Hari Ini Aku Bersaksi
Hari ini aku bersaksi.
Engkau telah mencuri ungkapanungkapan sakti milik pujangga dan para wali.
Tega mengubahnya jadi iklan siang malam terikat pada tiang listrik dan pohon jalanan untuk mencuri hati jutaan anak negeri
agar berani mencuri apapun yang terhampar di bumi ini Hari ini aku bersaksi.
Rumput ilalang bukan gulma, ulat belalang bukan hama karena tak mencuri apapun dari alam semesta.
Merusak memangsa membuat rugi juga bukan kodratnya. Namun kita terus mengikatnya dengan cela cerca
jauh mata pembela, jauh bela sungkawa
ketika rela dibabat walau tak ada salah, jahat dan cacat pada mulut dan jejak tapak kakinya
Hari ini aku bersaksi.
Hanya hewan dan tumbuhan layak menjadi saksi korban negeri sarat polusi ini
2015
Rumah Ibu
Waktu angin dan badai menghanguskan rumah ibu engkau datang dan meradang seakan milikmu sendiri
yang terpanggang api Tapi kenapa engkau pergi dan memasang palang pintu di jalan persimpangan itu ketika rumah yang sama dibakar para pendusta seolah luka tak pernah ada dalam dadamu, menutup diri jejakjejak kaki di sorga
sampai debu dan tanah berseru memasuki telinga seribu kota Setiap rumah memiliki penghuni yang satu: manusia seutuhnya!
Puisi Untuk Para Saksi
Seperti buku tak pernah menyembunyikan gambar dan catatan, jangan putarbalikkan titik dengan koma paragraf dengan pagina, huruf dengan aksara. Ketika sepenggal kalimat terhapus
kertas dan halaman bakal mengingatnya
sidik jari siapa yang tertera walau tak kasat mata
namun, engkau aku malah saling menuduh dan enggan percaya Kemudian orangorang sibuk mencari tanda
pada kayu batu, pada jahitan luka di pinggang bekas peluru pada wajahwajah hitam penuh goresan malam
sambil terus menekuk lidah yang memuat kisah nyata ketika tudingan demi tudingan jelas membidiknya “Benar. Ribuan kalimat kubawa menyeberang kemari karena semua milikku. Kalian hanya merasa punya padahal aku ada di dalamnya…” ada suara bijak menjawab dari hati yang bertuan
pada kias tautan tebing dan rentang jembatan
Demikianlah, walau semua mengaku menyimpan keliru lindungi saksi dan korban dari rencanarencana keji karena mungkin si pencuri hanya mengambil kembali kisah hidupnya yang dicuri oleh ribuan palu
yang tak pernah malu
keliru memukul kepalamu kepalaku bertalutalu
2015
Di depan Meja Hijau
Suatu Hari
Walau di depan meja hijau, sumpah janji pleidoi kadang berat menimang setangkai payung
serupa kayu, besi dan baja yang juga dapat melengkung. Masuk dalam genggaman tangan penjaga adil pun senyum kata dapat berubah martil.
Pertanyaan dan jebakan berkelindan benar salah hilang timbangan
makna ukuran dalil meleset dari ketetapan Maka, di depan meja hijau ini
aku hanya akan belajar membaca dan percaya. Selalu ada perang mematut sidang
menentukan kalah menang, walau salah dan kalah
tak pernah setara, seia sekata di setiap zaman dan peristiwa Jadi, di depan meja hijau ini
aku sama sekali tak ingin menjerat, menuding jahat dengan bersaksi. Menguatkan dakwa atau melindungi. Bukan merasa tahu, perlu berbagi bukti dan mengerti. Tetapi, mengajak semua tegak
berdiri di atas kaki sendiri, kanan kiri. Berani menerima kalah dan salah seperti air menguap oleh terik matahari
seperti api padam oleh siraman hujan ke bumi ini
Tragedi Bunuh Diri
Walau engkau telah pergi dibantu simpul mati seutas tali
diantar sanak kerabat ke alam sonyaruri
engkau tak perlu khawatir dipanggil kembali duduk di kursi terdakwa kemudian diseret ke bui karena korbannya adalah dirimu sendiri
Percayalah, dalam kitab sakti itu memang tak tertera rumusan salah dan cara menghukumnya.
Tak pernah melintas keinginan cerdas mengupas rahasia siapa menanggung dosa ketika si mati tetap tak disandera
setimpal dengan perbuatannya
Maka, ketika jutaan orang tewas mengejar uang kursi kekuasaan, juga bayangbayang
tak perlu engkau aku dan para ahli bersaksi. Mereka sama halnya korban bunuh diri membiarkan malapetaka menjelma nyata
membiarkan tangan sendiri merdeka mencekiknya karena tak ada hukuman setimpal
bakal menjeratnya lagi dengan sengaja di alam fana
2015
Kesaksian Dahlia, Mawar,
Dan Arumdalu
Walau sepahit biji mahoni atau kulit kina bagimu bagiku, katakata mereka adalah madu
yang diusung lebah kumbang dan kupukupu dari bunga demi bunga tanpa izin terlebih dahulu
Tapi dengarlah, bagaimana kesaksian bungabunga dahlia di taman sana, “aku rela karena mereka tak mengejar kaya. Masih tersisa madu yang membuatku segar
tidak sertamerta tua dan layu seperti kehilangan akar.”
Sepeninggal kumbang lebah kupukupu sekuntum mawar malah tersenyum indah “aku yang memberi, juga memanggil mereka dengan isyarat wangi dan lambaian cinta.”
Malamnya, bunga arumdalu berkisah dalam senandung merdu “Mereka hanya menabung aman, membangun taman
untuk anak ke depan. Bukan untuk anakmu. Jadi, mengapa kalian tega merampoknya ketika merasa perlu seakan madu itu milkmu…” Dari kesaksian bungabunga tadi
siapa pun tak sangsi lagi. Hanya manusia pantas disebut pencuri
karena terus membangun rumah dengan tembok tinggi
dan terali besi
Aku Bukan Mantra
sungguh aku bukan mantra
untuk menghapus rasa perih dan luka deretan kata bertumpuktumpuk akan menjelma merah cahaya ribuan huruf tersusun jumpalitan itu adalah bangunan benteng
bagi kalian pengelana terdampar di hutanhutan pidana
harapku kalian datang
lalu mencumbuiku kata demi kata lantas jika suatu ketika terdampar datanglah, kita akan bercinta
biar kita bisa pulang tanpa memar dan luka
rssl, 2015