• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Karakteristik Kimia Tanah

3.3. Indeks Melanik Tanah

Nilai indeks melanik dilakukan untuk menentukan ada tidaknya sifat melanik dalam tanah. Epipedon melanik memenuhi syarat bila memiliki nilai indeks melanik < 1.70.

Nilai indeks melanik yang diamati pada horizon atas tanah Andisol dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Indeks Melanik Tanah

Horizon Kedalaman Indeks Melanik

--- cm --- Profil Tanah Lahan Hutan

O 0 – 10 2.94

A 10 – 45 4.23

Profil Tanah Lahan Tanaman Tahunan

A1 0 – 70 2.66

Profil Tanah Lahan Tanaman Semusim

Ap 0 – 40 2.69

Dari tabel diatas ternyata indeks melanik di horizon atas dari ketiga profil berkisar 2.66 – 4.23 (> 1.70). Hal ini berarti, di ketiga penggunaan lahan tersebut tidak digolongkan memiliki sifat melanik.

3.4. Al oksalat (Alo), Fe oksalat (Feo), Si oksalat (Sio), Al pyrofosfat (Alp), Rasio Al:Si, Alo + ½ Feo, dan Persentase alofan

Kadar Al oksalat (Alo), Fe oksalat (Feo), Si oksalat (Sio), Al pyrofosfat (Alp), Rasio Al:Si, Alo + ½ Feo, dan Persentase alofan pada ketiga penggunaan lahan disajikan dalam tabel 7.

 

Tabel 7. Al oksalat (Alo), Fe oksalat (Feo), Si oksalat (Sio), Al pyrofosfat (Alp), Alo + ½ Feo, %Alofan, dan Rasio Al:Si

Horizon Kedalaman Alo Feo Sio Alp Alo + ½ Feo Alofan

(%Sio x 7,1)

(Alo–Alp) × 28 Sio 27

--- cm --- --- % --- Profil Tanah Lahan Hutan

O 0 – 10 2.90 0.41 2.28 0.54 3.11 16.15 1.07 A 10 – 45 2.90 0.38 0.45 0.60 3.09 3.20 5.30 AB 45 – 87 4.53 0.27 1.70 0.60 4.67 12.07 2.40 Bw1 87 – 134 4.38 0.41 1.43 0.44 4.59 10.12 2.86 Bw2 134 – 185 1.30 0.45 0.88 0.42 1.53 6.21 1.04 C > 185 1.73 0.51 0.63 0.55 1.99 4.44 1.94

Profil Tanah Lahan Tanaman Tahunan

A1 0 – 70 2.55 0.56 0.60 0.51 2.83 4.26 3.53

A2 70– 95/110 2.40 0.51 2.28 0.57 2.66 16.15 0.83

Bw1 95/110-125 2.40 0.67 2.40 0.54 2.74 17.04 0.80

Bw2 125 – 170 1.80 0.29 2.40 0.51 1.95 17.04 0.56

C > 170 2.88 0.66 1.95 0.68 3.21 13.85 1.17

Profil Tanah Lahan Tanaman Semusim

Ap 0 – 40 2.95 0.20 2.85 0.73 3.05 20.24 0.81 AB 40 - 60 3.28 0.14 1.93 0.73 3.35 13.67 1.37 Bw1 60 – 110 3.73 0.22 1.38 0.54 3.84 9.76 2.40 Bw2 110 – 135 2.43 0.32 0.95 0.44 2.59 6.75 2.17 BC 135 – 175 3.15 0.17 1.13 0.57 3.24 7.99 2.37 C >175 3.10 0.32 1.15 0.70 3.26 8.17 2.16

 

Berdasarkan tabel 7, profil tanah lahan hutan memiliki nilai Alo tertinggi pada horizon AB yaitu 4.53% dan terendah pada horizon Bw2 yaitu 1.30%. Profil tanah lahan tanaman tahunan, nilai Alo tertinggi pada horizon C yaitu 2.88% dan terendah pada horzon Bw2 yaitu 1.80%. Sedangkan pada profil tanah lahan tanaman semusim, nilai Alo tertinggi pada horizon Bw1 yaitu 3.73% dan terendah pada horizon Ap yaitu 2.95%. Dari ketiga penggunaan lahan diketahui bahwa nilai Alo (Al ekstrak ammonium oksalat) pada profil tanah lahan tanaman semusim lebih tinggi dari pada profil tanah lahan hutan dan profil tanah lahan tanaman tahunan.

Profil tanah lahan hutan memiliki nilai Alp tertinggi pada horizon A dan AB yaitu 0.60% dan terendah pada horizon Bw2 yaitu 0.42%. Profil tanah lahan tanaman tahunan, nilai Alp tertinggi pada horizon C yaitu 0.68% dan terendah pada horzon Bw2 yaitu 0.51%. Sedangkan pada profil tanah lahan tanaman semusim, nilai Alp tertinggi pada horizon Ap dan AB yaitu 0.73% dan terendah pada horizon Bw2 yaitu 0.44%. Jika dilihat dari ketiga penggunaan lahan diketahui bahwa nilai Alp pada profil tanah lahan tanaman semusim lebih tinggi dari pada profil tanah lahan tanaman tahunan dan profil tanah lahan hutan.

Profil tanah lahan hutan memiliki nilai Sio tertinggi pada horizon O yaitu 2.28% dan terendah pada horizon A yaitu 0.45%. Profil tanah lahan tanaman tahunan, nilai Sio tertinggi pada horizon Bw yaitu 2.40% dan terendah pada horzon A1 yaitu 0.60%. Sedangkan pada profil tanah lahan tanaman semusim, nilai Sio tertinggi pada horizon Ap yaitu 2.85% dan terendah pada horizon Bw2 yaitu 0.95%. Secara keseluruhan nilai Sio (Si ekstrak ammonium oksalat) pada

 

profil tanah lahan tanaman tahunan lebih tinggi dari pada profil tanah lahan tanaman semusim dan profil tanah lahan hutan.

Nilai Alo + ½ Feo pada profil tanah lahan hutan, tertinggi pada horizon AB yaitu 4.67% dan terendah pada horizon Bw2 yaitu 1.53%. Pada profil tanah lahan tanaman tahunan, nilai Alo + ½ Feo tertinggi pada horizon C yaitu 3.21% dan terendah pada horizon Bw2 yaitu 1.95%. Pada profil tanah lahan tanaman semusim, nilai Alo + ½ Feo tertinggi pada horizon Bw1 yaitu 3.84% dan terendah pada horizon Ap yaitu 3.05%.

Nilai Alo + ½ Feo pada ketiga penggunaan lahan berkisar antara 1.53% - 4.67%. Nilai Alo + ½ Feo yang demikian memenuhi nilai Alo + ½ Feo yang dikategorikan dalam sifat tanah andik yaitu > 2%.

Persentase alofan pada ketiga penggunaan lahan menunjukkan distribusi yang berbeda – beda. Pada profil tanah lahan hutan, persentase alofan tertinggi terdapat pada horizon O yaitu 16.15% dan terendah pada horizon A yaitu 3.20%. Pada profil tanah lahan tanaman tahunan, persentase alofan tertinggi pada horizon Bw yaitu 17.04% dan terendah pada horizon A1 yaitu 4.26%. Sedangkan pada profil tanah lahan tanman semusim, persentase alofan tertinggi pada horizon Ap yaitu 20.24% dan terendah pada horizon Bw2 yaitu 6.75%.

Rasio Al : Si pada profil tanah lahan hutan, tertinggi pada horizon A yaitu 5.30 dan terendah pada horizon Bw2 yaitu 1.04. Pada profil tanah lahan tanaman tahunan, rasio Al : Si tertinggi pada horizon A1 yaitu 3.53 dan terendah pada horizon Bw2 yaitu 0.56. Pada profil tanah lahan tanaman semusim, rasio Al : Si tertinggi pada horizon AB yaitu 2.40 dan terendah pada horizon Ap yaitu 1.37.

 

Pembahasan

1. Morfologi Tanah

Penggunaan lahan menyebabkan morfologi tanah diketiga profil tanah berbeda-beda. Perbedaan morfologi tanah yang paling jelas dilihat pada ketebalan top soil. Lahan hutan memiliki top soil setebal 87 cm (Horizon O, A, dan AB), lahan tanaman tahunan ketebalan top soil meningkat menjadi 95/110 cm (A1 dan A2), dan lahan tanaman semusim miliki ketebalan top soil setebal 60 cm (Ap dan AB). Top soil lahan tanaman tahunan lebih tebal dikarenakan lahan tidak dilakukan pengolahan tanah, namun tetap diberikan bahan organik sehingga top soil tanah menjadi lebih tebal. Top soil lahan hutan lebih rendah daripada top soil lahan tanaman tahunan karena top soil lahan hutan terbentuk secara alami, tanpa adanya pengaruh budidaya pertanian. Rendahnya top soil di lahan tanaman semusim dikarenakan penggunaan lahan yang lebih intensif yakni pengolahan tanah, penambahan bahan organik dan rentannya top soil terangkut pada saat panen menyebabkan ketebalan top soil menjadi lebih rendah.

Warna tanah juga berubah akibat penggunaan lahan. Warna tanah di profil tanah lahan hutan lebih didominasi dengan warna coklat kekuningan gelap (Hue 10 YR 3/4 hingga 10 YR 4/6). Namun di horizon O, warna tanah cenderung lebih gelap (5 YR 2.5/1). Adanya pengaruh akumulasi bahan organik dari serasah hutan yang banyak menyebabkan warna tanah yang lebih gelap di horizon O. Pada lahan tanaman tahunan horizon, terlihat perbedaan warna yang dominan dari A1 dan A2 yang lebih gelap (5 YR 4/2 dan 5 YR 3/2) dan horizon Bw1 dan Bw2, lebih terang (7.5 YR 5/6 dan 7.5 YR 6/8). Perubahan warna ini terjadi akibat akumulasi

 

bahan organik yang menyebabkan warna tanah lebih gelap di horizon A1 dan A2. Pada profil tanah lahan tanaman semusim warna tanah secara keseluruhan hampir sama (coklat). Ini dapat terjadi karena lahan yang sering diolah, menyebabkan tanah mengalami pencampuran sehingga warna tanahnya cenderung sama.

Demikian halnya dengan konsistensi tanah, terjadi perubahan konsistensi tanah akibat penggunaan lahan. Di lahan hutan, konsistensi tanah cenderung lepas. Pada penggunaan lahan tanaman tahunan konsistensi tanah secara keseluruhan berubah menjadi gembur. Sama halnya pada penggunaan lahan tanaman semusim konsistensi tanah berubah sangat gembur. Perubahan konsistensi tanah ini bersifat baik bagi pertumbuhan tanaman, karena konsistensi tanah yang ideal bagi tanaman adalah gembur.

Sifat morfologi tanah yang lain seperti struktur tanah, batas topografi dan batas horizon tidak mengalami perubahan akibat adanya pengaruh penggunaan lahan yang berbeda-beda di ketiga profil tanah.

2. Karakteristik Kimia Tanah

Penggunaan lahan yang berbeda telah merubah karakteristik kimia tanah Andisol seperti yang terjadi pada pH tanah. Penggunaan lahan menyebabkan pH tanah lahan tanaman semusim lebih tinggi daripada pH tanah lahan hutan dan lahan tanaman semusim. Lahan tanaman semusim memiliki pH tanah yang lebih tinggi disebabkan penggunaan lahan yang lebih intensif. Adanya penambahan pupuk kandang yang kerap diberikan petani pada musim tanam, menyebabkan pH tanah menjadi lebih tinggi. Realita ini sesuai dengan hasil penelitian Syukur dan Harsono (2008) dan Sarno (2009) bahwa pemberian pupuk kandang berpengaruh

 

nyata meningkatkan pH tanah, pH KCl, KTK tanah, dan kandungan bahan organik tanah.

Sama seperti pH H2O, lahan tanaman semusim memiliki pH KCl lebih tinggi dari pada lahan hutan dan lahan tanaman tahunan. Ini jelas menunjukkan bahwa pH KCl yang tinggi di lahan tanaman semusim tersebut akibat adannya

penambahan pupuk kandang. pH KCl di tanah Andisol ini menggambarkan Al-tukar yang nyata dalam tanah, sebagaimana diungkapkan oleh Chestworth (2008) dan Mukhlis (2007) bahwa reaksi kemasaman tanah dengan KCl berperan penting untuk menunjukkan jumlah logam Al yang nyata dalam larutan tanah.

Al-dd tanah di ketiga penggunaan lahan berbanding terbalik dengan nilai pH H2O dan pH KCl. Lahan tanaman tahunan memiliki nilai Al-dd tertinggi daripada lahan hutan dan semusim. Nilai Al-dd tersebut sejalan dengan menurunnya pH KCl. Hubungan keduanya ditunjukkan pada Gambar 3. Dapat

dilihat hubungan negatif antara pH KCl dengan Al-dd dengan persamaan Y = -0.455x + 6.045 dengan koefisien korelasi r = 0,595* yang nyata secara

 

Gambar 3. Korelasi antara pH KCl dengan Al-dd

Berdasarkan grafik korelasi antara pH KCl dengan Aldd, bahwa nilai Al-dd yang tinggi dalam tanah menyebabkan pH KCl menjadi rendah, begitu juga

sebaliknya. Dapat dilihat pada lahan tanaman tahunan, pada saat nilai Al-dd 3.04 cmol/kg, nilai pH KCl-nya 4.63 sedangkan di lahan tanaman semusim, pada

saat nilai Al-dd 0.72 cmol/kg, pH KCl yang dimiliki yaitu 6.11.

Terlihat pula hubungan antara nilai Al-dd dengan pH tanah (Gambar 4). Terjadi korelasi negatif dari keduanya, dimana Y = -0.233x + 5.588 dengan koefisien korelasi r = 0.432. Korelasi keduanya mendekati nyata (r > 0.482*), sehingga dapat dikatakan bahwa kemasaman tanah di ketiga penggunaan lahan karena adanya logam Al yang nyata dalam tanah Andisol.

 

Gambar 4. Korelasi antara pH H2O dengan Al-dd

Hasil korelasi keduanya terlihat bahwa, pada saat Al-dd 3.04 cmol/kg, pH tanahnya 4.66 cmol/kg sedangkan saat Al-dd 0.80 cmol/kg, pH tanah menjadi

5.4. Kemasaman tanah yang disebabkan oleh Al terjadi karena hidrolisis ion Al3+ sehingga melepaskan ion H+ dan menyebabkan pH tanah menjadi rendah. Reaksinya dalam tanah : Al3+ + 3H2O Al(OH)3 + H+ .

Nilai pH KCl pada ketiga penggunaan lahan lebih besar dari pada pH H2O sehingga didapat nilai ΔpH di ketiga penggunaan lahan tersebut antara – 0.4 s/d 0.5. Nilai ΔpH menggambarkan adanya muatan variabel pada tanah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Uehara and Gillman (1981) bahwa selisih antara pH KCl dan pH H2O (ΔpH) merupakan gambaran suatu tanah bermuatan variabel. Suatu tanah bermuatan variabel jika memiliki nilai ΔpH antara – 0.5 s/d ~ .

Lahan hutan cenderung memiliki kadar C-organik lebih tinggi dari pada lahan tanaman tahunan dan lahan tanaman semusim. Kadar C-organik yang tinggi tersebut dapat terlihat jelas pada top soil. Tingginya kadar C-organik di top soil

 

tersebut terjadi akibat akumulasi bahan organik yang terbentuk dari khelasi antara logam yang berasal dari alofan dengan humus. Ikatan alofan dan humus ini sangat kuat dan menyebabkan terhambatnya retensi humus. Ini membuktikan pendapat Tan (1998) bahwa, akumulasi humus karena khelasi dengan Al akan mempengaruhi pertukaran ligan dikarenakan khelatnya mengendap dan menjadi imobil dan meningkatkan retensi humus terhadap dekomposisi mikrobiologis.

Lahan tanaman semusim memiliki nilai ZPC yang lebih tinggi daripada lahan hutan dan lahan tanaman tahunan. Nilai tersebut sejalan dengan nilai pH tanah di ketiga penggunaan lahan. Ini membuktikan bahwa ZPC dipengaruhi oleh nilai pH tanah, dimana muatan positif meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam dan menurunnya pH tanah. Muatan positif di ketiga penggunaan lahan ini dapat dilihat nyata di horizon Bw. Sedangkan muatan negatif, cenderung terlihat di horizon A dimana masih dipengaruhi oleh bahan organik.

Tingginya kadar C-organik sejalan dengan lebih rendahnya nilai ZPC di top soil. Hubungan keduanya ditunjukkan pada Gambar 5. Terdapat hubungan negatif antara ZPC dengan C-organik dengan persamaan Y = -0.135x + 6.007 dengan koefisien korelasi r = 0.738* yang nyata secara statistik.

 

Gambar 5. Korelasi antara ZPC dengan C-organik

Berdasarkan grafik korelasi antara ZPC dengan C-organik dapat dilihat ternyata saat kadar C-organik 16.64%, nilai ZPC yang ada adalah 4.07. Kadar C-organik 8.53%, nilai ZPC-nya adalah 4.29, sedangkan saat kadar C-organik 7,90%, nilai ZPC yang ada adalah 5.46. Berarti, banyaknya bahan organik dalam tanah menyebabkan nilai ZPC lebih rendah, sesuai dengan pendapat Uehara dan Gillman (1981) bahwa nilai ZPC dapat diturunkan dengan pemberian bahan organik.

KTK (26.5 – 58.3 cmol/kg) di tanah Andisol ketiga penggunaan lahan ini berhubungan dengan mineral alofan yang dikandung. Mineral alofan mempengaruhi nilai KTK yang tinggi dalam tanah. Kisaran KTK masing-masing penggunaan lahan antara 25 – 58 cmol/kg. Realita ini sesuai pendapat Parfitt (1984) dan Tan (1998) bahwa alofan menyumbang kapasitas tukar kation sebesar 20 – 50 cmol/ kg.

KTK yang tinggi pada tanah Andisol juga berhubungandengan kadar C-organik. Semakin banyak kandungan bahan organik dalam tanah maka koloid

 

organik tanah juga semakin tinggi. Hubungan antara KTK dan C-organik tanah dapat dilihat dari Gambar 6. Korelasi keduanya nyata secara statistik dengan persamaan Y = 1.663x + 35.26 dengan koefisien korelasi r = 0.626*.

Gambar 6. Korelasi antara KTK dengan C-organik

Dari grafik diatas, diketahui bahwa nilai C-organik 16.64% memiliki KTK tanah 54.1 cmol/100gr. Sedangkan kadar C-organik 0.02% hanya memiliki KTK tanah sebesar 26.5 cmol/kg.

P-tersedia tanah pada masing-masing penggunaan tergolong sangat rendah (< 8.00 ppm). Rendahnya P-tersedia di ketiga penggunaan lahan pada tanah Andisol disebabkan karena sifat meretensi P yang tinggi pada tanah tersebut. Ini terbukti pada ketiga penggunaan lahan memiliki kisaran retensi P antara 95.04 % – 99.91 %. Neall (2009) menyatakan bahwa ciri khas dari tanah Andisol dimana tanah memiliki retensi fosfat > 85 %. Retensi fosfat pada tanah Andisol menyebabkan P yang tidak tersedia bagi tanah.

Hubungan antara P-tersedia dengan Retensi-P dapat dilihat pada Gambar 7. Terlihat hubungan negatif antara P-tersedia tanah dengan Retensi-P

 

dimana persamaan Y = -0.560 + 99.81 dengan koefisien korelasi r = 0.483*. Korelasi keduanya nyata secara statistik.

Gambar 7. Korelasi antara Fosfat tersedia dengan Retensi fosfat

Dari gambar diatas, diketahui bahwa retensi-P sebesar 99.91%, memiliki P-tersedia 1.17 ppm, sedangkan retensi-P sebesar 95.04% memiliki P-tersedia 5.96 ppm. Retensi P terjadi akibat adanya pertukaran ligan OH¯ dan Al¯ dari mineral Al-hidroksi dan selanjutnya Al cenderung berikatan dengan fosfat. Fosfat yang berikatan dengan Al/Fe dari mineral mengalami presipitasi sehingga fosfat menjadi tidak tersedia, sebagaimana dikemukakan oleh Shoji dan Takahasi (2002) bahwa fosfor dapat bereaksi dengan Al dan Fe dari mineral nonkristalin sehingga menghasilkan ikatan metal fosfor yang tidak mudah larut.

  Kadar Alo merupakan kadar Al yang terdapat dalam alofan, imogolit dan Al‐ humus, demikian juga dengan Feo. Alofan sendiri mengandung senyawa kimia berupa Al,  Fe dan Si. Pengukuran Al/Fe dalam alofan dan kompleks humus dilakukan dengan  mengekstrak tanah menggunakan larutan asam amonium oksalat, yang mana asam ini  mampu  memisahkan  Al  yang  terdapat  dalam  alofan,  imogolit  dan  Al‐humus, 

 

sebagaimana dikemukakan oleh Parfitt (1984) bahwa dengan larutan asam amonium  oksalat merupakan cara yang efektif untuk memisahkan Al dan Fe dalam kompleks  alofan, imogolit dan Al‐humus.   

  Pengukuran Sio dilakukan untuk mengetahui kadar Si dalam mineral alofan.  Sama seperti ekstraksi Al/Fe, Sio juga menggunakan larutan pengekstrak asam amonium  oksalat. Kadar Sio juga dapat menggambarkan kadar alofan yang dikandung pada tanah  Andisol, yaitu dengan mengalikan dengan konstanta 7.1. Sebagaimana dikemukakan  oleh Devnita, dkk (2005) bahwa jumlah Sio dikonversi untuk menghitung persentase  alofan yaitu %Alofan = %Sio x 7.1. 

  Aluminium  pyrofosfat  (Alp)  dalam  tanah  Andisol  menggambarkan  Al  yang  terdapat dalam kompleks Al‐humus. Untuk mengetahui kadar Alp dengan mengektrak  tanah menggunakan amonium pyrofosfat. Hal ini sesuai dengan pendapat Parfitt (1984)  bahwa ekstraksi dengan larutan amonium pyrofosfat dapat mengekstrak senyawa Al  dari kompleks Al‐humus.    

  Dari keterangan‐keterangan diatas dapat dikatakan bahwa tanah Andisol yang  baik dari ketiga penggunaan lahan adalah lahan hutan dibandingkan dengan lahan yang  dibudidayakan. Lahan hutan memiliki C‐organik yang tinggi, pH H2O, pH KCl, ZPC, Al‐dd,  Alo, Feo dan ketebalan top soil yang sedang serta alofan dan Alp yang rendah, namun  kadar Sio yang rendah. Tanah Andisol lahan tanaman tahunan memiliki pH H2O, pH KCl  yang rendah, Al‐dd, Feo dan alofan yang tinggi, namun memiliki top soil dan kadar Sio  yang tinggi, C‐organik yang sedang, ZPC, Alo, dan Alp yang rendah. Sedangkan tanah  Andisol lahan tanaman semusim memiliki pH H2O, pH KCl yang tinggi, alofan dan Sio yang  sedang serta Al‐dd dan Feo yang rendah, namun memiliki ZPC, Alo, Alp yang tinggi, serta  ketebalan top soil dan C‐organik yang rendah.  

 

Dokumen terkait