• Tidak ada hasil yang ditemukan

Income over feed cost(IOFC) didapat dengan cara menghitung nilai usaha peternakan yang didapat dari produksi susu (produksi susu X harga jual susu/L) – (total konsumsi pakan X harga pakan perlakuan/kg dikali harga ternak/kg dikurangi dengan biaya pakan (total konsumsi X harga pakan perlakuan) dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Income over feed cost (IOFC) tiap perlakuan ulangan (Rp/perlakuan)

IOFC tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu rata-rata sebesar Rp. 337.706,30/perlakuan. Hal ini dikarenakan produksi susu yang tinggi dikalikan harga jual per liternya sehingga pendapatan penjualan susu lebih tinggi dari pada total biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi kambing tersebut dan juga dipengaruhi oleh tingkat konsumsi kambing tersebut yang tinggi diikuti produksi susu yang tinggi.

IOFC terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu rata-rata sebesar Rp. 20.690,25/ekor hal ini dikarenakan pemberian hijauan daun singkong 100%. Ini yang menyebabkan IOFC pada perlakuan P0 paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prawirokusumo (1990) bahwa IOFC merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha

0,00 100000,00 200000,00 300000,00 400000,00 P0 P1 P2 20690,25 219473,09 337706,30

peternakan dikurangi biaya pakan.Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual ternak.

6.ROI (Return On Investment)

ROI bertujuan untuk mengetahui tingkat pengembalian modal yang ditanamkan dengan membandingkan nilai keuntungan usaha dengan modal usaha yang dikeluarkan. Berikut dapat dilihat nilai ROI pada gambar 6.

Dari gambar diatas diperoleh hasil rataan return on investment (ROI) pada perlakuan P0 sebesar -2,93%, perlakuan P1 sebesar 12,07% dan P2sebesar 19,67%. Pada tabel diatas nilai pada P0 tidakefisien karena tidak sesuai dengan suku bunga bank, dan ROI pada perlakuan P1dan P2efisien karena sesuai dengan suku bunga bank dimana jika dilihat dari suku bunga pinjaman sebesar 1.04 % (Bank Rakyat Indonesia, 2014) perbulan sehingga untuk setiap perlakuan layak untuk dijadikan suatu usaha. Rataan return on investment

tertinggi pada perlakuan P2 sebesar Rp. 19,67%. dan yang terendah pada perlakuan P0

sebesar Rp. -2,93%. Hal ini dikarenakan besarnya tingkat laba yang didapat dibanding dengan biaya produksi/modal sehingga tingkat pengembalian investasi modal semakin cepat hal ini sesuai dengan pernyataan Rahardi dkk., (1993) bahwa ROI digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi dari modal yang telah dikeluarkan. Makin kecil nilai ROI ini, makin tidak efisien penggunaan modal dari usaha tersebut. ROI pada semua perlakuan dalam keadaan aman jika dilihat dari sukubunga pinjaman sebesar 1.04 % (Bank Rakyat Indonesia, 2014) perbulan sehingga layak dijadikan suatu usaha. Soekartawi (1993) menyatakan bahwa

-20,00 0,00 20,00 P0 P1 P2 -2,93 12,07 19,67 Return On Investment

kelayakan usaha diketahui dengan membandingkan ROI dengan tingkat suku bungan pinjaman. Suatu usaha dikatakan layak apabila ROI lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman dan tidak layak apabila ROI lebih kecil dari tingkat suku bungan pinjaman.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat rekapitulasi hasil penelitianseperti pada Tabel 10.

Tabel 10. Rekapitulasi hasil penelitian

Perlakuan Total Biaya produksi (Rp) Total hasil produksi (Rp) Laba-Rugi (Rp) R/C Ratio (%) IOFC ROI (%) P0 1.260.068,93 1.223.100 -36.968,93 0,97 20.690,25 -2,93 P1 1.353.536,09 1.516.930 163.393,91 1,12 219.473,09 12,07 P2 1.445.802,88 1.730.150 284.347,12 1,20 337.706,30 19,67

Dari tabel rekapitulasi hasil penelitian diatas dapat dilihat perbedaan hasil dari tiap perlakuan. Pada perlakuan P0, P1dan P2 menunjukan total hasil produksi yang berbeda- beda. Total hasil produksi yang tertinggi adalah perlakuanP2. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan pemberian hijauan daun singkong dan konsentrat serta biaya produksi.

Untuk mengetahui efisiensi penggunaan pakan secara ekonomis, selain memperhitungkan produksi susu yang dihasilkan dan efisiensi pakan. Income over feed cost

(IOFC) adalah salah satu cara untuk mengetahui efisiensi biaya yang diperoleh dari hasil penjualan produksi dikurangi biaya pakan. Maka IOFC pada penelitian diperoleh biaya tertinggi pada P2 sebesar Rp. 337.706,30,- pada P1 sebesar Rp. 20.690,25,-.Biaya tertinggi terdapat pada P2 yaitu 1.445.802,88dan biaya terendah adalah P0 sebesar Rp. 1.260.068,93,- Hal ini disebabkan karena perbedaan biaya pakan pada perlakuan yang tidak sama sehingga nilai IOFC tiap perlakuan berbeda.

R/C ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. R/C ratio, R/C Ratio pada setiap perlakuan efisien karena lebih dari 1. Suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai R/C Ratio > 1. Semakin besar nilai R/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai R/C Rationya maka semakin tidak efisien usaha tersebut (Soekartawi, 2003). Maka penggunaan dengan mengetahui imbangan daun singkong dan konsentrat sangat bagus karena meningkatkan pendapatan dan menurunkan biaya.

Rataan return on investment (ROI) pada perlakuan P0 sebesar , perlakuan P0 sebesar -

2,93% dan P1sebesar 12,07%. Didapat bahwa rataan return on investment tertinggi pada

perlakuan P2 sebesar Rp. 19,67%. dan yang terendah pada perlakuan P0 sebesar Rp. -2,93%.

Untuk setiap perlakuan efisien karenaROI jika dilihat dari suku bunga pinjaman sebesar 1.04 %(Bank Rakyat Indonesia 2014) perbulan sehingga tidak layak sedangkan untuk P1 dan P2 layak dijadikan suatu usaha

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penggunaan imbangan hijauan daun singkong dan konsentrat (dedak padi, bungkil kelapa, ampas tahu) dengan perbandingan 60:40 dapat meningkatkan produksi susu dan menekan biaya peternak.

Saran

Peternak dapat memperbanyak pemberian konsentrat dari pada pemberian hijauan daun singkong.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, R., 1990. Analisis Peluang Pokok. UGM Press.Yogyakarta.

Aziz, 2009. Ternak dan upaya pengamanannya. Lokakarya Obat Hewan dan Munas 111 ASOHL, Jakarta.

Blakely .B and David., 1998. Ilmu Peternakan. Terjemahan Bambang Srigandono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Budiarsana I-G.M.,Ika.Sutama, T.Kostaman, M. Martawidjaja, 2001. Uji Multilokasi Poduksi Kambing Peranakan Etawah. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Ternak, 2001.

Cock, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young., 1992. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed. ML. Scott and ASS, Ithaca.

Coursey dan Halliday, K., 1974. The Potency And Utilization Of Cassava And Sweet Potato Leaves As Feed Resources For Small Ruminant. Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1.

Ditjennak., 2010. Panduan Pengembangan dan Pelestarian Plasma Nutfah Nasional, Bogor. Djoheryani (1996) dalam ardia., 2000. Biokonveksi Pemanfaatan Limbah Industri

Pertanian. Pusat antar Universitas Pangan dan Giji. IPB. Bogor. Hermanto, F., 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.

http://www.wikipedia/ Maret 2014].

Jumingan., 2006. Analisis Laporan Keuangan. PT Bumi aksara. Jakarta.

Kadariah., 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Kadarsan, H,.1995.keuangan pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Cetakan ke Dua.Pt Gramedia. Jakarta.

Kartadisastra, H.R., 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Kanisius, Yogyakarta.

Karo-Karo, S., Junias Sirait nd Henk Knipsheer. 1995. Farmers Shares,Marketing

Margin and Demand for Small Ruminant In North Sumatera, Working Pap er No.150 November.

Kasmir dan Jakfar., 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Kawas, J. R., J, Lopes,, dan D, Danelon,. (Tufarelli et al., 2008). 1991. Influence of foarege to Concentarte Rations On Intake, Digestibility, Chewing and Milk Production of Dairy Goats. Small Ruminant Research 4-11-18.

Knipsheer, Hartadi, H. S. Reksohadiprojo ., 1983. Alternatif teknologi produksi ubikayu mendukung agroindustri.Laporan akhir tahun 2006.

Korosi, K.A.,1982. Seuntai Pengetahuan Usaha Tani Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta. Murtidjo, B.A., 1995. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.

National Research Council (NRC)., 1981. Nutrien Requirements of Goats: Angora, Dairy, and Meat Goats in Temperate and Tropical Countries.

Nuraini, I., 2003. Pengantar Ekonomi Mikro. Cetakan Keempat Penerbit UMM Pres Malang. Prabowo, A., D. Samaih dan M. Rangkuti., 2011. Pemanfaatan ampas tahusebagai

makanan tambahan dalam usaha penggemukan domba potong. Proceeding Seminar 1983. Lembaga Kimia Nasional-LIPI,Bandung.

Prawirokusumo, S., 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta.

Pulungan, H., J.E. Van Eys, dan M. Rangkuti., 1984. Penggunaan ampastahu sebagai

makanan tambahan pada domba lepas sapih yang memperoleh rumput lapangan. Balai Perielitian Ternak, Sogor.1(7): 331-335.

Ramadhn, A. 2013. Suplementasi Ransum yang Mengandung Ikatan Ampas Tahu dan Ampas Bir dengan Zn dan Cu Terhadap produksi sapi perah. Departemen Nutrisi dan Ilmu Makanan Ternak, Pakan Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rasyaf, M., 1988. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. 2010. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rohani, H, dan R.Martha., 2011.Pengelolaan Usaha Peternakan. Universitas Hasanuddin . Makassar

Santoso, Y. Widodo, A. Munip, E.Ginting dan N. Prasyaswati., 2006. Alternatif teknolog produksi ubikayu mendukung agroindustri.Laporan akhir tahun 2006.

Sarwono, B., 2005. Beternak Kambing Unggul. Cetakan Ke – VIII. Penerbit PT Penebar Swadaya, Jakarta.

Scoot, G.H., 1982. Biology of lactation. W.H. Froeman and Co., San Fransisco.

Setiadi, B, dan Muryanto., 1989. Beternak kambing-domba sebagai ternak potong.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Penebar Swadaya, Jakarta. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001. http://sulsel.litbang.

deptan.go.id/ind/index.php?option=comcotent&v iew.

Siregar, B., 2007. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sodiq, A dan Z. Abidin.,2002.Penggemukan Kambing: Kiat Mengatasi Permasala -han Praktis. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Soekartawi, J., L. Dillon, J. B. Hardaker dan A. Soeharjo., 2003. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia- Press, Jakarta. Sudarmono, A.S> dan A.B.Sugeng.,2003.Beternak Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sudaryant

Sutama,I., dan Budiarsana, IGM., 2003. Panduan Lengkap Kambing dan Domba, Penebar Swadaya, Jakarta.

Suharno, B danNazaruddin., 1994. TernakKomersial. PenebarSwadaya, Jakarta. Supriyono, R.M., 2001. Beternak Kambing yang Berhasil. Penerbit Bhratama. Jakarta.

Susilorini, T.E., M.E.Sawitri dan Muharlien., 2006. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutardi, T., 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sumudhita, M.W. (1989). Air Susu dan Penanganannya. Program Studi Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar. Hal; 1- 45.

Tufarelli, V.,M.Dario., V.Laudadio.,2008. Forage to concentrate ratio in Jonica breed goats: influence on lactation curve and milk composition. Department of Animal Health and Welfare. Faculty of Veterinary Medicine. University of Bari, Valenzano 70010, Italy. Widayati, E dan Y. Widalestari., 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana,

Surabaya.

Winarno,F.G.,1993.Daging dan Susu Sebagai Sumber Gizi Prima. Jurnal Peternakan dan Lingkungan Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang

Dokumen terkait