• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Implementasi Kebijakan

Dalam rangka membangun sebuah kehidupan bersama harus dilakukan pengaturan agar supaya komponen satu dengan yang lainnya tidak saling merugikan. Pengaturan ini dituang ke dalam peraturan yang berlaku untuk semuanya. Aturan tersebut yang secara sederhana difahami sebagai kebijakan publik. Thomas (1992), mendefinisikan kebijakan publik sebagai segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda. Selanjutnya Friedrich (1963), mendefinisikannya sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Bedasarkan dua definisi diatas maka sederhananya didefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan tidak dikerjakan oleh pemerintah (Nugroho 2008).

Salah satu tahapan yang penting dalam proses kebijakan publik adalah tahapan implementasi. Suatu kebijakan publik tidak akan membawa hasil apapun tanpa dilaksanakan, sebaik apapun kebijakan tersebut. Pada umumnya para penyusun kebijakan lebih memfokuskan perhatian mereka pada proses perumusan dan pembuatan kebijakan publik, setelah mengabaikan proses implementasinya karena itu bukan merupakan kewajiban. Pandangan seperti itu jelas sangat keliru, karena sebenarnya tahap implementasi memiliki banyak dimensi, yang walaupun telah dilaksanakan, apabila dengan seadanya atau tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan, maka dampak yang diharapkan dari implementasi kebijakan itu belum tentu berhasil dicapai.

Suatu kebijakan publik akan berpengaruh terhadap masyarakat apabila kebijakan tersebut dilaksanakan. Menurut Wibawa 1994 (Nugroho 2008) “ Kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan memperoleh legitimasi dari lembaga legeslatif telah memungkinkan birokrasi bertindak”. Pernyataan ini memilki dua makna sekaligus. Pertama, kebijakan hanyalah sebuah

dokumen politik apabila tidak diikuti oleh tindakan kongkrit. Kedua, birokrasi pemerintah akan bertindak jika bila suatu kebijakan itu mempunyai kekuatan hukum (telah terlegitimasi).

Menurut Wahab dan Solichin (2002) dirumuskan bahwa to implement

berarti to provide the means for carrying outo give practical effect to (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu dalam rangka menimbulkan dampak / akibat dari sesuatu). Sementara itu Van Metter dan Van Horn dalam Wahab (1997) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai “those actions by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions (tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan yang digariskan dalam keputusan kebijakan).

Sementara Charles mengemukakan, mengimplementasikan kebijakan pubilik adalah proses perwujudan program sehingga memperlihatkan hasilnya (those activities directed toward putting a program into effect) (Islamy 1997). Edward III (1980) berpendapat bahwa penerapan kebijakan merupakan tahap diantara diputuskannya sesuatu kebijakan dengan munculnya konsekuensi-konsekuensi diantara orang yang terkena kebijakan tersebut (Purnaweni 2004). Selanjutnya Mate and Horne dalam Wibawa (1994) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan dalam kebijakan.

Dari berbagai pendapat diatas maka dapat disintesiskan bahwa implementasi kebijakan adalah pelaksanaan suatu kebijakan oleh pemerintah, setelah kebijakan tersebut disahkan dan dioperasionalkan ke dalam program-program sehingga menimbukan dampak atau konsekuensi kebijakan bagi orang-orang yang terikat oleh kebijakan, ke arah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan kebijakan. Jadi implementasi kebijakan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan kebijakan dalam mengatur penggunaan pestisida pada tanaman sayuran dengan harapan penggunaan pestisida dapat tepat digunakan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif pada manusia dan lingkungan.

Implementasi sebuah kebijakan secara konseptual bisa dikatakan sebagai sebuah proses pengumpulan sumber daya (alam, manusia maupun biaya) dan diikuti dengan penentuan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapai tujuan kebijakan. Rangkaian tindakan yang diambil tersebut merupakan bentuk transformasi rumusan-rumusan yang diputuskan dalam kebijakan menjadi pola- pola operasional yang pada akhirnya akan menimbulkan perubahan sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan yang telah diambil sebelumnya.

Hakikat utama implementasi adalah pemahaman atas apa yang harus dilakukan setelah sebuah kebijakan diputuskan. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik dapat dibedakan menjadi dua model yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Pada prinsipnya tujuan kebijakan adalah melakukan intervensi. Oleh karena itu, implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action) intervensi itu sendiri. Mazmanian dan Sabatier (1989) memberikan gambaran bagaimana melakukan intervensi atau implementasi kebijakan dalam langkah berurutan. Gambar tahapan merancang struktur proses implemtasi kebijakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahapan merancang struktur proses implementasi kebijakan.

Pelaksanaan atau implementasi kebijakan di dalam konteks manajemen berada dalam kerangka organizing-leading-controlling, Jadi ketika kebijakan sudah dibuat, maka tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan, melaksanakan

Menegaskan tujuan yang hendak dicapai Identifikasi masalah yang

harus diitervensi

Merancang struktur proses implementasi

kepemimpinan untuk memimpin pelaksanaan, dan melakukan pengendalian pelaksanaan tersebut. Secara rinci kegiatan dalam manejemen implementasi kebijakan dapat disusun berurutan sebagaimana tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Urutan manejemen implementasi suatu kebijakan

No. Tahap Isu penting

1 Implementasi strategi

(Pra Implementasi)

Menyesuaikan struktur dengan strategi

Melembagakan strategi

Mengoperasionalkan strategi

Menggunakan prosedur untuk memudahkan implementasi

2 Pengorganisasian (organizing)

Desain organisasi dan struktur organisasi

Pembagian pekerjaan dan desain pekerjaan Integrasi dan Koordinasi

Perekrutan dan penempatan sumberdaya manusia (recruting & staffing)

Hak, wewenang dan kewajiban

Pendelegasian (sentralisasi dan desentralisasi)

Pengembangan kapasitas organisasi dan kapasitas sumberdaya manusia Budaya organisasi 3 Penggerakan dan Kepemimpinan Efektifitas kepemimpinan Motivasi Etika Mutu Kerjasma tim Komunikasi organisasi Negosiasi

4. Pengendalian Desain pengendalian

Sistem informasi manejemen

Pengendalian anggaran/keuangan

Audit

Sumber ; diadopsi dari Mazmanian dan Sabatier (1989).

Dari matriks tersebut tampak tahapan dan rincian pekerjaan dalam implementasi kebijakan. Secara sederhana untuk melakukan implementasi kebijakan melalui model diagram berikut (Gambar 3.) Dari gambar 3 tersebut tampak bahwa inti permasalahan dalam implementasi kebijakan adalah bagaimana kebijakan yang dibuat disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia. Dari gambar 1. tampak adanya keharusan implementasi yang baik khususnya pada elemen

“penyesuaian prosedur implementasi dengan sumberdaya yang digunakan”. Implementasi kebijakan pada prinsipnya terdapat dua jenis teknik atau implementasi kebijakan. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan yang berpola “dari atas kebawah” (top-bottomer) versus dari “bawah ke atas” (bottom- topper) dan pemilahan implementasi yang berpola paksa (command-and-control) dan mekanisme pasar (economic incentive).

Sumber ; diadopsi dari Mazmanian dan Sabatier (1989). Gambar 3. Tahapan implementasi kebijakan publik

Model mekanisme paksa adalah model yang mengedepankan arti penting lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang mempunyai monopoli atas mekanisme paksa, di dalam negara di mana tidak ada mekanisme insentif bagi yang menjalani, namun ada sangsi bagi yang menolak melaksanakan atau melanggarnya. Secara matematis model ini dapat disebut sebagai “zero-Minus Model”, di mana

Apakah kebijakan bisa langsung dilaksanakan

Ya

Buat Kebijakan Pelaksanaan Tidak

Buat Prosedur Implementasi

Alokasikan Sumberdaya

Sesuaikan Prosedur implementasi dengan sumberdaya yang ada

Kendalikan Pelaksanaan Evaluasi Implementasi Implementasi Good Governance : 1.Transparansi 2.Akuntabilitas 3.Fairness 4.Responsivitas

yang ada hanya nilai “nol” dan “minus” saja. Model mekanisme pasar adalah model yang mengedepankan mekanisme insentif bagi yang menjalani, dan bagi yang tidak menjalankan tidak mendapatkan sangsi, juga tidak mendapatkan insentif. Ada sangsi bagi yang menolak melaksanakan atau melanggarnya. Secara matematis model ini dapat disebut sebagai “Zero-Plus Model”, di mana yang ada hanya nilai “Nol” dan “Plus”. Diantaranya ada kebijakan yang memberi insentif dan memberikan sangsi di lain fihak. Model “top-down” mudahnya berupa pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat, di mana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi. Sebaliknya “bottom-up” bermakna meski kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh rakyat. Diantara kedua kutub ini ada interaksi pelaksanaan antara pemerintah dengan masyarakat. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai faktor yang mempengaruhi suatu kebijakan penggunaan pestisida adalah (1) Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi, (2) Karakteristik dari agen pelaksana/implementor, (3) Kondisi ekonomi, sosial, politik dan ekologi dan (4) kecenderungan (disposition) dari pelaksanaan. Menurut Edwards III (1980) mengungkapkan ada empat faktor dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik yaitu (1) Komunikasi, (2) Sumber daya, (3) Disposisi atau perilaku dan (4) Struktur Birokratik.` Keempat faktor tersebut secara simultan bekerja dan berinteraksi satu sama lain agar membantu proses implementasi atau sebaliknya menghambat proses implementasi. keempat faktor tersebut saling mempengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung keefektifan implementasi kebijakan.

Sementara menurut Maarse (1987), keberhasilan suatu kebijakan ditentukan oleh isi dari kebijakan yang harus dilaksanakan dimana isi yang tidak jelas dan samar akan membingungkan para pelaksana di lapangan sehingga interpretasinya akan berbeda. Kemudian ditentukan pula oleh tingkat informasi dari aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan sehingga pelaksana dapat bekerja optimal. Lalu ditentukan juga oleh banyaknya dukungan yang harus dimiliki agar kebijakan dapat dilaksanakan dan pembagian dari potensi-potensi yang ada seperti diferensiasi wewenang dalam struktur organisasi. Atas dasar hal tersebut, dalam mengimplementasikan suatu kebijakan Pemerintah Daerah harus memperhatikan bermacam-macam faktor. Arus informasi dan komunikasi perlu diperhatikan

sehingga tidak terjadi pemahaman yang berbeda antara isi kebijakan yang diberikan oleh pusat dengan persepsi aparat pelaksana di daerah. Diperlukan pula dukungan sumber daya maupun stakeholders yang terkait dengan proses implementasi kebijakan di daerah. Diperlukan pula pembagian tugas maupun struktur birokrasi yang jelas di daerah sehingga tidak terjadi ketimpangan tugas dalam proses implementasi suatu kebijakan di daerah. Diperlukan pula nilai-nilai yang dapat dianut atau dijadikan pegangan oleh pemerintah daerah untuk menerjemahkan setiap kebijakan yang harus diimplementasikan

2.2. Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran

Dokumen terkait