BAB 1 PENDAHULUAN
2.2. Indeks Harmonisa
Dalam pengukuran harmonisa ada beberapa petunjuk penting yang harus dimengerti yaitu Total Harmonic Distortion (THD) dan Total Demand Distorsion
(TDD).
2.2.1. Total Harmonic Distortion (THD)
Total harmonic distorsion (THD) adalah indeks yang menunjukkan total harmonisa
dari gelombang tegangan atau arus yang mengandung komponen individual harmonisa yang dinyatakan dalam persen terhadap komponen individual [1,2,12]. THDV untuk gelombang adalah: Dimana: V1 = Tegangan fundamental. Vh = Tegangan harmonisa ke – h. h = 2,3,45……. THD untuk gelombang arus adalah
Dimana:
I1 = Arus fundamental
Ih = Arus harmonisa ke ‐ h
h = 2,3,4,5……
2.2.2. Total Demand Distorsion (TDD)
Distorsi harmonisa (harmonic distorsion) paling berarti apabila dimonitor pada Point of Common Coupling ( PCC) dimana beban dihubungkan jauh dari pembangkit. Distorsi harmonisa pada PCC ini cenderung menunjukkan distorsi yang lebih besar jika pengukuran arus beban (demand load current) besar dan sebaliknya [2]. Oleh karena itu total kandungan harmonisa diukur berdasarkan arus beban IL yang disebut dengan TDD ( Total Demand Distorsion). Persamaan dari Total Demand
Distorsion adalah:
Hasil perhitungan sebaiknya tidak melebihi atau sama dengan nilai yang ditetapkan oleh standart yang berlaku. Bila hasilnya lebih maka tingkat harmonisa sistem membahayakan komponen‐komponen sistem sebaiknya dicari cara menguranginya.
Ada dua kriteria yang digunakan dalam analisa distorsi harmonisa yaitu limitasi untuk distorsi tegangan harmonisa, standart yang dipakai untuk limitasi tegangan harmonisa adalah IEEE 519‐1992 dan limitasi untuk distorsi arus harmonisa dimana standar harmonisa arus yang dipakai ditentukan oleh rasio I SC /
IL(arus hubung singkat dibagi dengan arus beban) seperti yang diperlihatkan dalamTabel 2.3.
Tabel 2.3 Standart Harmonisa Arus [13,14] Orde Harmonisa (dalam % )
<11 11- 16 17 -22 23-24 >35 Total Harmonic Distorsion < 20 4 2 1.5 0.6 0.3 5 20-50 7 3.5 2.5 1 0.5 8 50-100 10 4.5 4 1.5 0.7 12 12 5.5 5 2 1 100-1000 1.5 >1000 15 7 6 2.5 1.4 20
Sedangkan untuk harmonisa tegangan ditentukan oleh tegangan sistem seperti dalam Tabel 2.4.
Tabel 2. 4 Standart harmonisa tegangan [13,14] Tegangan sistem Maximun Distortion
Individual Harmonic 3 1.5 1
Total Harmonic 5 2.5 1.5
2.3. Pengaruh harmonisa
Setiap komponen sistem distribusi dapat dipengaruhi oleh harmonisa walaupun dengan akibat yang dampak berbeda. Namun hal tersebut akan mengalami penurunan kinerja bahkan akan mengalami kerusakan. Salah satu dampak yang umum dari gangguan harmonisa adalah panas lebih pada kawat netral dan transformator sebagai akibat timbulnya harmonik ketiga yang dibangkitkan oleh peralatan listrik satu fasa. Pada keadaan normal, arus beban setiap fasa dari beban linier yang seimbang pada frekuensi dasarnya akan saling menghapuskan sehingga arus netralnya menjadi nol. Sebaliknya beban non linear satu fasa akan menimbulkan harmonisa kelipatan tiga ganjil yang disebut tripple
harmonic ( harmonisa ke‐3, ke‐9, ke‐ 15 dan seterusnya) yang sering disebut zero
sequence harmonic. Seperti yang terlihat dalam Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Urutan dari komponen harmonisa [13]
Harmonisa 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi (Hz) 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Harmonisa pertama urutan polaritas adalah positif, harmonisa kedua urutan polaritasnya adalah negatif dan harmonisa ketiga polaritasnya adalah nol, harmonisa keempat adalah positif dan ini akan berulang berurut sampai seterusnya. Pengaruh yang ditimbulkan oleh arus urutan nol dari komponen harmonisa yaitu tingginya arus netral pada sistem 3 fasa 4 kawat karena arus urutan nol kawat netral 3 kali arus urutan nol masing‐masing fasa. Hal ini bisa dilihat dari Tabel 2.6.
Tabel.2.6. Pengaruh dari polaritas komponen harmonisa. Komponen harmonisa Dampak dari harmonisa
en har
Positif - Panas
Negatif - Panas
- Menghambat atau memperlambat putaran motor
Nol - Panas
-Menimbulkan atau menambah arus pada kawat netral
2.3.1. Efek harmonisa pada transformator
Transformator adalah suatu peralatan yang dirancang untuk menyalurkan daya yang dibutuhkan ke beban dengan rugi–rugi minimum dan frekuensi fundamentalnya. Arus dan tegangan harmonisa yang terus menerus akan menyebabkan panas lebih pada
transfomator. Ada beberapa pengaruh yang menimbulkan panas lebih pada transformator ketika arus beban mengandung komponen harmonisa yaitu:
a. Harmonisa arus menyebabkan meningkatnya rugi-rugi tembaga yang dinyatakan dengan persamaan berikut:
Rugi tembaga
b. Harmonisa tegangan menyebabkan meningkatnya rugi-rugi besi seperti Eddy Current dan rugi–rugi hysteresis. Eddy current (arus pusar) terjadi bila inti dari sebuah material jenis ferromagnetic (besi) secara elektrik bersifat konduktif. Konsentrasi Eddy Current lebih tinggi pada ujung–ujung belitan transformator karena efek kerapatan medan magnet bocor pada kumparan menyebabkan fenomena terjadinya arus pusar (arus yang bergerak melingkar). Bertambahnya rugi–rugi Eddy Current karena harmonisa berpengaruh pada temperatur kerja transformator yang terlihat pada besar rugi-rugi daya nyata (Watt) akibat Eddy Current ini.
2.4. Filter Pasif
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengatasi harmonisa dalam memperbaiki faktor daya adalah filter pasif. Filter pasif terdiri dari komponen seperti
Kapasitor (C), Induktor (L) dan Resistor (R) [2,5,15]. Pada umumnya tipe dari rangkaian filter pasif adalah single tuned filter, filter orde dua, filter orde tiga dan filter tipe C, seperti Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Tipe dari rangkaian filter pasif 2.5. Resonansi
Keadaan dimana reaktansi induktif dari sistem dan reaktansi kapasitif dari kapasitor untuk perbaikan faktor daya sama besar pada satu frekuensi harmonisa tertentu disebut resonansi. Rangkaian sistem distribusi pada umumnya adalah elemen induktif, maka adanya kapasitor yang digunakan untuk perbaikan faktor daya dapat menyebabkan siklus transfer energi antara elemen induktif dan kapasitif pada frekuensi resonansi, dimana pada frekuensi resonansi ini besarnya reaktansi induktif
dan reaktansi kapasitif sama besar. Kombinasi elemen induktif (L) dan kapasitif (C) dilihat dari suatu rel dimana arus harmonisa diinjeksikan oleh beban non linear, interaksi antara arus harmonisa dengan impedansi sistem yang terdiri dari L dan C
dapat menghasilkan resonansi seri (L dan C seri) dimana resonansi seri akan menghasilkan arus harmonisa yang besar melalui elemen tertentu dari rangkaian. Selain menghasilkan resonansi seri bisa juga menghasilkan resonansi paralel. Resonansi paralel ini menghasilkan tegangan yang besar pada elemen tertentu dari rangkaian.
Arus harmonisa mengalir menuju sumber tegangan, hal ini terjadi pada sumber distribusi dimana arus harmonisa yang dibangkitkan sumber harmonisa akan mengalir menuju ke sumber daya sistem distribusi, karena impedansi dari sistem adalah sangat kecil jika dilihat dari rel dimana arus harmonisa diinjeksikan sehingga menyebabkan arus harmonisa mengalir menuju sumber tegangan seperti terlihat dalam Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Arus harmonisa mengalir menuju sumber tegangan
Untuk memperbaiki faktor daya dapat mengubah pola aliran arus harmonisa bisa digunakan kapasitor [2], sebab arus harmonisa akan mengalir menuju impedansi terkecil dan karena pada frekuensi harmonisa reaktansi kapasitor adalah kecil dan
dapat lebih kecil dari impedansi sistem, sehingga sebagian aliran arus harmonisa
akan menuju kapasitor seperti Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Arus harmonisa sebagian mengalir menuju kapasitor
Arus harmonisa yang sebagian mengalir menuju kapasitor seperti Gambar 2.6, akan menyebabkan terjadinya panas berlebihan pada kapasitor dan bisa merusak unit kapasitornya.
2.5.1. Resonansi seri
Rangkaian resonansi seri terdiri dari elemen elemen R, L dan C yang terhubung secara seri seperti Gambar 2.7 [16].
Gambar 2.7. Rangkaian resonansi seri
Dari Gambar 2.7 dapat ditentukan impedansi seri seperti Persamaan (2.10).
……….………..(2.10)
Arus dalam rangkaian:
) (XL XC j R V Z V I − + = = ………..(2.11)
Jika reaktansi maka rangkaian dikatakan mengalami resonansi, sehingga Persamaan (2.11) menjadi:
R V
I = ………..………...(2.12)
Pada saat resonansi :
C L X X = C L r r
ω
ω
= 1LC r 1 2 = ω LC r 1 = ω ………..………….(2.13)
Frekuensi resonansi adalah:
LC fr π 2 1 = ………..………….(2.14)
Persamaan (2.12) menjelaskan bahwa impedansi total rangkaian hanya terdiri dari R saja yang relatif kecil, sehingga arus yang mengalir menjadi besar pada kondisi resonansi seri ini. Dimana jika digambarkan impedansi rangkaian terhadap frekuensi akan diperoleh bentuknya seperti Gambar 2.8.
Sistem distribusi tenaga listrik yang berpotensi terjadi resonansi seri, dimana kapasitor bank dipasang terhubung seri dengan transformator dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Sistem distribusi tenaga listrik yang berpotensi resonansi seri.
2.5.2. Resonansi paralel
Rangkaian resonansi paralel terdiri dari elemen induktor dan kapasitor yang terhubung paralel, seperti yang terlihat pada Gambar 2.10 [4,15].
Dari Gambar 2.10 rangkaian resonansi paralel besarnya impedansi total rangkaian adalah: ) ( ) )( ( C L L C X X j R jX R jX Z − + + − = ………..(2.15)
Dalam keadaan resonansi:
Maka: R jX R jX Z (− C)( + L) = ……….………….(2.16) Tegangan adalah: ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − + = = R jX R jX I IZ V ( C)( L) ……….…(2.17)
Pada Persamaan (2.17) jika impedansi Z >> atau , maka tegangan V akan menjadi sangat besar. Untuk menentukan frekuensi resonansi paralel sama dengan menentukan harga dari frekuensi resonansi seri, yaitu:
LC fr π 2 1 = .………..…(2.18)
Frekuensi response atau impedansi total rangkaian terhadap frekuensi. Impedansi terbesar dari gambar tersebut terdapat pada frekuensi resonansi artinya
terjadi peningkatan tegangan pada frekuensi resonansi paralel
Gambar 2. 11. Impedansi vs frekuensi untuk resonansi paralel
Sistem distribusi tenaga listrik industri yang berpotensi terjadi resonansi paralel ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Dimana Xs = impedansi reaktansi sumber
Gambar 2.12. Sistem distribusi tenaga listrik tenaga listrik yang berpotensi resonansi paralel.
2.6. Single Tuned Filter
Single tuned filter merupakan salah satu filter pasif yang terdiri dari komponen-komponen pasif yaitu R, L dan C yang terhubung secara seri. Gambar 2.13 merupakan skema dari single tuned filter, dimana filter ini paling banyak digunakan dalam sistem tenaga listrik industri dalam hal mengatasi harmonisa, hal ini dikarenakan single tuned filter lebih efisien [1].
Gambar 2.13. Single Tuned Filter
Single tuned filter mempunyai impedansi yang kecil pada frekuensi resonansi, sehingga arus yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi resonansi akan dibelokkan melalui filter. Dari Gambar 2.13 besarnya impedansi single tuned filter
pada frekuensi fundamental dapat dilihat pada Persamaan 2.19 dibawah ini:
Sedangkan besarnya impedansi single tuned filter pada frekuensi resonansi dari Persamaan (2.19) menjadi:
Jika frekuensi sudut saat resonansi adalah:
..………(2.21)
Persamaan dari impedansi filter sebagai berikut:
Nilai reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif saat resonansi sama besar maka impendansi filter akan diperoleh:
………...…(2.23)
Dari Persamaan (2.22) terlihat bahwa pada frekuensi resonansi, filter akan mempunyai impedansi yang sangat kecil, lebih kecil dari impedansi beban yaitu sama dengan tahanan induktor R, sehingga arus harmonisa yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi resonansi yang akan dialirkan atau dibelokkan melalui filter dan tidak mengalir ke sistem. Pada dasarnya sebuah single tuned filter dipasang untuk
setiap harmonisa yang akan dihilangkan. Filter ini dihubungkan pada busbar dimana pengurangan tegangan harmonisa ditentukan.
Besarnya tahanan induktor R dari bisa ditentukan oleh Quality factor (Q). Quality factor (Q) adalah kualitas listrik dari suatu induktor. Dimana secara matematis Q adalah perbandingan nilai reaktansi induktif atau reaktansi kapasitif pada frekuensi resonansi dengan tahanan R. Jika nilai Q yang dipilih besar maka nilai R kecil dan kualitas filter semakin bagus karena energi yang dipakai oleh filter semakin kecil yang artinya rugi-rugi panas filter kecil dan nilai Quality factor
berkisar antara 30 < Q < 100 [1].
Pada frekuensi tuning:
Quality Factor:
Tahanan induktor akan diperoleh berdasarkan Persamaan (2.25), yaitu:
2.6.1. Faktor detuning
Faktor detuning atau relative frequency deviation (δ) menyatakan perubahan frekuensi dari frekuensi nominal penyetelannya. Faktor detuning berkisar antara 3 –
10% dari resonansi harmonisa [4,16]. Faktor detuning dapat dinyatakan sebagai berikut:
Bila temperatur menyebabkan perubahan induktansi dari inductor dan perubahan kapasintasi dari kapasitor maka faktor detuning menjadi [1,5]:
Dari Persamaan (2.27) maka diperoleh frekuensi tuning:
Atau order tuning adalah:
Dimana:
= 2 = frekuensi sudut saat resonansi.
= orde harmonisa saat resonansi.
order tuning.
Setiap filter mempunyai kelebihan dan kelemahan dalam meminimalisasi harmonisa. Kelebihan dari single tuned filter adalah:
a. Tahanan R pada filter harmonisa single tuned filter adalah nilai adalah nilai tahanan dari kumparan reaktor.
b. Tahanan R dapat juga digunakan untuk setiap faktor kualitas dari filter dan menyediakan suatu cara untuk mengendalikan jumlah arus harmonisa yang diinginkan yang melaluinya.
c. Besar nilai Q menunjukkan nilai frekuensi resonansi filter dan oleh karena itu filter dilakukan pada nilai paling besar dari frekuensi harmonisa.
d. Single tuned filter secara normal mampu meminimalisasi frekuensi harmonisa yang besar yaitu harmonisa ke 11 dan 13.
Sedangkan kelemahan dari single tuned filter adalah:
a. Single tuned filter digunakan untuk mengurangi harmonisa 1 buah orde harmonisa saja diantara order harmonisa yang ada.
Perancangan single tuned filter untuk menentukan besarnya komponen- komponen dari single tuned filter tersebut, dimana single tuned filter terdiri dari hubungan seri komponen-komponen pasif induktor, kapasitor dan tahanan [1,4,16].
Adapun langkah-langkah dalam merancang single tuned filter untuk orde harmonisa ke h:
a. Menentukan ukuran kapasitor berdasarkan kebutuhan daya reaktif untuk perbaikan faktor daya. Dimana daya reaktif kapasitor dapat ditentukan dengan Persamaan ( 2.32).
b. Menentukan reaktansi kapasitor.
c. Menentukan kapasitansi kapasitor.
C X f C 2 1 0 π = ………..………(2.34)
d. Menentukan reaktansi induktif.
2 n C L h X X = ……….(2.35) e. Menentukan induktansi.
0 2 f X L L
π
= ………..……….(2.36)f. Menentukan tahanan ( R ) dari induktor.
Q X
R= n ………(2.37)