• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk mengetahui Kekayaan Jenis dilakukan dengan menggunakan Indeks Kekayaan Jenis margalef (R’) dengan rumus:

Di mana:

R’ = Indeks Kekayaan Jenis margalef n = Jumlah total individu yang teramati ln = Logaritma natural

S = Jumlah jenis teramati

Keanekaragaman Jenis dihitung dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon dengan rumus:

Di mana:

H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon ni = Jumlah individu ke-i

) ln( 1 ' n s R  



s I i

n

ni

n

ni

H'

ln

S = Jumlah jenis

n = Total jumlah individu ln = Logaritma natural

Kriteria nilai indeks keanekaragaman jenis berdasarkan Shanon-Wiener sebagai berikut:

H’<1 kategorikan sangat rendah,

H’>1–3 kategori sedang (medium), dan jika H’>3 kategori tinggi.

Konsep evenness menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan individu antar setiap jenis. Ukuran kemerataan merupakan indikator gejala dominansi antar jenis dalam komunitas. Jika tiap jenis memiliki jumlah individu yang sama, maka komunitas tersebut mempunyai nilai kemerataan jenis maksimum. Namun jika dalam komunitas terdapat jenis dominan atau sub dominan, maka nilai evennes memiliki nilai minimal. Evenness dihitung menggunakan Modified Hill’s Ratio dengan rumus:

Di mana:

E5 = Indeks kemerataan dari Hill’s Ratio (kisaran 0 – 1)

ë = Indeks diversitas Simpson H’ = Indeks diversitas Shannon

Jenis Kelompok HHbk

Jenis yang merupakan kelompok Hasil Hutan bukan Kayu (HHbK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Pengelompokan jenis kedalam kelompok

1

1

/

1

' 5

H

e

E

HHbK dilakukan berdasarkan dari data pada Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan No.P35/Menhut-II/2007 pada tanggal 28 Agustus 2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu.

Kandungan Karbon Tersimpan

Untuk pendugaan karbon tersimpan pada tegakan pohon, data yang telah diperoleh dari kegiatan pengukuran di lapangan terlebih dahulu diolah untuk mendapatkan biomasa dengan menggunakan persamaan alometrik menurut Ketterings (2001) dan Hairiah et al (1999) yaitu:

1. Biomasa Tegakan Bercabang

Biomasa (BK) = 0.11 ñ D2.62 Keterangan:

ñ : Berat Jenis Pohon (g cm-3)

D : Diameter Batang (cm) (Ketterings, 2001)

2. Biomasa Tegakan tidak Bercabang

Biomasa (BK) = ð ñ H D2 40-1 Keterangan:

ñ : Berat Jenis Pohon (g cm-3) H : Tinggi Pohon (cm)

D : Diameter Batang (cm) (Hairiah et al, 1999).

3. Biomasa Tegakan per Hektar

000

.

10

Lp

Bt

Bph

Keterangan:

Bph = Biomasa Tegakan per hektar Bt = Biomasa Total

Lp = Luas Penelitian

Untuk pendugaan karbon tersimpan pada tegakan pohon dihitung dengan memperkirakan bahwa konsentrasi karbon dalam bahan organik biasanya sekitar 46%, oleh karena itu pendugaan karbon tersimpan per hektar dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Interpretasi Citra Landsat

Dengan membuat polygon shapefile pada ArcView 3.3 maka diketahui luasan penutupan lahan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat seperti disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Penutupan Lahan di Hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat

Berdasarkan Peta Tutupan Lahan dalam Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat di atas dapat diketahui luas tutupan lahan dalam kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Pakpak Bharat seperti disajikan Tabel 5.

Tabel 5. Penutupan Lahan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat

No Uraian Kelompok Luas (ha) Persentase (%)

1 Hutan Lahan Kering Sekunder hutan 32.048,0 73 2 Kebun Campur non hutan 1.226,4 3 3 Pertanian Lahan Kering non hutan 7.702,2 18

4 Sawah non hutan 1.058,1 2

5 Semak Belukar non hutan 1.872,1 4

Jumlah 43.906,8

Tabel 5 menunjukkan bahwa sesuai dengan peta citra landsat tahun 2005 dari 43.966,8 luas total kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Pakpak Bharat yang ditetapkan dengan SK Menhut RI No. 44/Menhut-II/2005, terbagi pada beberapa penggunaan lahan. Kawasan yang masih merupakan hutan sekitar 32.048 ha atau sekitar 73% dari total luas hutan lindung di Kabupaten Pakpak Bharat dan selebihnya telah digunakan untuk penggunaan lain.

2. Jumlah Jenis Tegakan

Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada 4 (empat) blok penelitian dengan luas 2.88 ha, tercatat sebanyak 1075 tegakan (tingkat pertumbuhan tiang dan pohon). Tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat terbagi atas 128 jenis, tergolong dalam 57 marga dan 37 suku.

Daftar jumlah jenis tegakan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat selengkapnya terdapat pada Lampiran 1. Jumlah jenis, marga dan suku tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Daftar Jumlah Jenis Tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat

Uraian Tiang Pohon

Jumlah Individu 609 466

Jumlah Jenis 98 96

Jumlah Marga 54 46

Jumlah Suku 36 31

Dari Tabel 6 diketahui bahwa pada penelitian yang dilakukan tercatat 609 tiang yang terbagi kepada 98 jenis yang tercakup dalam 54 marga dan 36 suku. Pada tingkat pertumbuhan pohon tercatat sebanyak 466 pohon yang terbagi kepada 98 jenis, 46 marga dan 31 suku.

Jumlah jenis yang ditemukan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat tergolong rendah bila dibandingkan dengan jumlah jenis di hutan alam Rimbo Panti di Kabupaten Pasaman. Tinggi dan rendahnya jumlah spesies pada suatu hutan selain dipengaruhi oleh kondisi habitat dan faktor lingkungan juga tingkat gangguan baik dari hewan dan terutama akibat kegiatan manusia.

Kegiatan manusia yang mengeksploitasi hutan dengan menebang pohon menyebabkan dampak yang tidak menguntungkan bagi kelestarian jenis. Hasil hutan yang bernilai ekonomi tinggi (seperti getah dari pohon gaharu yang mencapai puluhan juta rupiah per kilogram) memacu terjadinya penebangan pohon tersebut, terutama apabila komoditi yang ditebang seringkali terdiri atas jenis yang sudah langka.

Jumlah jenis suku Dipterocarpaceae di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat lebih tinggi dibandingkan jumlah jenis suku Dipterocarpaceae di hutan alam

Dipterocarpaceae merupakan bagian akhir dari suksesi hutan, karena hanya tumbuh di hutan-hutan yang sudah memiliki kanopi yang rapat. Jenis-jenisnya tersebar luas sekali, tumbuh di hutan-hutan dari dataran rendah sampai kaki pegunungan di seluruh Asia Tenggara dan sub-benua India. Suku Dipterocarpaceae merupakan bagian dari kayu keras yang paling berharga di dunia.

3. Dominansi Jenis Tegakan

Dominansi spesies menunjukkan tingkat kehadiran dan penguasaan suatu jenis dalam ekosistem. Jenis dominan di suatu tempat adalah jenis yang dapat memanfaatkan lingkungan secara lebih efisien dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya di tempat yang sama (Smith, 1977). Dominansi jenis tegakan diperoleh dari hasil perhitungan Indeks Nilai Penting (INP). Jenis yang dominan adalah jenis yang memiliki INP tinggi. Nilai Indeks Nilai Penting (INP) untuk tiang dan pohon diperoleh dari hasil penjumlahan dari Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominasi Relatif (DR).

Daftar INP tegakan seluruh jenis yang ditemukan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. Beberapa jenis tegakan dominan pada tingkat pertumbuhan tiang dan pohon dapat dilihat pada Tabel 7.

Lima jenis tiang yang mempunyai nilai INP tertinggi pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jenis tersebut banyak ditemukan di lokasi penelitian. Jenis

Symplocos sp2 dengan INP 15,6%, jenis Lithocarpus bennetti dengan INP 13,7%, Archidendron microcarpu dengan INP 13,4%, jenis Gironniera sp dengan INP

11,7%.

Tabel 7. Indeks Nilai Penting Beberapa Jenis Dominan yang Ditemui di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat

Famili Spesies KR (%) FR (%) DR(%) INP

Tiang

Fabaceae Archidendron sp 7.6 5.9 7.0 20.4 Symplocaceae Symplocos sp2 5.1 4.8 5.6 15.6 Fagaceae Lithocarpus bennettii 5.6 1.8 6.3 13.7 Fabaceae Archidendron microcarpu 5.6 3.8 4.0 13.4 Ulmaceae Gironniera sp 4.1 3.6 4.0 11.7 Pohon

Fagaceae Lithocarpus bennetti 6.8 7.0 6.0 19.9 Fabaceae Archidendron sp 6.0 5.0 5.7 16.7 Dipterocarpaceae Shorea sp1 5.3 3.6 6.5 15.5 Bombacaceae Durio malaccensis 5.6 3.4 6.2 15.1 Guttiferaceae Garcinia sp 3.0 3.9 3.1 10.0

Pada Tabel 7 juga ditunjukkan bahwa untuk jenis pohon yang dijumpai

di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat didominasi oleh jenis

Lithocarpus bennetti dengan INP 19,9%, Archidendron sp dengan INP 16,7%, Shore

sp1 dengan INP 15,5%, jenis Durio malacensis dengan INP 15,1% dan jenis Garcinia sp dengan INP 10,0.

Jenis-jenis dominan tersebut diduga memiliki batas toleransi yang lebih lebar dibandingkan dengan jenis lain, dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya sehingga dapat mengalahkan jenis lainnya dalam kompetisi memperebutkan unsur- unsur pendukung untuk pertumbuhan seperti: unsur hara, cahaya matahari dan air.

Menurut ketahanannya terhadap lingkungan, tumbuhan dapat dibagi atas dua, yaitu: (1) Tumbuhan yang batas toleransinya lebar (eury) terhadap lingkungan; dan (2) Tumbuhan yang batas toleransinya sempit (steno) terhadap lingkungannya. Soerianegara dan Indrawan (1998) menambahkan bahwa pada tumbuhan-tumbuhan yang batas toleransinya sempit (steno), titik minimum, optimum, dan maksimum berdekatan sekali, sehingga perbedaan yang sedikit saja yang untuk tumbuh- tumbuhan eury tidak berarti apa-apa adalah kritis bagi jenis ini.

Jenis Archidendron sp dan Lithocarpus bennetti merupakan jenis yang mendominasi tegakan di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat. Jenis

Archidendron sp merupakan jenis dari suku fabaceae (polong-polongan). Jenis Archidendron sp merupakan jenis yang toleran terhadap cahaya matahari. Jenis ini

mampu hidup di bawah naungan. Hanum, (1998) mengatakan bahwa selain toleran terhadap cahaya matahari, jenis ini juga menghasilkan buah yang sangat disukai oleh binatang hutan seperti tikus. Tikus yang memakan buah jenis ini dan secara tidak langsung membantu penyebaran bijinya diareal hutan, hal ini menjadikan jenis ini lebih dominan dari jenis lainnya.

Jenis Lithocarpus bennetti merupakan jenis dari suku fagaceae. Jenis dari suku fagaceae dikenal memiliki kemampuan untuk beradaptasi di berbagai tipe hutan tropik (Whitmore, 1975). Lebih lanjut Heddy dan Kurniati (1996) menuturkan suku fagaceae memiliki kemampuan relatif tinggi beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan. Jenis ini cukup toleran terhadap kebutuhan cahaya matahari. Buah dari jenis ini memiliki biji yang sangat banyak. Barbour et al (1987) mengatakan bahwa

banyaknya Lithocarpus spp dalam suatu komunitas hutan karena jenis ini memiliki penyebaran biji yang sangat luas.

Di lokasi penelitian jenis-jenis yang memiliki regenerasi yang cukup baik

adalah antara lain adalah Lithocarpus bennetti, Archidendron spp,

Durio malacensis, Symplocos spp dan Litsea spp. Jenis-jenis ini akan terus

mendominasi karena faktor ketersediaan induk dan anakan yang cukup dalam habitat. Jenis-jenis ini di masa yang akan datang diperkirakan akan menggantikan posisi jenis utama.

Untuk jenis Shorea spp, Diospyros spp, Dysoxylum spp dan Syzigium spp menunjukkan proses regenerasi yang kurang baik. Sebagian besar jenis-jenis pohon tersebut berpotensi ekonomi yang tinggi dan memiliki perakaran yang kuat. Dikhawatirkan jenis-jenis yang dapat mengikat tanah dengan baik ini semakin terancam populasinya, sehingga diharapkan adanya perlakuan silvikultur demi kelestarian jenis-jenis tersebut di hutan lindung Kabupaten Pakpak Bharat.

Jenis Shorea sp1, Durio malacensis dan Garcinia sp merupakan jenis yang mendominasi pada tingkat pohon tetapi bukan merupakan jenis dominan pada tingkat tiang. Hal ini dapat terjadi karena daya adaptasi jenis ini yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim sehingga walaupun pada tingkat permudaan bukan merupakan dominan, tetapi jenis-jenis ini tetap mampu terus berkembang dan lolos sampai tingkat pohon dan menjadi penguasa pada tingkat klimaks.

Menurut Utomo (2006) bahwa ketidakkonsistenan jenis dominan pada pohon dengan jenis dominan pada tiang dapat disebabkan beberapa hal, yaitu:

1. Tidak diketahuinya To (awal mulai sejarah pertumbuhan pohon).

2. Biji pohon hutan secara umum bersifat rekalsitran sehingga saat biji jatuh ke lantai hutan, bila tidak segera berkecambah akan membusuk/mati oleh tingginya kandungan air.

3. Kondisi lingkungan yang kompleks, seperti kemiringan tanah yang berbeda dan kandungan batuan yang tinggi menyebabkan biji yang jatuh di tempat yang berbatu tidak dapat tumbuh, dan karena kemiringan biji dapat terlempar jauh dari pohon induk. Tingginya kandungan serasah dan tumbuhan bawah yang membentuk lapisan tersendiri di atas permukaan tanah sehingga biji yang jatuh tidak menyentuh tanah, namun berada diatas serasah dan atau tajuk tumbuhan bawah sehingga tidak dapat tumbuh dan kehilangan viabilitasnya.

4. Beberapa jenis pohon klimaks yang ada sangat jarang berbuah sehingga produksi biji yang dihasilkan untuk membentuk semai lebih terbatas.

5. Beberapa biji jenis pohon hutan tertentu disukai satwa, bahkan beberapa diantaranya dipanen penduduk karena rasa dan nilai ekonomis sehingga sulit ditemukan di bawah pohon induk.

4. Indeks Kekayaan, Keanekaragaman dan Kemerataan

Hasil perhitungan indeks kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan jenis tegakan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3 selanjutnya nilai dari masing-masing indeks dirangkum pada Tabel 8.

Tabel 8. Indeks Kekayaan, Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis Tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat

Uraian Tingkat Pertumbuhan Tiang Pohon Indeks kekayaan (R1) 15.14 15.45 Indeks keanekaragaman (H1) 4.02 4.03 Indeks kemerataan (E5) 0.69 0.72

Tabel 8 menunjukkan bahwa indeks kekayaan (R1) untuk tingkat pertumbuhan tiang adalah sebesar 15,14 dan untuk tingkat pertumbuhan pohon sebesar 15,45. Nilai Indeks kekayaan (R1) digunakan untuk menggambarkan kekayaan jenis dalam suatu komunitas. Nilai Indeks kekayaan (R1) akan semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah jenis dalam komunitas.

Nilai Indeks keanekaragaman (H1) menunjukkan penyebaran individu dalam jenis. Nilai Indeks keanekaragaman (H1) = 0 jika hanya terdapat satu jenis yang ditemukan. Nilai Indeks keanekaragaman (H1) meningkat dengan meningkatnya jumlah spesies dan makin meratanya penyebaran individu diantara jenis. Nilai Indeks keanekaragaman (H1) bernilai maksimum jika seluruh individu jenis diwakili oleh jumlah individu yang sama (Ludwig and Reynold, 1988).

Nilai Indeks keanekaragaman (H1) untuk tingkat pertumbuhan tiang dan tingkat pertumbuhan pohon di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat tergolong tinggi karena memiliki Nilai Indeks keanekaragaman (H1) sebesar 4,02 untuk tingkat tiang dan 4,03 untuk tingkat pohon. Hal ini sangat berhubungan erat dengan jumlah jenis yang ditemukan pada lokasi penelitian, semakin tinggi jumlah jenis maka semakin tinggi indeks keanekaragaman suatu jenis.

Keanekaragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari kemantapan atau kestabilan dari suatu lingkungan pertumbuhan. Kestabilan yang tinggi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini disebabkan terjadinya interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponen-komponennya. Selanjutnya, Walter (1971) menyatakan bahwa di dalam lingkungan yang tidak menunjukkan adanya faktor khusus, maka komunitas yang menduduki lingkungan yang bersangkutan akan menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi. Dan Odum (1993) menambahkan bahwa keanekaragaman akan menjadi tinggi pada komunitas yang lebih tua dan rendah pada komunitas yang baru terbentuk.

Indeks kemerataan atau evenness index (E5) yang dikenal sebagai Modified

Hill’s Ratio menunjukkan kemerataan jenis dalam komunitas. Nilai E5 yang mendekati nol menunjukkan suatu komunitas didominasi oleh satu jenis dan sebaliknya (Ludwig and Reynold, 1988). Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa nilai indeks kemerataan jenis untuk tingkat pertumbuhan tiang adalah sebesar 0,69 untuk tingkat tiang dan 0,72 untuk tingkat pohon. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran jenis dalam komunitas di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat tidak didominasi oleh suatu jenis tertentu melainkan lebih menyebar pada banyak jenis untuk tingkat pertumbuhan tiang dan pohon.

Dokumen terkait