• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inflasi merupakan salah satu indikator penting yang dapat memberikan informasi tentang dinamika perkembangan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat dan berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Perkembangan harga barang dan jasa tersebut menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat daya beli.

Inflasi adalah salah satu indikator stabilitas ekonomi yang akan selalu menyertai perjalanan pertumbuhan ekonomi dan merupakan suatu fenomena ekonomi yang berkaitan dengan interaksi antara sisi permintaan dan sisi

Kebijakan Umum APBD Provinsi Sumatera Utara TA.2021 II-10 penawaran. Namun pada kenyataannya, inflasi tidak terlepas dari faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, seperti tata niaga, kelancaran arus lalu lintas barang dan jasa serta peran kebijakan pemerintah, bahkan lebih luas lagi inflasi terkait dengan perilaku sektor keuangan. Inflasi merupakan salah satu variabel makro ekonomi yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pemerintah dan bekerjasama dengan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Hal ini disebabkan karena implikasinya yang cukup besar terhadap kesejahteraan masyarakat, yaitu bila inflasi semakin tinggi maka akan berimbas pada kenaikan harga barang dan jasa.

Berdasarkan Grafik 2.1 di bawah, perkembangan laju inflasi di Provinsi Sumatera Utara selama periode 2015-2019 dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Secara umum, laju inflasi di Provinsi Sumatera Utara selama periode tersebut menunjukkan perkembangan yang berfluktuasi. Kondisi inflasi di Provinsi Sumatera Utara cenderung menurun, meskipun pada tahun 2015 tercatat 3,24 persen di Tahun 2016 melonjak pada angka 6,34 persen. Faktor utama penyebab tingginya laju inflasi tahun 2016 adalah terjadinya kenaikan harga komoditas bumbu-bumbuan terutama cabai merah yang melonjak cukup tajam yang dipengaruhi oleh berkurangnya pasokan pasca erupsi Gunung Sinabung pada tahun tersebut. Selain itu, tekanan inflasi yang cukup tinggi di tahun 2016 juga dikarenakan adanya kebijakan kenaikan tarif beberapa komoditas seperti cukai rokok, kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dan fluktuasi harga BBM.

Tahun 2017 inflasi kembali stabil menjadi 3,20 persen dan masih berlanjut di Tahun 2019 menjadi 2,17 persen dan angka inflasi ini masih lebih baik dari catatan nasional yang terkontraksi pada 2,72 persen.

Kebijakan Umum APBD Provinsi Sumatera Utara TA.2021 II-11 Grafik. 2.1

Perbandingan Inflasi Sumatera Utara Dengan Nasional Tahun 2015-2019

Pada tahun 2019, seiring dengan berbagai kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah, laju inflasi Sumatera Utara meningkat hingga mencapai 2,175 persen dan angka inflasi ini relatif lebih rendah dari laju inflasi nasional yang mencapai 2,72 persen.

Tabel 2.7

Laju Inflasi 4 Kota Tahun 2015-2019

No Kota 2015 2016 2017 2018 2019 2020*

1 Sibolga 3,34 7,39 3,08 2.86 2,58 -0,27 2 Pematangsiantar 3,36 4,76 3,10 2.15 1,54 0,46

3 Medan 3,32 6,60 3,18 1.00 2,43 0,58

4 Padangsidimpuan 1,66 4,28 3,82 2.22 2,15 1,63

5 Gunung Sitoli - - - 0,88

Sumatera Utara 3,24 6,34 3,20 1.23 2,17 0,61

Nasional 3,35 3,35 3,02 3,61 2,72 1,09

Sumber : BPS

*= Inflasi Tahun Kalender 2020 yang tercatat s.d Juni 2020 3,24

6,34

3,2

1,23

2,17

3,35 3,35

3,02

3,61

2,72

2015 2016 2017 2018 2019

Sumatera Utara Nasional

Kebijakan Umum APBD Provinsi Sumatera Utara TA.2021 II-12 Terkait dengan perkembangan inflasi di Provinsi Sumatera Utara, terdapat 4 (empat) kota yang menjadi indikator indeks harga konsumen (IHK) di Sumatera Utara yaitu Medan, Pematangsiantar, Sibolga, dan Padangsidimpuan dan baru di Tahun 2020 bertambah 1 yaitu Kota Gunung Sitoli.

Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2019 Kota Sibolga menjadi kota penyumbang inflasi terbesar di Sumatera Utara dengan tingkat inflasi sebesar 2,58 persen. Sedangkan Kota Pematangsiantar menjadi kota penyumbang tingkat inflasi terkecil yakni sebesar 1,54 persen. Sementara untuk tahun 2015, penyumbang inflasi terbesar di Sumatera Utara adalah Kota Pematangsiantar dengan tingkat inflasi sebesar 3,36 persen dan Kota Padangsidimpuan menjadi penyumbang inflasi terkecil dengan tingkat inflasi sebesar 1,66 persen. Dengan demikian, selama kurun waktu 2015-2019 cenderung semua kota yang menjadi indikator inflasi di Sumatera Utara memberikan sumbangan inflasi setiap tahunnya baik sebagai penyumbang inflasi terbesar maupun penyumbang inflasi terkecil.

Berdasarkan faktor-faktor terjadinya inflasi sebagaimana diuraikan diatas dengan langkah yang akan diambil oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam upaya mengoptimalkan pengendalian inflasi maka diproyeksikan inflasi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2020 terkendali dikisaran 2,85 ± 1 persen dan Tahun 2021 dipertahankan pada angka 0,315.

2.1.3. Kemiskinan

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan September 2019 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.260.050 jiwa atau sebesar 8,63 persen terhadap total penduduk. Kondisi ini memperlihatkan bahwa jumlah dan persentase penduduk miskin di Sumatera Utara memperlihatkan perubahan dimana kondisi September 2018 jumlah penduduk miskinnya sebanyak

Kebijakan Umum APBD Provinsi Sumatera Utara TA.2021 II-13 1.291.990 jiwa atau sebesar 8,94 persen, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.8 dibawah ini :

Tabel 2.8

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tahun 2015–2019

Jika dibandingkan dengan capaian nasional, persentase penduduk miskin Sumatera Utara lebih baik dibandingkan capaian nasional yaitu pada tahun 2018 capaian Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara sebesar 8,94 persen sementara Nasional sebesar 9,66 persen. Demikian juga dengan kondisi 2019, capaian Provinsi Sumatera Utara juga lebih bagus dari nasional dimana provinsi Sumatera Utara sebesar 8,63 persen dan nasional sebesar 9,22 persen dan sama sama mengalami penurunan.

Tahun Jumlah (ribu jiwa) Persentase (%)

Sept 2015 1.508,14 10,79

Sept 2016 1.452,55 10,27

Sept 2017 1.326,57 9,28

Sept 2018 1.291,99 8.94

Sept 2019 1.260,50 8.63

Kebijakan Umum APBD Provinsi Sumatera Utara TA.2021 II-14 Sumber :https://sumut.bps.go.id

Grafik. 2.2

Persentase Penduduk Miskin

Provinsi Sumatera Utara dengan Nasional Tahun 2014 – 2019

Garis kemiskinan digunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Pada September 2019 garis kemiskinan Sumatera Utara sebesar Rp.488.541,- per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp.506.538,- per kapita per bulan, dan untuk daerah perdesaan sebesar Rp.470.545,- per kapita per bulan. Sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2019, perkembangan garis kemiskinan ditunjukkan pada Tabel berikut :

10,79 10,27 9,28

8,94 8,63

11,13 10,7 10,12 9,66 9,22

2015 2016 2017 2018 2019

Indonesia Sumatera Utara

Kebijakan Umum APBD Provinsi Sumatera Utara TA.2021 II-15 Tabel 2.9

Garis Kemiskinan Sumatera Utara Tahun 2015 – 2019

Tahun Perkotaan Perdesaan Kota + Desa

Sept 2015 379.898 352.637 366.137

Sept 2016 413.835 388.707 401.832

Sept 2017 438.894 407.157 423.696

Sept 2018 465.790 435.492 451.673

Sept 2019 506.538 470.545 488.541

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara

Tidak dipungkiri bahwa pandemi Covid-19 tahun 2020 ini sangat berpengaruh terhadap angka kemiskinan yang umumnya disebabkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian masyarakat. Hampir seluruh jenis usaha menjadi lumpuh, pemutusan hubungan kerja terjadi dimana-mana yang mengakibatkan orang miskin baru diperkirakan akan bertambah.

Angka kemiskinan Provinsi Sumatera Utara tahun 2020 diproyeksikan akan mengalami kenaikan dari rencana target sebesar 8,43 persen terkoreksi menjadi 10,17 persen dan untuk tahun 2021 diperkirakan sedikit menurun menjadi 9,68 persen.

Dokumen terkait