• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LATAR BELAKANG LAHIRNYA OTORITAS JASA KEUANGAN

B. Independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Independensi merupakan salah satu isu penting dalam OJK. Untuk memahami independensi OJK dapat dikaitkan dengan independen Bank Sentral. Alan. S Blinder menyatakan bawa indepensi Bank Sentral dapat berarti dua hal. Pertama, Bank Sentral memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana untuk mencapai tujuannya. Kedua, keputusan-keputusan yang diambil oleh sulitnya untuk dibatalkan oleh cabang-cabang atau lembaga pemerintahannya.87

Kebebasan dalam mentukan bagaimana untuk mencapai tujuannya bukan berarti bahwa Bank Sentral dapat menentukan sendiri tujuannya, karena tujuan Bank Sentral secara umum tentu saja ditetapkan melalui legislasi yang disepakati bersama melalui suatu sistem demokrasi. Tapi yang di maksud adalah bahwa Bank Sentral memiliki diskresi yang luas mengenai bagaimana menggunakan instrumen- instrumennya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui undang. Lebih jauh lagi Blinder mengatakan mengapa independensi Bank Sentral menjadi begitu penting. Kebijakan moneter menurut Blinder memerlukan yang ia sebut sebagai long time horizon, atau pandangan jauh kedepan.

88

87

Alan S Blinder, Central Banking in Theory and Practice, (Cambrige: The MT Press, 1998), hlm. 54 dalam Bismar Nasutiona (c), Disampaikan pada sosialisasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Era Baru Pengawasan Sektor Jasa Keuangan yang Terintegrasi, dilaksanakan Badan Pengawas pasar Modal dan Lembaga Keuangan Medan, tanggal 8 Juni 2012

Hal ini karena, efek-efek yang dihasilkan dari suatu kebijakan moneter, seperti yang terkait dengan inflasi baru dapat di lihat setelah sekian waktu lamanya, sehingga para dicision makers tidak bisa

88 Ibid

langsung melihat hasil kerja mereka, kemudian kebijakan-kebijakan moneter memiliki karakteristik yang sama seperti halnya aktivitas investasi, yaitu memerlukan sesuatu di bayar di muka, dan akan mendapatkan hasil secara berkala setelah sekian waktu.89

Pendapat independensi Bank Sentral di muka dapat di buat sebagai pedoman untuk mengimplementasikan independensi OJK sebagaiman di atur oleh UU OJK. Independensi, yakni independensi dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Independensi hanyalah merupakan alat untuk pencapaian tujuan bukan merupakan tujuan. Menurut kamus independensi diartikan: Pembebasan dari pengaruh, arahan dan kendali dari satu pihak ke pihak lain. OJK terbebas dari pengaruh, arahan dan kendali organ lain baik secara eksekutif, legislatif maupun yudikatif dalam membuat pengaturan dan kebijakan.

90

Untuk mengukur independen suatu lembaga menurut hukum dapat diukur dalam 4 (empat) aspek yaitu institusional, fungsional, organisasional, dan finansial.91

1. Independensi secara institusional di sebut juga political atau goal independence, karena dalam hal ini berarti status OJK secara mendasar terpisah dari eksekutif atau pemerintah, bebas dari pengaruh legislatif atau

89 Ibid 90

Paripuna P. Suganda, Op. Cit, hlm. 277 91

M.Dawan Rahardo,et. al, 2001, Independensi Bank Indonesia dalam kemelut politik, cedesindo, Jakarta, hlm. 68 dalam Sulistyandari ,“ Lembaga dan Fungsi pengawasan perbankan Di

parlemen, bebas untuk merumuskan tujuan/ sasaran akhir dari kebijakan tanpa pengaruh dari lembaga politik dan/ atau pemerintah.

Pasal 4 UU OJK:

OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:

a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;

b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan

c. mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

OJK adalah lembaga pemerintah (sub-ordinasi eksekutif) sehingga tidak mempunyai independensi dalam klasifikasi kelembagaan atau institusi.92 Tersurat dalam UU OJK “bahwa OJK merupakan lembaga pemerintah yang independen”. Independensi OJK sebenarnya lebih diarahkan pada kebebasan OJK melakukan kegiatan operasional, sedangkan independensi kelembagaan bukan syarat mutlak adanya independensi dalam kegiatan operasional suatu lembaga.93

2. Independensi Fungsional disebut juga sebagai instrument independence, karena dalam independensi ini OJK bebas menentukan cara dan pelaksanaan dari instrument kebijakan yang ditetapkan yang dianggap penting untuk mencapai tujuan.94

92

Paripurna P. Sugarda, Op.cit, hlm. 277

Pasal 8 dan Pasal 9 UU OJK menunjukkan bahwa OJK bebas menentukan cara dan pelaksanaan dari instrument kebijakan yang ditetapkan yang di anggap penting untuk mencapai tujuan. Di bidang

93 Ibid 94

perbankan OJK berkoordinasi dengan BI dan lembaga penjamin simpanan. Di bidang perbankan berkoordinasi dengan BI dan LPS sehingga antara ketiga lembaga tersebut harus ada sinkronisasi UU OJK, UU BI dan UU LPS khususnya yang berkaitan dengan tugas dan pengawasan perbankan khususnya yang berkaitan dengan bank gagal. Dan Pemerintah melalui Menteri Keuangan dalam komite koordinasi (menurut UU OJK istilahnya menjadi forum koordinasi stabilitas sistem keuangan) oleh UU LPS di beri kewenangan untuk ikut campur tangan dalam fungsi pengawasan perbankan yang menurut UU BI dan UU perbankan menjadi otoritas BI kemudian dilakukan oleh OJK, maka ketika terjadi bank gagal penyelesaiannya jangan sampai ada campur tangan pemerintah, karena hal ini akan menjadikan OJK tidak independen secara institusional dalam tugas pengawasan perbankan.95 Independen tidak berarti OJK dapat menggunakan instrumen yang dimilikinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh sistem politik tanpa adanya campur tangan dari pihak diluar, yang di sebut juga “instrument indepence”

bukan goal independence.96

3. Independensi Organisasional; merupakan hal penting untuk mencegah adanya intervensi politik serta menjaga integritas para pengelola OJK yaitu berhubungan dengan personalia,

97

95

Sulistyandri, Op.cit, hlm. 233

Seperti latar belakang pengangkatan dan

96

Bismar Nasution (a), Op. cit, hlm. 3 97

Amriel Arief (Pimpinan Bank Indonesia Yogayakarta), Otoritas Jasa Keuangan (OJK):

pemberhentian pimpinan sehingga eksekutif pun tidak boleh mempengaruhinya. Masalah struktur organisasi Dewan Komisioner (DK) OJK merupakan salah satu permasalahan yang membuat pembahasan UU OJK mengalami deadlock, karena menurut DPR struktur organisasi DK pada UU OJK yang diusulkan oleh pemerintah tidak independen, sementara pemerintah tetap menginginkan bahwa ada wakil dari pemerintah yang mempunyai hal itu yang ditetapkan dalam Pasal 10 UU OJK,

1. OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner

2. Dewan Komisioner sebagaimana di maksud pada ayat (1) bersifat kolektif dan kolegial

3. Dewan Komisioner beranggotakan 9 (Sembilan) orang anggota yang ditetapkan dengan keputusan presiden

4. Susunan Dewan Komisioner sebagaimana di maksud pada ayat (3) terdiri atas

a. Seorang ketua merangkap anggota;

b. Seorang wakil ketua sebagai ketua komite etik merangkap anggota c. Seorang kepala eksekutif pengawasan Perbankan merangkap anggota d. Seorang kepala eksekutif pengawas Pasar Modal merangkap anggota; e. Seorang kepala eksekutif pengawas Perasuransian, Dana pensiun,

Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;

f. Seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota

g. Seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen

h. Seorang anggota ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan

i. Seorang anggota ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabatan setingkat eselon I Kementerian Keuangan 5. Anggota Dewan Komisioner sebagaimana di maksud pada ayat (4)

memiliki hak suara yang sama

sedangkan mengenai pengangkatan dalam Pasal 11 UU OJK, menyatakan bahwa:

Anggota Dewan Komisioner sebagaimana di maksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai dengan huruf g dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon anggota yang diusulkan Presiden.

Dari bunyi Pasal 11 ayat (1) UU OJK jelas bahwa OJK tidak independen secara fungsional yaitu dalam menentukan rekrutmen pimpinan. Filosofis independensi berkenaan dengan pembatasan kekuasaan eksekutif, agar organ-organ negara yang sebelumnya di anggap sepenuhnya berada dalam kekuasaan eksekutif dapat menjamin bahwa fungsinya tidak disalahgunakan oleh eksekutif.

4. Independensi finansial, berhubungan dengan penetapan anggaran. Dalam hal ini OJK harus memiliki anggaran sendiri yang tidak tunduk kepada persetujuan pemerintah dan memiliki kebebasan dalam pengelolaan dan penggunaan keuntungan yang diperoleh anggaran merupakan persyaratan yang perlu dimiliki oleh OJK sehingga dalam menentukan rencana kerja dapat dilakukan secara efektif dan efesien dengan mengacu pada pendanaan yang ada.98

Pasal 34 UU OJK menyatakan:

(1) Dewan Komisioner menyusun dan menetapkan rencana kerja dan anggaran OJK

(2) anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/ atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan sektor jasa keuangan

98

(3) ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja dan anggaran OJK sebagimana di maksud pada ayat (1) di atur dengan peraturan dewan komsioner.

Kemudian Pasal 36 UU OJK menyatakan:

Untuk menetapkan anggaran sebagaimana di maksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), OJK terlebih dahulu meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

Jadi kalau mau independensi harus punya kemampuan untuk menentukan program sendiri sehingga lembaga yang anggarannya ditentukan lembaga lain tidak dapat dikatakan independensi.99

Ayat (3): Pembiayaan yang terkait dengan pelaksaan fungsi, tugas, wewenang sebagaimana di maksud pada ayat (1), bersumber dari:

Karena masalah pembiayaan dalam pembentukan OJK dalam kemudian dalam Pasal 66 ayat (3) dan ayat (4) menyatakan bahwa:

a. Bank Indonesia untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan

b. Anggaran pendapatan dan Belanja Negara untuk pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainya

Ayat (4) : Pembiayaan rencana kerja dan anggaran OJK sejak Undang-undang ini diundangkan sampai beralihnya fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan ke OJK sebagaimana di maksud dalam

99

Arsip Dokumen DPR RI, Risalah Rapat Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), AEI (Asosiasi Efek Indonesia), Jakarta, Tanggal 01 Sepetember 2010

Pasal 55. bersumber dari anggaran Badan Pengawas pasar Modal dan lembaga Keuangan Kementerian Keuangan dan/ atau Bank Indonesia.

Seperti yang disampaikan oleh Ketua Himbara (Himpunan Bank Negara) mengenai independensi, Walaupun bersifat independensi, karena memiliki kewenangan penuh dalam pengawasan industri keuangan, diharapakan tetap pro pasar baik dari pengaturan maupuan pengawasan sehingga tetap pro pasar baik dari pengaturan maupun pengawasan sehingga tetap mampu mendukung perkembangan industri keuangan dengan optimal. Fee yang terkait dalam Pasal 37 UU OJK yaitu OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan yang dibebankan kepada bank, pasar modal dan lembaga keuangan lainnya sehingga obyek pengawasan dapat mengurangi independensi.100

Dalam teori positivisme (hukum adalah semua aturan tertulis) yang memaknai hukum sebagai norma-norma positif dalam sistem perundang- undangan.

Independen OJK tidak berarti OJK bebas menjalankan pengaturan dan pengawasan yang mereka inginkan.

101

100

Arsip Dokumen DPR RI, Risalah Rapar Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan, Himbara (Himpunan Bank Negara), tanggal 25 Agustus 2010

Ketegasan positivisme hukum untuk menghilangkan persyaratan koneksitas antara hukum dengan moral membuat ranah aksionologis teori ini hanya terbatas pada pencapaian kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan

101

keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan otoritas jasa keuangan. Kepastian hukum menjadi dasar dalam pembuatan kebijakan publik yang di buat dan dilaksanakan. Karenanya, setiap kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan harus selalu dirumuskan, ditetapkan dan dilaksanakan berdasarkan prosedur baku yang telah melembaga dan diketahui oleh masyarakat umum serta terdapat ruang untuk mengevakuasi.102

UU OJK berlaku akan memuat kepastian hukum mengenai kewenangan setiap instansi yang akan digabung menjadi satu atap dalam OJK, sehingga sistem terpadu ini dapat meminimalisasi kemungkinan berbenturan koordinasi antara lembaga sehingga dalam menentukan kebijakan atau menentukan siapa yang bertanggung jawab atas suatu kebijakan. Dalam rangka kepentingan memberikan jaminan kepastian hukum, postivisme hukum mengistirahatkan filsafat dari kerja spekulasinya. Dan mengindentifikasi hukum dengan peraturan perundang-undangan, kepastian hukum akan diperoleh karena orang tahu dan pasti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya.

Sebagai contoh kasus bailout Bank Century yang telah terjadi yang hingga saat ini belum terselesaikan. Dalam kasus tersebut Bank Indonesia sebagai pengawas bank menganggap PT. Antaboga sudah diawasi Bapepam-LK karena merupakan produk reksadana, tetapi Bapepam juga tidak mengetahui keberadaan PT. Antaboga karena produk ini dijual juga dilingkungan Bank. Sehingga ada saling tolak menolak

102

siapa sebenarnya yang bertanggungjawab dalam kasus tersebut.103

Dengan permsalahan semakin komplek penerapan prinsip-prinsip Good Coorporate Governance (GCG) di pasar modal adalah sangat krusial. Untuk melindungi kepentingan pemegang saham publik, regulator di pasar modal mengakomodasi Prinsip GCG yaitu independensi, transaparansi, tanggungjawab, akuntabilitas dan kewajaran.

Sehingga dengan hadirnya OJK mengakhiri ketidakpastian selama lebih dari satu dekade terhadap pembentukan OJK.

104

Selanjutnya, dalam penjelasan Umum UU OJK, konsekuensi Independensi bagi OJK adalah harus lebih akuntabel untuk tindakan dalam pengaturan dan pengawasan secara transparan. Transparansi atau keterbukaan, yakni yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan OJK dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan.

Dalam Pasar modal transparansi merupakan terminologi yang sangat penting dan prinsip fundamental dalam pasar modal. Keterbukaan dalam pasar modal berarti keharusan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk kepada UUPM untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh

103

Harry Koot, Op. cit. hlm.6 104

informasi meteril mengenai usaha atau efeknya. 105Keterbukaan atau transparansi ini merupakan suatu bentuk perlindungan kepada masyarakat investor. Dari segi substansial, transparansi memampukan publik untuk mendapatkan akses informasi penting yang berkaitan dengan perusahaan. Suatu pasar modal dikatakan fair dan efesien apabila semua pemodal memperoleh informasi dalam waktu yang bersamaan disertai kualitas informasi yang sama. Dari sisi yuridis, transparansi merupakan jaminan bagi hak publik untuk terus mendapatkan akses penting dengan sanksi untuk hambatan atau kelalaian yang dilakukan perusahaan.106

105

M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.cit. hlm. 225

Tujuan dari prinsip keterbukaan untuk melindungi investor hanya dapat diharapkan terpenuhi sepanjang yang disampaikan kepada investor mengandung kelengkapan data keuangan emiten dan informasi lainnya yang mengandung fakta materil. Sebab prinsip keterbukaan mempunyai peranan penting bagi investor sebelum mengambil keputusan untuk melakukan investasi Karena melalui keterbukaan bisa terbentuk suatu penilaian (judgment) terhadap investasi, sehingga investor secara optimal dapat menentukan pilihan terhadap portofolio mereka. Makin jelas informasi perusahaan, maka keinginan investor untuk melakukan investasi semakin tinggi. Sebaliknya ketiadaan atau kekurangan serta ketertutupan informasi dapat menimbulkan ketidakpastian bagi investor, dan konsekuensinya menimbulkan ketidakpercayaan investor dalam melakukan investasi melalui pasar modal. Kedua, prinsip keterbukaan berfungsi untuk menciptakan pasar yang efesien. Filosofis ini didasarkan pada konstruksi

106

pemberian informasi secara penuh sehingga menciptakan pasar modal yang efesien, yaitu harga saham sepenuhnya merupakan refleksi dari seluruh informasi yang tersedia. Dengan demikian prinsip keterbukaan dapat berperan dalam meningkatkan supply informasi yang benar, agar dapat ditetapkan harga pasar yang akurat. Hal ini menjadi penting berkaitan dengan pasar modal sebagai lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan informasi. Tanpa informasi peserta pasar tidak dapat mengevaluasi produk-produk lembaga keuangan. Ketiga, prinsip keterbukaan penting untuk mencegah penipuan.107 Meningkatkan transparansi dan menjamin perlindungan terhadap masyarakat pemodal yaitu perlindungan hukum memiliki dua bentuk. Bentuk pertama adalah dengan memberikan kepastian hukum melalui peraturan perundang-undangan dan penegakannya.108

Prinsip keterbukaan telah menjadi fokus sentral dari pasar modal, dan Undang-undang pasar modal Indonesia juga mengatur prinsip keterbukaan sehingga investor dan pelaku-pelaku bursa lainnya mempunyai informasi yang cukup dan akurat untuk mengambil keputusan. Namun disadari UUPM dan berbagai pengaturan pelaksanannya belum memuat secara cukup ketentuan-ketentuan prinsip keterbukaan.

109

107

Ibid. 227

Lembaga kinerja dalam mendorong transparansi, membuattransparan pasar modal di Indonesia dirasakan masih kurang. Kurangnya dalam keterbukaan di tuding sebagai turut menjadi penyebab pasar modal Indonesia tidak bisa bersaing

108

M. Irsan NAsaruddin, dkk, Op. cit, hlm. 227 109

Bismar Nasution (d), Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia), Program Pasca Sarjana, 2001, hlm. 10

didunia.110Sementara itu, Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengatakan akan meninjau ulang ketentuan mengenai keterbukaan informasi tersebut untuk merangsang perusahaan nasional lebih banyak mencatatkan saham di BEI. Komisaris Eksekutif Pengawas Pasar Modal DK OJK ini mengatakan ketentuan disclosure itu berat. Kita akan melihat yang mana dianggap berat. Kalau tidak mengganggu good corporate governance bisa kita revisi. Sampai saat ini belum ada perubahan mengenai ketentuan keterbukaan informasi termasuk syarat-syarat bagi perusahaan yang ingin mencatatkan saham di BEI. 111 Prinsip transparansi erat kaitannya dengan prinsip akuntabilitas, karena keterbukaan adalah syarat untuk sempurnanya pertanggung jawaban sehingga ada hubungan yang sinkuen antara keterbukaan dan pertanggungjawaban. Lebih dulu dituntut adanya sikap keterbukaan supaya pertanggungjawaban kerja lebih terjamin validitas dan akurasi pembuktiannya.112

110

OJK: Pasar Modal RI perlu ada perbaikan,

Dengan prinsip akuntabilitas, segala informasi material yang telah diberikan dapat diolah sedemikian rupa sehingga didapatkan bahan yang komprehensif dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja suatu perusahaan. Akuntabilitas menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pasal 38 UU OJK OJK bertanggung jawab kepada publik dan bentuk pertanggungjawaban tersebut diberikan OJK kepada DPR. OJK hanya menyampaikan laporan kepada

November 2012 112

DPR, jadi bukan bertanggung jawab kepada DPR, karena tugas DPR-RI mengawasi, bukan mempengaruhi dalam memberikan keputusan. Sehingga OJK menjaga keterbukaan pasar modal secara penuh kepada masyarakat investor dan melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat investor dari malpraktik dan kecurangan- kecurangan di pasar modal.113 Terkait dengan independensi lembaga pengawas pasar modal ini, salah satu rekomendasi yang terpenting yang dikeluarkan oleh

International Organisation of Securities Commission (IOSCO) di bulan September tahun 1998, yakni IOSCO Objectivies and Principles of Securities Regulation IOSCO OPSR) yang telah diakui sebagai standar internasional. IOSCO OPSR menitikberatkan independensi bukan pada sisi di bawah siapa atau kepada siapa lembaga pengawas pasar modal tersebut bertanggung jawab, tetapi lebih kepada aspek operational dan keuangan dari lembaga tersebut.114

C. Konsep Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Pasar Modal

Sistem pengawasan industri yang kuat, akan meningkatkan kepercayaan domestik maupun global terhadap perekonomian Indonesia dalam menghadapi tantangan ke depan. Adanya kesadaran global bahwa industri keuangan sudah semakin terintegrasi dan merupakan aktivitas lintas batas (cross-border activities)

113

M. Irsan Nasaruddin, dkk, Op. Cit, hlm. 46 114

mendorong beberapa negara untuk melakukan perubahan fundamental dalam struktur kelembagaan maupun design pengaturan dan pengawasan.115

Kegiatan pasar modal merupakan kegiatan yang berkaitan dengan dana dari masyarakat investor. Dana tersebut diserahkan kepada lembaga pasar modal, karena investor atau masyarakat selain menginginkan keuntungan (profit) tetapi juga menaruh kepercayaan pada bidang pasar modal. Dengan terjadinya krisis yang melanda terutama lumpuhnya sektor perbankan maka sumber pembiayaan beralih kepada pasar modal. Bapeam sebagai lembaga yang membina dan mengawas pasar modal harus dapat mendorong perusahan-perusahaan yang sehat untuk memanfaatkan pasar modal guna pendanaan jangka panjang mereka. Untuk menarik minat berinvestasi diperlukan perlindungan terhadap investor dengen kepastian hukum melaui pengaturan dan pengawasan.

116

Secara teoritis ada dua aliran dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak terdapat aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan sebaiknya di lakukan oleh beberapa institusi. Alasan dasar di pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan oleh beberapa lembaga. Di Inggris misalnya keuangan diawasi oleh FSA, sedangkan di Amerika diawasi oleh beberapa institusi. Misalnya Alasan dasar yang melatar belakangi kedua aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut oleh negara tersebut. Juga seberapa dalam konvergensi diantara lembaga-lembaga

115

Jusuf Anwar (b), Op.Cit. hlm. 155 116

keuangan.117 Secara empiris, survey yang dilakukan oleh Central Banking Publication (1999) menunjukkan bahwa dari 123 negara yang diteliti, tiga perempatnya memberikan kewenangan pengawasan industri perbankan kepada Bank Sentral. Hal ini lebih menonjol di negara-negara sedang berkembang. Khusus untuk negara berkembang alasannya adalah masalah sumber daya (resources). Bank Sentral dianggap memadai dalam hal sumber daya (SDM dan Dana). Dari kaca mata politik, dicabutnya kewenangan pengawasan dari Bank Sentral sejalan dengan munculnya kecendrunganpemberian independensi kepada Bank Sentral. Ada kekhawatiran bahwa dengan independennya Bank Sentral akan memiliki kewenangan yang sedemikian besar. 118

Model pengawasan industri jasa keuangan di berbagai negara didunia sangat beragam yang dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok besar yaitu; 119

1. Multi Supervisory Model yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh lebih dari dua otoritas. Masing-masing industri jasa keuangan seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga jasa keuangan lainnya di atur dan diawasi oleh masing-masing regulator yang berbeda. Model ini diterapkan oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Republik Rakyat Cina.

2. Twin Peak Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh dua otoritas utama yang pembagiannya didasarkan pada aspek prudential dan aspek market conduct. Dalam model ini lembaga

Dokumen terkait