• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. DISKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.9.3. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani

Suberdaya alam dan manusia merupakan salah satu modal utama pembangunan pertanian. Kendala yang dihadapi adalah semakin menurunnya sumberdaya alam, selain sumberdaya manusia yang belum dimanfaatkan secara optimal. Program peningkatan kesejahteraan petani diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia melalui peningkatan kemampuan dan produktifitas usahatani melalui pengembangan pertanian rakyat, optimalisasi usaha pertanian dan rehabilitasi serta peningkatan jaringan irigasi. Upaya yang dilakukan antara lain dengan optimalisasi pemanfaatan lahan, air irigasi, sumber air dan plasma nutfah, pengembangan komoditas prospektif dan perwilayahan komoditas serta peningkatan sumberdaya manusia, pengembangan alsintan, penyediaan data yang akurat, penanggulangan bencana, penanganan wilayah khusus, penyediaan sarana dan prasarana kerja serta pengembangan dan

pemanfaatan teknologi. Program ini bertujuan meningkatkan kapasitas dan daya saing masyarakat pertanian, terutama petani yang tidak dapat menjangkau akses terhadap sumberdaya usaha pertanian. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan pada :

1. Pengembangan upaya pengentasan masyarakat miskin di kalangan petani. 2. Pengembangan kredit usaha berbasis pertanian bagi kelompok miskin di

pedesaan, dan pembentukan lembaga keuangan mikro untuk melayani kebutuhan modal usaha penduduk miskin.

3. Pemberdayaan usaha rakyat berbasis pertanian melalui akses permodalan (pinjaman lunak) dengan agungan aktivitas usaha itu sendiri.

4. Pengembangan kredit usaha mikro tanpa agunan bagi petani dan buruh tani perempuan untuk mewujudkan kemandirian perempuan secara ekonomi. 5. Penyerderhanaan mekanisme dukungan kepada petani, serta pengurangan

hambatan usaha pertanian.

6. Perlindungan terhadap petani dari persaingan usaha yang tidak sehat dan perdagangan yang tidak adil.

7. Penumbuhan dan penguatan lembaga pertanian dan pedesaan untuk meningkatkan posisi tawar petani.

8. Perbaikan sistem dan mekanisme distribusi pupuk bersubsidi mengantisipasi secara dini kelangkaan pupuk berulang pada setiap musim tanam.

9. Mendorong perkembangan koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang berbasis rakyat/komunitas, dan dikelola sebagai usaha bersama dari, oleh dan untuk rakyat, melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal. 4.10.Sumberdaya Manusia Pertanian Jawa Timur

Sumber Daya Manusia atau disingkat dengan SDM adalah seluruh potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan.

Sumberdaya Manusia Pertanian telah berperan sebagai pelaku utama agribisnis di Jawa Timur. Sebagai pelaku utama pembangunan pertanian dalam meningkatkan ketahanan pangan dan pembangunan usaha agribisnis, petani dan

kelompoknya harusnya mempunyai kompetensi untuk merancang, merekayasa dan melakukan usaha agribisnis sebagai upaya meningkatkan kuantitas, kualitas dan kemampuan untuk melakukan usaha secara mandiri dengan memanfaatkan peluang yang ada.

Kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota (Permentan, 2007). Kelompok tani sebagai pelaku usaha pembangunan pertanian terbentuk berdasarkan keakraban dan keserasian serta kebersamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Pengukuran kemampuan kelompok tani sesuai surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 41/Kpts/OT.210/1/1992 tanggal 29 Januari 1992 adalah berdasarkan 5 (lima) jurus kemampuan kelompok.

Di Jawa Timur, jumlah kelompok tani pada tahun 2007 sebanyak 30.750 kelompok pada tahun 2008 terjadi perkembangan jumlah kelompok tani 26.820 kelompok atau berkurang sebanyak 3.930 kelompok dan pada tahun 2009 bertambah 100 kelompok menjadi 26.920 yang terdiri dari Kelas Utama 256 kelompok, Madya sebanyak 3.576 kelompok, Lanjut sebanyak 13.171 kelompok dan pemula 9.917 kelompok (Tabel 17)

Tabel 17 Kelompok tani di Provinsi Jawa Timur

No. Kelas kelompok tani

Jumlah kelompok tani

Pertumbuhan 3 tahun (%) 2007 2008 2009 2009 % 1. Utama 252 256 256 0,95 0,79 2. Madya 3.542 3.576 3.576 13,28 0,48 3. Lanjut 13.735 13.171 13.171 48,93 (2,05) 4. Pemula 13.221 9.817 9.917 36.84 (12,36) Total 30.750 26.820 26.920 100.00 (6,20)

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 2009

Tabel 17 menunjukkan perkembangan kelas kelompok tani selama 3 (tiga) tahun yaitu kelas utama mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,79% begitu juga kelas madya mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,48%, sedangkan kelas lanjut mengalami pertumbuhan negatif sebesar (2,05%) serta kelas pemula sebesar (12,36%).

Penyuluh Pertanian adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh Pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkupertanian untuk melakukan kegiatan penyuluhan pertanian. (Permentan, 2007). Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 73/Permentan/Ot.140/12/2007 tentang Pedoman Pembinaan Tenaga Harian Lepas (THL) Tenaga Bantu Pengendali Organisme Penggangu Tumbuhan Pengamat Hama dan Penyakit (POPT-PHP). Jumlah penyuluh pertanian Jawa Timur pada tahun 2009 tercatat sebanyak 5.520 orang yang terdiri dari penyuluh pertanian di Kabupaten dan Provinsi. Penyuluh pertanian di Kabupaten sebanyak 2.604 orang yaitu 2.645 penyuluh dan 2.875 orang THL-TB penyuluh di provinsi sebanyak 41 orang. Disamping tenaga penyuluh, Petugas Pertanian Kecamatan (Mantri Pertanian) juga merupakan petugas yang berinteraksi dengan petani beserta kelompoknya. Perkembangan jumlah Petugas Pertanian Kecamatan (Mantri Pertanian) sampai dengan akhir tahun 2009 sebanyak 617 orang berkurang 35 orang dari tahun sebeluimnya sebanyak 652 orang.

Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah permintaan sarana produksi tersebut, jumlah distributor dan kios pengecer berkembang pesat baik yang resmi maupun yang tidak resmi termasuk diantaranya kios-kios pengecer musiman yang hanya muncul pada waktu-waktu tertentu pada saat pupuk dan pestisida tersebut banyak dibutuhkan petani. Kondisi seperti ini seringkali menyebabkan adanya peluang terjadinya penyimpangan dalam berbagai bentuk pelanggaran seperti naiknya harga pupuk bersubsidi diatas ketentuan, melakukan penjualan pupuk dan pestisida palsu dan illegal serta berbagai bentuk pelanggaran lainnya yang pada akhirnya sangat merugikan petani.Untuk menekan terjadinya pelanggaran dalam peredaran dan penggunaan pupuk dan bahan pengendali OPT oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang hanya dilandasi untuk mendapatkan keuntungan dalam tataniaga komoditi tersebut, maka peranan dan kinerja Petugas Pengawas Pupuk dan bahan pengendali OPT dalam melaksanakan kegiatan pengawasan peredaran dan penggunaan pupuk dan pestisida perlu secara terus menerus ditingkatkan.

Dalam sistem perlindungan tanaman ujung tombak keberhasilan kegiatan perlindungan tanaman terletak pada kinerja Petugas Pengamat Hama dan Penyakit

(PHP) yang saat ini disebut dengan Pejabat Fungsional Pengendali OPT (POPT), yang dalam tugasnya mempunyai mandat untuk melakukan pengawasan peredaran dan penggunaan bahan pengendali OPT.

Untuk menunjang keberhasilan pengawasan pupuk dan bahan pengendali OPT khususnya dalam penggunaan di lapang, peran POPT-PHP sesuai dengan tugasnya dapat dioptimalkan dengan memberikan tugas tambahan disamping tugas utamanya sebagai pengamat OPT dan dampak fenomena iklim di wilayah kerjanya. Seiring dengan pemekaran wilayah di era otonomi daerah, jumlah POPT-PHP saat ini belum mencapai kondisi ideal yang diharapkan, yaitu 1 (satu) orang POPT-PHP di tiap kecamatan. Oleh karena itu untuk memenuhinya telah ditetapkan pengadaan tenaga harian lepas tenaga bantu POPT-PHP yang ditempatkan di wilayah kecamatan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan pedoman umum pembinaan tenaga harian lepas tenaga bantu yang dipersiapkan untuk membantu tugas POPT-PHP dalam pengamatan OPT dan dampak fenomena iklim, sekaligus pengawasan penggunaan pupuk dan bahan pengendali OPT di tingkat lapangan.

Dimaksudkan dengan Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian untuk melakukan kegiatan pengendalian OPT. Sedangkan Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan-Pengamat Hama dan Penyakit adalah Tenaga Bantu POPT yang direkrut oleh Departemen Pertanian selama kurun waktu tertentu sesuai dengan ketersediaan keuangan negara untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pembantu POPT, di wilayah pengamatan yang belum memiliki POPT, dengan ketentuan tidak mempunyai hak untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.

Di Jawa Timur Petugas Pengamat Hama dan Penyakit/Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (PHP/POPT) sebanyak 622 orang meliputi 516 orang fungsional PHP/POPT dan 101 orang THL PHP/POPT yang tersebar di 30 kabupaten SeJawa Timur dan 7 (tujuh) Laboratorium Pandaan-Pasuruan-Jabon- Mojokerto – Pamekasan – Madiun – Tanggul – Jember – Kening - Tuban dan Tulungagung. Penerapan prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) untuk tanaman hortikultura yang dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan produksi

dengan pola Sekolah Lapang PHT (SLPHT) dan pemupukan modal bagi kelompok tani, perkembangan sampai dengan tahun 2009 terdiri 6.914 kelompok

V HASIL DAN PEMBAHASAN .

5.1. Perkembangan Komoditas`Sayuran di Jawa Timur

Peran utama sub sektor hortikultura dalam pemberdayaan ekonomi dan sumberdaya domestik adalah penyediaan pangan dan gizi nasional serta penyedia bahan baku industri pengolahan. Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah- buahan, sayuran tanaman hias dan obat merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan mengingat potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, ketersediaan teknologi serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar internasional yang terus meningkat.

Fokus pengembangan komoditas sayuran tidak hanya pada upaya peningkatan produksi, tetapi terkait dengan isu-isu strategis seperti mutu, daya saing dan akses pasar. Sesuai dengan arah kebijakan di tingkat pusat, berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan komoditas sayuran, perlu diatasi melalui pendekatan strategi yang dikenal sebagai 6 (enam) Pilar Pengembangan Tanaman Sayuran, yang dilakukan secara simultan dan terpadu dari tingkat pusat hingga daerah, yakni : (1) Pengembangan kawasan agribisnis tanaman sayuran; (2) Penataan rantai pasokan (Supply Chain Management) (SCM); (3) Penerapan budidaya tanaman yang baik (Good Agriculture Practices) (GAP) dan

Standard Operational Prosedure (SOP); (4) Fasilitasi terpadu investasi sayuran; (5) Pengembangan kelembagaan usaha dan (6) Peningkatan konsumsi dan akselerasi ekspor (Ditjen Tanaman Hortikultura 2009). Keenam pilar tersebut dijabarkan dalam bentuk berbagai macam kegiatan utama maupun kegiatan pendukung untuk mencapai tujuan akhir yang berupa peningkatan pendapatan petani sayuran. Kegiatan tersebut dilakukan secara terpadu menjadi satu kesatuan yang saling terkait dan tergantung sehingga tidak dapat dipisahkan.

Perkembangan komoditas tanaman sayuran di Jawa Timur yang disajikan dalam data realisasi luas tanam, luas panen, produksi dan produktifitas Tanaman Sayuran Tahun 2009, dapat dilihat pada Tabel 18.

Secara umum angka produksi 4 (empat) komoditas sayuran unggulan pada tahun 2009 dibanding tahun 2008 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, masing-masing : bawang merah (34,10%), kentang (13,1%), kubis (10,31% dan

Dokumen terkait