• Tidak ada hasil yang ditemukan

INKUBATOR DALAM M ENINGKATKAN PEM BERDAYAAN UM KM

Dalam dokumen edisi khusus oktober 2010 (Halaman 54-58)

IM PLEM ENTASI TRANSFORM ASI BERBASIS USAHA M IKRO KECIL DAN M ENENGAH: SEBUAH GAGASAN PEM BERDAYAAN

INKUBATOR DALAM M ENINGKATKAN PEM BERDAYAAN UM KM

Melalui pola inkubator merupakan salah satu solusi yang dianggap paling tepat selama ini. Inku-bator inilah diharapkan mampu meningkatkan pemberdayaan UMKM sebagai solusi kongkret pengentasan kemiskinan demi mencapai kesejah-teraam bersama. Di bidang kesehatan dikenal ada-nya alat bantu bagi bayi yang lahir prematur. Bayi yang lemah akibat lahir terlalu dini itu dimasukkan ke dalam kotak inkubator yang memiliki suhu dan kondisi lebih baik bila dibandingkan dengan di alam terbuka. Dengan demikian bayi bisa tumbuh sehat sampai kemudian bila sudah dianggap cukup, bayi yang lahir prematus itu dapat dikeluarkan dari kotak inkubator tersebut.

Gambaran analogi tersebut dapat disimpul-kan bahwa inkubator secara umum merupadisimpul-kan sua-tu tempat atau alat suasana atau lingkungan atau sistem dengan kondisi, temperatur, kelembaban dan aliran udara yang secara sengaja dibuat sede-mikian rupa sehingga sesuatu yang ditempatkan di inkubator tersebut akan mengalami pertumbuh-an ypertumbuh-ang baik. Prinsip inilah ypertumbuh-ang kemudipertumbuh-an diadop-si dalam konsep ekonomi untuk mengembangkan kegiatan suatu bisnis. Pengusaha kecil dan mene-ngah yang sulit berkembang, kurang maju padahal menyimpan potensi yang memungkinkan untuk maju dan berkembang, dibantu atau diberi bantuan dengan pola inkubator (inkubasi) sehingga mengala-mi pertumbuhan dan kemampuan beroperasi lebih optimal dengan mensinergikan seluruh stakeholder.

Pada umumnya kegagalan pengusaha kecil dalam menjalankan bisnisnya ialah merasa takut dan minder jika berhadapan dengan pengusaha be-sar. Pola kemitraan apapun bagi kalangan pengusa-ha kecil masih merupakan pola kerja yang patut dicurigai. Mereka masih khawatir dengan maksud dikuasainya si kecil oleh si besar; si kecil bakal dija-dikan semacam sub-ordinasi bagi kepentingan si besar. Namun dalam pola inkubator konsep dasarnya mengarah pada upaya pengentasan usaha kecil dan menengah menuju kemand irian. Justru faktor bimbingan pengelolaan usaha dan manajemen me-rupakan prioritas, karena dari sinilah kemandirian akan tercapai. Selanjutnya penguasan manajemen dengan sendirinya pintu untuk merebut pasar akan terbuka. Sehingga dapat disebutkan bahwa pola inkubator dapat menopang kegiatan mereka dari bawah (memberikan landasan uatama yang kokoh) dan bukan membantu dengan sumbangan-sumbang-an atau pinjamsumbangan-sumbang-an-pinjamsumbangan-sumbang-an dsumbangan-sumbang-ana dari atas ke bawah. Berdasarkan uraian tersebut menurut Ka-darisms (1997) secara garis besar lembaga inkuba-tor sebagai alternatif pemberdayaan usaha kecil berperan penting yang bertujuan untuk: (1) menu-runkan atau memperkecil jumlah usaha kecil baru yang ambruk di tengah jalan terutama pada saat awal yang berarti sekaligus meningkatkan jumlah

bisnis baru. (2) Turut menyiapkan sejumlah bisnis terpadu agar siap bertarung di pasar bebas dalam suatu persaingan yang sehat. Lembaga inkubator dapat berperan sebagai jembatan terhadap penemuan-penemuan baru, pengembangan hasil penelitian yang sudah terbukti bermanfaat terutama yang di-selenggarakan oleh suatu lembaga pendidikan atau Litbang. Dalam kegiatan seperti ini, lembaga inku-bator dapat berperan sebagai mediator antara lem-baga-lembaga pendidikan atau Litbang dengan lingkungan produksi dan pasar. (3) Turut mengem-bangkan kegiatan usaha yang bermuatan tekno-logi. Mengembangkan usaha kecil yang semula ber-pola serba tradisional menjadi maju dan modern. (4) Mendorong dan memberikan daya tarik bagi timbulnya budaya wiraswasta dan wirausaha da-lam masyarakat. (5) Memanfaatkan secara lebih op-timal para tenaga terdidik lewat penyerapan tena-ga mereka dan perluasan lapantena-gan kerja, di sam-ping menambahan omzet usaha sehingga mening-katkan volume usaha dan mengembangkan kegiat-an ekonomi di mkegiat-ana lembaga inkubator berperkegiat-an. (6) Bagi kalangan usaha yang kreatif lembaga inku-bator dapat menumbuhkan inovasi-inovasi baru yang lebih menguntungkan karena mampu men-jangkau pasar lebih luas.

Setelah membahas tujuan dari pola inkubator tersebut berikut ini penerapan teknis di lapangan tentang gambaran pemberdayaan yang terfokus pada pemecahan masalah UMKM, yaitu: pendana-an, pemasarpendana-an, SDM, dan pengelolaan yang dapat dijabarkan sebagai berikut.

Permodalan Peran Lembaga Keuangan M ikro (LKM )

Kompleksnya persoalan menghantui UMKM; hambatan modal merupakan penyakit yang paling akut; dengan demikian sangat logis bila lebih mem-fokuskan pembahasan dan meracik obat anti pe-nyakit masalah permodalan. Mengatasi masalah permodalan, mensinergikan LKM diantara

hem-busan nafas UMKM, merupakan salah satu jawab-annya. Langkah ini sangat penting karena LKM dapat berfungsi memberikan dukungan modal bagi UMKM dalam rangka mengembangkan usahanya, sehingga bisnis mereka berjalan lancar dan bertam-bah besar. Secara otomatis akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara agregat pada tataran nasional. Melalui LKM para pengusaha diberikan akses untuk dapat melakukan aktivitas keuangan, baik akses pembiayaan maupun jasa keuangan lain-nya sehingga memungkinkan mereka dapat mela-kukan kegiatan yang produktif dan mengembang-kan usahanya.

Sementara itu, bila mempelajari sepak terjang

Asian Development Bank (ADB) dan mengamati ki-prah LKM di sejumlah negara, menurut Krisnamuk-ti (2003) dapat menarik benang merah bahwa UMKM lainnya seperti memberi kontribusi positif pada alokasi sumber daya, promosi pemasaran, dan adopsi teknologi dan pembangunan, khususnya ba-gi para pengusaha UMKM. Kemudian LKM juga dapat berperan dalam pengembangan sistem ke-uangan secara menyeluruh melalui integrasi pasar keuangan dan peningkatan jangkauan layanan yang sama ini belum terakses baik pada UMKM.

LKM menempati posisi strategis dalam pe-ngembangan UMKM keberadaaannya di tengah para pengusaha mikro seperti oase di tengah pa-dang pasir. Sebab sebagai lembaga keuangan yang memfokuskan diri pada pelayanan terhadap peng-usaha UMKM, LKM saat ini masih kurang dirasa keberadaannya, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Menurut hasil penelitian oleh Investment Business Advisory Service(IBAS), dari 42 juta UMKM, hanya sekitar 13% yang lebih terakses ke perbankan, sedangkan 87% masih mengandalkan modal sendiri (www.pnm.co.id). Sementara Tam-bunan (2002) menyatakan bahwa terdapat sekitar 39% juta usaha mikro atau sekitar 98% dari seluruh usaha di Indonesia yang masih menunggu akses LKM. Merujuk catatan dari LKM (non bank) yang berjumlah sekitar 9000 unit, pinjaman yang

tersa-lurkan kepada masyarakat baru berjumlah Rp. 2,53 triliun (Bisnis Indonesia, 2003). Artinya, pelaku usaha yang terakses oleh sumber pembiayaan mi-kro baru 6,65%. Jumlah tersebut masih sangat kecil, sebab hanya melayani 2,5 juta dari 39 juta pengusa-ha mikro. Oleh sebab itu, berdasarkan kajian Me-negkop & UKM, untuk mendukung target pertum-buhan ekonomi paling tidak dibutuhkan 8000 unit LKM baru agar mampu melayani masyarakat mis-kin yang berjumlah hampir 40 juta jiwa.

Pemasaran dengan Country M arketing M anagement (CM M )

Country M arketing M anagement (CM M ) ber-tugas sebagai marketing agent dan pelaku bisnis dalam melakukan penetrasi pasar ekspor. Ia juga mempunyai peran sebagai ujung tombak dalam penetrasi pasar luar negeri melalui kegiatan pro-mosi yang didukung oleh pemerintah. Integrasi pasar nasional UMKM merupakan fokus yang harus mereka satukan dalam tujuan meningkatkan daya saing Indonesia di era perdagangan bebas. Dibantu oleh BPEN DEPGAG, CMM menyusun dan melakukan program promosi ekspor ke luar negeri. Bisa saja BPEN DEPDAG berfungsi seba-gai konsultan dan business developer yang secara kon-tinyu menganalisis pasar dan mencari peluang, be-serta menjaga kualitas barang agar tetap baik dan bermutu. Pengontrol jalannya proses kerja CMM agar tidak keluar dari standar kerja. CMM meru-pakan perusahaan swasta yang mempunyai otoritas untuk mengembangkan produk UMKM secara terintegrasi yang bergerak sejalan dengan UMKM dan BPEN DEPAG untuk mempersiapkan sektor perdagangan UMKM menuju pasar bebas.

Peningkatan Kualitas SDM dengan

Reengineering Human Capital

Variabel krusial yang berperan sebagai pe-laku pembangunan dan pengentasan kemiskinan adalan human capital, terutama dalam menghadapi

era persaingan global. Membangun human capital

butuh w aktu dan kerja keras serta perjuangan. Bangsa kita membutuhkan human capital yang mem-punyai karakter kuat, bermental positif, dan ber-etika dalam berkerja serta menjunjung tinggi nilai moral dan kejujuran. Reengineeringhuman capital atau rekayasa modal manusia adalah perencanaan pem-bangunan konstruktif terhadap modal bangsa yaitu manusia. Meminjam bahasa Sharif (1993) (Kompas, 17 April 2007) rekayasa mencakup empat hal, yakni fasilitas fisik (technoware), keterampilan, keahlian, bahkan kreativitas manusia (human ware). Dalam mewujudkan human capital yang bersifat integral, setidaknya ada empat elemen yang harus diperha-tikan.

Pertama, pendidikan umum; tetapi pendidik-an umum ini membutuhkpendidik-an investasi ypendidik-ang cukup besar. Sekarang ini UUD 1945 sudah menentukan besarnya anggaran pendidikan, yaitu minimal 20% dari APBN dan APBD. Jumlah ini ternyata masih belum terealisasi sepenuhnya. Pentingnya pengeta-huan human capital dan dampak investasi dalam

human capital telah menjadi perhatian utama.

Kedua, sikap dan perilaku dalam kaitannya dengan etos kerja. Elemen ini menitikberatkan pa-da bupa-daya disiplin untuk meraih kesuksesan. Kerja keras serta kejujuran merupakan titik fokus yang harus dibangun, selain itu juga harus memiliki op-timisme untuk maju agar kita bisa meninggalkan permasalahan dan memasuki era baru dengan transformasi ekonomi berbasis pada pemberdaya-an ekonomi kerakyatpemberdaya-an.

Ketiga, keterampilan teknis yang berkaitan dengan alat-alat dan energi. Elemen ini berkaitan d engan perkembangan tekno lo gi yaitu sistem peralatan untuk mengolah lahan. Penggunaan sistem peralatan ini sangat meningkatkan produk-tifitas kerja manusia dan bersifat hemat tenaga kerja, seperti dikaitkan dalam teori Increasing Re-turn to Scale dalam teori ekonomi mikro dengan adanya teknologi maka output akan bertambah lebih dari input yang ditambahkan.

Keempat, kewiraswastaan. Kaum wiraswasta ini menjadi perggerak ekonomi dengan inovasinya yang menghubungkan dunia teknik dengan pasar. Ciri utama wiraswasta adalah motif memperoleh resiko, tapi kegiatannya didorong oleh motif mem-peroleh keuntungan, dalam hal ini jiwa nasionalis harus tetap dipertahankan; yang lebih mengun-tungkan kepentingan bangsa dalam mengkonsum-si daripada mengejar equilibrium konsumen yang lebih menguntungkan pihak luar negeri.

Peningkatan Pengelolaan UM KM M elalui Pilar-Pilar M anajemen

Secara ideal (das sollen) peran UMKM sa-ngat strategis dalam mengembangkan sendi-sendi perekonomian rakyat. Tetapi melihat realita (das sein) sungguh ironis, sepak terjang UMKM masih banyak kekurangan, termasuk masalah pengelola-an. Oleh karena itu, perlu adanya konsep pilarisasi manajemen pada UMKM dalam memasuki per-dagangan bebas. Untuk mengembangkan LKMS yang ideal, perlu adanya optimalisasi terhadap pilar-pilar UMKM itu sendiri; mulai dari kaidah dasar sampai kepada maksimalisasi kinerja seperti berikut ini.

Pilar I: Syarat

Dalam menjalankan kegiatannya, LKMS ha-rus memenuhi beberapa syarat, yaitu: (1) UMKM harus berstatus legal-formal agar keberadaannya diakui di tengah-tengah masyarakat. (2) UMKM harus menguntungkan baik bagi masyarakat mau-pun bagi UMKM itu sendiri dalam jangka panjang. (3) UMKM harus dapat menjangkau kebutuhan permodalan pada UMKM dan jenis usaha lainnya. Syarat-syarat tersebut harus dipenuhi oleh LKMS pada saat melakukan operasi. Dapat diba-yangkan bila keberadaan LKMS tidak legal, tidak transparan, tidak menguntungkan, dan tidak men-jangkau akses permodalan maka yang terjadi

ada-lah keberadaan LKMS bukan merupakan solusi per-masalahan ekonomi kerakyatan.

Pilar II: Prinsip

UMKM harus menjalankan fungsi dan akti-vitasnya dengan prinsip sebagai patokan menjalan-kan operasional; adapun prinsipnya, yaitu: (1)

Building financially and sustainable institution. Agar UMKM dapat melayani banyak orang dan keber-adaannya dapat dirasa, maka UMKM harus terus-menerus atau konsisten dalam operasional. (2)

M easure impact. Pengaruh dari kebaradaan UMKM harus dapat diukur agar dapat dilakukan evaluasi secara objektif untuk memperbaiki kinerja UMKM

Pilar III: M odel

UMKM dapat beroperasi dengan beberapa model, yaitu: (1) Business of the society. Bentuk ini mend asarkan diri pada mobilisasi bisnis yang bertolak dari kemampuan yang dimiliki oleh ma-syarakat itu sendiri. (2) Business with the society. Bentuk ini berdasarkan diri pada pemanfaatan kelembagaan masyarakat yang telah ada, baik for-mal maupun non forfor-mal. Jenis kerjasama bersifat saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme. (3) Business for the society. Bentuk ini mendasarkan diri pada sisi manfaat UMKM bagi masyarakat se-kitar. Dalam melakukan programnya diharapkan UMKM dapat menjadi mata air kehidupan

Pilar IV: Strategi

Ada bebarapa strategi dalam pengembangan UMKM, yaitu: (1) Pengakuan dan perlindungan, hal ini diwujudkan melalui kerangka regulasi yang jelas bagi usaha kecil; sehingga terwujud UMKM yang dilindungi, diakui, dan diapresiasi. (2) Pe-nguatan dan peningkatan kapasitas praktik dan penge-lolaan. Dalam hal ini UMKM harus dapat menye-suaikan diri; pengembangan meliputi teknologi, manajemen, pemasaran, dan sebagainya. (3) Penguat-an dPenguat-an peningkatPenguat-an sumber daya finPenguat-ansial. Hal ini

terkait dengan sumber dan sekunder, yaitu dana untuk kegiatan UMKM yang tidak dari UMKM yang bersangkutan.

Perlu diketahui bersama bahwa tanpa stra-tegi, sebuah organisasi seperti sebuah kapal tanpa kemudi, berputar-putar dalam lingkaran. Orga-nisasi yang demikian seperti pengembara tanpa tu-juan tertentu, dalam hal ini tidak terkecuali LKMS.

Dalam dokumen edisi khusus oktober 2010 (Halaman 54-58)

Dokumen terkait