• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI

C. Implikasi

1. Puisi Das Theater, Stätte der Träume adalah salah satu karya puisi Bertolt Brecht yang mengambil latar belakang sejarah Jerman pada abad ke-20. Brecht dengan bahasa puisinya yang lugas, kritis dan politis telah menuntun mata setiap pembacanya tertuju pada bingkai pemikiran didaktis dalam kaitannya dengan bidang seni, budaya, sosial dan politik melalui dua karya sastra sekaligus, yaitu puisi dan teater.

2. Isi puisi Das Theater, Stätte der Träume memberikan pengetahuan tentang sejarah perkembangan teater yaitu tentang model-model teater yang berkembang sejak periode lama sampai saat ini, yaitu model teater epik dan romantik yang bahkan masing-masing model teater tersebut masih sering digunakan dalam pementasan-pementasan teater seperti saat ini.

99

Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. C.V. Sinar Baru Bandung. Badrun, Ahmad. 1989. Teori Puisi. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi PPLPTK.

Brecht, Bertolt. 1980. “Organon Kecil Untuk Teeter” (terj. Boen S. Oemarjati), dalam Pertemuan Teater 80. Editor. Wahyu Sihombing. Jakarta.

---. 1957. Schriften zum Theater über eine nicht-aristotelische Dramatik. Frankfurt. a. M. : Suhrkamp Verlag.

Chatman, Seymour. 1968. The Language of Poetry. Houghton Mifflin Company: Boston.

Christomy, T dan Untung Yuwono. 2004. Semiotika Budaya. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Indonesia.

Damhäuser, Berthold dan Agus R. Sarjono. 2004. Zaman Buruk Bagi Puisi. Horison: Jakarta.

Eagleton, Terry. 2010. Teori Sastra: Sebuah Pengantar Komprehensif. Endraswara, Suwardi. 2008. Sanggar Sastra. Ramadhan Press: Yogyakarta. Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Fricke, Harald. 1991. Einübung in die Literaturwissenschaft: Parodien geht über Studieren. Paderborn. Verlag Ferdinand Schöning GmbH, Jühenplatz 1, D-4790 Paderborn.

K. Sentana, Septiawan. 2010. Menulis Ilmiah Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Marquaβ, Reinhard. 2000. Gedichte Analysieren. Berlin: Dudenverlag.

Meutiawati, Tia. 2002. Diktat Kuliah Sejarah Jerman Sebagai Dasar Mempelajari Sastra Jerman. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Moleong, Lexy J. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pelz, Heidrun. 1984. Linguistik für Anfänger. Hamburg: Hoffmann und Campe Verlag.

Pradopo, Rahmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisis Struktual dan Semiotik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

---. 2001. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.

---.1997. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. London: Indiana of University Press.

Santosa, Puji. 2004. Tuhan, Kita Begitu Dekat: Semiotika Riffaterre. T. Christomy dan Untung Yuwono (Penyunting). Semiotika Budaya. Jakarta: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Indonesia.

Sayuti, A. Suminto. 1985. Puisi dan Pengajarannya. Yogyakarta: FBS IKIP Yogyakarta.

Sudjiman, Panuti dan Aart Van Zoest. 1992. Serba-serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tirtawirya, Putu Arya. 1982. Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende: Nusa Indah. Trabaut, Jürgen. 1996. Dasar-Dasar Semiotik. (Terj. Sally Pattinasarany). Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Urbanek, Walter. TT. Lyrische Signaturen: Anthologie und Poetic des Gedichts. Fränkischer Tag GmBH & Co, Bamberg.

Vanderstop, Scott W dan Deirdre D. Johnston. 2009. Research Methods for Everyday Life. United States of America: John Wiley.

Waluyo, Herman J. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga. Wiyatmi. 2008. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.

http://theater-kehidupan.blogspot.com/2011/07/bertolt-brecht-biografi.html

30/05/2012 08:21 AM

http://aksarabhumi.blogspot.com/p/teater.html 26/06/2012 08:34 AM

Lampiran 1

Bentuk asli puisi Das Theater, Stätte Der Träume

Das Theater, Stätte Der Träume

Vielen gilt das Theater als Stätte der Erzeugung von Träumen. Ihr Schauspieler geltet als

Verkäufer von Rauschmitteln. In euren verdunkelten Häusern Wird man verwandelt in Könige und vollführt

Ungefährdet heroische Taten. Von Begeisterung erfaβt Über sich selber oder von Mitleid zu sich

Selber sitzt man in glücklicher Zerstreuung, vergessend Die Schwierigkeiten des Alltags, ein Flüchtling.

Allerhand Fabeln mischt ihr mit kundiger Hand, so daβ Unser Gemüt bewegt wird. Dazu verwendet ihr

Vorkommnisse aus der wirklichen Welt. Freilich, einer

Der da mitten hineinkäme, noch den Lärm des Verkehrs im Ohr Und noch nüchtern, erkennte kaum

Oben auf eurem Brett die Welt, die er eben verlassen hat. Und auch tretend am Ende aus euren Häusern, erkennte er Wieder der niedrige Mensch und nicht mehr der König Die Welt nicht mehr und fände sich

Nicht mehr zurecht im wirklichen Leben

Vielen freilich gilt dieses Treiben als unschuldig. Bei der Niedrigkeit Und Einförmigkeit unsres Lebens, sagen sie, sind uns

Träume willkommen. Wie es ertragen ohne

Träume? So wird Schauspieler, euer Theater aber Zu einer Stätte, wo man das niedrige und einförmige Leben ertragen lernt und verzichten auf

Groβe Taten und selbst auf das Mitleid mit Sich selber. Ihr aber

Zeigt eine falsche Welt, achtlos zusammengemischt So wie der Traum sie zeigt, von Wünschen verändert Oder von Ängsten verzerrt, traurige

Betrüger.

Lampiran 2

Penerjemahan Puisi Das Theater, Stätte der Träume oleh Berthold Damshäuser dan Agus R. Sarjono

Teater, Pabrik Impian

Umumnya teater dianggap sebagai pabrik impian Dan kalian para pemeran dianggap penjaja narkotika Di gedung-gedung kalian yang digelapkan,

Orang-orang disulap jadi raja yang penuh tindakan heroik Tanpa harus ambil resiko. Dibuai kekaguman diri

Atau kerna iba diri orang duduk terkesima di sana Lupa akan kesulitan hidup sehari-hari, bak pengungsi. Bermacam dongeng kalian ramu dengan lihainya Dengan membubuhinya sejumput peristiwa nyata. Memang jika seseorang tiba-tiba hadir di sana Masih sadar dan bising kehidupan masih mengiang di telinga – ia nyaris tak bakal kembali mengenal

dunia yang baru ia tinggalkan pada dunia di panggung kalian. Sebaliknya, manakala mereka ke luar gedung kalian

Tidak lagi menjadi raja dan terlempar kembali Jadi manusia papa, mereka bakal canggung Pulang ke kehidupan sebenarnya

Orang anggap yang kalian lakukan wajar belaka Dengan kepapaan dan hambarnya keseharian, Katanya, impian itu boleh dong.

Tanpa itu bagaimana kehidupan bisa ditangguhkan?

Tapi jika demikian, wahai para pemeran

Teater kalian bakal menjadi tempat orang belajar menyerah Menjalani kepapaan dan kehambaran

Bahkan lupa untuk mengasihi diri sendiri. Kalian sendiri

Mempagelarkan dunia palsu Yang dicampuraduk serampangan Seperti lazimnya sebuah mimpi

Didorong oleh ilusi, disamarkan ketakutan, Kalian penipu yang menyedihkan.

Lampiran 3

Penerjemahan Puisi Das Theater, Stätte der Träume oleh Peneliti TEATER, PABRIK IMPIAN

Banyak yang menganggap teater sebagai tempat produksi impian. Pemeran kalian dianggap sebagai pengedar narkotika.

Di rumah-rumah kalian yang digelapkan orang-orang diubah menjadi raja dan penuh dengan tindakan heroik tanpa bahaya.

Dengan rangkulan antusiasme mengenai diri sendiri atau dengan iba hati pada diri sendiri orang-orang duduk pada hiburan yang mengalihkan perhatian, melupakan kesulitan sehari-hari, seorang buronan.

Bermacam dongeng kalian ramu dengan tangan trampil, sehingga perasaan kami tergerak.

Untuk itu kalian gunakan kejadian dari dunia nyata.

Memang, jika seseorang datang di tengah-tengah pertunjukan, masih dengan kebisingan lalu lintas di telinganya dan masih menahan rasa lapar, jarang menemukan di depan mata dunia panggung kalian, dunia ia tinggalkan sekarang. Dan juga melangkah dari akhir rumah-rumah kalian, ia menemukan kembali manusia rendah dan bukan lagi raja.

Dunia bukan lagi kehidupan nyata dan tak lagi menemukan kebenaran dalam kehidupan nyata.

Memang banyak yang menganggap tindakan ini sebagai bukan sebuah dosa. Dengan kerendahan dan kemonotonan kehidupan kita, mereka berkata, kita adalah penyambut impian.

Bagaimana kehidupan ada tanpa impian?

Wahai para pemeran, teater kalian adalah sebuah tempat, di mana orang-orang dengan kehidupan rendah dan monoton belajar ada dan melepaskan tindakan besar dan dengan sendirinya iba hati pada diri sendiri.

Kalian tunjukkan sebuah dunia palsu, lalai mencampurkan, sebagaimana impian yang kalian tunjukkan, tentang mengubah harapan atau memalsukan ketakutan. Penipu yang meyedihkan.

Lampiran 4

BIOGRAFI SINGKAT BERTOLT BRECHT

Bertolt Brecht, yang namanya sering disingkat menjadi Bert Brecht, lahir pada tanggal 10 Februari 1898 di kota Augsburg, Wilayah Bavaria, Jerman Selatan, dengan nama resmi Eugen Berthold Friedrich Brecht. Orang tuanya adalah pasangan Bertolt Friedrich Brecht dan Sofie Brecht. Setelah menjalani Sekolah Dasar, Brecht meneruskan studinya ke Realgymnasium (semacam SMA) di Augsburg pada tahun 1908 dan tamat pada tahun 1917. Setelah itu, ia – dengan tidak terlalu serius – mulai kuliah di bidang kedokteran pada Universitas München. Kuliahnya di Fakultas Kedokteran tak sempat diselesaikan karena pada tahun 1918 ia diwajibkan menjadi jururawat militer pada rumah sakit militer di Augsburg. Pada saat itu, 1914-1918, memang tengah berlangsung Perang Dunia I. Pada tahun 1918 itu juga Brecht berkenalan dengan Paula Banholzer yang pada tahun 1919 melahirkan anak mereka, yaitu anak lelaki yang diberi nama Frank. Anak lelaki Brecht itu pada tahun 1943 gugur di Rusia sebagai prajurit Jerman dalam Perang Dunia II.

Sejak tahun 1920 Brecht sering melawat ke Berlin untuk membina hubungan dengan tokoh-tokoh kalangan teater serta kalangan sastrawan yang giat di ibu kota Jerman itu. Pada tahun 1924 Brecht pindah ke Berlin dan mulai bekerja sebagai dramaturg pada Deutsches Theater (Teater Jerman) yang dipimpin oleh sutradara terkenal Max Reinhardt.

Pada tahun 1922 Brecht menikah dengan pemain film dan penyanyi opera Marianne Zoff. Pada tahun berikutnya mereka dikaruniai seorang anak perempuan

yang diberi nama Hanne. Pernikahan tersebut tak berlangsung lama, perceraian terjadi pada tahun 1927.

Sejak tahun 1922 tersebut, Brecht mulai giat sebagai aktor pada Deutsches Theater di Berlin, juga di Münchener Kammerspiele, teater terpandang di kota München. Ia pun berkenalan dengan aktor perempuan Helena Weigel yang ia nikahi pada tahun 1929. Pada tahun yang sama lahirlah anak perempuan mereka dan diberi nama Barbara.

Sejak tahun 1926, Brecht berhubungan erat dengan para seniman sosialistis yang sangat mempengaruhinya secara ideologis. Ia mempelajari karya-karya Karl Marx, teori-teori tentang marxisme, serta materialisme dialektis hingga ia mengembangkan teater epis-dialektis-nya. Pada tahun 1928 di Berlin diadakan pertunjukkan perdana dari Dreigroschenoper (Opera Tiga Gobang) dengan penata musik Kurt Weill, yang merupakan sukses panggung terbesar selama periode sejarah Weimarer Republik (Republik Weimar) yang berlangsung dari tahun 1919 sampai 1933.

Setelah kekuasaan diambil alih oleh kelompok Nazi pada tahun 1933, Brecht sebagai sastrawan yang berorientasi sosialistis-marxistis, langsung merasakan dampaknya. Pada awal tahun itu pertunjukkan dramanya Maßnahme (Tindakan) dicekal oleh polisi, dan penyelenggaranya digugat dengan tuduhan makar. Kemudian, pada tanggal 10 Mei, terjadi peristiwa pembakaran buku oleh Nazi, di mana karya-karya Brecht ikut dibakar dalam rangka suatu upacara resmi. Pada tanggal 28 Februari, Brecht beserta keluarga dengan terpaksa meninggalkan

Jerman. Ia melarikan diri ke Praha, lalu ke Vienna dan Zurich, dan akhirnya sampai di Skovsbostrand, Denmark, di mana ia menetap selama lima tahun.

Lima tahun masa usiran (exile) tersebut merupakan masa yang cukup sulit bagi Brecht, apalagi dalam segi ekonomi. Namun, selama di Denmark itulah ia sangat produktif berkarya serta giat sebagai redaktur majalah exile yang dikelola emigran Jerman lain. Di majalah yang terbit Moskow ini, banyak dimuat karya-karyanya. Drama-drama Brecht tetap dipertunjukkan, tentu bukan di Jerman melainkan di London, Paris, bahkan di New York. Brecht, yang kemudian telah menjadi sastrawan yang terkenal secara internasional, sempat juga menghadiri pertunjukkan karya-karyanya di kota tersebut. Dalam pada itu, kewarganegaraan Jerman Brecht dicabut oleh Nazi-Jerman.

Pada tahun 1939, ketika Perang Dunia II meletus dan wilayah kekuasaan Nazi semakin meluas, Brecht meninggalkan Denmark dan melarikan diri ke Swedia, lalu, pada tahun 1940 ke Helsinki (Finlandia). Pada musim panas 1941, ia melarikan diri melalui Moskow ke Wladiwostok (Rusia), dan dari sana akhirnya ke Santa Monica di California, di mana ia menetap dan berkarya sampai tahun 1947. Karena letaknya dekat Hollywood, Brecht berusaha untuk terjun juga di bidang film. Ia memang sempat menulis skenario untuk film Fritz Lang Hangmen also die (1947), namun upaya Brecht di bidang film kurang berhasil. Brecht merasa bahwa orang Amerika kurang terbuka terhadap misi karya-karyanya. Dia menyebut diri sebagai guru tanpa murid.

Pada tanggal 30 oktober 1947 Brecht dipanggil untuk menghadap Commitee of Unamerican Activities. Di sana ia diperiksa karena dicurigai “bertindak demi

komunisme”. Pada hari berikutnya, yakni di tengah-tengah pertunjukkan dramanya Das Leben des Galilei (Kehidupan Galilei) di New York, Brecht berangkat meninggalkan Amerika Serikat, dan melalui Paris ia tiba ke Zurich (Swiss).

Memasuki Jerman-Barat, yang ketika itu di bawah pemerintahan Amerika, Perancis dan Inggris, jelas terlarang baginya. Namun, oleh organisi budaya di Jerman-Timur, yang ketika itu di bawah pemerintahan Uni Soviet, ia diundang secara resmi. Pada bulan Oktober 1948, Brecht memenuhi undangan tersebut dan menetap di bagian timur Jerman, yakni Berlin Timur, yang menjadi wilayah Republik Demokrasi Jerman (Jerman Timur).

Republik Demokratis Jerman yang ternyata sama sekali tidak demokratis melainkan komunistis itu, riwayatnya telah berakhir pada tahun 1989 melalui penyatuan kembali kedua negara Jerman. Brecht tidak pernah menjadi warga negara Jerman-Timur dan tetap menjadi warga negara Austria, yang dipegangnya sejak tahun 1950. Dengan tidak menjadi warga negara Jerman-Timur, Brecht menjaga kemandiriannya serta memperlancar hubungannya dengan dunia internasional, termasuk Jerman-Barat.

Biarpun bukan warga negara Jerman-Timur, Brecht tetap dianggap seniman Jerman-Timur yang terbesar, dan ia menjadi budayawan yang paling dibanggakan oleh rezim komunistis yang ketika itu berkuasa di Jerman-Timur. Maka, ia pun diberi fasilitas yang memadai. Pada tahun 1949 bersama isterinya, Helene Weigel ia mendirikan Berliner Ensemble (Kelompok Teater Berlin) yang legendaris itu. pada tahun itu juga ia mementaskan drama terkenal Mutter Courage und ihre

Kinder (Bu Berani dan Anak-anaknya). Sumber: Zaman Buruk Bagi Puisi (2004), Penerbit: Majalah Horison, Jakarta.

Dokumen terkait