• Tidak ada hasil yang ditemukan

Informasi Penting Lainnya

Sejak awal tahun 2020, Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia mengumumkan berlakunya “Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Virus Corona” setelah ditemukannya beberapa orang yang teridentifikasi terpapar virus corona (COVID-19). Kondisi darurat ini, bersamaan dengan situasi perekonomian global yang terdampak pandemi corona, menyebabkan penurunan dalam perekonomian dalam negeri di awal tahun 2020 hingga saat ini, yang antara lain ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah dan menurunnya harga-harga sekuritas di pasar modal.

Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap USD per tanggal 26 Maret 2021 mencapai titik terendah sebesar Rp14.446/USD atau melemah 3,91% dibandingkan awal tahun 2021 (per 4 Januari 2021). Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap USD ini memberikan indikasi dampak tidak signifikan terhadap Grup.

Sementara itu, dampak dari wabah Covid-19 bagi operasional/bisnis Grup di awal tahun, antara lain: 1. Turunnya pasar Konstruksi;

2. Penundaan sebagian perolehan yang sedang dikerjakan; 3. Turunnya produktivitas;

4. Pendapatan Usaha dari 2021 dibandingkan dengan 2020 menurun 20%; 5. Backlog proyek ada yang ditunda;

6. Terbatasnya proyek yang tersedia di pasar mengakibatkan margin yang diperoleh menjadi menurun dan 7. Proses penagihan piutang menjadi lebih lama karena pemberi kerja mengalami kesulitan cash flow. Grup menyatakan bahwa Dampak dari wabah virus corona (Covid-19) adalah material.

Dalam menghadapi kondisi tersebut di atas, Grup telah membuat rencana dan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tetap melakukan konsolidasi internal serta efisiensi biaya;

2. Optimalisasi terhadap sistem manajemen yang sudah ada;

3. Memanfaatkan relaksasi yang diberikan pemerintah seperti relaksasi PPh 21 dan BPJS Ketenagakerjaan untuk meningkatkan likuiditas Perusahaan;

4. Mengubah target pasar dari sektor swasta ke sektor Pemerintah dan Grup walaupun dengan margin laba yang lebih kecil di sektor Pemerintah;

5. Memperbesar porsi Trading dan Service dibanding porsi Contracting;

6. Memperluas target pasar dengan menggunakan digital marketing – khususnya untuk Dirat Service yang menjadi Dirat andalan Perusahaan;

7. Memantapkan perubahan struktur organisasi perusahaan dari divisional ke Direktorat;

8. Menangguhkan rencana investasi yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan operasional atau regulasi dari pemerintah atau principal;

9. Menjalin hubungan yang erat dengan pemilik proyek, supplier dan perbankan; 10. Pengembangan produk – produk baru untuk memenuhi permintaan pasar; 11. Sinergi dengan induk usaha ataupun dengan unit usaha yang lain;

12. Memaksimalkan penjualan tunai dan penjualan kredit dengan selektif dan terbatas untuk meningkatkan likuiditas Perusahaan;

13. Meningkatkan margin laba kotor dan

14. Menjalankan Protokol Kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak selama di lingkungan kantor maupun lingkungan proyek.

PT Jaya Trade Indonesia

Pada tahun 2012, JTI menerima Surat Ketetapan Pajak dari KPP Madya Jakarta Pusat, sebagai berikut:

Jenis Jenis Pajak No. Tanggal Jumlah

Surat (Rp)

STP Bunga Tagihan 00019/109/95/023/98 19-Dec-98 286,665

STP Bunga Tagihan 00001/109/95/073/11 30-Nov-11 783,690

STP Bunga Tagihan 00001/109/95/073/11 30-Nov-11 523,533

STP Bunga Tagihan 00001/109/95/073/11 30-Nov-11 21,200

STP Bunga Tagihan 00001/109/95/073/11 30-Nov-11 36,000

STP Bunga Tagihan 00001/109/95/073/11 30-Nov-11 281,681

1,932,769

STP Bunga Tagihan SKPKB PPh Badan 1995 00016/109/00/023/01 26-Jul-01 381,266

SKPKB PPh pasal 23 00035/203/95/023/97 23-Jun-97 922,088

SKPKB PPh Badan 00062/206/96/023/00 28-Mar-00 4,096,487

SKPKB PPh Badan 00075/206/95/023/97 18-Jun-97 731,291

SKPKB Pajak Pertambahan Nilai 00125/207/95/023/97 23-Jun-97 4,989,072

SKPKB Pajak Pertambahan Nilai 00173/207/96/023/00 28-Mar-00 1,694,741

12,814,945

14,747,714 Total

Atas Surat Ketetapan Pajak diatas sebesar Rp 1.932.769 telah dikompensasi terhadap Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) atas PPh tahun pajak 2010 No. 00028/406/10/073/12, sehingga sisa tagihan pajak sebesar Rp12.814.945 dalam proses diusulkan penghapusan.

Berdasarkan surat Dirjen Pajak No.S-748/PJ.04 /2012 tanggal 22 Maret 2012 mengenai Tunggakan Pajak menjelaskan bahwa 5 (lima) dari 6 (enam) ketetapan yang belum dikompensasi diatas telah daluwarsa, sedangkan untuk ketetapan No.00035/ 203/95/023/97, JTI telah memberikan Penjelasan Tambahan Penagihan Tunggakan Pajak No.062/JTI /III/2012 tanggal 27 Maret 2012 yang menyatakan bahwa SKPKB PPh 23 tersebut juga telah daluwarsa.

Pada tanggal 28 Pebruari 2013, JTI menerima surat dari kantor pajak berupa daftar sisa tagihan dengan status sedang diusulkan penghapusan sebagai berikut:

Jenis Jenis Pajak No. Tanggal Jumlah

Surat (Rp)

STP Bunga Tagihan SKPKB PPh Badan 1995 00016/109/00/023/01 26 Juli 2001 381,266

SKPKB PPh pasal 23 00035/203/95/023/97 23 Juni 1997 922,088

SKPKB PPh Badan 00062/206/96/023/00 28 Maret 2000 4,096,487

SKPKB PPh Badan 00075/206/95/023/97 18 Juni 1997 731,291

SKPKB Pajak Pertambahan Nilai 00125/207/95/023/97 23 Juni 1997 4,989,072

SKPKB Pajak Pertambahan Nilai 00173/207/96/023/00 28 Maret 2000 1,694,741

Total 12,814,945

Surat dari kantor pajak tanggal 28 Februari 2013 tersebut diatas tidak sejalan dengan surat Dirjen Pajak No.S-748/PJ.04/2012 tanggal 22 Maret 2012 mengenai Tunggakan Pajak yang menjelaskan bahwa 5 (lima) ketetapan diatas telah daluwarsa, hanya untuk ketetapan No.00035/203/95/023/97 sebesar Rp922.088 yang belum daluwarsa.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.244/PMK.03/2015 tanggal 28 Desember 2015 tentang tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, menyebutkan bahwa kelebihan pembayaran pajak harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan seluruh utang pajak yang diadministrasikan di kantor pajak sebagaimana tercantum dalam:

a. Surat Tagihan Pajak;

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya.

JTI menerima Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) atas PPh tahun Pajak 2014 No.00009/406/14/073/16 tanggal 28 Januari 2016. Berdasarkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) nomor KEP-00035.PPh/WPJ.06/KP.1203/2016 dan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) nomor 80211073-0211-2016, kantor pajak menegaskan bahwa dari 6 (enam) ketetapan di atas, sisa utang yang dapat dikompensasikan terhadap Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) atas PPh tahun Pajak 2014 hanya SKPKB PPh 23 Tahun Pajak 1995 sebesar Rp922.088, sedangkan atas 5 (lima) ketetapan diatas sejumlah Rp11.892.858 tidak lagi diakui sebagai utang pajak JTI berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No244/PMK.03/2015 tanggal 28 Desember 2015.

Pada tanggal 22 Desember 2017, JTI menerima surat dari kantor pajak berupa daftar sisa tagihan sebagai berikut:

Jenis Jenis Pajak No. Tanggal Jumlah

Surat (Rp)

STP Bunga Tagihan SKPKB PPh Badan 1995 00016/109/00/023/01 26-Jul-01 381,266

SKPKB PPh pasal 23 00062/206/96/023/00 28-Mar-00 4,096,487

SKPKB PPh Badan 00075/206/95/023/97 18-Jun-97 731,291

SKPKB PPh Badan 00125/207/95/023/97 23-Jun-97 4,989,072

SKPKB Pajak Pertambahan Nilai 00173/207/96/023/00 28-Mar-00 1,694,741

Surat dari kantor pajak tanggal 22 Desember 2017 tersebut diatas tidak menyatakan daluwarsa sesuai dengan surat Dirjen Pajak No.S-748/PJ.04/2012 tanggal 22 Maret 2012 mengenai Tunggakan Pajak yang menjelaskan bahwa 5 (lima) ketetapan diatas telah daluwarsa.

Dokumen terkait