• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas pertambangan khususnya tambang batubara yang menerapkan tambang terbuka menyubang kerusakan lingkungan yang sangat besar, sehingga diperlukan langkah yang tepat mulai penyusunan dan penerapan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Keseriusan pemerintah dalam memperbaiki kerusakan lingkungan terlihat dari dikeluarkannya peraturan yang berhubungan dengan pertambangan paling sedikit 24 peraturan. Untuk kegiatan reklamasi telah diterbitkan beberapa peraturan antara lain :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

Kriteria dan standar reklamasi hutan yaitu 1) aspek kawasan meliputi kepastian penanganan kawasan yang ditentukan melalui analisis perencanaan berdasarkan ekosistem di dalam DAS, kejelasan status penguasaan lahan, dan berdasarkan fungsi kawasan. 2) aspek kelembagaan meliputi sumberdaya manusia yang kompeten, organisasi yang efektif menurut kerangka kewenangan masing-masing, dan tata hubungan kerja.3) aspek teknologi meliputi penerapan teknologi yang ditentukan oleh kemampuan lahan, tingkat partisipasi masyarakat dan penyediaan input yang cukup. Selain itu karakteristik lokasi kegiatan; jenis kegiatan; penataan lahan; pengendalian erosi dan limbah; revegetasi; dan pengembangan sosial ekonomi.

Reklamasi hutan meliputi kegiatan: inventarisasi lokasi; penetapan lokasi; perencanaan; dan pelaksanaan reklamasi. Dalam rencana reklamasi hutan disusun untuk jangka waktu lima tahun yang memuat: kondisi kawasan hutan sebelum dan sesudah aktivitas, rencana pembukaan kawasan hutan, program reklamasi hutan, rancangan teknis reklamasi, tata waktu pelaksanaan, rencana biaya dan peta lokasi dan peta rencana kegiatan reklamasi yang dijabarkan dalam rencana tahunan. Kegiatan reklamasi hutan dilaksanakan dengan melibatkan peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui konsultasi publik, kemitraan, dan penyampaian informasi.

Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan reklamasi hutan, pemegang izin penggunaan kawasan hutan wajib membayar dana jaminan reklamasi.

Besar dan bentuk dana jaminan reklamasi diusulkan oleh pemegang izin dan ditetapkan oleh menteri teknis, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya setelah mendapat pertimbangan dari menteri. Ketentuan mengenai besaran, bentuk, tata cara penempatan, dan pencairan atau pelepasan dana jaminan reklamasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penilaian terhadap pelaksanaan reklamasi hutan dilakukan oleh menteri dengan melibatkan menteri teknis dan menteri yang membidangi pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Keberhasilan reklamasi hutan menjadi salah satu unsur penilaian seluruh kewajiban dalam pengembalian kawasan hutan dari penggunaan kawasan hutan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2010 tentang Rekalamasi dan Pascatambang.

Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mendapat persetujuan rencana dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya memberikan persetujuan atas rencana reklamasi. Rencana reklamasi paling sedikit memuat: tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang; rencana pembukaan lahan; program reklamasi terhadap lahan terganggu meliputi lahan bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang yang bersifat sementara dan/atau permanen; kriteria keberhasilan meliputi standar keberhasilan penataan lahan, revegetasi, pekerjaan sipil dan penyelesaian akhir serta rencana biaya reklarnasi terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung.

Rencana reklarnasi disusun untuk jangka waktu lima tahun memuat rencana reklamasi setiap tahunnya. Dalam hal umur tambang kurang dari lima tahun, rencana reklamasi disusun sesuai dengan umur tambang. Pemegang IUP, IUPK dan IPR wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan reklamasi setiap tahun kepada menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, gubernur atau

bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi terhadap laporan pelaksanaan reklamasi dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kalender sejak diterimanya laporan.

3. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang;

Perusahaan dalam melaksanakan reklamasi dan penutupan tambang wajib memenuhi prinsip-prinsip lingkungan hidup, keselamatan dan kesehatan kerja, serta konservasi bahan galian. Prinsip lingkungan hidup meliputi: kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta udara sesuai baku mutu lingkungan; stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang serta struktur buatan lainnya, keanekaragaman hayati, pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya serta aspek sosial, budaya dan ekonomi. Prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja meliputi penciptaan kondisi aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Prinsip konservasi bahan galian meliputi pengumpulan data yang akurat mengenai bahan galian yang tidak dieksploitasi dan/atau diolah serta sisa pengolahan bahan galian.

Rencana yang disusun harus berdasarkan AMDAL atau upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL) yang telah disetujui dan sebagai bagian dari studi kelayakan dengan mempertimbangkan: prinsip-prinsip diatas, peraturan perundang-undangan yang terkait,dan kondisi spesifik daerah.

4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan.

Kriteria keberhasilan reklamasi hutan meliputi: penataan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi serta revegetasi atau penanaman pohon. Penataan lahan meliputi : pengisian kembali lubang bekas tambang, penataan permukaan tanah, kestabilan lereng dan penaburan tanah pucuk. Pengendalian erosi dan sedimentasi meliputi: pembuatan bangunan konservasi tanah (checkdam, dam penahan, pengendali jurang, drop structure, saluran drainase, dll); penanaman cover crops untuk memperkecil kecepatan air limpasan dan meningkatkan infiltrasi. Revegetasi atau penanaman pohon terdiri dari : luas

areal penanaman, persentase tumbuh tanaman, jumlah tanaman per hektar, komposisi jenis tanaman dan pertumbuhan atau kesehatan tanaman.

Metode penilaian keberhasilan reklamasi hutan secara umum dilakukan dengan pengumpulan data dan informasi dari lapangan untuk seluruh aspek pelaksanaan kegiatan reklamasi hutan. Data dan informasi yang diperoleh, dianalisis sehingga diperoleh hasil penilaian yang sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Hasil penilaian ini dapat dijadikan bahan masukan yang konstruktif dalam pengambilan keputusan. Penilaian dilakukan dengan bobot 100 yaitu : penataan lahan dengan bobot 30, pengendalian erosi dan sedimentasi dengan bobot 20 dan revegetasi dengan bobot 50. Hasil penilaian dijadikan bahan pertimbangan untuk perpanjangan pinjam pakai kawasan hutan maupun untuk pengembaliannya.

5. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 4/Menhut-II/2011 tentang Reklamasi Hutan.

Rencana reklamasi dilakukan setiap lima tahun atau umur tambang kurang dari lima tahun disusun sesuai umur tambang. Rencana disusun oleh pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan berdasarkan hasil inventarisasi lokasi dan penetapan lokasi. Rencana reklamasi memuat antara lain: kondisi kawasan hutan sebelum dan sesudah aktivitas; rencana pembukaan kawasan hutan, program reklamasi hutan, rancangan teknis reklamasi (T-0), tata waktu pelaksanaan, rencana biaya dan peta lokasi dan peta rencana reklamasi.

Program reklamasi hutan meliputi penyiapan kawasan hutan, pengaturan bentuk lahan/penataan lahan; pengendalian erosi dan sedimentasi, pengelolaan lapisan tanah pucuk, revegetasi dan pengamanan. Kegiatan reklamasi dimulai sesuai dengan rencana yang telah disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang telah ditetapkan. Pemegang izin penggunaan kawasan hutan bertanggung jawab sampai kondisi/rona akhir sesuai dengan rencana yang telah disahkan dan dilaksanakan dengan teknik sipil dan teknik vegetasi. Kegiatan teknik sipil meliputi: pengisian kembali lubang bekas tambang, pengaturan bentuk lahan, pengelolaan tanah pucuk, pembuatan teras, saluran pembuangan air (SPA), bangunan pengendali jurang, pembuatan chek dam dan/atau penangkap oli bekas. Kegiatan teknik vegetasi

meliputi pemilihan: pola tanam, tahapan penanaman (prakondisi dan penanaman vegetasi tetap), sistem penanaman (monokultur, multiple cropping), jenis tanaman yang disesuaikan kondisi setempat dan tanaman penutup (cover crop).

Pelaksanaan reklamasi hutan dengan tahapan kegiatan: penataan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi, revegetasi dan pemeliharaan. Beberapa cara pengendalian erosi air antara lain: 1) meminimalisasi areal yang terganggu. 2) membatasi/mengurangi kecepatan air limpasan dengan membuat teras, saluran diversi/pengelak (saluran yang sejajar garis kontur) dan saluran pembuangan air (SPA). 3) meningkatkan infiltrasi dengan membuat rorak/saluran buntu berupa lubang-lubang atau saluran buntu yang dibuat di antara tanaman pokok untuk penampung air dan meresapkannya ke dalam tanah, penggaruan tanah searah kontur. 4) menampung sedimen dengan membuat dam penahan atau dam pengendali dan 5) memperkecil erosi terutama pada lahan baru selesai penataan lahan dapat dilakukan melalui kegiatan penanaman cover crop dan pada lahan yang relatif datar penanaman

cover crop dapat dilakukan secara manual, sedangkan pada lahan yang mempunyai kelerengan sedikit terjal dapat dilakukan penanaman cover crop

dengan menggunakan hydroseeding.

Penanaman, dilakukan dengan jarak tanam maksimal 4 x 4 meter (minimal 625 batang) yang disesuaikan dengan bentuk lahan, fungsi kawasan dan bentuk/tajuk tanaman. Penanaman dilakukan untuk pengendalian erosi dan sedimentasi, tahap pertama dilakukan penanaman cover crop, setelah tanaman cover crop tumbuh, pada lokasi tertentu harus diawali prakondisi dengan menanam jenis tanaman perintis/pionir atau jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species) agar penutupan lahan dan pengkayaan unsur hara tanah lebih cepat, setelah tanaman pionir berumur antara 2 sampai dengan 3 tahun dilakukan pengkayaan melalui penanaman jenis-jenis lokal berdaur panjang dan mempunyai nilai ekonomi tinggi yang pada umumnya memerlukan naungan pada awal penanamannya. Untuk lokasi lain yang kondisinya memungkinkan, dapat langsung dilakukan penanaman jenis-jenis

tanaman lokal berdaur panjang dengan jenis tanaman disesuaikan dengan fungsi hutan.

6. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.63/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Penanaman bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai.

Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan untuk penggunaan komersial dan untuk kegiatan eksplorasi dilakukan pengambilan contoh ruah sebagai uji coba tambang untuk kepentingan kelayakan ekonomi, dikenakan ketentuan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS dengan ratio 1:1 ditambah dengan luas rencana areal terganggu dengan kategori L3. L3 adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 yaitu area terganggu karena penggunaan kawasan hutan yang bersifat permanen yang secara teknis tidak dapat dilakukan reklamasi yang selanjutnya dikenakan 2 (dua) kali tarif PNBP Penggunaan Kawasan Hutan. Sasaran lokasi penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS dilakukan pada wilayah DAS yang sama dengan lokasi izin pinjam pakai kawasan hutan bagian hulu, tengah dan/atau hilir. Apabila sasaran lokasi penanaman tidak tersedia dapat dilakukan pada wilayah DAS yang lain di kabupaten/provinsi yang sama atau di kabupaten/provinsi terdekat sedangkan pada bagian hilir dikhususkan di areal hutan mangrove/pantai.

Lokasi penanaman adalah lahan kritis baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan, lokasi penanaman diutamakan pada wilayah yang kompak dan bebas konflik tenurial, lokasi penanaman lahan kritis di dalam kawasan hutan diutamakan pada kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Lokasi penanaman di luar kawasan hutan adalah : ruang terbuka hijau, hutan kota, fasilitas sosial dan fasilitas umum; lahan dibebani hak milik yang berfungsi lindung, sesuai rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota.

Meningkatnya aktivitas pertambangan berdampak pada semakin luasnya lahan yang rusak sebagai akibat bertambahnya pemberian ijin pertambangan baik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bagi daerah

yang memiliki potensi tambang akan mengeluarkan ijin sebanyak mungkin yang bertujuan untuk mendapatkan dana pembangunan pembangunan daerah, namun disisi lain kewajiban setiap perusahaan untuk mereklamasi seringkali tidak termonitor bahkan tidak dilakukan reklamasi. Kerusakan tersebut sangat berdampak pada penurunan kualitas lingkungan bahkan sebagian biodiversitas yang ada akan mengalami kepunahan dan lahan bekas tambang sangat kritis.

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dilapangan, maka beberapa hal penting yang perlu ditekankan agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan memberikan implikasi yang lebih besar antara lain:

1. Perencanaan reklamasi

a. Disain akhir reklamasi lahan tambang

perlu yang terbagi pada areal yang dapat ditata kembali menjadi areal yang tertanami dengan jenis tanaman lokal, daerah yang akan tinggal menjadi areal tergenang sudah ditetapkan pada tahap awal dalam kajian Amdal dan perjanjian kontrak.

b. Panjang lereng 22 - 46 m lahan reklamasi pada wilayah dengan curah hujan yang tinggi terutama pada awal reklamasi infiltrasi sangat rendah, penutupan yang masih sedikit menyebabkan konsentrasi aliran permukaan semakin meningkat sehingga berdampak pada peningkatan erosi pada areal reklamasi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperbaiki disain panjang lereng melalui pembuatan teras-teras dan jebakan air serta kemiringan lereng yang lebih landai sehingga kekuatan aliran permukaan dapat dikurangi.

c. Erosi terbesar terjadi pada awal reklamasi karena tidak terdapat penutup tanah. Air hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah akan mendispersi partikel-partikel tanah sehingga butiran halus akan masuk kelapisan bahwa sehingga patikel terjadi penyumbatan pori-pori tanah (surface sealing) dan pengkerakan (surface crusting). Akibat penyumbatan tersebut berdampak pada menurunnya kapasitas infiltrasi yang pada gilirannya meningkatkan erosi dan aliran permukaan. Untuk itu harus segera dilakukan penutupan permukaan tanah dengan menggunakan

mulsa sebelum dilakukan penanaman dengan tanaman penutup tanah dan tanaman reklamasi.

2. Pelaksanaan reklamasi

a. Pemilihan jenis tanaman baik tanaman penutup tanah dan tanaman lokal yang cepat tumbuh dan beradaptasi dengan lingkungan yang miskin hara seperti Hantata (Bridelia stipularis (L.) Blume), Alaban (Vitex pinnata L) Balik angin (Commersonia bartamia L.) perlu dikembangkan untuk percepatan penutupan permukaan tanah dan peningkatan biodiversitas dapat dipercepat.

b. Penanaman tanaman bermanfaat ganda (MPTS) sangat disarankan sebagai salah satu tanaman reklamasi. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar berupa hasil hutan bukan kayu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagai sumber pendapatan.

c. Pemanfaatan produk dari tanaman hasil reklamasi baik kayu maupun bukan kayu, perlu diatur melalui peraturan pemerintah sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan menambah pendapatan pemerintah daerah.

d. Pelibatan masyarakat sekitar tambang pada kegiatan reklamasi tambang terutama sebagai tenaga kerja perlu diatur melalui peraturan pemerintah dan pemerintah daerah. Hal tersebut sangat penting karena masyarakat sekitar tambang tidak hanya sebagai penonton tetapi dapat memperoleh pekerjaan dan dapat meningkatkan kesejahteraan melalui upah yang diterima.

3. Kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan reklamasi yang dilakukan setiap lima tahun sekali atau sesuai dengan umur reklamasi bila umur reklamasi kurang dari lima tahun perlu di tinjau kembali mengingat kegiatan reklamasi dilakukan sepanjang tahun oleh setiap perusahaan. Monitoring dan evaluasi sebaiknya dilakukan setiap tahun sekali dan dilakukan pada setiap umur reklamasi untuk mengetahui perkembangan reklamasi setiap perusahaan sehingga menjadi dasar dalam pemberian sanksi dan penghargaan. Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemajuan reklamasi

baik perbaikan fisik lingkungan, peningkatan biodiversitas serta manfaat reklamasi bagi sosial ekonomi masyarakat.

4. Reklamasi tambang dan pascatambang harus memberikan manfaat bagi perbaikan lingkungan dan masyarakat.

5. Jaminan reklamasi yang merupakan kewajiban setiap perusahaan perlu dipenuhi dan nilai nominalnya perlu ditingkatkan sehingga perusahaan memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap perbaikan areal yang telah rusak akibat pertambangan.

6. Penerapan sanksi yang tegas bagi setiap perusahaan yang lalai dalam melakukan reklamasi pada areal bekas tambang dan areal terganggu lainnya perlu dipertegas dan memberikan penghargaan bagi setiap perusahaan yang berhasil melakukan reklamasi dengan baik.

7. Upaya pemulihan lingkungan DAS yang rusak akibat pertambangan perlu dilakukan secara bersama-sama oleh berbagai sektor sehingga mampu mempercepat pemulihan kerusakan yang ada. Untuk menjamin tercapainya pelaksanaan reklamasi tambang, perlu adanya sinkronisasi kebijakan yang dikeluarkan sehingga tidak menjadi tumpang tindih yang dapat melemahkan kebijakan yang ada dan tidak membingungkan setiap perusahaan yang akan melaksanakannya. Dalam pelaksanaan kebijkan yang dikeluarkan perlu dilakukan secara bersama antar sektor terkait. Sektor yang terkait secara langsung antara lain : Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pertanahan dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/kota).

Simpulan

Bedasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Metoda reklamasi yang diterapkan PT Adaro Indonesia dalam mereklamasi lahan bekas tambang batubara menggunakan batuan/tanah timbunan dengan ketebalan 6 m - 12 m, topsoil ketebalan 15 cm, panjang lereng 22 m - 46 m, kemiringan lereng 20 % - 22 % ditanami dengan tanaman penutup (famili leguminoceae dan gramineae) dan tanaman reklamasi (Acacia mangium,

Cassia siamea, Calliandra calothyrsus, Hibiscus tiliaceus L. dan Acacia auriculiformis).

2. Metoda reklamasi lahan bekas tambang batubara mampu meningkatkan laju infiltrasi 1,01 cm/jam, menurunkan aliran permukaan 75,17 mm dan menurunkan erosi 7,64 ton/ha.

3. Metoda reklamasi lahan bekas tambang batubara belum mampu meningkatkan keragaman jenis sampai umur 6 tahun, namun setelah umur 15 tahun sudah mengalami peningkatan dengan indek keragaman jenis (H') yaitu herba 1,10, semai 0,76, pancang 0,85, tiang 0,53 dan pohon 0,23.

4. Tanaman hasil revegetasi pada lahan reklamasi bekas tambang batubara mampu meningkatkan sekuestrasi karbon dan tertinggi pada umur 15 tahun mencapai 103,57 ton terdiri dari tegakan 95,94 ton C/ha, tanaman bawah 4,12 ton C/ha dan serasah 3,51 ton C/ha.

5. Kegiatan reklamasi lahan bekas tambang batubara mampu meningkatkan pendapatan tenaga kerja diatas Rp. 36.000.000 pertahun sudah lebih besar dari pendapatan untuk hidup layak (Rp. 24.000.000), diatas PDRB Kalimantan Selatan perkapita sebesar 195 % serta PDB Nasional perkapita sebesar 117 %. 6. Manfaat ganda yang diperoleh masyarakat dari kegiatan reklamasi adalah meningkatnya peluang berusaha seperti penyedia bahan pokok/makanan, perumahan, pupuk kompos dan bibit tanaman, manfaat pascatambang hasil reklamasi berupa produk kayu dan non kayu, serta manfaat sarana prasarana seperti jalan dan rekreasi.

Saran

Untuk memperbaiki hasil reklamasi tambang dan pemanfaatannya maka beberapa saran antara lain:

1. Tahap awal reklamasi yang masih terbuka akan mengalami resiko kerusakan yang sangat tinggi akibat energi kinetik hujan sehingga erosi dan aliran permukaan akan meningkat untuk itu perlu segera dilakukan penutupan permukaan tanah dengan pemberian mulsa dan cover crops.

2. Panjang lereng pada metoda reklamasi 22 m - 46 m terlalu panjang sehingga perlu dipatahkan dengan membuat bangunan konservasi seperti teras gulud untuk mengurangi konsentrasi aliran permukaan.

3. Penggunaan tanaman lokal yang cepat tumbuh disarankan penggunaannya selain cepat tumbuh juga akan mempercepat penutupan permukaan tanah untukk pemulihan lingkungan serta peningkatan keanekaragaman jenis pada lahan reklamasi.

4. Penanaman tanaman MPTS pada lahan reklamasi sangat penting untuk memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat seperti buah, getah, daun dan manfaat lainnya.

Adaro Indonesia PT. 2011. Laporan pelaksanaan pengelolaan (rkl) dan pemantauan lingkungan (rpl) Triwulan IV tahun 2011. Tabalong

Adisasmita R. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Yogyakarta.

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. Serial Pustaka IPB Press. Arsyad S. Priyanto A, Nasoetion LI. 1985. Pengembangan DAS. Makalah

Pengembangan Program Studi DAS. FPS IPB. Bogor.

Asdak C. 2007. Hodrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Barnes BV, Zak DR, Denton SR, Spurr SH. 1997. Forest Ecology. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Bodman GB, Coleman EA. 1943. Moisture and energy conditions during downward entry of water into soils. Soil Sci.Soc. Am. Proc. 7:116-122. Brooks N, Kenneth, Gregersen HM, Lundgren AL, Quinn RM. 1990. Manual on

Watershed Management Project Planning, Monitoring and Evaluation. Aseanp US Watershed Project. Colege, Laguna Philippines. 4031.

Brower J, Zar J, Ende C. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. USA: Wm. C. Brown Publisher.

Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of Tropical Forest: a Primer. Rome, Italy: FAO Forestry Paper 134.

Brown S. 1999. Guidelines for inventoring carbon offset in forest-based project. Winrock International, Arlington, VA. http://www.srmww. gov.bc.ca/tib. Chow VT. 1964. Runoff In Chow (Ed) Handbook of Applied Hydrology : A

Conpedium of Watersources Technology. McGraw-Hill Book Company. Chow VT, Maidment DR, Mays LW. 1988. Applied Hydrology. Mc Graw-Hill.

International Edition.

Chave J et al. 2005. Tree allometry and improved estimation of carbon stocks and balance in tropical forests. Oecologia 145:87-99. DOI 10.1007/s00442-005- 0100-x.

Darusman D. 2002. Pembenahan Kehutanan Indonesia; Nilai ekonomi biodiversity di hutan produksi : Menuju integritas antar konservasi dan ekonomi. Yayasan Dani Hanifah. Bogor.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 60/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

[Dit, PB&M] Direktorat Pengusahaan Batubara dan Mineral. 2004. Laporan Triwulan Direktorat Jenderal geologi dan Sumberdaya Mineral. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia. Jakarta

Easter KW, Dixon JA, Hufschmidt MM. 1986. Watershed Resources Management. Published in Cooperation With The East-West Center, Environment and Policy Institute, Honolulu, Hawai.

FAO. 2006. State of the World Forest. FAO of the UN. Rome

Garsetiasih R, Heryanto NM. 2007. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah dan potensi kandungan karbonnya pada hutan Agathis di Baturaden. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vo. IV No. 6 Tahun 2007

Greig-Smith P. 1983. Quantitative Plant Ecology. Blackwell Scientific Publications. Oxford

Hairiah K, Ekadinata A, Sari RR, Rahayu S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon dari tingkat lahan ke bentang lahan, Edisi ke 2. Bogor. World Agroforestry Centre ICRAF, Southeast Asia Regional Office.

Hairiah K, Rahayu S, Lusiana B, Noordwijk MV. 2004. Neraca hara dan karbon dalam sistem agroforestri. Bahan Ajaran Agroforestri 6. World Agroforestr Centre ICRAF, Southeast Asia Regional Office. Bogor.

Heriyanto NM, Siregar CA. 2007a. Keragaman jenis dan Konservasi Karbon pada Hutan Sekunder Muda di Maribaya, Bogor. Info Hutan, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Vol IV, No. 3 Tahun 2007.

Hillel D. 1980. Fundamentals of Soil Physics. Academic Press. New York

Dokumen terkait