BAB II ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION DAN H {AKAM DALAM
A. Latar Belakang dan Argumen Yuridis Pemberdayaan ADR
3. Implikasi Mediasi Lokal dalam Kasus Perceraian terhadap
149
Dari paparan di atas, adanya kedekatan emosional antara tokoh masyarakat dan masyarakat Kalisat itu sendiri menjadi salah satu faktor keberlakuan mediasi lokal sebagai pilihan utama dalam kasus perceraian yang terjadi. Tanpa kedekatan emosional, membantu para pihak menemukan solusi atas permasalahan yang
dihadapinya sebagai tugas pokok mediator sulit untuk diwujudkan.356
3. Implikasi Mediasi Lokal dalam Kasus Perceraian terhadap Mediasi Yudisial
Sub bahasan ini memaparkan implikasi dari mediasi lokal sebagai pola berhukum masyarakat Kalisat dalam menyelesaikan kasus perceraian terhadap mediasi yang dijadikan sebagai tahapan penting dalam proses perceraian di pengadilan. Dengan kata lain, uraian ini hendak memaparkan pandangan masyarakat Kalisat terhadap mediasi di pengadilan, apakah dengan mediasi lokal yang telah menjadi pola berhukumnya dengan sendirinya “menyingkirkan” proses perceraian yang telah ditentukan dalam hukum acara peradilan Agama yang salah satunya adalah proses mediasi, atau sebaliknya, mediasi lokal yang menjadi keberpihakan masyarakat Kalisat dalam kasus perceraian masih membutuhkan legalitas yuridis yang berkekuatan hukum tetap melalui putusan pengadilan Agama. Jawaban atas persoalan inilah yang akan diuraikan dalam paparan berikut ini.
Mediasi lokal yang hanya bersifat sukarela, sehingga menurut Asy„ari,357
sekalipun di desa telah diupayakan langkah damai dan diharapkan tidak terjadi perceraian, namun jika para pihak tetap bersikukuh untuk bercerai, maka jalan
356 Peter Lovenheim dan Lisa Guerin, Mediate Don‟t Litigate: Strategies For Successful Mediation (USA: Delta Printing Solutions, 2004), 6.
357
150
yang ditempuh – selama nikahnya adalah nikah resmi – adalah diarahkan pada jalur peradilan. Tentunya harus mengikuti aturan berperkara yang telah ditetapkan
oleh peradilan seperti kewajiban untuk mengikuti proses perdamaian.358
Hal yang sama diungkapkan oleh Qohir. Bagi beliau, pengadilan memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pihak-pihak yang mengajukan perkara termasuk dalam urusan perceraian sesuai dengan peraturan yang berlaku. Menjawab pertanyaan peneliti terkait dengan tahap mediasi yang harus ditempuh oleh pasangan suami-istri yang akan bercerai, tatkala penulis tanyakan apakah proses itu berarti mengerdilkan peran tokoh masyarakat yang telah terlebih dahulu melakukan mediasi untuk mencegah terjadinya perceraian, Qohir menyatakan bahwa hal itu tidak berarti sebagai upaya pengerdilan terhadap peran tokoh masyarakat setempat namun semata-mata karena adanya ketentuan dalam praktik peradilan yang memang harus diikuti. Dalam hal ini Qohir menyatakan:
“Di kala perkara mereka – para pihak yang hendak bercerai – masuk ke ranah pengadilan, maka beliau itu – para hakim punya SOP sendiri mas. Ya terlebih dahulu harus mendamailan sebagai upaya untuk mencegah perceraian. Terlebih lagi, jika hakim melihat ada celah untuk is}la>h, maka hakim akan berupaya untuk mengislahkan kedua belah pihak, baik karena pertimbangan sudah ada anaknya atau pertimbangan-pertimbangan lain. Tetapi jika hakim melihat sudah tidak ada kecocokan lagi, maka SOP itu
akan langsung diloncati.”359
Sementara menurut Muhammad, proses mediasi yang menjadi tahap persidangan dalam proses beracara di pengadilan terkait dengan kasus perceraian adalah dalam rangka memperjelas status persoalan yang menjadi sebab perceraian. Sekalipun telah dilakukan upaya damai oleh tokoh masyarakat
358
Dalam konteks Hukum Acara Peradilan Agama, proses yang perdamaian yang dimaksudkan oleh Asy‟ari disebut sebagai proses mediasi.
359
151
setempat, tidak berarti hal tersebut menutup proses perdamaian yang dilakukan oleh hakim di pengadilan karena tokoh masyarakat menurut Muhammad tidak lebih dari sekedar sebagai penasihat untuk menghindari terjadinya perceraian sehingga jika memang tidak ditemukan kecocokan di antara kedua belah pihak maka disarankan untuk mengajukan ke pengadilan sehingga tidak menimbulkan
sengketa yang lebih besar di antara kedua belah pihak.360
Dalam hal ini, hakim menurut Muhammad memang semestinya harus melakukan proses yang telah diatur oleh hukum termasuk dalam hal mendamaikan karena memang tidak mungkin seorang hakim tiba-tiba memberikan putusan cerai tanpa harus memeriksa terlebih dahulu status kasus yang sedang terjadi. Berikut ini adalah pernyataan Muhammad:
“Semestinya hakim nika atanya ka se lake‟, kadi ponapa permasalahan, teros atanya dek ka se bini‟, kadi ponapa permasalahan. Setelah nika baru didamaikan kalo bisa, salasatarena nika baru diproses sesuai hukum, napa se bini‟ salanah, napa se lake‟ salanah, sesuai bunten kalaben shara„. Manabi hakim tak mampu baru memanggil kiai sebagi hakam min ahlihi wa min ahlihe. Manabi samangken hakim tak melaksanakan hal ka‟dintoh, enggi tak panapa , tape kor la cocok delem masalah shara„ polana mangken deng kadeng ampo tak sasoai, ampo secara tekanan se lake‟ epaksa harus nalak. Mon sapanikah kan tak kengeng. Seorang suami esoro nalak oreng
bini‟ kan tak kengeng.”361
(Semestinya hakim memang harus menanyakan masalah yang terjadi baik kepada pihak laki-maupun perempuan tentang apa yang sedang dialaminya. Setelah itu baru didamaikan jika mereka berdua bersedia untuk itu. Setelah itu kemudian diproses secara hukum apakah kesalahan pihak suami ataupun istri telah sesuai atau tidak dengan hukum shara„. Jika hakim tidak mampu untuk menyelesaikannya, barulah memanggil seorang kiai sebagai h}akam dari pihak suami dan hakam dari pihak istri. Jika sekarang hal itu tidak dilakukan oleh hakim, maka tidak menjadi persoalan asal ada kecocokan dengan hukum shara„. Masalahnya sekarang yang terjadi, seringkali proses
360
Muhammad, Wawancara, Kalisat, 12 Agustus 2017.
361
152
persidangan tidak sesuai dengan hukum shara„ karena sekarang sering terjadi adanya tekanan dari hakim supaya suami menceraikan istrinya. Hal yang demikian tidak diperbolehkan. Seorang suami dipaksa untuk menceraikan istrinya itu tidak boleh).
Hakim pada dasarnya hanya menjadi pemutus terhadap apa yang diajukan oleh para pihak yang berperkara. Seperti dinyatakan Imron, putusan pengadilan tergantung pada gugatan atau permohonan yang diajukan oleh para pihak. Kemudian hakim harus memeriksa kasusnya dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang dihadirkan dalam persidangan. Dalam posisi ini, lanjut Imron, hakim
tetap dibutuhkan dalam kasus perceraian.362
Tugas hakim – yang dalam kajian ini adalah Pengadilan Agama – untuk memeriksa dan memutus perkara perdata sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama yang dinyatakan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perdata tertentu bagi mereka yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah serta bidang wakaf dan sedekah. Kemudian setelah diberlakukan UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989, tepatnya dalam pasal 49, kewenangan itu
ditambah dengan perkara infak, zakat dan sengketa ekonomi syariah.363
Dari sisi ketaatan terhadap seorang hakim sebagai uli> al-amr, tidak ada penolakan dari tokoh masyarakat desa Kalisat. Bahkan dengan tegas dinyatakan, seorang hakim harus ditaati selama putusan yang dikeluarkan sejalan dengan hukum Islam. Hukum Islam sebagaimana dinyatakan oleh Mahfudz, harus diikuti dan ditaati terlebih hukum Islam yang dikeluarkan oleh hakim dalam sebuah putusan hukumnya, maka tentunya lebih harus ditaati. Batas ketaatan terhadap
362
Imron, Wawancara, Kalisat, 03 Nopember 2017.
363
153
hakim – lanjut Mahfudz – adalah ada dan tidak adanya unsur kemaksiatan terhadap sang kha>liq. Jika tidak ada unsur kemaksiatan kepada Allah maka mutlak harus patuh terhadap putusan hakim, namun sebaliknya jika ada unsur kemaksiatan di dalamnyamaka tidak boleh taat kepada hakim, sehingga ketaatan dalam hal ini, menurut Mahfudz diikat oleh sebuah ketentuan “la> t}a„ata li
makhlu>q fi> ma„siyat al-kha>liq (tidak ada ketaatan terhadap makhluk selama ada
unsur kemaksiatan terhadap sang khaliq).364
Menegaskan ketaatan terhadap seorang hakim, informan lain yaitu Ismail menyebutkan satu ayat sebagai justifikasi terhadap ketaatan yang dimaksud. Ayat
yang dikutip oleh beliau adalah ayat 59 dalam surat al-Nisa>‟365 yang menyebutkan
uli> al-amr366
sebagai pihak yang harus ditaati. Bahkan – lanjut Ismail – sesuai dengan ketentuan fikih, kita harus taat terhadap seorang pemimpin sekalipun
pemimpin tersebut tergolong sebagai orang yang fa>jir,367
atau seperti dikutip oleh
364
Mahfudz, Wawancara, Kalisat, 16 Oktober 2017.
365
Dalam ayat tersebut, Allah berfirman:
ْمُكْنِم ِرْمَْلأا ِلىوُأَو َلْوُسَّرلا اوُعْ يِطَأَو َوّٰللا اوُعْ يِطَأ اْوُ نَمٰا َنْيِذَّلا اَه يَأٰي ۚ
ِوّٰللاِب َنْوُ نِمْؤُ ت ْمُتْنُك ْنِإ ِلْوُسَّرلاَو ِوّٰللا َلىِإ ُهْو َُرَ ف ٍءْيَش ِْفِ ْمُتْعَزاَنَ ت ْنِإَف
ِرِخْٰلاا ِمْوَ يْلاَو ًلاْيِوْأَت ُنَسْحَأَّو رْ يَخ َكِلٰذ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan uli> al-amr di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur‟an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. Kementerian Agama RI., al-Quran dan Tafsirnya, Vol. 2 (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), 336.
366
Uli>al-amr diartikan oleh M. Quraish Shihab sebagai pihak yang berwenang menangani urusan
kemasyarakatan selama perintahnya tidak bertentangan dengan perintah Allah Swt., atau perintah Rasul-Nya. Mereka yang dimaksudkan ini menurut Shihab, ada yang berpendapat bahwa mereka adalah para penguasa atau pemerintah. Pendapat lain menyatakan mereka adalah para ulama dan bahkan ada yang menyatakan mereka adalah para wakil masyarakat dalam berbagai kelompok dan profesi. Lihat dalam, M. Quraish Shihab, al-Quran dan Maknanya (Jakarta: Lentera, 2013), 87.
367
154
T{a>ha „Abd Alla>h al-„Afi>fi>, taatilah seorang pimpinan walaupun ia seorang hamba
sahaya.368
Terutama dalam persoalan hukum keluarga, katakanlah semisal perceraian, menurut Ismail, ketaatan terhadap hakim dalam arti mengikuti aturan main yang telah menjadi ketetapan dalam proses peradilan juga didasarkan pada pertimbangan keamanan. Hakimlah menurut Ismail sebagai pihak yang menjalankan proses hukum di pengadilan yang mampu menjamin keamanan pihak yang berperkara melalui ketentuan hukum yang bersifat mengikat sehingga
memberikan kemudahan dan kepastian hukum bagi para pihak
pascapersengketaan yang dihadapi.369
Kaitannya dengan kepastian hukum ini, Ismail menyatakan:
“Tidak ada pertentangan antara fikih dan hukum yang berlaku di Indonesia. Bedanya, perceraian secara resmi di pengadilan bisa mendapatkan surat cerai baik bagi suami ataupun bagi seorang istri, sehingga jika di kemudian hari mau menikah kembali, butuh surat pengantar untuk nikah, menjadi
mudah karena ada keterangan janda ataupun duda.”370
Begitu pula terkait dengan pencatatan perkawinan, menurut Ismail tetap dibutuhkan demi keamanan sehingga pernikahan tanpa dicatatkan jika digali secara mendalam, sebenarnya bernilai dosa karena telah melanggar ketentuan uli> al-amr. Sekalipun begitu, dosa yang terkandung dalam praktik pernikahan yang tidak dicatatkan tidak berimplikasi pada bentuk perzinahan. Dalam hal ini dikatakan oleh Ismail:
“Sebetullah nikah sirri secara agama tetep sah tape sifatteh lokal. Sampeyan terro ngineppeh e sorbeje tape tak andik sorat nikah bingung
368
T{a>ha „Abd Alla>h al-„Afi>fi>, min Was}a>ya al-Rasu>l S{alla Alla>h „Alayh wa Sallam, Vol. I (Kairo:
Da>r al-Tura>th al-„Arabi>, 1981), 38.
369
Ismail, Wawancara, Kalisat, 16 September 2017.
370
155
dibik. Bisa dianggap kamu itu bawa pelacur. Deddi catat nikah ini lebih aman pade bik sapeda bede BPKBnah. Kecuali mon poligamiya gik pancet ribut enggi kadinapa pole. Saengge sobung caretanah ulama menentang programma pemerenta kecuali betul-betul maksiat ompama pemerenta
alindungi pelacuran”.371
(Sebenarnya nikah siri secara hukum agama itu tetap sah tapi sifatnya lokal. Kamu ingin bermalam di Surabaya tetapi tidak memiliki surat nikah, maka akan kebingungan sendiri. Kamu bisa jadi dianggap membawa pelacur. Jadi, nikah yang dicatatkan itu lebih aman seperti memiliki sepeda yang dilengkapi dengan BPKB. Kecuali jika suami hendak poligami tetapi tetap saja ribut dengan istri, maka ya mau diapakan lagi. Sehingga dengan demikian, tidak ada cerita bahwa ulama menentang program pemerintah kecuali memang betul-betul ada unsur kemaksiatan seperti pemerintah melindungi praktek pelacuran).
B. Mediasi Lokal dalam Kasus Perceraian: Analisis terhadap Pola