• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indikator Kinerja Program

A. Capaian Kinerja Organisasi

1. Indikator Kinerja Program

1. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat

Indikator kinerja program Kesehatan Masyarakat terdiri dari enam indikator yang dianggap dapat merefleksikan kinerja program. Indikator tersebut meliputi:

a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)

c. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1)

d. Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan e. Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS

f. Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan. Cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan menggambarkan indikator pelayanan kesehatan terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Indikator PF menjadi penting karena penyebab kematian ibu di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh karena perdarahan dan infeksi pada saat persalinan. Menurunkan angka kematian ibu merupakan bagian dari kesepakatan global terhadap pembangunan kesehatan berkelanjutan (SDGs).

Persentase ibu hamil Kurang energi Kronik (KEK) menggambarkan risiko yang akan dialami ibu hamil dan bayinya dalam masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.

Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) menggambarkan keberlangsungan neonatal pada 6 jam sampai dengan 48 jam. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi atau skreening diawal kehidupan bayi.

Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan yang menjadi sasaran adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak diluar kesehatan untuk mendukung kesehatan masyarakat.

Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS, merupakan indikator yang mempunyai daya ungkit terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit dari sisi perubahan perilaku di masyarakat.

Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan merupakan indikator komposit dari beberapa indikator kesehatan lingkungan.

Berdasarkan keenam indikator diatas diharapkan dapat menjadi daya ungkit terhadap keberhasilan dalam pencapaian renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019.

8 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016 Tabel 1Indikator kinerja Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

tahun 2015-2019

Sasaran Indikator Target

2015 2016 2017 2018 2019 Meningkatnya ketersediaan dan Keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat 1.Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) 75% 77% 79% 82% 85%

2. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik

(KEK) 24,2% 22,7% 21,2% 19,7% 18,2% 3. Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) 75% 78% 81% 85% 90% Meningkatnya pelaksanaan pemberdayaan dan promosi kesehatan kepada masyarakat

4. Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan 3 3 3 3 3 5. Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS 40% 50% 60% 70% 80% Meningkatnya penyehatan dan pengawasan kualitas lingkungan 6. Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan 20% 25% 30% 35% 40%

9 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. Capaian Kinerja Organisasi

Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan instrumen baru, pemerintahan yang baik (good governance) untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi penerapan pemerintahan yang baik di Indonesia. Pengukuran kinerja dalam penyusunan laporan akuntabilitas kinerja dilakukan dengan cara membandingkan target kinerja sebagaimana telah ditetapkan dalam penetapan kinerja pada awal tahun anggaran dengan realisasi kinerja yang telah dicapai pada akhir tahun anggaran.

Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Hal terpenting yang diperlukan dalam penyusunan laporan kinerja adalah pengukuran kinerja dan evaluasi serta pengungkapan (disclosure) secara memadai hasil analisis terhadap pengukuran kinerja

1. Indikator Kinerja Program

Program Kesehatan Masyarakat adalah salah satu program Kementerian Kesehatan dengan upaya prioritas untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan prevalensi gizi kurang. Sebagaimana telah termuat dalam dokumen Perjanjian Kinerja (PK) tahun 2016, indikator kinerja program kesehatan masyarakat terdiri dari:

Gambar 1 Indikator

Kerja Utama Program Kesehatan Masyarakat

Persentase

Persalinan di

Fasilitas Pelayanan

Kesehatan

Persentase Ibu

Hamil Kurang Energi

Kronik (KEK)

Persentase

kunjungan neonatal

pertama (KN1)

Jumlah kebijakan

publik yang

berwawasan

kesehatan

Persentase

kabupaten/kota yang

memiliki kebijakan

PHBS

Persentase

kabupaten/kota yang

memenuhi kualitas

kesehatan

lingkungan

10 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016 Capaian kinerja program dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2 Capaian indikator kinerja Program Kesehatan Masyarakat tahun 2015-2016

Sasaran Indikator Target

2016 Realisasi Capaian 2016 2015 2016 Meningkatnya ketersediaan dan Keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) 77% 78,4% 77,3% 100,4% Persentase ibu hamil

Kurang Energi Kronik (KEK) * 22,7% 13,3% (PSG 2015) 16,2% * (PSG 2016) 136,74% Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) 78% 75% 78,1% 100,1% Meningkatnya pelaksanaan pemberdayaan dan promosi kesehatan kepada masyarakat Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan 3 3 3 100% Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS 50% 44% 53,3% 105% Meningkatnya penyehatan dan pengawasan kualitas lingkungan Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan 25% 27,6% 33,5% 133,84%

*Indikator persentase Bumil KEK merupakan indikator negatif, dimana target capaian yang diharapkan dibawah target yang ditentukan.

Capaian indikator Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dapat dikatakan tercapai seluruhnya, dimana semua indikator melebihi 100%.

a.

Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)

Persalinan di fasilitas kesehatan merupakan indikator baru di Renstra 2015 – 2019. Pada Renstra sebelumnya lebih dikenal dengan ”persalinan oleh nakes” (Pn). Perubahan

indikator ini dilakukan untuk menjawab kajian terkait upaya penurunan AKI dan AKB yang ternyata dirasakan masih kurang optimal. Kondisi di Indonesia dimana masih terdapat kepercayaan terhadap ”dukun beranak”, dan pola bersalin di rumah, menyebabkan

bahwa persalinan oleh nakes yang diasumsikan akan memenuhi standar, baik secara kelayakan tempat, sarana prasarana, dll, ternyata menghasilkan dampak yang kurang cukup mendongkrak penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKI dan AKB).

Melihat hal diatas, maka indikator persalinan oleh nakes di tingkatkan secara kualitasnya menjadi persalinan di fasilitas kesehatan yang merupakan upaya mendorong ibu bersalin untuk bersalin di fasilitas kesehatan. Diharapkan setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan sesuai standar yang sehingga kematian ibu dan bayi dapat diturunkan.

Pertolongan persalinan merupakan bagian dari proses pelayanan persalinan. Proses persalinan membutuhkan penanganan oleh tenaga kesehatan (dokter atau bidan) yang

11 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016 dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan adalah meningkatnya kesehatan masyarakat, dengan salah satunya melalui Meningkatnya persentase persalinan di fasilitas kesehatan sebesar 85% pada akhir tahun 2019 sebesar 85%. Target pada tahun 2016 adalah sebanyak 77% ibu hamil melakukan persalinan di fasilitas Pelayanan Kesehatan. Data yang diambil saat penyusunan laporan kinerja cut off 17 Januari 2017.

Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan dihitung dengan cara Jumlah ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas yang mendapatkan pertolongan sesuai standar oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dalam kurun waktu satu tahun dibagi jumlah sasaran ibu bersalin yang ada di wilayah kerja Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun yang sama) x 100 %.

Definisi Operaional dari persalinan di fasilitas kesehatan adalah persentase ibu bersalin yang mendapat pertolongan persainan sesuai standar oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Tren realisasi cakupan persalinan di fasilitas pelayanan Kesehatan (PF) berdasarkan Riskesdas menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Riskesdas tahun 2007 persalinan di faskes menunjukan angka sebesar 41,6%, tahun 2010 sebesar 56,8%, dan pada tahun 2013 sebesar 70,4%. Sedangkan menurut Data Rutin Direktorat Bina Kesehatan Ibu tahun 2014, realisasi cakupan PF sebesar 73,3%. Data tersebut, sebagimana digambarkan pada grafik dibawah dijadikan dasar dalam penentuan target awal di tahun 2015.

Grafik 1 Trend Peningkatan Cakupan Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

2007 2010 2013 2014 2015 2016

41,6

56,8

70,4 73,3 78,4 77,3

Pada tahun 2016, indikator Persalinan di Fasilitas Kesehatan berhasil mencapai target 2016 sebesar 77% ibu bersalin. Dengan cakupan sebesar 77.3 % tercatat sebanyak 3.951.232 ibu bersalin telah bersalin di fasilitas Kesehatan. Cakupan sebesar 77.3% dan target sebesar 77% maka terhitung capaian kinerja terkait indikator PF adalah sebesar 100,4%.

RISKESDAS Data Rutin Dit.Kesehatan

12 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016 Grafik 2Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)

tahun 2015-2019 Target 70 72 74 76 78 80 82 84 86 2015 2016 2017 2018 2019 75 77 79 82 85 78,4 77,3

Sumber Data : Dit Kesehatan Ibu Tahun 2016

Pada grafik batang diatas pada tahun 2016 terlihat capaian persalinan di

fasilitas kesehatan telah memenuhi target yang diharapkan, akan tetapi bila

dibandingkan dengan tahun sebelumnya cakupan persalinan di fasilitas

pelayanan kesehatan pada tahun ini (77,3%) lebih rendah dari tahun sebelumnya

(78,4%).

Bila di lihat tren cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan

sebagaimana ditampilkan grafik diatas, pada tahun 2015 cakupan PF sebesar

78,4% dan pada tahun 2016 sebesar 77,3%. Angka ini menunjukan kesan tren

penurunan cakupan walaupun dari sisi target maka cakupan PF masih dalam

kategori baik (tercapai). Penurunan ini di sebabkan belum masuknya seluruh data

daerah saat LAKIP disusun. Dimana belum semua provinsi (lebih dari 40%) yang

mengirimkan data hanya sampai bulan November 2016.

Bila dibandingkan dengan target jangka menengah (2017) sebesar 79%,

maka perlu kerja keras dan inovatif dalam mengupayakan peningkatan sebesar

2% dari cakupan 2016. Dengan pengalaman tren yang terus meningkat

(berdasarkan hasil Riskesdas), maka dapat dikatakan cakupan PF, “on the track

dengan catatan sistem pelaporan satu pintu harus segera direalisasikan dan

dilakukan pendampingan.

Grafik dibawah memperlihatkan sebaran cakupan persalinan di fasilitas

pelayanan kesehatan per provinsi. Terlihat pada grafik dibawah hanya 10 Provinsi

yang capaian PF-nya diatas target nasional. Hal ini berarti baru 29,4% yang

memenuhi target capaian.

13 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016 Grafik 3 Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan (PF) Per Provinsi Tahun 2016

10,3 17, 8 26,5 30, 8 42, 1 4 2 ,7 44 ,2 46, 7 55, 8 56, 0 59, 1 60, 2 64, 4 64, 6 64, 9 66, 8 7 0 ,0 70, 9 71, 1 73, 9 74, 0 74, 3 75, 7 76, 9 77, 3 78,3 79 ,0 79, 0 81, 1 86, 3 88, 5 90, 3 91, 1 94,1 Analisa Keberhasilan

Dalam meningkatkan cakupan persalinan di Fasyankes dilakukan kegiatan yang akan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi. Kegiatan yang dilakukan dalam mendukung persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan antara lain sebagai berikut:

1. Puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil.

Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca persalinan, pencegahan komplikasi, perawatan bayi baru lahir dan aktivitas fisik/ senam ibu hamil.

Kelas Ibu Hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan jumlah peserta maksimal 10 orang. Di kelas ini ibu-ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar pengalaman tentang kesehatan Ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistematis serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan. Kelas ibu hamil difasilitasi oleh bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas Ibu Hamil yaitu Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil, dan Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil.

2. Puskesmas yang melakukan orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)

Orientasi P4K menitikberatkan pada kegiatan monitoring terhadap ibu hamil dan bersalin. Pemantauan dan pengawasan yang menjadi salah satu upaya deteksi dini, menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil dan bersalin yang dilakukan diseluruh Indonesia dalam ruang lingkup kerja Puskesmas setempat serta menyediakan akses dan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang sekaligus merupakan kegiatan yang membangun potensi masyarakat khususnya kepedulian masyarakat untuk persiapan dan tindakan dalam menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.

Dalam pelaksanaan P4K, bidan diharapkan berperan sebagai fasilitator dan dapat membangun komunikasi persuasif dan setara diwilayah kerjanya agar dapat terwujud

14 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016 kerjasama dengan ibu, keluarga dan masyarakat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu dan bayi baru lahir dengan menyadarkan masyarakat bahwa persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan akan menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.

3.

Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali (K4).

Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Disamping itu, indikator ini menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, Melalui kegiatan ini diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya masalah atau gangguan atau kelainan dalam kehamilannya dan dilakukan penanganan secara cepat dan tepat.

Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan memberikan pelayanan antenatal secara lengkap yang terdiri dari: timbang badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi (ukur LiLA), ukur tinggi fundus uteri, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, skrining status imunisasi TT dan bila perlu pemberian imunisasi TT, pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan), test lab sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan atau berdasarkan indikasi (HBsAg, Sifilis, HIV, Malaria, TBC), tata laksana kasus, dan temu wicara/ konseling termasuk P4K serta KB PP.

Pada konseling yang aktif dan efektif, diharapkan ibu hamil dapat melakukan perencanaan kehamilan dan persalinannya dengan baik serta memantapkan keputusan ibu hamil dan keluarganya untuk melahirkan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.

Analisa Kegagalan

Selain hal-hal yang menjadi faktor keberhasilan, beberapa yang menjadi menjadi hambatan:

1) Bila melihat data per Provinsi maka terlihat kesenjangan antar provinsi, dimana ada Provinsi yang cakupannya sangat rendah dan ada provinsi yang cakupannya lebih dari target bahkan lebih dari 100%.

2) Belum meratanya jumlah tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan.

3) Kondisi geografis masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan menyebabkan kesulitan untuk mengakses fasilitas pelayanan kesehatan.

Alternatif solusi

Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan untuk

pencapaian persalinan di

fasilitas kesehatan

1) Daerah-daerah dengan kondisi geografis sulit dimana akses ke fasilitas pelayanan kesehatan menjadi kendala. Direktorat Kesehatan Keluarga menerapkan kebijakan melanjutkan pengembangan program Kemitraan Bidan dan Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran. Para Dukun diupayakan bermitra dengan Bidan dalam hal pengaturan hak dan kewajiban sehingga terdapat kejelasan peran dan tugas masing-masing pihak. Mendorong Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan tidak lagi dikerjakan oleh Dukun, namun wajib dirujuk ke Bidan.

15 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016 2) Ketika ibu hamil yang di daerahnya tidak terdapat Bidan atau memang memiliki

kondisi penyulit, maka pada saat menjelang hari taksiran persalinan diupayakan sudah berada di dekat fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu dapat tinggal di Rumah Tunggu Kelahiran. Untuk itu pada tahun 2016 telah di gelontorkan dana dari puat melalui mekanisme DAK yaitu jampersal dimana jampersal ini adalah upaya mendekatkan akses ibu hamil ke faskes melalui pembiayan transportasi dan sewa RTK.

3) Distribusi buku KIA sampai ke masyarakat. 4) Audit Maternal dan Perinatal.

5) Kerjasama lintas sektor.

b.

Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK)

Masalah gizi kurang pada ibu hamil masih merupakan fokus perhatian, masalah tersebut antara lain anemia dan ibu hamil kurang energi kronik (KEK). Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi risiko KEK pada ibu hamil (15-49 tahun) sebesar 24,2%, khususnya prevalensi tertinggi ditemukan pada usia remaja (15-19 tahun) sebesar 38,5% dibandingkan dengan kelompok lebih tua (20-24 tahun) sebesar 30,1%.

Proporsi ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi kurang dari 70% angka kecukupan energi (AKE) sedikit lebih tinggi di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan yaitu sebesar 52,9% dibandingkan dengan 51,5% (SDT, 2014). Sementara proporsi ibu hamil dengan tingkat kecukupan protein kurang dari 80% angka kecukupan protein (AKP) juga lebih tinggi di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan yaitu sebesar 55,7% dibandingkan 49,6% (SDT, 2014). Kurangnya asupan energi yang berasal dari zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi mikro terutama vitamin A, vitamin D, asam folat, zat besi, seng, kalsium dan iodium serta zat gizi miro lain pada wanita usia subur yang berkelanjutan (remaja sampai masa kehamilan), mengakibatkan terjadinya

kurang energi kronik (KEK) pada masa kehamilan, yang diawali dengan kejadian ‘risiko’

KEK dan ditandai oleh rendahnya cadangan energi dalam jangka waktu cukup lama yang diukur dengan lingkar lengan atas (LiLA).

Ibu hamil dengan masalah gizi dan kesehatan berdampak terhadap kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi serta kualitas bayi yang dilahirkan. Kondisi ibu hamil KEK berisiko menurunkan kekuatan otot yang membantu proses persalinan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kematian janin (keguguran), prematur, lahir cacat, bayi berat lahir rendah (BBLR) bahkan kematian bayi, ibu hamil KEK dapat mengganggu tumbuh kembang janin yaitu pertumbuhan fisik (stunting), otak dan metabolisme yang menyebabkan penyakit menular di usia dewasa.

Kondisi kurang energi kronis pada ibu hamil akan terjadi jika kebutuhan akan tubuh tidak mencukupi. Keadaan kurang energi kronis pada ibu hamil dapat dimonitor dengan melakukan pengukuran lingkar lengan atas ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya memiliki lingkar lengan atas lebih dari 23,5 cm pada 3 bulan pertama kehamilan. Selain membutuhkan energi untuk dirinya, ibu hamil juga membutuhkan energi untuk pertumbuhan janin dalam kandungannya. Indikator ibu hamil KEK merupakan indikator untuk mengurangi risiko persalinan, pertumbuhan dan perkembangan anak dikemudian hari. Kekurangan energi kronik pada ibu hamil akan berdampak pada pertumbuhan janin didalam kandungan ibu. Ibu hamil KEK memiliki risiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Kondisi KEK pada ibu hamil ini harus segera ditindaklanjuti untuk menurunkan angka kejadian BBLR sehingga risiko kematian bayi atau neonatal yang disebabkan BBLR dapat diturunkan.

16 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016 Indikator persentase ibu hamil KEK merupakan salah satu indikator baru di Kementerian Kesehatan dan merupakan indikator output. Persentase ibu hamil KEK diharapkan turun sebesar 1,5% setiap tahunnya. Dimulai pada tahun 2015 dengan batasan maksimal 24,2% ibu hamil KEK, hingga pada akhir tahun 2019 diharapkan persentase ibu hamil KEK dibawah 18,2%. Data dasar sebagai bahan penetapan persentase bumil KEK ini didapat dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013. Dengan ditetapkannya target tersebut, maka diharapkan persentase ibu hamil KEK setiap tahunnya tidak melebihi target.

Data ibu hamil KEK diperoleh dengan membandingkan antara Jumlah ibu hamil yang diukur lingkar lengan atasnya (LiLA) dengan menggunakan pita LiLA (hasil ukur kurang dari 23,5 cm) dibagi jumlah ibu hamil yang diukur LiLA-nya dikali 100%.

Di tahun 2015, berdasarkan hasil survey pemantauan status gizi (PSG) tahun 2015 menunjukkan angka 13,3%, dimana angka ini berada di bawah target atau sesuai dengan yang diharapkan.

Grafik 4 Target dan capaian persentase ibu hamil KEK tahun 2015-2019

13,3 16,2 24,2 22,7 21,2 19,7 18,2 0 5 10 15 20 25 30 2015 2016 2017 2018 2019 Capaian Target

Sumber data: Pemantauan status gizi tahun 2015 dan tahun 2016

Dikarenakan indikator ini adalah indikator output maka data diperoleh melalui survei yang dilakukan setiap tahun, dengan definisi operasional proporsi ibu hamil yang diukur lingkar lengan atasnya (LiLA) dengan menggunakan pita LiLA dengan hasil ukur kurang dari 23,5 cm terhadap jumlah ibu hamil yang diukur LiLA-nya pada periode tertentu dikali 100%. Hasil survey pemantauan status gizi (PSG) tahun 2016, seperti yang terlihat pada grafik batang diatas terlihat bahwa persentase ibu hamil kurang energi kronik pada tahun 2016 (16,2%) masih dibawah target yang ditentukan (grafik garis = 22,7%), Hasil ini menjadi gambaran status gizi ibu hamil yang sesuai dengan harapan. Akan tetapi bila dibandingkan hasil Pemantauan Status Gizi antara tahun 2016 dan tahun 2015 terlihat adanya peningkatan persentase ibu hamil kurang energi kronik. Sedangkan pada target yang diharapkan adalah seharusnya terjadi penurunan capaian.

Bila dibandingkan dengan target jangka menengah sebesar 21,2% (2017) ibu hamil KEK, perlu ada strategi baru dalam menurunkan angka ibu hamil KEK.

17 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di atas, kurangnya asupan makanan menjadi faktor utama yang berisiko terjadinya kekurangan energi kronik pada ibu hamil. Hasil Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) yang dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data PSG tahun 2016 menunjukkan, baru sebanyak 26,3% ibu hamil yang memenuhi kecukupan energi dan 29,3% ibu hamil yang memenuhi kecukupan protein dalam konsumsinya sehari-hari. Dengan kondisi kecukupan energi dan protein di atas, maka hal ini berkontribusi cukup besar terhadap terjadinya kejadian ibu hamil KEK di Indonesia.

Analisa Keberhasilan

Secara program kegiatan, keberhasilan pemerintah dalam menurunkan persentase ibu hamil KEK dapat didukung melalui:

1) Pemberian makakan tambahan pada ibu hamil kurang energi kronis

Pada tahun 2016 secara rata-rata nasional cakupan ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan sudah melebihi target yang ditetapkan yaitu 79.1%, dari target 50%. Penentuan target 50% ini didasarkan kepada besaran anggaran APBN tahun 2016 yang baru mampu mengakomodir sebanyak 50% dari total jumlah ibu hamil KEK yang ada di Indonesia (berdasarkan hasil Riskesdas 2013).

Grafik 5 Cakupan Ibu Hamil KEK yang Mendapat Makanan Tambahan Tahun 2016

Perbandingan realisasi kinerja kegiatan ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan tahun 2016 dengan target jangka menengah dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Realisasi Target

79,1% 50,0%

18 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016 Grafik 6 Perbandingan Cakupan Ibu Hamil KEK yang Mendapat Makanan Tambahan tahun

2016 Dengan Target Jangka Menengah

13% 50% 65% 80% 95% 36% 79,10% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 2015 2016 2017 2018 2019 Target Realisasi

2) Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil

Secara rata-rata nasional, cakupan ibu hamil yang mendapat TTD minimal 90 tablet selama masa kehamilannya belum mencapai target, yaitu sebesar 80.4% dari target 85%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Grafik 7 Persentase Ibu Hamil Mendapat TTD Tahun 2016

78% 79% 80% 81% 82% 83% 84% 85% Target Realisasi 85,0% 80,4%

Perbandingan realisasi kinerja kegiatan ibu hamil yang mendapat tablet tambah darah tahun 2016 dengan target jangka menengah dapat dilihat pada gambar berikut:

19 | LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2016 Grafik 8 Perbandingan Cakupan Ibu Hamil yang Mendapat TTD Tahun 2016 dengan Target

Jangka Menengah 82% 85% 90% 95% 98% 83,20% 80,40% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 2015 2016 2017 2018 2019 Target Realisasi

3) Kegiatan kelas ibu hamil

Melalui kelas ibu hamil diharapkan terjadi peningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku ibu dalam hal kehamilan. Dalam kegiatan ini pengetahuan tentang gizi dan konseling dapat diberikan untuk ibu hamil terutama ibu hamil yang berisiko.

4) Penyelenggaraan kegiatan pelayanan antenatal di puskesmas

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih

Dokumen terkait