• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerbitan SBI mempunyai dasar hukum dari surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 31/67/KEP/dir tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Rupiah. c. Prinsip Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

1) SBI diterbitkan melalui mekanisme lelang dan non-lelang kepada lembaga keuangan yang ditetapkan oleh BI.

2) SBI ditransaksikan dimana pihak penjual SBI berkewajiban untuk membeli kembali SBI yang diperdagangkan sesuai dengan harga dan jangka waktu yang ditetapkan oleh BI.

3) SBI dapat dibeli melalui pasar dana atau pada saat diterbitkan hanya oleh bank umum dan lembaga non-bank yang ditetapkan oleh BI.

4) SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder secara Repo atau pembelian/penjualan lepas, yaitu tanpa kewajiban menjual membeli kembali.

Gambar 2.2 Mekanisme Operasi Pasar Terbuka dalam Mengendalikan JUB

Sumber: Bank Indonesia.

Operasi pasar terbuka dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara yaitu:

a) Melalui Lelang SBI

Besarnya lelang SBI (mingguan) dimaksudkan untuk mencapai besarnya target uang inti yang ditetapkan. Untuk itu, tiap minggu Bank Indonesia akan memperkirakan perkembangan uang inti dan dengan membandingkan target uyang ditetapkan, menentukan besarnya kelebihan likuiditas pasar uang yang harus diserap.

Hal ini dilakukan untuk menghitung berapa SBI yang jatuh tempo, berapa ekspansi/kontraksi dari sisi fiscal (rekening

Operasi pasar terbuka (OPT) Pembelian Surat Berharga Mengurangi JUB Mo = Penjualan Surat Berharga Menambah JUB Mo = Suku Bunga Naik i = JUB M1, M2 JUB M1, M2 Suku Bunga Turun i = Harga Stabil

pemerintah di bank Indonesia), mutasi cadangan devisa, serta bagaimana kondisi likuiditas di pasar uang.

b) Melalui Penggunaan FASBI di Pasar Uang Rupiah

Selain lelang SBI mingguan (yaitu tiap hari rabu), Bank Indonesia juga melakukan kegiatan secara langsung di pasar uang rupiah melalui Fasilitas Bank Indonesia (Fasbi). Hal ini dilakukan secara harian, terutama apabila terjadi perkembangan di luar perhitungan yang dapat menyebabkan tidak tercapainya target uang inti melalui lelang SBI.

Caranya antara lain dapat dilakukan dengan secara langsung menawarkan kepada bank-bank untuk menanamkan kelebihan likuiditasnya di bank Indonesia (berjangka waktu overnight hingga satu minggu) atau dengan cara membeli kembali SBI secara repurchase agreement (repo) di pasar uang antar bank. c) Melalui Sterilisasi/Intervensi Di Pasar Valuta Asing

Terutama dilakukan apabila Pemerintah akan membiayai kegiatan suatu proyek membutuhkan rupiah dengan cara menggunakan dana valuta asingnya yang disimpan sebagai cadangan devisa Bank Indonesia.

Dengan cara ini, dapat dicapai dua tujuan sekaligus. Pertama, penyerapan kelebihan likuiditas dipasar uang. Kedua, bahwa langkah ini sekaligus dapat membantu upaya untuk menstabilkan perkembangan nilai tukar rupiah di pasar.

Intervensi di pasar valuta asing dapat pula dilakukan Bank Indonesia pada waktu sedang terjadi gejolak nilai tukar rupiah di pasar valuta asing.

d. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Jumlah Uang Beredar

Sertifikat Bank Indonesia adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk kebijakan Operasi Pasar Terbuka dari Bank Sentral (BI). Pembelian SBI ini dilakukan melalui mekanisme sistem perbankan, yaitu penempatan atau pencairan kembali dana–dana perbankan dan dana BUMN maupun perusahaan milik negara. Hasil yang diterima dari penempatan dana dalam bentuk SBI dinyatakan sebagai tingkat suku bunga SBI.

Operasi yang dilakukan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) adalah dengan menjual SBI sebagai sarana mengurangi jumlah uang beredar lewat mekanisme sistem perbankan. Suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang negatif terhadap jumlah uang beredar. Apabila suku bunga meningkat, maka junlah uang beredar akan menurun, dan sebaliknya. Proses ini bekerja dari pengertian tingkat bunga dalam asumsi klasik, yang menganggap bahwa uang adalah produktif dan bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi.

Dengan demikian, ketika suku bunga tinggi, maka masyarakat akan menyimpan dananya dalam bentuk tabungan sehingga jumlah uang beredar akan turun, dan sebaliknya, ketika suku bunga rendah,

maka masyarakat tidak tertarik untuk menabung sehingga jumlah uang yang beredar bertambah.

B. Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian tentang jumlah uang beredar di Indonesia:

Ahmad Daerobi (1989) menganalisis permintaan dan penawaran uang di Indonesia untuk periode 1983-1997. Alat analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil. Penelitian ini menggunakan tingkat bunga, uang inti, dan jumlah pengeluaran riil pemerintah sebagai variabel independen yang mempengaruhi penawaran uang di Indonesia. Dari penelitian ini di peroleh kesimpulan bahwa penawaran uang secara agregat dipengaruhi oleh tingkat tingkat bunga, uang inti dan pengeluaran pemerintah. Namun secara indivudual, hanya variabel pengeluaran pemerintah yang berpengaruh secara signifikan. Adapun pengaruh variabel pengeluaran pemerintah sangat elastis. Sementara tingkat bunga dan uang inti pengaruhnya relatif rendah. Hasil analisis, baik dengan OLS maupun TSLS tidak jauh berbeda. Hal ini terjadi karena nilai estimasi tingkat bunga hampir sama dengan nilai yang ditaksir. Meskipun demikian, metode TSLS memberikan parameter-parameter yang lebuh baik daripada metode OLS, baik di lihat dari uji F, uji t, elastisitas dan koefisien determinasi (Daerobi,2000).

Sunu Kartiko Utomo (2002) menganalisis dampak Deregulasi Perbankan terhadap jumlah uang beredar dan hubungan kausalitas antara jumlah uang beredar dengan tingkat inflasi di Indonesia. Data yang diambil adalah time series dalam kurun waktu tahun 1990-2004. Untuk mengetahui

ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan model dinamis yaitu model penyesuaian parsial (Partial Adjusment Methods), sedangkan untuk mengetahui hubungan kausalitas antara jumlah uang beredar denagn inflasi digunakan uji kausalitas granger. Adapun yang dijadikan variabel dependen adalah jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1). Variabel independen dalam penelitian ini adalah uang inti (RM), suku bunga deposito berjangka (SBD), rasio cadangan wajib minimum (RR0, Produk Domestik Bruto (PDB), dan Deregulasi Perbankan (DUMMY). Hasil studi empiris menunjukkan bahwa uang iti mempunyai pengaruh positif terhadap jumlah uang beredar, tingkat suku bunga mempunyai pengaruh negatif terhadap jumlah uang beredar, cadangan wajib minimum mempunyai pengaruh yang negatif terhadap jumlah uang beredar, PDB mempunyai pengaruh positif terhadap jumlah uang beredar dan Deregulasi Perbankan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap jumlah uang beredar (Utomo, 2000).

C. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Jumlah uang beredar tidak hanya dipengaruhi oleh pemerintah/bank sentral saja, tetapi juga dipengaruhi oleh sektor swasta (lembaga perbankan dan masyarakat). Bank Sentral mempengaruhi jumlah uang beredar pada penempatan suku bunga SBI. dan Kurs sementara itu, masyarakat mempengaruhi jumlah uang beredar melalui PDB. Hubungan dengan luar negeri sebagai faktor eksternal akan menimbulkan adanya pertukaran mata uang dengan patongan mata uang internasional yang kemudian menimbulkan kurs atau perbandingan nilai mata uang.

Produk Domestik Bruto berpengaruh positif terhadap jumlah uang beredar. Masyarakat yang kaya atau mempunyai pendapatan yang tinggi akan cenderung untuk lebih banyak menggunakan jasa perbankan. Hal ini akan mendorong bank–bank umum untuk meningkatkan pemberian jaminan kredit pinjaman kepada masyarakat, sehingga jumlah uang beredar akan meningkat

Suku bunga SBI mempunyai pengaruh negatif terhadap jumlah uang beredar. Apabila suku bunga naik, maka jumlah uang beredar akan menurun,

Sertifikat Bank Indonesia Kurs Produk Domestik Bruto JumlahUang Beredar

dan sebaliknya. Ketika suku bunga tinggi, maka masyarakat akan menyimpan dananya dalam bentuk tabungan sehingga jumlah uang beredar akan turun, dan sebaliknya, ketika suku bunga rendah, maka masyarakat tidak tertarik untuk menabung sehingga jumlah uang yang beredar bertambah.

Kurs memiliki pengaruh yang positif terhadap jumlah uang beredar. Dengan demikian apabila nilai dollar AS terspresiasi berarti kurs dollar AS terhadap rupiah meningkat, masyarakat cenderung akan memilih memegang dollar AS dan menabung atau mendepositokan uangnya dalam bentuk valuta asing, dimana rekening dan deposito dalam valuta asing ini merupakan komponen uang kuasi, sehingga uang kuasi akan meningkat, yang berarti jumlah uang beredar pun meningkat.

D. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam melakukan penelitian ini antara lain :

1. Diduga PDB berpengaruh secara positif dan tidak signifikan terhadap jumlah uang beredar di Indonesia sesudah dan sebelum krisis.

2. Diduga tingkat suku bunga akan berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap jumlah uang beredar di Indonesia sebelum dan sesudah krisis.

3. Diduga kurs Dollar Amerika terhadap Rupiah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap jumlah uang beredar di Indonesia sebelum dan sesudah krisis.

BAB III

Dokumen terkait