S.W.Prayitno
Bagian Periodontologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta
PENDAHULUAN
Gigi goyang merupakan manifestasi klinik kelainan ja- ringan periodontium, khususnya dengan terbentuknya poket periodontal dan dapat menyebabkan goyangnya gigi.
Terlepas dari penyebabnya yang multifaktorial, tujuan pena-talaksanaan gigi goyang karena kelainan jaringan periodontium adalah sama. Yang pertama menghilangkan penyebab atau faktor pengaruh, yang kedua menyembuhkan penyakitnya, dan yang ketiga adalah upaya untuk menstabilkan gigi yang telah goyang.
Berdasarkan berbagai penelitian, akhir-akhir ini banyak upaya yang telah dilakukan untuk mempertahankan gigi goyang agar dapat berfungsi seoptimal dan selama mungkin dalam mulut. Lebih-lebih perubahan demografi berupa peningkatan jumlah usia lanjut mempunyai konsekuensi pasien dengan gigi goyang juga akan meningkat jumlahnya.
Dalam makalah ini akan dibahas secara singkat perkem- bangan penyakit periodontal dewasa ini, patogenesis terjadinya gigi goyang serta beberapa cara penatalaksanaannya.
PERKEMBANGAN PENGETAHUAN MENGENAI PENYAKIT PERIODONTAL
Kalau kita membicarakan mengenai penyakit periodontal, pada umumnya fokus kita adalah terjadinya periodontitis dengan gigi yang goyang; memang gigi goyang selama ini selalu mem- prihatinkan baik bagi dokter gigi yang merawat maupun bagi penderitanya.
Beberapa dasawarsa yang lalu hanya ada satu alternatif untuk merawat gigi goyang, ialah pencabutan; sedangkan untuk gigi berlubang semenjak dahulu telah diupayakan untuk diper- tahankan hingga upaya untuk melakukan perawatan saluran akar
dan pemotongan akar.
Dengan kemajuan-kemajuan di bidang iptek, dewasa ini ada empat isu mengenai penyakit periodontal yang masih perlu dibahas. Isu-isu tersebut adalah:
1) Apakah semua gingivitis akan selalu berkembang menjadi periodontitis yang akhirnya menyebabkan gigi goyang?
2) Apakah periodontitis yang tidak dirawat secara progresif akan merusak jaringan periodontium?
3) Apakah kecepatan kerusakan periodontal berbeda pada ke- lompok-kelompok dengan oral hygiene yang baik dan mendapat kesempatan untuk pemeliharaan secara profesional?
4) Apakah perkembangan penyakit periodontal secara terus- menerus atau episodik?
Keempat pertanyaan tersebut di atas diajukan karena ber- bagai hasil penelitian menggunakan berbagai alat mutakhir memberikan hasil yang berbeda dengan konsep lama.
Beberapa hasil penelitian baik klinis maupun epidemiologis membuktikan bahwa tidak semua gingivitis akan berkembang menjadi periodontitis; hanya sebagian kecil yang berkembang menjadi periodontitis, meskipun pada umumnya periodontitis didahului oleh gingivitis(1,2). Belum diketahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadi demikian. Hal ini masih memerlukan pe- nelitian lebih lanjut.
Bukti-bukti yang dikumpulkan baik dan studi kros seksional maupun longitudinal menunjukkan bahwa prevalensi adult periodontitis meningkat dengan bertambahnya umur. Demikian juga penyakit periodontal yang tidak dirawat akan memberikan gambaran kerusakan jaringan yang meningkat(3,4). Beberapa peneliti melaporkan adanya kelompok kecil dengan perkem- bangan penyakit periodontal destruktif yang berjalan sangat cepat dan menanggalkan gigi pada usia muda(5). Semuanya ini
memerlukan upaya pencegahan agar gigi-gigi tersebut masih dapat dipertahankan lebih lama dalam mulut.
TAHAP-TAHAP PENATALAKSANAAN GIGI GOYANG
Apapun penyebab gigi goyang, penatalaksanaannya dapat dikelompokkan menjadi menghilangkan faktor penyebab dan faktor pengaruh; menyembuhkan, dan kalau mungkin merang- sang tumbuhnyajaringan baru sebagai pengganti jaringan yang hilang; dan menstabilkan gigi-gigi yang sakit maupun yang telah sembuh tetapi masih dalam kondisi goyang.
Menghilangkan faktor penyebab
Dari hasil penelitian klasik Loe dkk. (1965)(6) telah dibukti-kan bahwa ada hubungan erat antara akumulasi plak dengan terjadinya gingivitis. Telah pula dibuktikan bahwa dalam aku- mulasi plak ditemukan berbagai jenis kuman. Oleh karena itu telah disepakati bahwa pada umumnya penyebab utama gingivi-tis adalah kuman. Akhir-akhir ini dengan pengetahuan yang lebih baik mengenai mikrobiologi, terjadinya periodontitis telah di- buktikan juga disebabkan oleh kuman-kuman tertentu. Atas da- sar inilah antibiotika baik secara sistemik maupun secara lokal sering digunakan.
Sistem pemberian obatlantibiotika secara lokal di bidang periodontik dapat dengan cara irigasi poket dengan larutan kimiawi atau menempatkan obat-obat tertentu dalam bentuk padat atau semi padat. Syarat pokok untuk efektifitas cara pengobatan ini adalah obat dapat mencapai dasar poket, dan dapat bertahan beberapa waktu di tempat sampai efek anti- mikrobialnya terjadi. Cara irigasi dengan larutan antibakterial untuk membantu terapi periodontal konvensional, meskipun dapat menurunkan keparahan gingivitis; untuk perawatan poket hasilnya kurang memuaskan(7,8).
Dewasa ini antibiotika yang diberikan secara lokal antara lain tetrasiklin dalam ethylene vinyl acetate (tetracycline fibers
25%), minosiklin 2% dalam lipid gel atau metronidazol 25% dalam lipid gel (Elyzol).
Tetracycline fibers dimasukkan dalam poket dan ditutup dengan bahan adesif untuk jangka waktu 8–12 hari yang ke- mudian dilepas. Panjangfibers antara 10–17 cm (rata-rata 14,7 cm) bergantung pada macam gigi yang dirawat. Aplikasi cara ini memerlukan waktu antara 7–10 menit untuk setiap gigi. Dua penelitian besar yang melibatkan masing-masing lebih dari 100 subyek telah dilakukan untuk menilai efektivitas tetracycline fibers ini(9,10). Hasilnya sangat menjanjikan Kedalaman poket turun rata rata 1 02 mm dibandingkan dengan 0 67 mm dengan skeling saja.
Minosiklin 2% dalam bentuk lipid gel juga digunakan untuk perawatan poket Gel 0,5 g yang mengandung 10 mg minosiklin diaplikasikan dengan alat suntik dengan ujung plastik. Aplikasi dilakukan 4 kali setiap 14 hari. Dari penelitian dengan 103 subyek dilaporkan setelah 12 minggu aplikasi, terjadi reduksi kedalaman poket 1,7 mm dibandingkan 1,4 mm tanpa mino- siklin. Meskipun demik.ian tidak terdapat perbedaan bermakna mengenai perbaikan perlekatan maupun perdarahan(11).
Penggunaan metronidazol gel 25% dilaporkan cukup efek- tif(12). Gel ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1) Dapat diaplikasikan dengan alat semprit dan dapat berubah menjadi setengah padat dalam poket periodontal.
2) Dapat melekat pada mukosa dan mengisi secara sempurna poket periodontal.
3) Pelepasan yang lambat dan bahan-bahan yang aktif. 4) Bersifat biodegradable.
5) Stabilitasnya bagus.
Dari percobaan terapi adult periodontitis dengan berbagai konsentrasi metronidazol gel dan berbagai frekuensi aplikasi, ternyata hasil yang paling efektif adalah pemberian 2 kali dalam selang waktu 7 hari dengan konsentrasi 25%(13). Beberapa peneliti lain melaporkan bahwa hasilnya sama dengan perlakuan skeling subgingiva1(14,15).
Di samping dengan pemberian antibiotika (non bedah) sejak semula tindakan bedah periodontal senmng dianjurkan untuk menghilangkan faktor penyebab. Cara-cara seperti kuretase, ber-bagai macam cara flap merupakan contoh membuang faktor penyebab secara fisik.
Menghilangkan faktor pengaruh (oklusi traumatik)
Berbagai faktorpengaruh seperti higieneon bentuk anatomi gigi, frekuensi menyikat gigi dan lain-lain dapat mempengaruhi terjadinya gigi goyang meskipun sifatnya tidak langsung.
Faktor pengaruh gigi goyang yang paling dominan dan langsung adalah : oklusi traumatik. Gigi goyang merupakan salah satu tanda klinik adanya oklusi traumatik, meskipun tidak semua gigi goyang disebabkan oklusi tnaumatik. Pelebaran celah periodontal, terutama di daerah puncak alveolar yang sering digambarkan sebagai crestal funneling; perubahan kualitas funkasi; dari berbagai gambaran Ro dan lamina dura sering di- kaitkan dengan tekanan yang berlebihan yang mengakibatkan goyangnya gigi.
Dalam kasus munni gigi goyang karena oklusi traumatik beberapa hasil penelitian dan kesimpulan yang berkaitan dengan terapi berikut perlu diketahui(16).
1) Baik pada percobaan pada manusia maupun binatang, oklusi traumatik tidak menyebabkan penubahan patologis pada jaring an ikat supra alveolar atau epithelium perbatasan. 2) Sekali celah periodontal melebar untuk mengkompensasi tekanan oklusal, jaringan ligamen biasanya tidak memperlihat- kan tanda-tanda peningkatan vaskulanisasi atau eksudasi, ke- goyangan gigi tidak lagi prognesif. Dalam hal ini klinisi harus dapat membedakan goyangnya gigi lebih dari normal atau me- ningkat secara progresif yang pada suatu ketika akan menjadi lebih berat.
3) Oklusi traumatik dapat menyebabkan resorpsi tulang alveo-lar. Resorpsi ini dihindani dengan melakukan penyesuaian oklusi. 4) Pada proses penyakit periodontal yang berkaitan dengan infeksi plak, dalam keadaan .tertentu oklusi traumatik dapat memperhebat kerusakan.
5) Baik jaringan peniodontium yang sehat dengan penurunan maupun tanpa penurunan ketinggian, keduanya memberikan reaksi yang sama dalam penyesuaiannya terhadap kekuatan oklusi yang berlebihan.
6) Gigi goyang dalam keadaan tulang alveolar mengurang tetapi sehat tanpa pelebaran celah periodontal masih dapat
di-terima tanpa memerlukan splinting, apabila tidak mengganggu fungsi pengunyahan serta rasa kurang enak dan pasien.
7) Splinting hanya diindikasikan apabila ketinggian tulang alveolar sedemikian rupa sehingga diperkirakan kegoyangan gigi akan menjadi lebih berat dari menimbulkan gangguan rasa dan fungsi kunyah pasien.
Dalam merawat periodontitis yang berkaitan dengan ke- radangan dan oklusi traumatik, pertama-tama yang harus di- tangani adalah keradangan. Kemudian kegoyangan gigi di- monitor dalam periode waktu yang cukup untuk mengobservasi apakah gigi goyang akan tetap ataukah akan menjadi progresif. Pengalaman klinik menunjukkan bahwa pada kasus-kasus yang jelas dan sangat mengganggu, penyesuaian oklusi dapat dilaku- kan berbarengan dengan terapi keradangan.
Menyembuhkan jaringan rusak penyebab gigi goyang
Dalam kasus-kasus tertentu, setelah faktor penyebab di- hilangkan, kesembuhan atau regenerasi jaringan yang telah rusak dapat diharapkan terjadi secara fisiologis atau dengan bantuan bahan-bahan tertentu. Ada 3 prosedur regenerasi(17). Prosedur tersebut meliputi pembersihan defek dengan kuretase,
bone grafting dan guided tissue regeneration. Ketiga-tiganya dilakukan secara bedah.
Secara umum kesembuhan atau regenerasi fisiologis dapat terjadi dan bekuan darah setelah tindakan bedah. Oleh karena itu bekuan darah harus dilindungi sedemikian rupa agar tidak rusak, yang di bidang periodontik terkenal dengan penggunaan
periodontal dressing. Di samping itu faktor penting dalam re- generasi ini adalah keberadaan dinding (alveolar) poket. Makin banyak dinding poket (dinding poket dapat 1, 2, 3 atau 4), regenerasi jaringan akan terjadi lebih baik.
Pada kasus-kasus yang regenerasinya kurang dapat di- harapkan, misalkan karena tulang alveolar sudah banyak yang hilang dapat dilakukan bone grafting atau yang akhir-akhir ini terkenal dengan menggunakan bahan guided tissue regeneration
(GTR). Tujuan dari bone grafting adalah mengurangi kedalam- an poket periodontal, peningkatan pelekatan secara klinik, peng-isian tulang di daerah defek dan regenerasi tulang baru, semen dan ligamen periodontal(18). Dengan demikian akar gigi diha- rapkan dapat terdukung dengan lebih baik.
Dua macam bone graft yang sering digunakan dalam perio-dontik adalah autogenous bone graft dan allograft. Yang per- tama diambil dari dalam tubuh pasien sendiri yang dapat berupa
cortical bone chips, osseous coagulum, bone blend, extraction socket bone dan extra oral cancellous bone with marrow. Yang kedua diambil dari spesies yang sima tetapi gen berbeda. Dalam periodontik ada tiga macam allograft. Allograft yang umumnya dipergunakan adalah demineralized freeze-dried bone, sedang- kan nondemineralized freeze-dried bone dan frozen iliac can-cellous bone kurang dipergunakan.
Prinsip guided tissue regeneration sebagal berikut: Perio- dontium terdiri dari 4 bagian jaringan, epithelium gingiva, ja- ringan ikat gingiva, tulang dan ligamen periodontal. Setelah prosedur flap, apabila epithelium gingiva bergerak sepanjang jaringan ikat di sebelah akar yang dirawat, kesembuhan akan
terjadi tanpa pelekatan yang baru terhadap akar (pelekatan semu). Tetapi apabila jaringan ikat gingiva mempunyai ke- sempatan untuk mencapai permukaan akar karena tidak terjadi pertumbuhan epitel di pennukaan akar, maka pelekatan akan terjadi. Apabila yang berkontak dengan akar adalah jaringan tulang maka dapat terjadi ankilosis atau resorpsi akar.
Peniostium dan sel-sel dalam sumsum tulang mempunyai peran juga dalam proses regenerasi(19). Di samping itu ligamen periodontal mengandung sel-sel yang mempunyai peran untuk terjadinya pelekatan baru(20).
Penggunaan GTR diharapkan dapat menghambat pertum- buhan epitel yang mempunyai potensi pertumbuhan sangat ce- pat, mendahului pencapaian jaringan ikat gingiva dan sel-sel lain dan menyebabkan pelekatan banu pada permukaan akar; dengan demikian terjadinya pelekatan semu dapat dicegah.
MENSTABILISASI GIGI GOYANG
Perlunya splinting untuk menstabilisasi gigi goyang se- bagai upaya terapeutik penyakit periodontal sebenarnya masih dipertanyakan, meskipun pengalaman klinik splinting diperlu- kan. Apakah ada indikasi melakukan splinting, harus dipertim- bangkan penyebab dan goyangnya gigi antara lain:
1) Besarnya kehilangan jaringan pendukung
2) Perubahan kualitas jaringan pendukung yang disebabkan karena oklusi traumatik
3) Trauma jangka pendek karena perawatan periodontitis 4) Kombinasi dan ketiga butir di atas.
Gigi goyang yang derajat kegoyangannya tidak meningkat pada umumnya tidak memerlukan splinting. Sedangkan gigi goyang karena berkaitan dengan oklusi traumatik harus dirawat dengan penyesuaian oklusi bukan dengan splinting(21). Meskipun
splinting seolah-olah dapat menstabilkan gigi dan memberikan nasa enak pada pasien tetapi secara biologis stabilisasi jangka panjang tidak akan terjadi(22).
Di bidang periodontik dikenal beberapa cara splinting yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Indikasi splinting sementara atau semi permanen adalah untuk gigi goyang sangat berat yang dipergunakan sebelum dan selama terapi periodontal. Penannya adalah untuk mengurangi trauma pada waktu perawatan. Akhir-akhir ini karena faktor estetik, serat kawat (wire ligature) sebagai splint sementara cekat sudah jarang dipergunakan. Sebagai gantinya adalah bahan komposit dengan etching. Akrilik bening juga dapat dipergunakan untuk splinting sementara lepasan.
pengu-nyahan, setelah terapi periodontal splinting semipermanen atau permanen dapat dipergunakan. Kadang-kadang alat retensi ortodonti juga dapat dianggap sebagai splinting semipermanen atau permanen. Untuk gigi-gigi anterior, bahan yang sering di- gunakan pada spun semipermanen cekat adalah komposit resin (light cured). Pengikatan sebelum penggunaan komposit dengan serat polyester telah dibuktikan dapatmembantti stabilitas splin(23). Untuk gigi-gigi posterior, splinting semipermanen ditujukan un-tuk gigi-gigi goyang berat yang harus menerima beban kunyah. Spun ini digunakan sebelum, selama dan sesudah terapi perio- dontal karena prognosisnya belum pasti. Untuk gigi posterior pilihan bahan adalah amalgam atau keramik karena lebih kuat daripada komposit dan diperkuat dengan penggunaan kawat logam yang kaku.
week period. J Periodontol 1971; 42: 268–70.
3. Loe H. The natural history of periodontal disease in man : the rate of periodontal destruction before 40 years of age. J Periodontol 1978: 49: 607–20.
4. Loe H, Anerud A, Boysen H, Smith M. The natural history of periodontal disease in man : tooth mortality rates before 40 years of age. J Periodontal Res 1978; 13: 563–72.
5. Loe H, Anerud A, Boysen H, Morrison E. Natural history of periodontal disease in man : rapid, moderate and no loss of attachment in Sri Lanka laborers 14 to 16 years of age. J Clin Periodontol 1986; 13: 431–40. 6. Loe H. Theilade E, Jensen SB. Experimental gingivitis in man. J Perio-
dontol 1965; 36: 5/177–15/187.
7. Korman KS. Controlled-release local delivery antimicrobials in perio- dontics – prospects for the future. J Periodontol 1993; 64: 782–91. 8. Shiloah J, Havious LA. The role of subgingival irrigations in the treatment
of periodontitis. J Periodontol 1993; 64: 835–43.
9. Goodson JM, Cugini MA, Kent RL et al. Multieenter evaluation of tetracycline fiber therapy 1. Experimental design, methods and baseline data. J Periodont Res 1991; 26: 36 1–70.
Khusus untuk splinting permanen pada umumnya dikaitkan dengan protesa periodontal. Spun ini hanya dapat dibuat bebe- rapa bulan setelah terapi periodontal dan kesembuhan sudah sempurna serta harus memperhatikan inotivasi pasien. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh fungsi kunyah yang lebih efektif; dalam hal ini tidak harus mengganti seluruh gigi-geligi(22). Protesa dapat berupa jembatan, protesa lepasan dengan meng- gunakan mahkota teleskop atau protesa kerangka logam. Untuk jembatan dan mahkota teleskop persyaratan yang harus dipenuhi adalah tepi mahkota harus supra gingival, bagian interdental harus mudah dibersihkan, oklusi harus atraumatik. Khusus untuk protesa kerangka logam persyaratannya klasp harus memegang gigi secara penuh, harus ada occiusal rest, dan tidak ada splin panjang.
10. Goodson JM, Cugini MA, Kent RL et al. Multicenter evaluation of tetracycline fiber therapy II. Clinical response. J Periodont Res 1991; 26: 37 1–79.
11. van Steenbergh D. Bercy P, Kohl Jet al. Subgingival minocycline hydro- chloride ointment in moderate to severe chronic adult periodontitis a randomized, double-blind, vehicle controlled multicenter study. J Clin Periodontal 1993; 64: 637–44.
12. Norling T. Loding P, Engstrom 5, Larsson K, KrogN, Nissen SS. Formu- lation of drug delivery system based on a mixture of monoglycerides and tryglycerides for use in the treatment of periodontal disease. J Clin Perio- dontol 1992; 19: 867–92.
13. Klinge B, Attstrom R, Karring T, Kisch J, Lewin B, Stoltze K. 3 regimens of topical metronidazole compared with subgingival scaling on periodontal pathology in adults. J Clin Periodontol 1992; 19: 708–14.
14. Pedrazoli V, Kilian M, Karring T. Comparable clinical and microbiological effects of topical subgingival application of a 25% metronidazole gel and scaling in the treatment of adult periodontitis. J Clin Periodontol 1992; 18: 7 15–22.
RINGKASAN
15. Ainamo J, Lie 1, Ellingsen BH, Hansen SF, Johansson LA, Karring T. Kisch J, Paunio K, Stoltze K. Clinical responses to subgingival application of a metronidazole 25% gel compared to the effect of subgingival scaling in adult periodontitis. J Clin Periodontol 1992; 19: 723–29.
Gigi goyang merupakan manifestasi klinik kerusakan ja- ringan periodontium. Penatalaksanaan gigi goyang meliputi menghilangkan penyebab, terutama bakteri, dengan pemberian antibiotika atau dengan cara pembedahan, menghilangkan faktor pengaruh, terutama oklusi traumatik, menyembuhkan atau me- rangsang regenerasi dengan cara grafting atau guided tissue regeneration. Menstabilkan gigi dengan berbagai splin, semen- tara, semipermanen atau permanen diperlukan untuk kasus kasus gigi goyang sesuai dengan indikasi. Spun permanen di- pergunakan khusus untuk gigi-gigi dengan kecenderungan me- ningkat kegoyangannya.
16. Genco Ri, Goldman HM. Cohen DW. Contemporary Periodontics. The C.V. Mosby Company, St. Louis 1990; 493–94.
17. World Workshop in Clinical Periodontics Proceedings. Chicago, IL American Academy of Periodontology 1989,
18. Dragoo MR. Clinical and histologic evaluation of autogenous bone graft. J Periodontol 1973; 44: 123.
19. Melcher AH. On the repair potential of periodontal tissues. J Periodontol 1976; 47: 256–260.
20. Nyman S. Gottlow J, Karring T Ct al. The regenerative potential of the periodontal ligament. An experimental study in the monkey. J Clin Periodontol 1982; 9: 257–65.
21. Volmer WH, Rateitschak KH. Influence of occlusal adjustment by grinding on gingivitis and mobility of traumatized teeth. J Clin Periodontol 1975; 2: 113.
KEPUSTAKAAN
1. Prayitno SW. A comparison of the periodontal health of two groups of young adult Indonesians and characterization of advanced periodontal disease. Ph.D. Disertation 1990.
22. Galler C, Selipsky H, Philips C, Ammons WF. The effect of splinting on tooth mobility II. After osseous surgery. J Clin Periodontol 1979:6:317. 23. Rateitschak KH, Wolf HF, Hassel TM. Color Atlas of Periodontology.
Thieme New York 1985 p. 293. 2. Suomi JD. Smith LW, Mc. Clendon BJ. Marginal gingivitis duringasixteen