• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA

4.1. Industri Tepung Terigu di Indonesia

Tepung terigu sebagai bahan pangan yang sangat penting di Indonesia merupakan satu alasan bagi pokok untuk pemerintah untuk terlibat dalam industri tepung terigu di Indonesia. Keterlibatan pemerintah dalam industri tepung terigu di Indonesia dimulai sejak tahun 1966 dengan tujuan untuk menjaga kontuinitas ketersediaan dan kestabilan harga tepung terigu di Indonesia.

Secara garis besar kondisi industri tepung terigu Indonesia dapat dibagi dalam dua periode yang berbeda yakni: masa monopoli Bulog (sebelum tahun 1998) dan masa liberalisasi perdagangan (sejak tahun 1998). Industri tepung terigu di Indonesia pada masa sebelum liberalisasi tahun 1998, gandum dan tepung terigu sepenuhnya dikuasai atau diatur oleh Bulog. Bulog merupakan satu-satunya yang berhak melakukan pembelian gandum dan atau tepung terigu di Indonesia atau dengan kata lain bahwa Bulog mengatur semua tata niaga industri tepung terigu di Indonesia, sedangkan swasta hanya berperaan sebagai jasa penggilingan gandum menjadi tepung terigu. Perlu diketahui bahwa pembelian gandum oleh bulog sampai tahun 1997 di subsidi oleh pemerintah.

Pada tahun 1998, dengan berbagai pertimbangan dengan melihat dampak buruk dari monopoli yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap industri tepung terigu di Indonesia, pemerintah mengeluarkan surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan NO.21/MPP/Kep/1/1998 mengenai pencabutan monopoli oleh Bulog (Bogasari) pada tepung terigu dan bahan dasarnya di

Indonesia. Maka sejak dikeluarkannya surat keputusan tersebut maka pengadaan dan penyaluran tepung terigu di dalam negeri dilakukan secara bebas dan tanpa campur tangan pemerintah. Pasar tepung terigu yang tadinya merupakan monopoli yang dikuasai oleh Bulog secara teori berubah menjadi pasar persaingan sempurna, dimana setiap pihak menpunyai hak yang sama untuk impor gandum dan tepung terigu dari luar negeri (pengadaan dan penyediaan tepung terigu di Indonesia dilakukan secara bebas).

Kebijakan pencabutan monopoli oleh Bulog, membawa suasana yang berbeda bagi industri tepung terigu di Indonesia. Pasar yang sebelumnya kaku menjadi pasar yang sangat terbuka dan kompetitif. Hal ini dikarenakan masuknya pelaku-pelaku baru dalam pasar tepung terigu, sehingga mendorong inovasi pada produk, kualitas, merek, promosi, pelayanan dan efisiensi pada produsen. Menurut data pada APTINDO, 2003 empat perusahaan terbesar yang mengusai pangsa pasar adalah Bogasari dengan 71.1 persen, Berdikari sebesar 8.2 persen, Sriboga dengan 6 persen, Panganmas sebesar 4.2 persen. Jumlah total empat perusahaan yang menguasai pangsa pasar tersebut adalah sebesar 89.5 persen. Pangsa pasar. lainnya sebesar 9.9 persen tepung terigu Impor dan sisanya oleh perusahaan lainnya.

Permintaan tepung terigu di Indonesia dari tahun ke tahun relatif meningkat. Dari tahun 1982 sampai tahun 1997 permintaan tepung terigu meningkat pesat. Tercatat bahwa pada tahun tahun 1982 permintaan tepung terigu di Indonesia hanya sebesar 746.891 ton, dan dari tahun ketahun cenderung

39

meningkat hingga pada tahun 1997 permintaan tepung terigu pada puncaknya yakni sebesar 3.212.309 ton.

Tabel 4.1. Perkembangan Permintaan dan Harga Tepung Terigu di Indonesia Tahun 1982-2003

Tahun Permintaan

Tepung Terigu (Ton)

Harga Tepung Terigu (Rp) 1982 746891 274,34 1983 794650 317,17 1984 812649 379,94 1985 952426 432,07 1986 1156731 460,82 1987 1199943 533,13 1988 1273180 600,60 1989 1335751 694,27 1990 1298071 776,41 1991 1720912 795,91 1992 1642264 807,59 1993 2029203 832,17 1994 2463262 836,08 1995 3158006 872,62 1996 3062969 904,45 1997 3212309 992,65 1998 2534380 2464,20 1999 2409238 2807,30 2000 3606380 2532,30 2001 3789504 2905,50 2002 4025648 3122,90 2003 4560856 3431,60

Sumber: APTINDO, 2003 dan Biro Analisis Harga dan Pasar (BULOG), 2003

Krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara pada tahun 1997 berdampak pada perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997 kwartal ke III dan puncaknya pada tahun 1998. Ketidakstabilan makroekonomi dan situasi politik yang kurang kondusif berdampak pula pada

permintaan tepung terigu di Indonesia. Permintaan tepung terigu turun menjadi 2.534.380 ton pada tahun 1998 dan 2.409.238 pada tahun 1999. Namun seiring dengan membaiknya perekonomian Indonesia permintaan tepung terigu meningkat tajam pada tahun berikutnya dan mencapai 4.560.856 ton pada tahun 2003.

Harga tepung terigu di Indonesia dari tahun 1982 sampai dengan tahun 1997 meningkat perlahan dan relatif stabil pada level ratusan Rupiah. Tetapi setelah krisis ekonomi yang berdampak pada terjadinya krisis moneter yang berkepanjangan di Indonesia, dimana nilai tukar Rupiah yang melemah tajam (terdepresiasi) terhadap mata uang asing terutama mata uang Dollar Amerika Serikat berpengaruh terhadap harga tepung terigu di Indonesia. Inflasi yang membumbung tinggi meningkatkan harga-harga sebagai dampak lanjutan dari krisis moneter yang terjadi. Harga-harga komoditi di Indonesia secara keseluruhan meningkat tajam tak terkecuali harga tepung terigu. Harga tepung terigu meningkat sangat tajam dari tahun sebelumnya yakni pada tahun 1997 sebesar Rp 992 perkilogram menjadi Rp 2464 perkilogram pada tahun 1998. Demikian tahun berikutnya harga tepung terigu meningkat pada level yang tinggi. Namun perlu di ketahui bahwa peningkatan harga yang sangat tinggi ini tidak hanya semata-mata disebabkan oleh krisis ekonomi tetapi juga di pengaruhi oleh dicabutnya subsidi yang diberikan oleh pemerintah pada gandum dan tepung terigu di Indonesia sejak tahun 1998.

Gandum sebagai bahan dasar tepung terigu tidak terlepas dari industri tepung terigu di Indonesia. Tingginya permintaan tepung terigu berdampak pada

41

meningkatnya permintaan akan gandum untuk di olah menjadi tepung terigu. Ketersediaan dari gandum di peroleh dari impor sebab Indonesia bukan merupakan penghasil gandum, tetapi termasuk negara importir terbesar di dunia dengan pangsa pasar 3.76 persen, setelah Uni Eropa 7.18 sebesar persen, Brazil sebesar 6.33 persen, Mesir sebesar 6.60 persen, Jepang sebesar 5.50 persen, pecahan Uni Soviet sebesar 5.24 persen, dan Algeria sebesar 4.67 persen .(data rata-rata dari tahun 1998/1999 sampai tahun 2004/2005 sumber USDA, 2005).

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000 4000000 4500000 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 TAHUN TO N

Impor Gandum (Ton)

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2002 (di olah)

Gambar 4.1. Perkembangan Impor gandum Indonesia Tahun 1985-2002 Sebelum puncak krisis pada tahun 1998 impor gandum di Indonesia tiap tahunnya berfluktuasi tetapi cenderung meningkat. Namun pada tahun 1998 seiring dengan turunnya permintaan tepung terigu impor gandum di Indonesia turun. Pada tahun 1996/1997 impor gandum Indonesia mencapai 4.2 juta ton, namun memasuki periode krisis ekonomi yakni yang dimulai pada tahun 1997

kwartal III dan puncaknya tahun 1998 impor gandum Indonesia turun menjadi 3.7 juta ton pada tahun 1997/1998, dan 3.1 juta ton pada tahun 1998/1999.

4.2. Hasil Estimasi Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat

Dokumen terkait