BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Landasan Teori
2.2.2. Inflasi
2.2.2.1. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah proses kenaikkan harga – harga umum barang – barang terus
menerus, sehingga mengakibatkan melemahnya nilai mata uang. ( Boediono, 1990 :
162 )
2.2.2.2. Definisi Inflasi
Menurut Boediono ( 2001 : 155 ) inflasi adalah kecenderungan dari harga
– harga yang naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan ini meluas kepada (
Untuk mendefinisikan mencakup tiga aspek :
a) Adanya kecenderungan harga – harga untuk meningkat yang berarti
mungkin saja tingkat inflasi yang terjadi pada waktu tertentu akan turun
atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap akan turun naik
dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderungan
untuk tetap meningkat.
b) Peningkatan harga tersebut berlangsung terus menerus yang berarti tingkat
harga meningkat itu bukan hanya pada suatu atau beberapa komoditi saja.
c) Mencakup pengertian tingkat harga umum yang berarti tingkat harga
meningkat itubukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja.
2.2.2.3 Penyebab Inflasi
Dalam teori – teori moneter, terjadinya inflasi dapat dibedakan menjadi:
a) Demand Pull Inflation
Inflasi ini bermula adanya kenaikan permintaan total, sedangkan di sektor
produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh, sehingga apabila ada
peningkatan terhadap barang dan jasa maka akan mendongkrak harga
barang dan jasa, terlebih bilz ksempatan kerja penuh akan terdapat
“Inflationari Gap“ yang dapat menimbulkan inflasi. Inflasi yang sangat
tinggi dan tidak terkendali akan dapat mempengaruhi penanaman modal
spekulatif, tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi dan
tabungan juga akan merosor karena nilai uang yang semakin turun dan akan
membawa pengaruh pada perbankan.
Gambar berikut menjelaskan proses terjadinya Demand Pull Inflation
Gambar 2 :Demand Pull Inflation
Harga S P2 P1 D2 D1 Q1 Q2 Output
Sumber : Budiono, 1994. Ekonomi Makro, Penerbit BPFE, UGM, Yogyakarta hal 157 .
b) Cost Push Inflation
Inflais jenis ini ditandai dengan adanya ken aikan harga serta turunnya
produksi. Kondisi ini bermila pada saat terjadinya penurunandalam bidang
produksi. Apabila hal ini berlangsung terus menerus maka akan
Gambar berikut akan mengambarkan proses Cost Push Inflation
Gambar 3 : Cost Push Inflation
H2
H1
Sumber : Budiono, 1994. Ekonomi Moneter, Penerbit BPFE, UGM, Yogyakarta, hal
163.
Keterangan:
Bila ongkos produksi naik dari P1 ke P2 (misalnya, karena kenaikan harga
sarana produksi yang di datangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan harga bahan
bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (agregat suplai) bergeser dari S1
ke S2
Ada beberapa indikator yang digunakan oleh ahli – ahli ekonomi dalam
menggambarkan terjadinya inflasi di suatu negara. Indikator tersebut adalah biaya
hidup, indeks harga konsumen dan indeks perdagangan besar.
2.2.2.4. Efek Inflasi
Dengan adanya inflasi dapat menimbulkan beberapa efek diantaranya :
1) Efek terhadap pendapatan ( Equity Effect ), sifatnya tidak merata ada yang
dirugikan namun ada yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang
memperoleh pendapatan tetap 5 tahun akan menderita kerugian penurunan D S2 S1 P2 P1 Q2 Q1 Output Harga
pendapatan riil sebesar laju inflasi tersebut. Demikian pula orang yang
menumpuk kekayaan dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena
adanya inflasi, sebaiknya mereka yang diuntungkan adalah seseorang yang
memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari
laju inflasi atau mereka yang nilainya naik dengan prosentase yang lebih besar
dari laju inflasi.
2) Efek terhadap efisiensi, pengaruh inflasi dapat terjadi pada perubahan alokasi
faktor produksi. Dengan inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami
kenaikkan yang lebih besar dari barang – barang lain yang mengakibatkan
kenaikkan produksi ini akan menambah pada alokasi faktor produksi yang
sudah ada.
3) Efek terhadap output, akan dipertanyakan bagaimana pengaruh inflasi
terhadap output, apakah menyebabkan output mengalami kenaikan atau justru
penurunan intensitas. Efek inflasi berbeda – beda tergantung apakah inflasi
dibarengi kenaikan produksi atau justru penurunan intensitas efek inlasi
berbeda – beda tergantung apakah inflasi dibarengi kenaikan produksi dan
kesempatan kerja atau tidak ( Nopirin, 2000 : 181 )
2.2.2.5. Jenis inflasi berdasarkan asal usulnya
Berdasarkan asal usulnya inflasi dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1) Inflasi dalam negara ( Domestik Inflation ) adalah inflasi yang timbul karena
adanya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan percetakan uang baru,
2) Inflasi luar negari yaitu kenaikan –kenaikan harga –harga luar negeri yang
timbul karena kenaikkan harga tersebut mengakibatkan :
a) Secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian
barang – barang tersebut berasal dari impor.
b) Secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan
ongkos produksi dari berbagai bahan yang menggunakan bahan
mentah atau mesin –mesin yang harus di impor.
c) Secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga barang – barang
impor, mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah atau swasta
dengan berusaha dengan mengimbangi kenaikan harga impor
tersebut ( Boediono, 1990 : 101-102 )
2.2.2.6. Laju Inflasi
Berdasarkan lajunya inflasi dapat pula dibedakan menjadi :
1) Creeping Inflation, yaitu inflasi merayap biasanya dengan laju inflasi yang
rendah ( kurang dari 10 % per tahun ), kenaikan harga berjalan dengan
prosentase kecil serta dalam jangka waktu yang lama.
2) Galloping Inflation, yaitu di tandai dengan kenaikan harga yang relatif
pendek serta mempunyai sifat akselerasi ( cepat ), artinya harga – harga
minggu atau bulan ini lebih tinggi 5 sampai 6 kali, perputaran cepat, harga
naik secara akselerasi ( cepat ). Biasanya keadaan ini timbul apabila
pemerintah mengalami defisit anggaran belanja, misalnya karena
2.2.2.7. Cara mencegah Inflasi
Cara mencegah inflasi dapat dilakukan melalui beberapa kebijaksanaan, antara lain:
1) Kebijaksanaan Moneter
Sasaran kebijaksanaan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang
yang beredar ( M ). Uang giral sebagai salah satu komponen jumlah uang
yang diatur oleh bank sentral melalui cadangan minimum yang dinaikan
agar jumlah uang menjadi kecil sehingga dapat menekan laju inflasi.
Moneter adalah gejala – gejala ekonomi terhadap jumlah uang beredar.
2) Kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran
pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi
permintaan total sehingga akan mempengaruhi harga. Kebijaksanaan fiskal
yang berupa pengeluaran pemerintah serta kenaikkan pajak akan dapat
mengurangi total sehingga inflasi dapat ditekan.
3) Kebijaksanaan yang berkaitan dengan output
Kenaikan jumlah output dapat dicapai dengan kebijaksanaan penurunan bea
masuk sehingga cenderung menurunkan harga, dan dengan demikian
kenaikan output ini dapat memperkecil laju inflasi.
4) Kebijaksanaan penentuan harga dan indexing
Kebijaksanaan ini dilakukan dengan penentuan keliling harga, serta
mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji atau upah (dengan
demikian upah atau gaji secara riil tetap ) kalau indeks harga naik maka gaji
2.2.2.8. Hubungan Inflasi dengan Pertumbuhan ekonomi
Dari hasil analisis perbandingan pertumbuhan ekonomi dan inflasi dapat
diperoleh berbagai fenomena – fenomena antara pertumbuhan ekonomi dengan
inflasi
a) Sejak awal krisis pertumbuhan ekonomi negara – negara Asia Timur,
terutama yang mengalami krisis menurun, dan bahkan ada yang negatif
dari1,90 % sampai dengan -13,30 %, sedangkan tingkat inflasi meningkat
sangat tinggi dari 5,30 % sampai dengan 57,20 %
b) Pasca krisis ekonomi, pertumbuhan ekonomi negara – negara Asia Timur
terutama yang mengalami krisis meningkat kembali menjadi 0,45 % sampai
dengan 3,44 %, sedangkan tingkat inflasi menurun kembali menjadi 40 %
sampai dengan 11,15 %
Dari fenomena tersebut diatas jadi, pertumbuhan ekonomi dengan tingkat
inflasi berhubungan terbalik / negatif, apabila pertumbuhan ekonomi menurun
(stagnant and decreasing ), maka inflasi meningkat ( bahkan terjadi hyperinflation )
dan sebaliknya, atau gejala hubungan ini disebut dengan stagflasi yang sering
terjadi di masa krisis ekonomi ( resesi ), dan apabila gejala stagflasi ini terkendali,
maka akan dapat menimbulkan depresi ekonomi besar ( kemelesetan ekonomi ) (
Mahyudi, 2004 : 6 )