BAB II LANDASAN TEORI
3. Insentif
a. Pengertian Insentif
Pada dasarnya, setiap orang ingin bekerja dengan baik. Hanya saja harus diakui tidak semua orang dapat bekerja dengan baik. Diantara pekerja yang diterima bekerja dalam suatu instansi/lembaga pemerintahan yang nota bene telah diseleksi sebelum diterima akan menunjukkan produktifitas kerja yang sama, hal ini disebabkan oleh faktor – faktor seperti: pendidikan dan pengalaman, tingkat kerajinan atau kurangnya motivasi yang diberikan adalah merupakan tanggung jawab instansi dengan demikian rendahnya produktifitas kerja seseorang atau keseluruhan pekerja yang diakibatkan oleh kurangnya motivasi kerja harus sesegera mungkin diatasi instansi. Alat motivasi yang umum diberikan oleh instansi/lembaga untuk perangsang (motivasi) pekerjanya untuk meningkatkan semnagat kerja adalah :
Hasibuan (2011, hal. 183-184) memberikan defenisi sebagai berikut: “Insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada pegawai tertentu berdasarkan prestasi kerjanya agar pegawai terdorong meningkatkan prestasi
kerjanya.” Mangkunegara (2013, hal. 89) menyatakan: “Insentif adalah suatu penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan oleh pihak pimpinan organisasi kepada pegawai agar mereka bekerja dengan motivasi tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.” Harianja (2009, hal. 265) menyatakan : Insentif diartikan sebagai bentuk pembayaran langsung yang didasarkan atau dikaitkan langsung dengan kinerja dan gain sharing yang juga dikaitkan dengan kinerja dan diartikan sebagai pembagian keuntungan bagi pegawai akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa insentif merupakan suatu lembaga untuk memberikan daya perangsang kepada pegawainya dalam tugas yang diberikan kepadanya. Jadi pada pengertian ini insentif merupakan suatu cara atau sarana untuk menggerakkan tenaga kerja agar melakukan tugasnya sehingga apa yang dituju oleh instnasi atau organisasi dapat diraih dengan baik.
b. Bentuk-Bentuk Insentif
Pendapat Plowman dan Peterson yang mengolongkan insentif ke dalam 3 (tiga) golongan seperti dikutip Manullang (2009, hal. 32) yaitu:
a) Financial Incentive
Financial incentive merupakan pemebrian sesatu sebagai
rangsangan atau daya pendorong yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi upah atau gaji yang pantas tetapi termasuk untuk memperoleh bagian dari keuntungan yang diperoleh instansi/lembaga.
Non financial incentive merupakan rangsangan yang tidak dinilai
dengan uang yang termasuk dengan non financial adalah: 1) Penempatan yang tepat bagi seoarng pegawai
2) Adanya pendidikan dan pelatiahan bagi pegawai
3) Promosi yang berhubungan erat dengan kemampuan para pegawai 4) Pekerjaan yang terjamin
5) Turut sertanya pegawai dalam pengambilan keputusan 6) Kondisi pekerjaan yang menyenangkan
c) Social Incentive
Social incentive adalah rangsangan yang berwujud tingkah laku
yang berwujud tingkah laku yang diharapkan oleh anggota organisasi dari teman-teman. Jadi social incentive atau tingkah laku yang diberikan oleh anggota kelompok. Dengan demikian social incentive merupakan bagian dari non financial incentive.
Sedangkan Hasibuan (2011, hal. 184-185) menyatakan bahwa
bentuk-bentuk insentif adalah: a) Nonmaterial insentif
Nonmaterial insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada pegawai berbentuk penghargaan/pengukuhan berdasarkan prestasinya, dibawah prestasi standard.
b) Sosial insentif
Sosial insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada pegawai berdasarkan prestasi kerjanya, berupa fasilitas dan kesempatan untuk
mengembangkan kemampuannya seperti promosi, mengikuti pendidikan, atau naik haji.
c) Material insentif
Material insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada pegawai berdasarkan prestasi kerjanya, berbentuk uang dan barang. Material insentif ini bernilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai beserta keluarganya.
Guna lebih mendorong produktifitas kerja yang lebih tinggi banyak instansi/lembaga yang menganut sistem insentif sebagai bagian dari sistem imbalan yang berlaku bagi para pegawai instansi/lembaga. Berbagai sistem insentif yang dikenal dewasa ini dapat digolongkan pada dua kelompok utama yaitu sistem insentif pada tingkat individual dan pada tingkat kelompok. Yang termasuk pada sistem individual menurut Rivai (2008, hal. 385-386) antara lain :
a. Piece Work
Salah satu teknik yang lumrah digunakan untuk mendorong para pegawai meningkatkan produktivitas kerjanya adalah dengan jalan memberikan insentif finansial berdasarkan jumlah hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam unit produksi. Dasar perhitungannya jelas bahwa makin banyak unit produksi yang mereka hasilkan, Makin tinggi pula insentif yang diterimanya.
b. Bonus Produksi
Insentif dalam bentuk bonus yang diberikan pada pegawai yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi baku terlampaui.
Melampaui tingkat produksi itu dapat dalam salah satu dari tiga bentuk.
Pertama, berdasarkan jumlah unit produksi yang dihasilkan dalam satu
kurun waktu tertentu. Jika jumlah unit produksi yang dihasilkan memiliki jumlah yang telah ditetapkan, pegawai menerima bonus atas kelebihan jumlah yang dihasilkannya itu. Kedua, apabila terjadi penghematan waktu. Artinya, jika pegawai menyelesaikan tugas dengan hasil yang memuaskan dalam waktu yang lebih singkat dari waktu yang seharusnya, pegawai yang bersangkutan menerima, bonus dengan alasan bahwa dengan menghemat waktu itu, lebih banyak waktu yang dihasilkan.
Ketiga, bonus yang diberikan bersarkan perhitungan progresif. Artinya,
Jika seseorang pegawai makin lama makin mampu memproduksikan barang dalam jumlah yang semakin besar pula bonus yang diterimanya untuk setiap produk yang dihasilkannya.
c. Komisi
Sistem insentif lain yang lumrah ditetapkan adalah pemberian komisi. Pada dasarnya ada dua bentuk sistem ini. Pertama ,para pegawai memperoleh gaji pokok, tetapi penghasilannya dapat bertambah dengan bonus yang diterimanya, karena keberhasilan melaksanakan tugas.
Kedua, pegawai memperoleh semata- mata berupa komisi.
d. Kurva “Kematangan”
Dalam instansi/lembaga yang mempekerjakan tenaga teknikal dan profesional ilmiah, sering terjadi bahwa para pegawai, terutama yang merupakan “pekerja otak”, tidak bergairah untuk menduduki jabatan administrasi atau manajerial. Mereka adakalanya lebih senang terus
menekuni bidang profesinya. Untuk mengatasi hal seperti itu diciptakan apa yang di kenalnya dengan istilah “kurva kematangan” atau “maturity curve”. Dalam praktek penggunaan kurva ini berarti bahwa apabila ada tenaga profesional yang karena masa kerjanya dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi lagi, dibuat suatu kurva prestasi kerja. Jika kurva tersebut menunjukkan bahwa prestasi kerja mereka lebih besar dan prestasi kerja “normal”, Kepada mereka diberikan insentif tertentu. Dengan demikian, meskipun golongan pangkat dan ruang gaji, sudah maksimal, penghasilan riil mereka masih dapat ditingkatkan, dengan demikian diharapkan prestasi kerja mareka tewrus meningkat.
e. Insentif Bagi eksekutif.
Mengingat pentingnya penurunan para manajer dalam menjalankan dan mengemudikan roda instansi/lembaga. Sistem insentif bagi para manajer tersebut pada umumnya mendapatkan perhatian serius, baik yang diperuntukkan bagi manajer yang relatif muda maupun bagi para manajer yang lebih senior.
Bentuk insentif bagi para eksekutif tersebut dapat beraneka ragam pula. Misalnya, para manejer yang relatif mudah sangat mungkin mendambakan insentif finansial berupa bonus tunai karena penghasilan ekstra itu mereka butuhkan untuk membiayai kebutuhan keluarga. Artinya penghasilan tambahan itu mungkin diperlukan untuk berbagai keperluan. Sebaliknya para manajer yang lebih senior mungkin lebih mengutamakan insentif yang dapat dinikmati di hari tua, misalnya setelah
pensiun pada waktu penghasilanya akan berkurang. Sistem insentif apapun yang diterapkan bagi para eksekutif yang jelas ialah bahwa sistem tersebut dikaitkan dengan prestasi organisasi bukan atasa prestasi pegawai atau satuan kerja tertentu saja.
c. Sistem Pemberian Insentif
Salah satu alasan pentingnya pembayaran insentif karena adanya ktidaksesuaian tingkat kompensasi yang dibayarkan kepada eksekutif dengan pekerja lain. Selain itu, ada kesadaran yang tumbuh bahwa program pembayaran tradisional seringkali tidak bagus dalam menghubungkan pembayaran dengan prestasi kerja. Jika organisasi mau mencapai insentif strategis mereka, maka pembayaran perlu dihubungkan dengan prestasi kerja sedemikian rupa sehingga pembayaran itu mengikuti tujuan karyawan dan organisasi.
Menurut Rivai (2008, hal. 387-389), sistem pemberian insentif dikelompokkan dalam 6 kelompok yaitu:
a) Bonus tahunan b) Insentif langsung c) Insentif individu d) Insentif tim e) Pembagian keuntungan f) Bagi hasil a) Bonus tahunan
Banyak perusahaan menggantikan peningkatan pendapatan karyawan berdasarkan ajsa dengtan pemberian bonus prestasi tahunan. Setengah
tahunan atau rriwulanan. Umumnya bonus ini lebih sering dibagikan sekali dalam setahun.
b) Insentif langsung
Tidak seperti sistem bayaran berdasarkan prestasi kerja yang lain, bonus langsung tidak didasarkan pada rumus, kriteria prestasi khusus, atau tujuan. Imbalan atas prestasi yang kadang-kdang disebut bonus kilat ini dirancang untuk mengakui kontribusi luar biasa karyawan.
c) Insentif individu
Insentif individu adalah bentuk bayaran insentif paling tua dan paling populer. Dalam jenis program ini, standar kinerja individu ditetapkan dan dikomunikasikan sebelumnya, dan penghargaan didasarkan pada output individu. Insentif individu digunakan oleh sebagian kecil dari total perusahaan dalam seluruh kelompok industri kecuali perusahaan-perusahaan umum.
d) Insentif tim
Insentif tim berada di antara program individu dan program seluruh organisasi seperti pembagian hasil dan pembagian laba. Sasaran prestasi kerja disesuaikan secara spesifik dengan apa yang perlu dilaksanakan tim kerja. Secara strategis, insentif tim menghubungkan tujuan individu dengan tujuan kelompok kerja, yang pada gilirannya biasanya dihubungkan dengan tujuan-tujuan finansial.
e) Pembagian keuntungan
Program pembagian keuntungan antara lain adalah program distribusi sekarang menyediakan persentase untuk dibagi tiap triwulan atau tiap
tahun kepada karyawan, program distribusi yang ditangguhkan menempatkan penghasilan dalam suatu dana titipan untuk pensiun, pemberhentian, kematian, atau cacat dan program gabungan sekitra 20 persen perusahaan dengan program pembagian keuntungan mempunyai program gabungan.
f) Bagi hasil
Program bagi hasil dilandasi oleh asumsi adanya kemungkinan mengurangi biaya dengan menghiolangkan bahan-bahan dan buruh yang mubazir, dengan mengembangkan produk atau jasa yang baru atau yang lebih bagus, atau bekerja lebih cerdas. Biasanya, program bagi hasil melibatkan seluruh karyawan dalam suatu unit kerja atau perusahaan.
d. Indikator Insentif
Adapun indikator –indikator pemberian insentif menurut Winardi dalam Sunyoto (2012. hal 14) yaitu:
1 Kinerja 2 Kebutuhan 3 Keadilan 4 Kelayakan 5 Evaluasi jabatan
Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut: 1. Kinerja
System kinerja dengan cara ini langsung mengaitkan besarnya insentif dengan insenstif dengan kinerja yang telah ditunjukkan oleh karyawan yang bersangkutan,berarti besarnya insentif tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja karyawan.
2. Kebutuhan
Cara ini menunjukan bahwa insentif pada karyawan didasarkan pada tingkat argensi kebutuhan hidup yang layak dari pegawai.berarti insentif yang diberikan adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok karyawan,tidak berlebihan namun tidak berkekurangan,hal ini memungkinkan karyawan untuk dapat bertahan dalam perusahaan.
3 Keadilan
Dalam sisitem insentif bukanlah harus sama rata tampa pandang
bulu, tetapi harus berkaitan pada adanya hubungan antara
pengorbanan(imput) dengan (output) makin tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan, oleh karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanan yang diperlukan oleh suatu jabatan,imput dari suatu jabatan ditunjukan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut.oleh karena itu semakin tinggi pula output yang diharapkan, output ini tunjukkan oleh insentif yang diterima para pegawai yang bersangkutan, dimana didalamnya terkandung rasa keadilan yang sangat diperhatikan sekali oleh setiap pegawai penerima insentif tersebut.
4 Kelayakan
Layak pengertiannya membandingkan besarnya insentif dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha yang sejenis,apabila insentif di dalam perushaan yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan perusahaan lain,maka perusahaan akan mendapat kendala yakni berupa
menurunnya kinerja karyawanyang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat ketidakpuasan pegawai yang mengenai insentif tersebut.
5 Evaluasi jabatan
Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan- jabatan lain dalam suatu organisasi,ini berarti pula penentuan nilai relative atau harga diri suatu jabatan guna menyusun rangking dalam penentuan insentif.