• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hukum Kewenangan Ombudsman Republik Indonesia

3. Implementasi Kewenangan Ombudsman di Daerah

Sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia , dengan luas wilayah kepulauan dan jumlah penduduk yang sangat besar, rentan akan terjadinya maladministrasi di daerah,Dalam konteks penguatan otonomi daerah, dimana hampir seluruh kewenangan publik administration dilimpahkan ke daerah, maka harus dimungkinkan dibentuk Ombudsman daerah yang independen.

49

Berdirinya Lembaga Ombudsman di tingkat daerah adalah salah satu dari bentuk Kewenangan Ombudsman Republik Indonesia serta diharapkan untuk mampu melakukan pengawasan terhadap birokrasi pemerintahan di tingkat daerah, Namun beberapa masalah yang diakibatkan terhadap perubahan tentang landasan ombudsman dari Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 menjadi UU No.37 Tahun 2008. (baca : lembaga pemerintah bestuur organ beralih menjadi sebuah organ negara staat organ yang dibentuk dengan produk legislasi).

Adanya Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 37 Tahun 2008 tentang ORI menjadi awal hilangnya eksistensi Ombudsman Daerah yang telah dibentuk oleh Pemerintah Daerah, Pelarangan penggunaan nama „Ombudsman‟46

bagi lembaga lain selain ORI tidak hanya sekedar persoalan harus diganti menjadi nama lain selain Ombudsman namun menjadi titik awal dari tidak diakuinya Ombudsman daerah sebagai lembaga yang memiliki arti filosofis yang sama baik dari segi fungsi dan kewenangannya dengan ombudsman nasional dalam hal ini ORI maupun ombudsman di Negara lain.

Disamping itu, pelarangan nama Ombudsman bagi daerah adalah tanda dari tidak masuknya ombudsman daerah dalam logika lembaga perbaikan pelayanan publik. Karena jelas bahwa UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik disebutkan bahwa complain terhadap pelayanan publik yang buruk menjadi kewenangan ombudsman untuk menangani.

46

Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia

50

Seperti, tidak terwadahinya eksistensi ombudsman daerah dalam UU No. 37 Tahun 2008 tentang ORI dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah mendorong beberapa pihak untuk mengajukan Permohonan Pengujian Materiil pada Pasal 46 Ayat (1) dan (2), serta Pasal 43 Ayat (1) dan (2) UUNomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 139) serta Pasal 46 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 112) terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kepada Mahkamah Konstitusi. Permohonan pengujian materiil ini diajukan pada bulan September 2010.47 Alasan Permohonan Pengujian (Kerugian Konstitusional) :

Pertama, Bahwa Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UU ORI adalah bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) UUD 1945. Pasal 18 ayat (2) UUD 1945, menyatakan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan";

Kedua, Bahwa Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UU ORI adalah bertentangan dengan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945. Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, menyatakan, "Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan";

Ketiga, Bahwa Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UU ORI adalah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pasal 28D ayat (1) UUD

47

51

1945, berbunyi "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;

Keempat, Bahwa Pasal 1 butir 13 UU PP yang menyebutkan Ombudsman adalah "lembaga negara" dapat merugikan eksistensi dari lembaga-lembaga ombudsman yang sudah ada, karena lembaga-lembaga ombudsman yang sudah ada tersebut, khususnya yang ada di daerah yang dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan kepentingan hukum Pemohon , bukan merupakan "lembaga negara" sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 1 butir 13 UU PP a quo;

Berdasarkan alasan permohonan pengujian (kerugian konstitusional) dalam pada tanggal 23 Agustus 2011, Mahkamah Konstitusi membacakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-VIII/2010, dalam pendapat mahkamah dinyatakan beberapa pendapat terkait dengan permohonan uji materil UU ORI oleh para Pemohon. Diantara sebagai berikut 48“ Keberadaan pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UU ORI bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (6) UUD 1945, dengan alasan pembentukan lembaga ombudsman bukan merupakan kewenangan pemerintah pusat tetapi kewenangan pemerintah daerah, Mahkamah berpendapat bahwa UUD 1945 tidak menegaskan rincian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. UUD 1945 hanya menegaskan bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintah

48

Pendapat Mahkamah Konstitusi RI berdasarkan surat putusan Nomor 62/PUU-VIII/2010 dan dibacakan pada tanggal 23 Agustus 2011.

52

pusat. Dengan demikian, menurut Mahkamah jenis urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah sangat tergantung pada ketentuan Undang-Undang, yaitu kewenangan apa saja yang tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat sehingga sisanya menjadi kewenangan pemerintah daerah. Pembentukan ombudsman oleh pemerintah pusat berdasarkan ketentuan Undang-Undang adalah tidak bertentangan dengan konstitusi.

Pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan negara di Indonesia sebelum terbentuknya Ombudsman, telah dilakukan oleh lembaga pengawas baik yang bersifat struktural maupun fungsional. Selain itu juga terdapat organisasi non pemerintah ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat yang ikut serta turut beraktifitas melakukan pengawasan atas pelaksanaan penyelenggaraan Negara. keberadaan Ombudsman sebagai lembaga pengawas di Indonesia dibandingkan dengan lembaga pengawas yang lain adalah dalam hal independensinya terhadap instansi yang diawasi dan obyek pengawasannya.sebagai contohnya yakni :

Pertama,Lembaga pengawasan struktural yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal yang ada di semua level lembaga/departemen jelas tidak mandiri karena secara organisatoris merupakan bagian dari lembaga/departemen terkait. Dalam menghadapi dan ataupun menindaklanjuti laporan sangat ditentukan oleh atasan. Pengawasannya bersifat intern artinya kewenangan yang dimiliki dalam melakukan pengawasan hanya mancakup urusan institusi itu sendiri. Ombudsman tidak demikian, Ombudsman bersifat independen karena Ombudsman bukan bagian dari instansi/lembaga kenegaraan atau pemerintahan manapun yang diawasinya.

53

Sementara fungsi pengawasan yang efektif selalu mempersyaratkan independensi.Tanpa independensi antara pihak yang diawasi dengan yang diawasi kemungkinan besar yang terjadi justru kolusi. Dalam hal ini dapat kita lihat dalam pasal 2 UU RI No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang menyatakan:

“ Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan

tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas

dari campur tangan kekuasaan lainnya ”.49

Kedua, badan pengawas fungsional seperti BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), memang serupa dengan Ombudsman sebagai lembaga independen terhadap instansi yang diawasi. Demikian juga lembaga politik seperti DPR/DPRD, juga independen.

Akan tetapi, objek pengawasannya yang membedakan. Objek pengawasan BPK/BPKP adalah aspek keuangan menyangkut seberapa jauh pembelanjaannya sesuai dengan rencana pembelanjaan dan penganggarannya; dan objek pengawasan DPR/D adalah kebijakan publik yang bersifat umum dan lebih bernuansa politis. Sementara sasaran pengawasan Ombudsman adalah pada

“mutu layanan aparat yang bersifat langsung kepada warga masyarakat”.Itulah

sebabnya, sasaran utama kerja Ombudsman adalah keluhan masyarakat terhadap mutu layanan publik dari aparat.

49

54

Hal serupa juga disampaikan oleh Saudara Aswiwin 50 (salah satu

Komisioner Ombudsman Perwakilan Sulsel) “Inspektorat juga melakukan tugas

pengawasan di tingkat daerah dan tingkat pusatMenyampaikan menteri dan gubernur bupati walikota di tingkat kotaBPK sebagai lembaga Auditor yang memang melakukan audit, jadi ketiga lembaga ini memang beda substansinya, Bersifat wajib namun tidak dapat memberikan langsung memberikan sanksi karena dia hanya magisture of impluence yang hanya bersifat mempengaruhi dan bukan sebagai magisture of secseon.

Selain itu, apabila dilihat dari sifat pengawasannya, Ombudsman merupakan lembaga pengawasan yang bersifat preventif, pengawasan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya terjadinya perbuatan atau sikap tindak pemerintah yang melanggar hukum.

Dokumen terkait