• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN

2.1.4. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan dalam pengertian yang luas, menurut Winarno (2007:144), yaitu :

Implementasi kebijakan merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor,

organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.

Sedangkan implementasi pada sisi lain, Winarno (2007:145), yaitu : Suatu fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome). Misalnya, implementasi yang dikonseptualisasikan sebagai suatu proses, atau serangkaian keputusan dan tindakan yang ditujukan agar keputusan-keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan. Implementasi juga bisa diartikan dalam konteks keluaran, atau sejauh mana tujuan-tujuan yang telah direncanakan mendapatkan dukungan, seperti tingkat pengeluaran belanja bagi suatu program.

Bertolak dari konsep tersebut, maka pada tingkat abstrasi yang paling tinggi, dampak implementasi mempunyai makna bahwa telah ada perubahan yang bisa diukur dalam masalah yang luas yang dikaitkna dengan program. Sekalipun implementasi merupakan fenomena kompleks, konsep itu bisa dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran, dan suatu dampak. Implementasi juga melibatkan sejumlah aktor, organisasi, dan teknik-teknik pengendalian.

Adapun pengertian dari implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn dalam Nawawi (2009:131) mendefinisikan : “Implementasi kebijakan, merupakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan untuk tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan”.

Dalam Kamus Webster yang dikutip Solihin (2005:65), merumuskan secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means

for carrying out; (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give

practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)”. Dari konteks

sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif).

Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier dalam Solichin (2005:65) menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan sebagaimana berikut:

Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usahausaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Menjelaskan makna implementasi ini dengan mengatakan bahwa memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan yakni, kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkan pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

2.1.5. Tahap-tahap Implementasi Kebijakan

Untuk mengefektifkan implementasi kebijakan yang ditetapkan, maka diperlukan adanya tahap-tahap implementasi kebijakan.

Menurut Islamy (2007:102) membagi tahap implementasi dalam dua bentuk, yaitu :

1. Bersifat self-executing, yang berarti bahwa dengan dirumuskannya dan disahkannya suatu kebijakan maka kebijakan tersebut akan terimplementasikan dengan sendirinya, misalnya pengakuan suatu negara terhadap kedaulatan negara lain.

2. Bersifat non self-executing yang berarti bahwa suatu kebijakan publik perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan pembuatan kebijakan tercapai.

Dalam konteks ini kebijakan program penyaluran beras untuk keluarga miskin (Raskin) termasuk kebijakan yang bersifat non-self-executing, karena perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuannya tercapai.

Menurut definisi para ahli lainnya, Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam Solichin (2005:36) mengemukakan bahwa :

Sejumlah tahap implementasi yaitu sebagai berikut Tahap I : Terdiri atas kegiatan-kegiatan :

1. Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan secara jelas;

2. Menentukan standar pelaksanaan;

3. Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu pelaksanaan. Tahap II : Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan struktur staf, sumber daya, prosedur, biaya serta metode;

Tahap III : Merupakan kegiatan-kegiatan : 1. Menentukan jadual;

2. Melakukan pemantauan ;

3. Mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan program. Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran dapat diambil tindakan yang sesuai, dengan segera.

Jadi implementasi kebijakan akan selalu berkaitan dengan perencanaan penetapan waktu dan pengawasan, dengan mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan. Yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan baik yang menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasi maupun usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Hal ini tidak saja mempengaruhi perilaku lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas sasaran tetapi juga memperhatikan berbagai kekuatan politik, ekonomi, sosial yang berpengaruh pada

impelementasi kebijakan negara.

2.1.6. Aktor-Aktor Implementasi Kebijakan

Dalam tahapan implementasi, terdapat berbagai aktor yang terlibat. Mereka bisa berasal dari kalangan pemerintah maupun masyarakat, dan diindentifikasi berasal dari kalangan birokrasi, legislatif, lembaga peradilan, kelompok-kelompok penekan, dan organisasi-organisasi komunitas. Lebih jelasnya menurut Kusumanegara (2010:81) kalangan aktor dimaksud, yaitu :

1. Birokrasi, pada umumnya birokrasi dipandang sebagai agen administrasi yang paling bertanggungjawab dalam implementasi kebijakan.

2. Badan Legislatif, juga dapat terlibat dalam implementasi kebijakan ketika mereka ikut menentukan berbagai peraturan yang spesifik dan mendetail.

3. Lembaga Peradilan, dapat terlibat dalam implementasi kebijakan ketika muncul tuntutan masyarakat atas kebijakan tertentu yang implementasinya dianggap merugikan masyarakat sehingga menjadi perkara hukum.

4. Kelompok Kepentingan, dikarenakan dalam implementasi berbagai diskresi banyak dilakukan oleh birokrasi, maka banyak kelompok-kelompok kepentingan yang ada di masyarakat berusaha mempengaruhi berbagai peraturan implementasi seperti pedoman acuan atau regulasi-regulasi.

5. Organisasi komunitas, dalam hal ini adalah masyarakat baik individual maupun kelompon terlibat dalam implementasi program itu baik sebagai obyek dan atau subyek program.

Dari berbagai aktor yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa banyak kelompok yang berpartisipasi dalam pelaksanaan suatu kebijakan atau program.

Dokumen terkait