• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan

Dalam dokumen 2 (Halaman 68-74)

TINJAUAN PUSTAKA

F. Implementasi Kebijakan

F. Implementasi Kebijakan

The Implementation Game, Eugene Bardach dalam bukunya yang provokatif mengutarakan bahwa cukup sulit untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang

kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk dan cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka yang dianggap klien. Bardach melukiskan kesulitan-kesulitan dalam mencapai kesepakatan didalam proses implementasi kesepakatan tersebut.

Implementasi kebijakan memiliki bayak pengertian dari berbagai ahli, seperti Masmanian dan Sabatier (1983 : 71) melihat implementasi kebijakan sebagai pelaksanaan berbagai keputusan, baik yang berasal dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Menurut Van Meter dan Van Horn (1978 : 447), implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu/pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta, yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Selanjutnya, Wahab (1997:50) mendefinisikannya sebagai “suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan”. Definisi yang sama juga dikemukakan oleh Edward III (1980:1), yaitu : “policy implementatiom… is the stage of policy making between the establisment of a policy… and the consequencies of the policy for the people whom it affects”. Sedangkan menurut Jones (1996:126) Implementasi kebijakan merujuk pada pelaksanaan secara efektif, sehingga implementasi kebijakan memuat tentang aktivitas-aktivitas program yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang

telah ditetapkan dan dirasakan manfaatnya oleh kelompok sasaran yang dituju.

Pengertian implementasi kebijakan tersebut mengandung unsur-unsur, sebagai berikut : 1) proses, yaitu rangkaian aktivitas atau aksi nyata yang dilakukan untuk mewujudkan sasaran / tujuan yang telah ditetapkan; 2) tujuan, yaitu sesuatu yang hendak dicapai melalui aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan, dan 3) hasil atau dampak, yaitu manfaat nyata yang dirasakan oleh kelompok sasaran. Dengan demikian studi implementasi kebijakan publik pada prinsipnya berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah sesuatu program dirumuskan, yaitu peristiwa-peritiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses kebijakan ditetapkan, baik menyangkut usaha-usaha mengadministrasikan maupun usaha-usahan untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa.

Selanjutnya menurut Syukur (1986:396) ada tiga unsur penting dalam proses implementasi, yaitu :

“1) adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan; 2) target group, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program ini, perubahan atau penngkatan, 3) unsur pelaksana (implementor), baik organisasi maupun perorangan untuk bertanggung jawab dalam memperolehpelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut. Adapun implementasi program pemerintah dapat dipandang dari tiga sudut yang berbeda, yaitu : pertama, pemrakarsa kebijakan/ pembuat kebijakan; kedua, pejabat-pejabat pelaksana di lapangan, dan ketiga, aktor-aktor

perorangan di luar badan-badan pemerintahan kepada siapa program itu dituju, yakni kelompok sasaran.”

Kebijakan publik selalu mengandung setidak-tidaknya tiga komponen dasar, yaitu tujuan, sasaran dan cara mencapai sasaran dan tujuan tersebut (Wibawa, 1994:5). Interaksi antara ketiga komponen inilah yang biasa disebut sebagai implementasi. Dalam suatu proses kebijakan publik, implementasi merupakan suatu tahap yang harus senantiasa ada dan merupakan tahap yang esensial dan taka mungkin terpisahkan dari keseluruhan proses kebijakan sebagai suatu sistem.

Berbagai tahap kebijakan yang dikemukakan oleh berbagai ahli (Jones, 1996:27– 28; Anderson 2000:23-24; Lane, 1986: x, Islami, 1984:82), tak satupun yang melewatkan tahap implemntasi sebagai tahapan terpenting dalam sistem kebijakan publik. Hal ini disebabkan karena aspek implementasi inilah yang menentukan untuk merealisasikan kebijakan publik menjadi upaya nyata untuk memenuhi kepentingan publik, dalam arti tidak hanya menjadi rencana bagus di atas kertas belaka. Dengan demikian implementasi mempunyai kedudukan penting dalam kebijakan negara, karena betapapun baiknya suatu kebijakan dirumuskan tidak akan bermakna jika tidak dilaksanakan. Bahkan menurut Wahab (1997:45), pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting dari pada pembuatan kebijakan itu sendiri. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

Implementasi kebijakan merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan selain tahap formulasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Lengkapnya proses kebijakan publik akan terdiri dari langkah-langkah, (Dye,1981:340),yaitu:1) problem identification (indentifikasi masalah kebijakan), 2) formulation (tahapan formulasi kebijakan), 3) legitimation (legitimasi kebijakan), 4) implementation (implementasi kebijakan), dan 5) evaluation (evaluasi kebijakan). Oleh karena itu, semua tahapan dalam proses kebijakan publik sama pentingnya dengan pihak-pihak yang berperan dalam proses itu, karena semuanya memiliki peran masing-masing yang saling melengkapi dan mendukung satu dengan yang lainnya. Kartasasmita (1996:64) berpendapat bahwa dari pengalaman pembangunan selama ini, makin jelas banyak persoalan yang menghambat pembangunan adalah dalam pelaksanaannya.

Adapun pelaksana dari setiap kebijakan itu adalah birokrasi dan justeru dalam pelaksanaan itulah sesungguhnya suatu kebijakan diberi bentuk (Rasyid, 1997b:5). Sedangkan Siagian (1995:225) mengatakan bahwa :

“implementasi kebijakan dan strategi merupakan desain pengelolaan berbagai sistem yang berlaku dalam organisasi untuk mencapai tingkat integrasi yang tinggi dari seluruh unsur yang terlibat yaitu : manusia, struktur, proses administrasi dan manajemen, dana serta daya. Kesemuanya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Dengan kata lain ruang lingkup dari kegiatan manajerial yang dihubungkan dengan implementasi dapat dikatakan sama dengan seluruh proses administrasi dan manajemen yang terlaksana dalam suatu organisasi.”

Berdasarkan pandangan tersebut diketahui bahwa implementasi kebijakan adalah suatu aktivitas atau kegiatan dalam rangka mewujudkan atau merealisasikan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dilakukan oleh organisasi, badan pelaksana melalui proses adminsitrasi dan manajemen dengan memmanfaatkan segala sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan tertentu.

Dengan demikan organisasi, badan pelaksana (birokrasi) besar sekali perannya dalam tahap implementasi ini, sehigga terdapat pula kendala-kendala dari para implementor itu. Kendala dalam implementasi kebijakan yang dinamakan oleh Dunsire (1978:87) sebagai implementation gap yaitu suatu keadaan dalam proses kebijakan selalu terbuka untuk kemungkinan akan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan (direncanakan) oleh pembuat kebijakan dengan apa yang senyatanya dicapai (sebagai hasil atau prestasi dari pelaksanaan kebijakan). Perbedaan tersebut tergantung dari implementation capacity dari organisasi/aktor atau kelompok/organisasi yang dipercaya mengembang tugas mengimplementasikan kebijakan tersebut. Untuk mengetahui kinerja suatu implemntasi kebijakan dapat digunakan konsep “keberhasilan” yang dalam khazanah ilmu manajemen dikenal dengan efisiensi dan efektivitras. Secara sederhana keberhasilan dapat dilihat dua sisi, yaitu sisi keberhasilan dalam mencapai tujuan (sasaran) dan keberhasilan dalam proses (pelaksanaan).

Dalam dokumen 2 (Halaman 68-74)