BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Infusa Bunga Telang
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90oselama 15 menit (Depkes RI, 1995).
Pembuatan infusa dengan mencampur simplisia dengan derajat halus yang
sesuai dalam panci dengan air secukupnya, dipanaskan di atas tangas air selama
15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90o sambil sekali-sekali diaduk. Serkai
selagi panas melalui kain flannel, ditambahkan air panas secukupnya melalui
ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki (Depkes RI, 1995).
Infusa adalah hasil proses penyarian yang umumnya digunakan untuk
menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati.
Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah
tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara
ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Depkes RI, 1986).
C. Inflamasi
1. Pengertian inflamasi
Inflamasi merupakan respons terhadap jejas pada jaringan hidup yang
memiliki vaskularisasi. Respons ini dapat ditimbulkan oleh infeksi mikroba, agen
fisik, zat kimia, jaringan nekrotik atau reaksi imun. Inflamasi bertujuan untuk
menyekat serta mengisolasi jejas, menghancurkan mikroorganisme yang
menginvasi tubuh serta menghilangkan aktivitas toksinnya, dan mempersiapkan
jaringan bagi kesembuhan serta perbaikan. Meskipun pada dasarnya merupakam
dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang bisa membawa kematian atau
kerusakan organ yang persisten serta progresif akibat inflamasi kronik dan fibrosis
yang terjadi kemudian (misalnya arthritis rheumatoid, sterosklerosis) (Kumar et al., 2007).
Inflamasi merupakan tindakan protektif yang berperan dalam melawan
agen penyebab jejas sel. Inflamasi melakukan misi pertahanannya dengan cara
melarutkan, menghancurkan, atau menetralkan agen patologis (Kumar et al., 2007).
Fenomena yang terjadi dalam proses inflamasi meliputi kerusakan
mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit menuju
jaringan radang. Tanda-tanda dari proses inflamasi antara lainrubor, kalor,tumor, dolor, danfunctio laesa(Tanu, Syarif, Estuningtyas, Setiawati, Muchtar dan Arif, 2002). Rubor, kalor, dan tumor pada inflamasi akut terjadi karena peningkatan
aliran darah dan edema (Kumaret al., 2007).
Gejala-gejala ini merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi
akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya
plasma darah (eksudasi) ke dalam ruang ekstrasel akibat meningkatnya ketelapan
kapiler dan perangsangan reseptor nyeri. Respon ini disebabkan oleh pembebasan
bahan-bahan mediator (histamine, serotonin, prostaglandin, kinin) (Sudoyo,
2007).
Saat berlangsungnya fenomena inflamasi ini banyak mediator kimiawi
serotonin, faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin (Tanuet al, 2002).
2. Jenis inflamasi
Inflamasi dapat dibedakan menjadi akut dan kronik. Inflamasi akut
memiliki onset dan durasi lebih cepat. Inflamasi akut dapat terjadi beberapa menit
hingga beberapa hari, ditandai dengan adanya cairan eksudasi protein plasma
maupun akumulasi leukosit neutrofilik yang dominan. Inflamasi kronik memiliki
durasi yang lebih lama (hari hingga tahun). Inflamasi kronis dapat bersifat
berbahaya. Tipe dari inflamasi kronik ditentukan oleh peningkatan limfosit dan
makrofag yang berhubungan dengan proliferasi vaskular dan fibrosis (Kumar et al., 2007).
Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai dua tujuan utama, yaitu:
meringankan rasa nyeri, yang sering kali gejala awal yang terlihat dan keluhan
utama yang terus menerus dari pasien dan memperlambat atau membatasi proses
perusakan jaringan. Pengurangan inflamasi dengan NSAID sering berakibat
meredanya rasa nyeri selama periode yang bermakna. Lebih jauh lagi, sebagian
besar nonopioid analgesik mempunyai efek antiinflamasi, jadi tepat digunakan
untuk pengobatan inflamasi akut maupun kronis (Katzung, 2001).
3. Metode uji inflamasi
a. Uji eritema telinga
Eritema (kemerahan) merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi.
Timbulnya eritema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi
1977). Eritema ini dapat diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar
UV. Kelemahan metode ini adalah eritema dapat dihambat oleh obat yang
kerjanya tidak menghambat sintesa prostaglandin (Turner, 1965).
b. Induksi udema telapak kaki belakang
Dasar metode ini adalah kemampuan agen dalam menghambat
terjadinya udema pada telapak kaki tikus setelah pemberian bahan-bahan
phlogistic seperti brewer’s yeast, formaldehid, dextran, albumin, kaolin, serta polisakarida sulfat (Vogel, 2002).
Pada metode ini induksi udema dilakukan pada kaki hewan percobaan
yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin
secara subplantar pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki
diukur dengan alat plestimometer segera setelah injeksi (Khanna dan Sarma,
2001). Aktivitas antiinflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya
mengurangi udema yang diinduksi pada kaki tikus (Vogel, 2002).
Keuntungan metode ini antara lain cepat (waktu yang dibutuhkan tidak
terlalu lama) dan pengukuran volume udema dapat dilakukan dengan lebih
akurat dan objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau
visible. Kekurangan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika penyuntikan karagenin secara subplantar tersebut tidak menjamin
pembentukan volume udema yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat
mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok tikus yang
c. Percobaanin vitro
Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh substansi-substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan
lain-lain dalam terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaan in vitro
adalah: penghambatan ikatan reseptor 3H-bradikinin, ikatan reseptor
neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit polimorfonuklear (Vogel, 2002).
D. Karagenin
Karagenin merupakan senyawa iritan yang diperoleh dari ekstrakChindrus crispus, yang merupakan mukopolisakarida yang disusun oleh monomer unit galaktosa sulfat. Karagenin mampu menginduksi reaksi inflamasi yang bersifat
akut, non-imun, dapat diamati dengan baik dan mempunyai reprodusibilitas tinggi
(Morris, 2003).
Penggunaan karagenin sebagai penginduksi radang memiliki beberapa
keuntungan antara lain: tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan
jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi
dibanding senyawa iritan lainnya (Siswanto dan Nurulita, 2005).
Pada umumnya bahan penginduksi radang yang digunakan adalah
karagenin 1% dalam NaCl fisiologis 0,9% (b/v) dengan volume sebesar 0,1 mL
untuk tikus dan 0,05 mL untuk mencit. Reaksi yang diinduksi karagenin
mempunyai 2 fase: fase awal dan fase akhir. Fase awal berakhir setelah 60 menit
dan dihubungkan dengan pelepasan histamin, serotonin, dan bradikinin. Fase
dihubungkan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan
radikal bebas seperti H2O2, superoksida, dan radikal hidroksil (Suleyman,
Demircan, Karagoz, dan Ozta, 2004).
Zat yang dapat digunakan untuk memicu terbentuknya udema antara lain:
mustard oil5%, dextran1%, egg white fresh undiluted,serotonin kreatinin sulfat,
lamda karagenin1% yang diinduksikan secara subplantar pada telapak kaki tikus.
Karagenin ada beberapa tipe, yaitu lambda (λ) karagenin, iota (i) karagenin dan kappa (k) karagenin. Lambda (λ) karagenin ini dibandingkan dengan jenis
karagenin yang lain, lambda karagenin paling cepat menyebabkan inflamasi dan
memiliki bentuk gel yang baik dan tidak keras (Rowe, Sheskey, dan Weller,2003).
E. Obat Anti Inflamasi Non Steroid
Obat antiinflamasi golongan non steroid (OAINS) berperan sebagai
antiinflamasi dengan satu atau beberapa mekanisme, diantaranya dengan inhibisi
metabolisme asam arakidonat, inhibisi enzim siklooksigenase (COX) atau inhibisi
sintesis prostaglandin, inhibisi lipooksigenase, inhibisi sitokin, pelepasan hormon
steroid, stabilisasi membran lisosom, dan pelepasan fosforilasi oksidatif (Kohli,
Ali, dan Raheman, 2005).
Hampir semua OAINS adalah menghambat sintesis prostaglandin dengan
inhibisi COX-1 dan COX-2. Berdasarkan pada selektifitasnya terhadap COX,
OAINS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, yaitu:
a. Inhibitor COX nonselektif, meliputi aspirin, indometasin, diklofenak,
b. Inhibitor selektif COX-2, meliputi nimesulid, meloksikam, nabumeton, dan
aseklofenak. Golongan OAINS ini bekerja secara selektif preferential COX-2,
dimana penghambatan pada COX-2-nya tidak sekuat golongan rofecoxib
sehingga tidak mengganggu fungsi fisiologis COX-2 yang berguna pada
kardiovaskular. Golongan OAINS ini disebut aman untuk kardiovaskular
(Ignatius, Zarraga, and Ernest, 2007);
c. Inhibitor sangat selektif COX-2, meliputi celecoxib, rofecoxib, valdecoxib,
parecoxib, etoricoxib dan lumiracoxib (Derle, Gujar, dan Sagar, 2006). OAINS
sangat selektif COX-2 memiliki efek samping pada kardiovaskular, yaitu dapat
meningkatkan resiko terjadinya AMI (Acute Myocardial Infarction) karena mempunyai penghambatan yang sangat kuat terhadap COX-2. COX-2
mempunyai fungsi fisiologis dalam mensintesis prostasiklin yang berfungsi
sebagai vasodilator pada pembuluh darah jantung (Ignatius, dkk, 2007).
F. Cataflam®D-50 (Kalium Diklofenak)
Cataflam® D-50 (gambar 3) yang berisi kalium diklofenak immediate-release dengan kekuatan 50 mg setiap tabletnya. Kalium diklofenak merupakan turunan asam benzenasetat yang termasuk dalam golongan obat antiinflamasi non
steroid (OAINS). Kalium diklofenak sendiri memiliki nama kimia
2-[(2,6-dichlorophenyl) amino] benzeneacetic acid, monopotassium salt dengan bobot molekul sebesar 334,25 dan rumus molekul C14H10Cl2NKO2(Novartis, 2009).
Gambar 3. Struktur kalium diklofenak (Novartis, 2009)
Tablet Cataflam® D-50 merupakan sediaan tablet tanpa salut sehingga
bersifat dispersible atau dapat digerus dan memungkinkan digunakan dalam peracikan obat untuk resep. Selain kalium diklofenak, bahan inaktif yang
terkandung dalam Cataflam® D-50 antara lain kalsium fosfat, silikon dioksida
koloidal, besi oksida, magnesium stearat, mikrokristalin selulosa, polietilen glikol,
povidone, natrium glikolat, pati jagung, talk, serta titanium dioksida (Novartis,
2009).
Derivat fenilasetat ini termasuk NSAID yang terkuat daya antiradangnya
dengan efek samping yang kurang keras dibandingkan dengan obat kuat lainnya
(indometasin dan piroxicam). Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang
relatif nonselektif dan kuat, juga mengurangi bioavailabilitas asam arakidonat
(Tjay dan Rahardja, 2002).
Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap
yang terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek lintas awal (first-pass)
sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, diklofenak
panjang dari waktu paruh obat tersebut. Efek samping yang lazim ialah mual,
gastritis, eritema kulit dan sakit kepala. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari
terbagi dua atau 3 dosis (Gunawan, 2008).
G. Landasan Teori
Inflamasi merupakan tindakan protektif yang berperan dalam melawan
agen penyebab jejas sel. Inflamasi melakukan misi pertahanannya dengan cara
melarutkan, menghancurkan, atau menetralkan agen patologis. Saat
berlangsungnya feomena inflamasi ini banyak mediator kimiawi yang dilepaskan
secara lokal seperti histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT) atau serotonin, faktor
kemotaktik, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin (Tanuet al, 2002).
Dari sejumlah senyawa flavonoid yang terdapat pada bunga telang,
antosianin adalah yang paling utama. Antosianin adalah senyawa berwarna
golongan flavonoid yang bertanggung jawab untuk kebanyakan warna merah,
biru, dan ungu pada buah, sayur dan tanaman hias. Antosianin adalah pigmen
yang mudah larut di air sehingga senyawa ini akan ditemukan dalam infusa bunga
telang. Menurut Mazza, 2002 (cit., Rhone & Basu, 2008) bahwa antosianin merupakan antioksidan yang kuat, memiliki kemampuan untuk mencegah kanker,
memperlambat penuaan, menghambat penyakit neurologis, inflamasi, diabetes
dan infeksi bakteri.
Antosianin yang merupakan bagian flavonoid dapat menjadi inhibitor
enzim siklooksigenase (COX). Antosianin akan mencegah sintesis prostaglandin
berkomunikasi dengan sinyal kimia yang disebut sitokin akan dikendalikan oleh
antosianin (Sandhar, dkk, 2011).
H. Hipotesis
Infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) memberikan efek antiinflamasi dengan berkurangnya udema yang diinduksi karagenin 1% pada kaki mencit.
21 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni karena
dilakukan dengan adanya perlakuan dan tanpa ada penelitian sebelumnya dengan
rancangan acak pola searah. Rancangan acak pola searah digunakan karena faktor
yang diuji dalam penelitian ini hanya ada satu, yaitu pengaruh dosis pemberian
infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) terhadap udema pada kaki mencit yang diinduksi karagenin 1 % dengan pengukuran jangka sorong.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel utama
a. Variabel bebas: dosis infusa bunga telang.
b. Variabel tergantung: penurunan udema dilihat dari perbandingan kaki mencit
yang normal dengan kaki yang terinduksi karagenin 1%.
2. Variabel pengacau
a. Variabel yang dikendalikan : hewan uji adalah mencit betina galur Swiss, umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram, cara pemberian bahan uji secara per
oral.
3. Definisi operasional
1. Infusa bunga telang adalah sejumlah (gram) bahan yang dipanaskan dengan
air dalam panci selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90oC sambil
sekali-sekali diaduk. Kemudian diserkai selagi panas, tambahkan air panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki
(Depkes RI, 1995).
2. Dosis infusa bunga telang adalah sejumlah berat infusa bunga telang tiap
satuan berat badan hewan uji dengan satuan mg/kg BB.
3. Udema adalah tebal telapak kaki yang diinduksi oleh larutan karagenin 1%
yang diinjeksikan secara subplantar dan diukur dengan jangka sorong dalam
satuan millimeter.
4. AUC (Area Under Curve) ditentukan menggunakan rumus trapezoid di mana selisih udema antara kaki kiri dan kanan mencit dikali dengan selisih waktu
pengukuran (mm.menit).
C. Bahan Penelitian
1. Hewan uji
Mencit dengan jenis kelamin betina usia 2-3 bulan, berat 20-30 g, dan
bergalur Swiss yang diperoleh dari Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah bunga telang (Clitoria ternateaL.) yang diperoleh dari kebun tanaman obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
3. Bahan uji farmakologi
Bahan-bahan uji farmakologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Karagenin sebagai agen inflamasi yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
b. Tablet Cataflam® D-50 (Novartis Indonesia) yang mengandung kalium
diklofenak 50 mg sebagai kontrol positif diperoleh dari Apotek Condong
Catur, Sleman, Yogyakarta.
c. NaCl fisiologis 0,9 % sebagai pelarut karagenin diperoleh dari Apotek Kimia
Farma, Seturan, Sleman, Yogyakarta.
d. Aquadest sebagai kontrol negatif yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Neraca analitik
2. Syringedan spuit injeksi per oral
4. Jangka sorong Digital Caliper “Wipro”
5. Alat-alat gelas (beaker glass, pengaduk, gelas ukur dan labu ukur merk Pyrex) 6. Alat-alat pembuat infusa (heater, panci lapis alumunium, pengaduk, termometer,
corong, kain flanel)
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman telang (Clitoria ternatea L.) menggunakan bunga, daun, batang yang dilakukan secara benar sesuai dengan buku acuan, “Flora untuk
Sekolah di Indonesia” di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Bunga telang diperoleh dari kebun tanaman obat Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Bunga yang diambil adalah bunga yang
segar bewarna biru keunguan dan tidak berlubang. Waktu panen bunga telang
dilakukan pagi hari pada bulan Maret 2013.
3. Pembuatan larutan karagenin 1%
Larutan karagenin yang digunakan sebagai zat peradang dibuat dengan
cara 1 gram karagenin dilarutkan dalam larutan NaCl fisiologis 0,9% hingga
volume 100 mL, akan diperoleh konsentrasi karagenin 1% (b/v) yang setara
4. Pembuatan infusa bunga telang
Bunga yang dipilih adalah bunga yang masih segar, tidak rusak dan tidak
layu. Bunga ditimbang sesuai dengan banyaknya penggunaannya di masyarakat,
kemudian bunga ditambah dengan 100 mL air dalam panci dipanaskan selama 15
menit dengan suhu 90oC sambil sesekali diaduk. Lalu ditambahkan air panas
hingga diperoleh volume infusa 100 mL.
5. Pembuatan larutan diklofenak
Tablet Cataflam® D-50 yang mengandung kalium diklofenak 50 mg
sebanyak 20 tablet diuji keseragaman bobotnya. Diambil 1 tablet Cataflam®D-50
yang mengandung kalium diklofenak 50 mg yang telah diuji keseragaman
bobotnya tersebut, ditimbang 204 mg dan digerus dalam mortar, lalu dilarutkan
dalam aquadest hingga volume 100 mL sehingga diperoleh konsentrasi 2,04
mg/mL. Perhitungan dosis kalium diklofenak dapat dilihat pada lampiran 8.
6. Penentuan waktu pemberian kalium diklofenak
Kalium diklofenak (Cataflam® D-50) 9,1 mg/Kg BB sebagai kontrol
positif diberikan 15 menit sebelum induksi udema dengan injeksi karagenin 1%
secara subplantar berdasarkan penelitian Gunawan (2010).
7. Pembuatan inflamasi
Kaki mencit sebelah kiri diinduksi dengan karagenin 1% secara subplantar
(di bawah kulit telapak kaki mencit), sedangkan kaki mencit sebelah kanan hanya
8. Dosis bunga telang
Uji antiinflamasi ini dilakukan karena tidak ada literatur yang
menyebutkan dosis terapi yang biasa digunakan di masyarakat, maka takaran yang
dipakai dalam penelitian ini adalah 5 gram (± 14 kuntum bunga). Perhitungan
dosis bunga telang dapat dilihat pada lampiran 8.
Dalam penelitian ini, infusa bunga telang dibuat dalam tiga peringkat dosis
yaitu 328; 655; 1310 mg/kg BB mencit.
9. Penentuan kontrol negatif
Kontrol negatif adalah zat yang tidak memiliki efek antiinflamasi sehingga
dapat digunakan sebagai pembanding terhadap zat yang diuji. Pada penelitian
digunakan aquadest sebagai kontrol negatif yang merupakan pelarut dalam
pembuatan infusa bunga telang. Perhitungan dosis aquadest dapat dilihat pada
lampiran 8.
10. Perlakuan pada hewan uji
Dua puluh lima ekor mencit diukur ketebalan kaki kirinya menggunakan
jangka sorong. Mencit dibagi acak dalam 5 kelompok masing-masing terdiri dari
5 ekor mencit, yaitu kelompok kontrol negatif (aquadest 25 g/kg BB mencit),
kelompok kontrol positif (kalium diklofenak 9,1 mg/kg BB mencit), kelompok
infusa bunga telang dosis I (328 mg/Kg BB mencit), kelompok infusa bunga
telang dosis II (655 mg/Kg BB mencit) dan kelompok infusa bunga telang dosis
III (1310 mg/Kg BB mencit). Skema jalannya penelitian dapat dilihat pada
15 menit kemudian
Gambar 4.Skema jalannya penelitian
Keterangan:
Kel. I : Kelompok kontrol negatif (aquadest 25 g/Kg BB mencit)
Kel. II : Kelompok kontrol positif (kalium diklofenak 9,1 mg/Kg BB mencit) Kel. III: Kelompok infusa bunga telang dosis I (328 mg/Kg BB mencit) Kel. IV: Kelompok infusa bunga telang dosis II (655 mg/Kg BB mencit) Kel. V : Kelompok infusa bunga telang dosis III (1310 mg/Kg BB mencit)
25 ekor mencit diberi senyawa secara per oral sesuai kelompok
berikut Kel. V Kel. IV Kel. III Kel. II Kel. I
Masing-masing kaki kiri mencit diinjeksi karagenin 1% secara subplantar dan kaki kanan disuntik dengan spuit tanpa larutan karagenin
Udema diukur menggunakan jangka sorong selama 6 jam dan diukur pada
menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330 dan
360
Dihitung selisih udema kaki kiri yang terinduksi karagenin dengan kaki kanan yang tidak terinduksi karagenin
11. Penentuan persen (%) penghambatan inflamasi
Metode penentuan persen penghambatan inflamasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menghitung luas area di bawah kurva (AUC-Area Under Curve) untuk setiap mencit pada setiap rentang waktu pengukuran sehingga dapat dihitung % penghambatan inflamasinya dengan rumus:
Penghambatan inflamasi (%) =(େష౮)୭ି(େష౮)୬
(େష౮)୭ x 100%
Keterangan:
(AUCo-x)o = AUCo-xrata-rata kelompok kontrol negatif (mm.menit)
(AUCo-x)n = AUCo-xrata-rata masing-masing hewan uji yang diberi senyawa uji dengan dosis sebesar n (mm.menit) (Ikawati, Suparjan, danAsmara, 2007).
Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik untuk
menemukan dosis infusa bunga telang yang dapat menurunkan udema kaki mencit
secara signifikan.
F. Analisis Hasil
Data yang diperoleh dianalisis dengan Shapiro Wilk untuk melihat
distribusi data. Jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis
ANOVA satu arah taraf kepercayaan 95% dan jika data tidak terdistribusi normal
maka dilanjutkan dengan analisis Kruskal Wallis. Analisis ini dilakukan untuk
melihat apakah ada perbedaan pada kelompok perlakuan. Analisis dilanjutkan
dengan uji Scheffe untuk data dengan distribusi yang normal dan uji Mann
Whitney untuk data dengan distribusi yang tidak normal. Analisis ini dilakukan
untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak bermakna. Jika
diperoleh p> 0,05 maka diartikan perbedaan tersebut tidak bermakna. Data
kuantitatif persen penghambatan inflamasi disajikan dalam nilai rata-rata ± SE
30 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Determinasi Tanaman
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah infusa bunga telang
(Clitoria ternatea L.). Sebelum bunga Clitoria ternatea L. ini digunakan dalam pengujian efek antiinflamasi maka diperlukan determinasi tanaman untuk
memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar-benar tanamanClitoria ternatea L. Bagian tanaman yang digunakan dalam determinasi adalah bagian batang, daun, bunga dan biji.
Determinasi dilakukan sesuai dengan buku acuan “Flora untuk Sekolah di
Indonesia” hingga kategori jenis (species) untuk membuktikan bahwa batang, daun, bunga dan biji yang dideterminasi adalah benarClitoria ternateaL.
Berdasarkan hasil determinasi tersebut maka terbukti bahwa tanaman yang
diuji ini benar merupakan tanamanClitoria ternatea L. (Lampiran 1).
B. Infusa Bunga Telang
Sebanyak 5 gram bunga telang ditambah 100 mL air. Campuran tersebut
dimasukkan ke dalam panci infusa dan dipanaskan di atas heaterpada suhu 900C selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Waktu 15 menit dapat dihitung setelah
campuran mencapai suhu 900 C. Selama pemanasan, panci dalam keadaan
tertutup, agar suhu saat pemanasan tidak terpengaruh oleh suhu lingkungan atau
diperoleh volume infusa 100 mL. Bila belum mencapai volume 100 mL, dapat
ditambahkan air panas melalui ampas. Dari hasil pembuatan infusa didapatkan
cairan infusa bewarna ungu dan diduga dari warna ungu tersebut infusa sudah
mengandung antosianin karena antosianin merupakan senyawa pemberi warna
pada bunga telang. Hasil pembuatan infusa dapat dilihat pada tabel I.
Tabel I. Hasil pembuatan infusa bunga telang