• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Keberlanjutan dan Strategi Pengembangan Usaha tani CLS 1 Indeks dan Status Keberlanjutan Usaha tani Pola CLS

Sapi Potong

4.5. Tingkat Keberlanjutan dan Strategi Pengembangan Usaha tani CLS 1 Indeks dan Status Keberlanjutan Usaha tani Pola CLS

Hasil analisis Rap-CLS dengan menggunakan metode MDS menghasilkan nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Usaha tani Pola CLS (IkB-CLS) di Kabupaten Sragen adalah sebesar 53,21 pada skala sustainabilitas 0 – 100 (Gambar 21). Nilai IkB-CLS sebesar 53,21 yang diperoleh berdasarkan penilaian terhadap 26 atribut yang tercakup dalam tiga dimensi (ekologi, ekonomi, dan sosial) termasuk ke dalam kategori cukup

berkelanjutan, mengingat nilai IkB-CLS-nya berada pada selang nilai 50 – 75 (0< Nilai indeks •25 = buruk; 25< Nilai indeks• 50 = kurang; 50< Nilai indeks•75 = cukup; dan

75< Nilai indeks •100 = baik). Untuk mengetahui as pek pembangunan apa yang mas ih

lemah dan memerlukan perbaikan maka perlu dilakukan analisis Rap-CLS pada setiap dimensi. D O W N U P B AD G O O D -6 0 -4 0 -2 0 0 2 0 4 0 6 0 0 2 0 4 0 6 0 8 0 1 0 0 1 2 0

Sum bu X Ste la h Rota s i: Inde k s Ke be rla njuta n

S u m bu Y Se te la h R ot as In d e ks K e b e rla n ju ta n Usa h a ta n i C L S R e fe re n ce s A n ch o rs

Gambar 21. Analisis Rap-CLS yang Menunjukkan nilai Keberlanjutan Pengelolaan Usaha tani Pola CLS di Kabupaten Sragen 53,21.

Pada Gambar 21 memperlihatkan bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk setiap dimensi berbeda-beda. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan bukan berarti semua nilai indeks dari setiap dimensi harus memiliki nilai yang sama besar akan tetapi dalam berbagai kondisi daerah/negara tentu memiliki prioritas dimensi apa yang lebih dominan untuk menjadi perhatian, namun prinsipnya adalah bagaimana supaya setiap dimensi tersebut berada pada kategori “baik” atau paling tidak “cukup” status keberlanjutannya. Berdasarkan Gambar 22 nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi adalah sebesar 49,55 pada skala sustainabilitas 0–100. Jika dibandingkan dengan nilai IkB-CLS

yang bersifat multi dimensi maka nilai indeks dimensi ekologi berada di bawah nilai IkB- CLS dan termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan (kurang: 25< Nilai indeks •50)

D O W N U P B A D G O O D -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120 S u m b u X S e ta lh Ro ta si: In d e ks Ke b e rla n ju ta n S u m bu Y s e te la h R o ta

Indek s K eberlanjutan A s pek E k ologi R eferenc es A nc hors

Gambar 22. Analisis Rap-CLS yang Menunjukkan Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi sebesar 49,55.

Analisis leverage dilakukan bertujuan untuk melihat atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi. Berdasarkan

Gambar 23, ada lima atribut yang sensitif mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan

dimensi ekologi, yaitu: (1) sistem pemeliharaan ternak sapi potong, (2) kepadatan ternak, (3) tingkat pemanfaatan pupuk dan pestisida, (4) tingkat pemanfaatan jerami untuk pakan, dan (5) pemanfaatan limbah ternak.

Sistem pemeliharaan ternak terutama dapat dilihat dari teknik pengandangan ternak. Pengadangan ternak yang dilakukan oleh petani sangat beragam, sebagian besar ternak dipelihara dengan sistem pengandangan dan hanya sebagian kecil petani mengumbar ternak sapi di kebun/ladang dan di waktu sore hari dikandangkan. Sistem

pengandangan yang ada adalah sistem kandang ternak perorangan yang ditempatkan di sekitar atau bahkan menyatu dengan rumahnya, tetapi ada juga sistem kandang berkelompok. Guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan ternak pada usaha tani pola CLS diperlukan sistem pengandangan kelompok. Sistem perkandangan yang diterapkan dalam pola CLS menyesuaikan sistem perkandangan yang telah diterapkan oleh anggota kelompok. Pengandangan ternak yang dibangun oleh kelompoktani yang lebih maju adalah pengandangan ternak dalam satu kandang yang luas (kandang komunal) agar kotoran ternak terkonsentrasi dan mudah dikumpulkan dalam satu tempat, bermanfaat dalam menjaga kesehatan ternak dan kebersihan lingkungan serta meningkatkan komunikasi dan hubungan sosial antar peternak. Pengandangan ternak secara komunal juga merupakan solusi kendala keterbatasan lahan yang dimiliki petani. Populasi ternak di Kabupaten Sragen termasuk dalam katerogi sangat padat. Tingkat kepadatan populasi ternak juga menunjukkan besarnya minat petani beternak sapi potong. Banyaknya populasi ternak di Kabupaten Sragen memerlukan pengelolaan ternak sapi potong secara intensif.

Kegiatan pertanian tanaman padi yang menggunakan bahan kimia (pupuk dan pestisida) tidak tepat dapat berdampak pada pencemaran air dan tanah. Jenis pestisida kimia pada umumnya berupa golongan (1) organokhlorin, antara lain endrin, aldrin, dieldrin, DDT), (2) organophospat, antara lain diazinon, feninthrothion, parathion, malathion dan (3) karbamat contohnya sevin. Jenis organokhlorin sudah jarang digunakan karena tingkat bahayanya tinggi, residunya persisten sekali di dalam tanah, hewan, dan jaringan tumbuhan, dan cenderung terakumulasi kedalam tubuh makhluk hidup dalam jangka waktu lama. Jenis organophospat dan karbamat bersifat mudah larut dalam air dan mudah terurai dalam lingkungan, akan tetapi jenis organophospat daya racunnya sangat tinggi dan walaupun dengan kadar yang rendahpun dapat berakibat gangguan pada organisme di dalam perairan.

Pada dasarya pupuk kimia terdiri unsur nitrogen, phospor, dan potasium. Sebagian pupuk yang tidak terserap tanaman akan larut ke dalam air tanah, sungai, danau dan air laut. Senyawa nitrogen dan phospor menyebabkan eutrofikasi yaitu proses pertumbuhan tanaman/gulma air berkembang pesat. Senyawa nitrogen dari limbah pemupukan yang berada di dalam tanah dapat meningkatkan kadar nitrat dan nitrat di dalam tanah da air tanah. Sedangkan pupuk organik tidak mengandung bahan kimia beracun. Pencemaran air dan tanah berdampak bahaya baik bagi tanaman, hewan dan bagi manusia.

Limbah pertanian yang tidak diolah dapat menurunkan kualitas lingkungan air, tanah dan udara serta berdampak bagi kesehatan manusia. Limbah pestisida dapat mengganggu kesehatan manusia yaitu syaraf otak dan menurunkan sel darah merah. Gejala keracunan pestisida antara lain pusing, sakit kepala, lemah, kejang dan lainnya. Tumpukan bahan organik berupa limbah dapat merusak estetika juga menimbulkan bau tidak sedap dan menjadi tempat berkembangnya vektor penyakit perut. Limbah yang larut dalam air menyebabkan air berwama, menjadi keruh dan dapat menurunkan pH air. Air yang mengandung nitrit dapat menyebabkan penyakit metaemoglobin, sedangkan air yang mengandung limbah organik secara tidak langsung dapat menyebabkan kenaikan BOD dan COD. Tingkat kekeruhan air yang aman adalah antara 5-25 silika, tingkat pH air yang aman untuk diminum adalah antara 6,5 sampai 9,2 sedangkan tingkat kadar nitrat dalam air tidak boleh melampaui 20 ppm (Tugaswati et al, 1985).

Usaha tani pola CLS juga turut mengurangi pencemaran air dan tanah, karena berkurangnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida untuk input usaha tani. Usaha tani pola CLS mampu meningkatkan kesuburan tanah dengan cara memperkaya unsur luar dalam tanah dan menambah ketebalan humus sehingga produktivitas lahan untuk usaha tani padi dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun. Sebaliknya bila dilakukan usaha tani non CLS dimana penggunaan pupuk kimia dan pestisida tinggi maka mengakibatkan produktivitas lahan semakin menurun.

Seperti halnya usaha pertanian lainnya, penggemukan sapi potong juga berdampak terhadap lingkungan baik berupa pencemaran udara maupun pencemaran air dan tanah. Sapi potong merupakan hewan herbivora yang memanfaatkan produser/hasil fotosintesa untuk proses biologinya kemudian menghasilkan biomasa antara lain daging, kulit, tulang, isi rumen, tanduk, kotoran dan air kencing ternak. Manfaat kotoran ternak sapi disamping dapat digunakan sebagai pupuk kandang, juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti kayu bakar dan sekam, gas bio, pakan ternak unggas (Wiryosuhanto, 1985).

Secara umum manfaat pupuk kandang adalah memperbaiki keadaan fisik, kimia dan biologi tanah, berupa memudahkan penyerapan air hujan, memperbaiki daya mengikat air, mengurangi erosi, memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi kecambah biji dan akar, serta sebagai pemasok unsur hara tanaman. Dibandingkan dengan pupuk organik yang lain, pupuk kandang lebih banyak mengandung unsur N jantan berat sekitar 450 kg menghasilkan 10 ton kotoran kering sekitar 1-2 ton kotoran pertahun yang didalamnya mengandung pupuk dan air kencing sedangkan urine sapi mengandung nitrogen (Ditjen

Peternakan, 1996). Menurut Diwyanto et al (2001) produksi limbah ternak sapi yang dapat digunakan pupuk kandang per tahun sekitar 3 ton/ekor apabila diolah menjadi kompos cukup untuk memenuhi kebutuhan kompos satu musim sekitar 1,2 sampai 2 ton kompos/ha.

Pemanfaatan pupuk dan pestisida kimia di lokasi penelitian masih relatif tinggi dan melebihi standar yang direkomendasikan. Guna meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha tani padi, penggunaan pupuk dan pestisida kimia harus dikurangi. Penggunaan pestisida kimia dapat digantikan dengan bio-pestisida yang bermanfaat ganda bagi peningkatan produksi sekaligus memperbaiki kualitas lingkungan. Penggunaan pupuk kandang di lokasi penelitian rata-rata 1.570 kg/ha masih dapat ditingkatkan menjadi sekitar 4000 kg/ha sampai dengan 6000 kg/ha. Berdasarkan pendugaan model fungsi produksi usaha tani pola CLS diketahui dampak penggunaan pupuk kandang terhadap produksi padi sebesar +0,125, sehingga penggunaan pupuk kandang per satuan luas masih dapat ditingkatkan dengan memperhatikan standar teknis kebutuhan hara.

Jenis limbah usaha tani padi berupa sekam, dedak, bekatul, merang dan jerami masing-masing mempunyai manfaat tersendiri. Komposisi biomasa tanaman padi disebutkan bahwa dari 100 kg tanaman padi kering hanya diperoleh 28,9 kg beras, sisanya berupa limbah jerami 55,6 kg, sekam 8,9 kg, dan bekatul 3,6 kg (Abbas et al, 1985). Sedangkan berdasarkan (data Vademekum 1980 dalam Kantor Meneg. Peningkatan Produksi Pangan, 1985) bahwa besarnya produksi sekam adalah sebesar 4 % dari produksi gabah, dedak kasar 4 %, dedak halus 2,5 %, bekatul 1,5 % dari produksi gabah dan tergantung dari peralatan penggilingan padi, besarnya jerami dan merang sekitar 150 % dari produksi gabah. Sekam dapat dimanfaatkan sebagai bahan energi alternatif, bahan baku industri kimia, industri bangunan dan industri karet, dan tahan isolasi. Dedak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk atau bahan bakar namun kandungan N,P dan K relatif rendah, bahan farmasi penyedia konsentrat vitamin B, dan sebagai makanan ternak. Merang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kertas, bahan baku shampoo/mencuci rambut dan pakan ternak, sedangkan jerami banyak mengandung silika dapat dimanfaatkan strawboard/bahan bangunan (Abbas et al, 1985). Saat ini jerami dengan ditambahkan bahan organik (jerami fermentasi) dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Potensi jerami sebagai pakan ternak sapi potong di Kabupaten Sragen cukup tinggi, namun belum dimanfaatkan secara optimal, hanya petani dengan usaha tani pola

CLS yang memanfaatkan limbah jerami sebagai pakan ternak, sedangkan petani pola konvensional tidak memanfaatkan jerami, limbah jerami dibakar atau hanya ditumpuk di pinggiran sawah. Menurut Diwyanto et al (2001) produksi jerami dari usaha tani padi per musim sekitar 6 ton/ha mampu mencukupi kebutuhan pakan ternak 4 – 5 ekor sapi dewasa sepanjang tahun.

Gambar 23. Peran masing-masing Atribut Dimensi Ekologi yang Dinyatakan dalam Bentuk Perubahan Nilai RMS.

Pada Gambar 24 menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 56,23. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sedikit lebih besar daripada nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi, namun tetap masih termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan. Hal ini mengandung pengertian bahwa pengelolaan usaha tani pola CLS Kabupaten Sragen lebih berkelanjutan (memberikan manfaat) dari dimensi ekonomi daripada dimensi ekologi. Agar nilai indeks dimensi ini di masa yang akan datang semakin meningkat perlu dilakukan perbaikan terhadap atribut yang sensitif terhadap nilai indeks dimensi tersebut. 0.55 2.01 4.28 2.19 2.88 6.13 4.36 1.06 0.31 0 1 2 3 4 5 6 7 Kesesuaian lahan Tingkat pemanfaatan lahan

Tingkat penggunaan pupuk/pestisida Pemanfaatan limbah ternak

sapi

Pemanfaatan jerami untuk pakan ternak sapi Sistem pemeliharaan ternak

sapi

Kepadatan ternak Ketersediaan RPH Pemotongan sapi betina

produktif

Variabel

Berdasarkan hasil analisis leverage sebagaimana pada Gambar 25 ada tiga atribut yang sensitif mempengaruhi besarnya nilai indeks keberlanjutan pada dimensi ekonomi, yaitu: (1) ketersediaan lembaga keuangan dan kemudahan untuk mengaksesnya, (2) tingkat kelayakan usaha tani pola CLS, serta (3) jenis subsidi dari pemerintah yang dibutuhkan petani pola CLS.

Permodalan merupakan unsur yang sangat penting dalam kegiatan usaha tani. Sumber-sumber permodalan petani/kelompoktani dapat diperoleh dari swadaya anggota, bantuan pemerintah, kerjasama/pinjaman dari swasta, maupun kredit dari perbankan. Keberadaan lembaga keuangan sangat penting guna mendukung permodalan petani, kendala umum yang dihadapi adalah sulitnya mengakses ke lembaga keuangan (perbankan) karena dibutuhkan agunan, persyaratan administrasi yang rumit dan lainnya, padahal petani pada umumnya tidak memiliki aset sebagai agunan kecuali lahannya dan menginginkan prosedur memperoleh kredit secara sederhana. Apabila kelayakan finansial usaha tani merupakan persyaratan untuk memperoleh kredit dari bank, maka petani belum terbiasa menyusun proposal kelayakan usaha tani maupun membukukan keuangan usaha tani, sehingga pihak perbankan kesulitan menilai kelayakan usaha dan pemantauan perkembangan usahanya. Secara umum tingkat kelayakan di sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor industri dan resiko faktor alamnya lebih tinggi.

Untuk dapat menerapkan usaha tani pola CLS secara sempurna setidaknya harus tersedia sekitar 2-4 ekor per hektar sawah. Namun petani tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli bakalan sapi, sehingga dibutuhkan modal dari pinjaman. Lembaga keuangan yang biasa diakses petani di Kabupaten Sragen adalah BRI dan BPD, kerjasama/kemitraan dengan swasta dan perusahaan daerah. Sedangkan KUD dan koperasi simpan pinjam belum berkembang. Dalam rangka pengembangan usaha tani pola CLS mesti disediakan lembaga keuangan dan kemudahan untuk mengakses permodalan atau setidaknya pemerintah menjembatani antara pihak pemberi modal dan petani/kelompoktani, sehingga petani dapat dengan mudah mengakses modal. Guna mengurangi ketergantungan petani kepada pemerintah, maka pola-pola pemberian bantuan cuma-cuma dari pemerintah agar dikurangi digantikan dengan kredit program.

D O W N U P B A D G O O D -6 0 -4 0 -2 0 0 2 0 4 0 6 0 0 2 0 4 0 6 0 8 0 1 00 1 20

S u m b u X se te la h Rota si: In de ks Ke b e rla nju ta n

S u m b u Y set e la h R ot a

Ind e ks keb e r la n ju ta n A s p e k Eko n o mi Re f e r e n c e s A n c h o r s

Gambar 24. Analisis Rap-CLS yang Menunjukkan Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi sebesar 56,23.

Gambar 25. Peran masing-masing Atribut Dimensi Ekonomi yang Dinyatakan dalam Bentuk Perubahan Nilai RMS.

Pada Gambar 26 menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial sebesar 67,44. Nilai indeks tersebut berada di atas indeks keberlanjutan dimensi ekologi maupun ekonomi namun masih termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan. Untuk meningkatkan status nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial, perlu dilakukan perbaikan terhadap beberapa atribut yang sensitif mempengaruhi nilai indeks tersebut.

1.36 0.67 0.34 0.67 2.66 0.47 0.11 1.17 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 Kelayakan finansial/ ekonomi Kontribusi terhadap PDRB Rata-rata penghasilan petani CLS-non CLS Rata-rata penghasilan petani CLS-UMR Lembaga keuangan Transfer keuntungan Besarnya pasar Besarnya subsidi variabel

DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120