitif ijtima qablal gurub dari kata “ijtima”
dan “qablal gurub” yang artinya itima sebelum terbenamnya
matahari, Peristiwa terjadinya awal bulan Qamariyah setelah terjadi ijtima sebelum waktu terbenam matahari. Artinya setelah terjadi gurubus syam atau terbenam matahari
itu bulan baru tiba. Ini diasumsikan bulan Qamariyah dimulai pada saat Maghrib, sehingga bila ijtima terjadi sebelum Maghrib, maka saat Maghrib itu masuk bulan baru Qamariyah.
5. Wujudul Hilal
Wujudul Hilal boleh dikatakan sebagai istilah baru dalam ilmu Falak. Istilah ini dapat diambil pengertian sebagai aliran hisab dengan posisi hilal, karena mengambil posisi hilal sebagai obyeknya. Untuk lebih jelasnya, wujudul hilal dapat didefinisikan sebagai berikut.
Wujudul Hilal, yaitu wujudnya hilal sebelum matahari terbenam. Maksudnya, bila pada hari terjadinya ijtima matahari terbenam lebih dahulu dari bulan, maka senja itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal 1 bulan baru Qamariyah. Namun, apabila bulan terbenam dahulu dari matahari, maka senja itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai malam terakhir dari bulan Qamariyah yang sedang
berlangsung26. Ada juga yang mengatakan, wujudul hilal
merupakan sebuah kriteria metode lain dalam penetapan penanggalan awal bulan Qamariyah yang didasarkan kepada wujudnya hilal berdasarkan data hisab, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat hilal oleh mata.27
2 6 Abdur Rachim, “Penentuan Awal Bulan Qamariyah Perspektif
Muhammadiyah”, Makalah disampaikan dalam Workshop Nasional
Metodologi Penetapan Awal Bulan Qamariyah Model Muhammadiyah bekerjasama dengan Program Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Kampus Terpadu UMY Yogyakarta pada tanggal 19 sampai 20 Oktober (2002).
2 7 Muliawan Syah Sutrisno, “Imkanurrukyat atau Wujudul Hilal?”, Makalah disampaikan dalam Workshop Nasional Metodologi Penetapan Awal Bulan Qamariyah Model Muhammadiyah bekerjasama dengan Program Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Kampus Terpadu UMY Yogyakarta pada tanggal 19 sampai 20 Oktober (2002).
Wujudul hilal ini dilihat secara ilmiyah telah terbukti kebenarannya dengan didasarkan melalui akurasi, ketepatan data, tanpa harus terganggu dengan faktor alam serta dapat dipantau sebelum melakukan observasi (rukyat)
di lapangan. Untuk jelasnya wujudul hilal telah penulis
terangkan dalam bab II tentang kriteria hisab hakiki.
6. Imkanurrukyat
Imkanurrukyat secara definitif adalah suatu kriteria metode penetapan penanggalan awal bulan Qamariyah yang didasarkan kepada keberhasilan dirukyatnya hilal oleh mata, yang sebelumnya dipehitungkan terlebih dahulu. Penetapan awal bulan dengan metode ini pada akhirnya lebih kearah visualisasi hilal.
Imkanurrukyat telah diteliti sejak zaman dahulu seperti zamannya Babilonian, Ibnu Tariq, Fotheringham, Maunder dan Indian/Schoch, sampai saat ini untuk berupaya mencari kemampuan visualisasi terhadap hilal, yang selanjutnya hasil penelitian ketinggian hilal menurut para ahli masing-masing itu dijadikan criteria visualisasi hilal, walaupun menurut T. Djamaluddin dari LAPAN kelima criteria tersebut telah kadaluarsa dan tergeser oleh beberapa crite-ria seperti, Bruin, Ilyas (A), Ilyas (B), Ilyas (C), Shaukat dan Yallop.28 Hal ini menujukkan bahwa imkanurrukyat bukanlah sesuatu yang dapat dipegang kehandalannya, namun sesuatu kemampuan visual yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Terutama seorang ahli Falak tidak boleh memberikan sesuatu yang meragukan dan tidak pasti kepada umat.
Menurut S. Muliawan Syah, selama ini belum ada penelitian sistematik tentang kriteria visualisasi hilal
berdasarkan data rukyat hilal di Indonesia.29 Kriteria dari Departemen Agama RI yang biasanya digunakan di
Indo-nesia adalah kriteria Imkanurrukyat (kemungkinan dapat
dilihat) dengan tinggi hilal minimun 20, sementara jarak
matahari minimum 30 atau umur bulan (dihitung sejak new
moon atau ijtima bulan dan matahari segaris bujur) saat
matahari terbenam minimum 8 jam.30
Hal ini dibantah oleh Danjon (1936) yang
menerangkan bahwa pada saat bulan telah mencapai 70
dari matahari, dimana beda azimuth harus 00. Dengan kata
lain, jarak sudut bulan manakala kurang dari 70 terhadap
matahari, mustahil untuk teramati (berdasarkan teori Limit Danjon). Danjon hampir dapat memastikan, bahwa apapun alasannya dia tidak sependapat dengan hasil pengamatan
bulan ketika bulan berada kurang dari 70 matahari.
Bagaimanapun menurut dia, pendapat itu tidak benar. Hal
itu hanya bisa terjadi ketika bulan lebih besar dari 70
matahari, itu pun tidak berarti dapat diamati dengan tepat. Alasannya adalah timbulnya pengaruh-pengaruh lain seperti sinar matahari pada sore hari, rendahnya ketinggian bulan atau kabut atmosfir. Inilah yang dijadikan alasan Danjon untuk memastikan pendapatnya.
Pada dasarnya hilal yang sudah wujud di atas ufuk adalah mungkin dapat dilihat atau dirukyat, hanya saja besar kecilnya itu tergantung dengan pengaruh variabel-variabel di antaranya: tinggi hilal, jarak hilal dari matahari, kondisi ufuk sebelah Barat, kejelian mata pemantau, dan ketepatan melihat. Variabel inilah yang belum diungkap oleh Danjon dalam temuannya tersebut. Malah dalam konferensi Penentapan Awal Bulan Hijriyah I di Istambul Turki pada bulan November 1978 memutuskan bahwa syarat
funda-2 9 Ibid. p. 4.
mental hilal dapat diobservasi adalah: jarak titik pusat bulan dan matahari tidak kurang dari 70 dan tinggi matahari pada
saat matahari terbenam tidak kurang dari 50.31
Namun pada kenyataannya rukyatul hilal yang
dilakukan di Indonesia kebanyakan berhasil walaupun tidak sesuai dengan apa yang tetapkan oleh konferensi
tersebut. Memang imkanurrukyat adalah persoalan yang
amat nisbi karena banyaknya variabel yang
mempenga-ruhinya. Syaikh Mahmud di dalam kitab Natijah-nya,
sebagaimana dikutip di dalam kitab Fathur Raufil Mannan,
menyebutkan bahwa para ahli hisab memberikan kriteria
imkanurrukyat manakala tinggi hilal minimal 20. KH. Sya’rani Abdul Hamid, dari Modung Bangkalan, bahkan pernah mengalami hilal berhasil dirukyat, sementara menurut hisab hilal masih 10 di atas ufuk.
3 1 Nawawi, Abd. Salam, Rukyat di Kalangan NU Muhammadiyah, Meredam