• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.11 Implikasi Kebijakan

Berdasarkan permasalahan di atas. maka untuk memajukan sektor kelautan dan perikanan melalui pengelolaan dan kebijakan perikanan, Solihin (2010) menyarankan beberapa hal yang perlu dilakukan adalah: Pertama, pembenahan data-data perikanan terutama di daerah. Tanpa data yang akurat, mustahil kebijakan yang bagus dapat dihasilkan. Misalnya untuk data perikanan tangkap, apabila data yang tersedia tidak akurat, maka dikhawatirkan terjadi overfishing yang justru akan mengukuhkan kemiskinan nelayan. Kedua, pembenahan terhadap peraturan-peraturan daerah (perda) tentang perizinan, pembatasan (produksi dan upaya) dan retribusi. Berdasarkan UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan menyebutkan bahwa untuk nelayan kecil dan pembudidaya kecil tidak dikenakan pungutan (pasal 48).

Ketiga, pembenahan kelembagaan yang terkait dengan sektor perikanan. Eksistensi dan peran koperasi perikanan (KUD Mina) sebagai lembaga formal harus diaktifkan, karena selama ini banyak KUD Mina yang “gulung tikar” dan kehilangan peranannya, sehingga kalah oleh lembaga-lemabaga non formal seperti patron-klien. Dalam penguatan KUD mina hal yang perlu diperhatikan adalah model pengelolaan atau manajemen yang diatur sedemikian sehingga membuat para nelayan dan pengurus nyaman dan saling menguntungkan, peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) pengurus, serta peningkatan fasilitas layanan pengadaan sarana dan prasarana produksi perikanan.

Tujuan pengelolaan perikanan termasuk perikanan tangkap sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004, diantaranya adalah melakukan pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan berkelanjutan. pendekatan pemanfaatan sumberdaya ikan optimal yang digunakan dalam penelitian adalah model MSY dan Bioekonomi. MSY merupakan model pendekatan optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan yang hanya memperhatikan aspek biologi saja. Model bioekonomi, pemanfaatan sumberdaya ikan bertujuan untuk memaksimalkan manfaat ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan. Analisis bioekonomi dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan statik dan pendekatan dinamik. Pendekatan statik adalah pendekatan yang menggabungkan parameter biologi dan ekonomi dalam analisisnya, tetapi tidak memasukkan faktor waktu. Sedangkan, pendekatan dinamis adalah pendekatan yang sama dengan pendekatan statik, tetapi memasukkan faktor waktu dalam analisisnya.

Hasil dari penelitian ini merekomendasikan bahwa model optimum dinamik sebagai salah satu tingkat pemanfaatan optimum untuk perikanan di Blanakan, Subang. Dimana, untuk sumberdaya ikan kembung banjar, volume produksi optimal pada tingkat discount rate6,6% dan 11,5 % berturut-turut yakni 37,3158 ton dan 37,5498 ton, jumlaheffort yang digunakan pada kondisi optimal dinamik lebih kecil yakni 551 dan 558 trip, dan manfaat ekonomi yang diperoleh pada kondisi optimal dinamik jauh lebih besar yakni sebesar 332,45 dan 332,21 juta rupiah. Sedangkan untuk sumberdaya ikan kurisi, volume produksi pada kondisi pemanfaatan optimal dinamik lebih besar yakni 4,7083 ton dan 4,7746 ton, effort yang digunakan hanya sebesar 127 dan 131 trip, sehingga diperoleh rente ekonomi yang diperoleh yakni sebesar 19,6789 ton (pada tingakat discount rate6,6%), dan 19,6171 ton (padadiscount rate11,5%).

Berdasarkan data tersebut maka dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan Blanakan, Subang diperlukan adanya batasan alat tangkap atau upaya yang boleh digunakan, kapan dan dimana penangkapan ikan dilakukan, berapa jumlah tangkapan yang diperbolehkan serta siapa saja yang mempunyai hak menangkap tersebut. Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Subang dan juga pemerintah pusat diharapkan segera membuat kebijakan antisipatif dan strategis

sebagai solusi dari permasalahan perikanan di perairan utara Blanakan, Subang. Sehubungan dengan hal itu, dengan berdasar pada hasil penelitian ini, berikut beberapa rekomendasi alternatif kebijakan yang diajukan, yaitu:

1) Membuat dan menetapkan regulasi tentang pemanfaatan sumberdaya perikanan kembung banjar dan kurisi khususnya di perairan Utara Blanakan, Subang yang meliputi tingkat upaya optimal, volume produksi optimal, dengan mengacu pada pendekatan optimal dinamik,

2) Membuat regulasi pengurangan jumlah upaya (trip) dan alat tangkap berdasarkan model optimal dinamik sebesar 558 trip/tahun untuk ikan kembung banjar dan 131 trip/tahun untuk ikan kurisi. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari upaya yang berlebihan dan juga alat tangkap yang bersifat destruktif.

3) Menetapkan kuota atas produksi yakni sebesar 38 ton/tahun untuk ikan kembung banjar dan 5 ton untuk ikan kurisi. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya biological dan economical overfishing, dan implikasinya akan menurunkan suplai di pasar, sehingga dapat meningkatkan harga ikan.

4) Membuat atau mengaktifkan daerah-daerah perlindungan laut (marine protected areas). Hal ini untuk membantu keberhasilan pengelolaan perikanan berbasis lingkungan. Diharapkan dari adanya daerah perlindungan laut dari penangkapan (partial no-take zones) maka diharapkan populasi ikan akan pulih.

5) Menetapkan jadwal penangkapan ini. kebijakan ini bertujuan untuk efesiensi pengelolaan perikanan dengan pengurangan upaya (trip) melaut agar biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar.

6) Melakukan monitoring, controlling, dan law enforcement (penegakan hukum), kebijakan ini bertujuan untuk agar produksi aktual yang dihasilkan tidak melebihi kapasitas produksi optimal, juga untuk meminimalkan praktek pencurian ikan (illegal fishing).

7) Mengupayakan pengembangan difersifikasi pengolahan hasil perikanan di hilir dengan adanya industri pengolahan perikanan, sehingga diharapkan dapat mengurangi jumlah populasi nelayan yang menangkap ikan sebagian

terutama nelayan pesisir untuk alternatif pekerjaan, meningkatkan hasil perikanan, dan mengurangi konflik di laut.

Pelengkap dan penyempurna kebijakan tersebut di atas adalah human development dan human awareness, mengingat manusia adalah pelaku utama dalam aktifitas pemanfaatan sumberdaya perikanan, maka kebijakan sebagus apapun seringkali mentah di lapangan, dan tidak berdampak sebagaimana tujuan yang telah ditetapkan tanpa dukungan dari para pelaku utama kebijakan itu sendiri. Oleh karena itu kebijakan ini ditujukan bagi peningkatan kualitas dan profesionalitas pemegang kebijakan, dan juga bagi para nelayan dalam bentuk memberikan penyadaran, sosialisasi, pemahaman, dan rasa memiliki serta tanggung jawan akan pentingnya pembangunan perikanan yang berkelanjutan bagi kehidupan.

Dokumen terkait