• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LEGUMINOSA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

i RINGKASAN

MUHAMMAD ILHAM. D24070139. 2011. Efek Cekaman Kekeringan dan Penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M.Si Pembimbing Anggota : Nur Rochmah Kumalasari, S.Pt, M.Si

Salah satu hijauan yang berkualitas tinggi adalah leguminosa, karena memiliki kandungan protein yang tinggi (15%-25%). Budidaya leguminosa dipengaruhi oleh iklim dimana musim kemarau sering kali menjadi suatu kendala karena ketersediaan air menurun. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan dan dikembangkan untuk beberapa jenis tanaman budidaya dalam mengatasi cekaman air tersebut adalah dengan pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan dan produksi leguminosa Desmodium sp, Indigofera sp, Stylosanthes scabra dan Leucaena leucocephala pada kondisi cekaman kekeringan sehingga dapat diketahui jenis leguminosa yang adaptif. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat jenis tanaman legum yaitu, Desmodium sp, Indigofera sp, Stylosanthes scabra dan Leucaena leucocephala. Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: M0W0 = Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari; M0W1 = Tanpa mikoriza dan tidak disiram; M1W0 = Dengan mikoriza dan disiram tiap hari; M1W1 = Dengan mikoriza dan tidak disiram. Desain percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 4 ulangan. Setiap jenis legum merupakan penelitian yang terpisah. Peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain kadar air tanah, tinggi vertikal tanaman, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, infeksi akar dan indeks sensitivitas kekeringan.

Lama pengamatan pada masing-masing legum yaitu Desmodium sp 16 hari, Indigofera sp 20 hari, Stylosanthes scabra 24 hari dan Leucaena leucocephala 28 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman legum yang diberikan perlakuan mikoriza pada kondisi cekaman kekeringan ternyata belum mampu meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas dari tanaman legum yang diteliti, namun pemberian mikoriza pada kondisi disiram setiap hari dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas dari tanaman legum yang diteliti. Legum yang diberi perlakuan cekaman kekeringan memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan produksi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan legum yang diberikan perlakuan penyiraman setiap hari. Urutan jenis legum yang mempunyai pertumbuhan dan produktivitas yang baik dalam kondisi cekaman kekeringan, baik yang diberikan mikoriza maupun tanpa pemberian mikoriza dihasilkan oleh legum L. Leucocephala, Indigofera sp, S. Scabra dan Desmodium sp. Dari keempat legum yang diteliti, legum L. Leucocephala merupakan legum yang paling adaptif dan memiliki pertumbuhan dan produksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan ketiga legum lain yang diteliti. Kata kunci : legum, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), cekaman kekeringan

ii ABSTRACT

Effect of Drought Stress and Addition of Arbuscula Mycorrhizal Fungi (AMF) on Growth and Production of Legume

M. Ilham, Panca Dewi M. H. K. and Nur R. Kumalasari

One of high-quality forage is legume due to its have high protein content (15%-25%). Legume cultivation affected by climatic factors especially the dry season since decreases soil water content. One of alternative that can be applied and developed for several types of plants cultivated in overcoming drought stress is to use Arbuskula Mycorrhizal Fungi (AMF) in plants. The aim of this study was to observed the effect of Arbuscula Mycorrhizal Fungi (AMF) to growth and production of legumes in drought stress condition. There were four species of legume for this research: Desmodium sp, Indigofera sp, Stylosanthes scabra and Leucaena leucocephala. The research was used Randomized design with 4 treatments and 4 replicates. Four treatments in this research were as follows: M0W0 = without mycorrhiza and daily watering; M0W1 = without mycorrhiza and without watering; M1W0 = with mycorrhiza and daily watering; M1W1 = with mycorrhiza and without watering. Each type of legume was a separate study. The observed variable were water content of soil, height of plant, dry weight of leaf, dry weight of stem, dry weight of root, root infection in each legume species and sensitivity index. The result showed that mycorrhiza and drought stress were not yet able to increase water content of soil, height of plant, dry weight of leaf, dry weight of stem, dry weight of root and root infection. L. Leucocephala is a legume of the most adaptive. Leucaena Leucocephala have growth and better production than Indigofera sp, S. Scabra and Desmodium sp.

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia menghadapi kendala utama dalam hal penyediaan pakan hijauan. Penurunan produksi ternak tidak dapat dihindari ketika keadaan hijauan terbatas terutama pada musim kering, karena hijauan merupakan porsi terbesar dalam ransum pakan ruminansia. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk dapat menyediakan pakan hijauan yang berkualitas tinggi dan berkesinambungan sepanjang waktu. Salah satu hijauan yang berkualitas tinggi adalah leguminosa.

Leguminosa adalah jenis tumbuhan yang termasuk keluarga kacang-kacangan atau polong-polongan. Hijauan leguminosa adalah hijauan yang mempunyai nilai gizi lebih tinggi dibandingkan dengan rumput. Hijauan leguminosa memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinggi (15%-25%) dan sebagai sumber vitamin serta mengandung mineral yang lebih banyak dibandingkan rumput (Reksohadiprodjo, 1985). Komponen iklim yang mempengaruhi leguminosa antara lain musim, terutama panjangnya musim kemarau atau musim kering, karena ketersediaan air pada tanaman menurun dan dapat menyebabkan cekaman kekeringan pada tanaman.

Faktor kekeringan pada tanaman merupakan salah satu masalah utama bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Kekeringan dapat memberikan dampak permanen apabila tidak diatasi dengan segera. Kekurangan air secara internal pada tanaman berakibat langsung pada penurunan pembelahan dan pembesaran sel. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud dalam pertambahan tinggi tanaman, pembesaran diameter, perbanyakan daun, dan pertumbuhan akar. Keadaan cekaman air menyebabkan penurunan turgor pada sel tanaman dan berakibat pada menurunnya proses fisiologis (Sasli, 2004).

Secara fisiologis, tanaman-tanaman yang tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan akan mengurangi jumlah stomata sehingga menurunkan laju kehilangan air yang diikuti dengan penutupan stomata dan menurunnya serapan CO2 bersih pada daun. Hal ini akan menyebabkan menurunnya laju fotosintesis serta fotosintat yang dihasilkannya (Sasli, 2004).

2 Antisipasi terhadap musim kering yang berkepanjangan pada lahan-lahan yang bermasalah dengan ketersediaan air, dapat berupa manajemen/pengelolaan air yang baik. Manajemen air ini memerlukan investasi yang cukup besar dan mahal dalam proses penyediaan air tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik budidaya yang tepat guna, efisien dan efektif untuk mengatasi masalah ketersediaan air dan ancaman kekeringan dengan baik tanpa investasi yang besar.

Salah satu alternatif yang dapat diterapkan dan dikembangkan untuk beberapa jenis tanaman budidaya dalam mengatasi cekaman air tersebut adalah dengan pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada tanaman. FMA memiliki peran dalam meningkatkan serapan unsur hara (terutama P) melalui hifa eksternalnya dan mampu memberikan ketahanan terhadap kekeringan. Ketahanan ini timbul akibat meningkatnya kemampuan tanaman untuk menghindari pengaruh langsung dari kekeringan dengan jalan meningkatkan penyerapan air melalui sistem gabungan akar dan mikoriza (Rungkat, 2009). Menurut Setiadi (1999), hifa cendawan ternyata masih mampu untuk menyerap air dari pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah kesulitan. Penyebaran hifa di dalam tanah juga sangat luas sehingga tanaman dapat mengambil air relatif lebih banyak. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh mikoriza pada tanaman leguminosa saat kondisi ketersediaan air normal dan stres kekeringan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan dan produksi leguminosa Desmodium sp, Indigofera sp, Leucaena leucocephala dan Stylosanthes scabra pada kondisi cekaman kekeringan sehingga dapat diketahui jenis leguminosa yang adaptif.

3 TINJAUAN PUSTAKA

Peranan Air pada Tanaman

Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup. Air mempunyai peranan sangat penting karena air merupakan bahan pelarut bagi kebanyakan reaksi dalam tubuh makhluk hidup. Air juga digunakan sebagai medium enzimatis. Air sangat penting bagi tumbuhan, karena 30% sampai 90% berat tumbuhan tersusun atas air. Tumbuhan menggunakan air pada proses fotosintesis. Mineral-mineral yang diserap oleh akar harus terlarut juga dalam air (Astuti dan Dewi, 2008).

Dalam siklus hidup suatu tanaman, mulai dari perkecambahan sampai tumbuh dan berkembang, tanaman selalu membutuhkan air. Fungsi air bagi tanaman diantaranya sebagai unsur esensial di dalam protoplasma, pelarut garam-garam, gas dan zat lain dalam proses translokasi, pereaksi fotosintesis dan berbagai proses hidrolisis, esensial untuk menjaga turgiditas, pembukaan stomata, serta sebagai penyangga bentuk daun muda yang berlignin sedikit. Kebutuhan air pada tanaman dapat dipenuhi melalui tanah dengan jalan penyerapan oleh akar. Besarnya air yang diserap oleh akar tergantung ketersedian atau kadar air tanah yang ada dan laju transpirasi. Pada kondisi kadar air tanah rendah atau berada di bawah kapasitas lapang, dan dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air, maka tanaman akan dihadapkan pada kondisi cekaman air atau kekeringan (Sasli, 2004).

Air dapat membatasi pertumbuhan dan produktivitas pertumbuhan hampir disegala tempat, baik karena periode kering tak terduga maupun curah hujan normal yang rendah sehingga diperlukan pengairan yg teratur (Salisbury dan Ross, 1995). Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman sangat besar. Kekurangan air pada tanaman yang diikuti berkurangnya air pada daerah perakaran berakibat pada aktivitas fisiologis tanaman (Khaerana et al., 2008).

Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman

Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman sangat besar. Kekurangan air pada tanaman yang diikuti berkurangnya air pada daerah perakaran berakibat pada aktivitas fisiologis tanaman. Mekanisme yang terjadi pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan adalah dengan mengembangkan mekanisme

4 respon terhadap kekeringan. Pengaruh yang paling nyata adalah mengecilnya ukuran daun untuk meminimumkan kehilangan air (Khaerana, 2008). Hong-Bo et al. (2008) juga menyebutkan cekaman air akan menekan pertumbuhan sel, sehingga akan mengurangi pertumbuhan tanaman.

Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Haryati, 2003).

Cekaman kekeringan mempengaruhi semua fase pertumbuhan tanaman, baik pertumbuhan vegetatif maupun pertumbuhan generatif, yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil tanaman. Cekaman kekeringan pada saat pertumbuhan vegetatif akan mempengaruhi ukuran dan intensitas source (daun dan akar). Cekaman kekeringan pada saat pertumbuhan generatif akan mempengaruhi intensitas dan durasi source serta ukuran dari sink (misalnya buah atau bagian lain yang dipanen). Ukuran, intensitas dan durasi source serta ukuran sink akan mempengaruhi asimilasi total, dan akhirnya mempengaruhi hasil tanaman (Haryati, 2003).

Pengaruh dari cekaman air terhadap tanaman menurut Muns (2002) dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa tingkatan waktu, yaitu mulai dari menit, jam, hari, minggu dan bulan.

Tabel 1. Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Menurut Waktu. Waktu Pengaruh yang terlihat pada saat cekaman air Menit Penyusutan seketika laju pemanjangan daun dan

akar yang kemudian diikuti dengan peneyembuhyan sebagian.

Jam Laju pemanjangan akar kembali normal tapi lebih rendah dari laju sebelumnya

Hari Pertumbuhan daun lebih dipengaruhi daripada pertumbuhan akar. Laju mekarnya daun berkurang

Minggu Ukuran akhir daun dan/atau jumlah pucuk lateral berkurang

Bulan Mengubah saat pembungaan, menyusutkan produksi biji.

5 Cekaman kekeringan dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran atau laju kehilangan air (evapotranspirasi) lebih besar dari absorbsi air meskipun kadar air tanahnya cukup (Sasli, 2004). Tanaman-tanaman yang tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan akan mengurangi jumlah stomata sehingga menurunkan laju kehilangan air. Penutupan stomata dan serapan CO2 bersih pada daun berkurang secara pararel (bersamaan) selama kekeringan. Proses asimilasi karbon terganggu sebagai akibat dari rendahnya ketersediaan CO2 pada kloroplas karena cekaman air yang menyebabkan terjadinya penutupan stomata. Jadi, kekeringan yang hebat akan merubah/membatasi proses asimilasi, translokasi, penyimpanan dan penggunaan karbon fotoasimilat secara terpadu (Sasli, 2004).

Fungi Mikoriza Arbuskula

Struktur akar umumnya dipelajari dari tanaman yang ditanam di rumah kaca, namun di alam akar muda sebagian besar spesies terlihat sedikit berbeda karena terinfeksi cendawan mikoriza (Salisbury dan Ross, 1995). Mikoriza merupakan salah satu bentuk simbiosis mutualistik antara cendawan (mykes) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Adanya bentuk asosiasi antara cendawan mikoriza dan akar,

sebenarnya adalah suatu bentuk “parasitism” dimana cendawan menyerang sistem

perakaran tetapi tidak sebagaimana halnya parasit yang berbahaya (patogen). Dalam hal ini cendawan tidak merusak atau membunuh inangnya tetapi memberikan keuntungan kepada tanaman inangnya dengan mensuplai mineral anorganik yang berasal dari tanah untuk tanaman inang dan sebaliknya cendawan dapat memperoleh karbohidrat dan faktor pertumbuhan lainnya dari tanaman inang (Rungkat, 2009).

Secara umum mikoriza di daerah tropis tergolong dalam dua tipe berdasarkan struktur dan cara infeksinya terhadap tanaman inangnya yaitu : ektomikoriza dan endomikoriza (Rungkat, 2009). Jamur yang terlibat dalam ektomikoriza termasuk Basidiomisetes yang meliputi Amanitaceae, Bolateceae, Cortinariaceae, Russulaceae, Tricholomataceae, Rizhopogonaceae dan Sclerodemataceae. Suatu perakaran ektomikoriza tidak memiliki rambut akar dan tertutup oleh selapis atau selubung hifa jamur yang hampir tampak mirip dengan jaringan inang. Jaringan ini disebut selubung pseudoparenkimatis (Rao, 1994).

Endomikoriza dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : (1) Eriacaeous mikoriza, merupakan asosiasi antara akar Ericales dengan jamur dari kelompok Ascomycotina,

6 (2) Orchidaceous mikoriza, merupakan asosiasi antara anggrek dengan jamur dari kelompok Basidiomycotina, dan (3) Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk kedalam Glomeromycota dengan ordo Glomales yang mempunyai dua sub-ordo yaitu Gigasporoineae dan Lomineae (INVAM, 2006). Arbuskula adalah struktur yang paling berarti dalam kompleks FMA yang berfungsi sebagai penukaran metabolit antara fungi dan tanaman (Delvian, 2006) sedangkan vesikula berbentuk gloose dan berasal dari menggelembungnya hifa internal dari FMA (Brundrett et al,. 1996).

Struktur utama dari Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah arbuskula, vesikula, hifa eksternal dan spora antara lain yaitu (Dewi, 2007) : (1) Arbuskula adalah struktur hifa yang bercabang-cabang seperti pohon-pohon kecil yang mirip haustorium (membentuk pola dikotom), berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inang dengan jamur. (2) Vesikel merupakan suatu struktur berbentuk lonjong atau bulat, mengandung cairan lemak, yang berfungsi sebagai organ penyimpanan makanan atau berkembang menjadi klamidospora, yang berfungsi sebagai organ reproduksi dan struktur tahan. (3) Hifa Eksternal merupakan struktur lain dari FMA yang berkembang di luar akar. Hifa ini berfungsi menyerap hara dan air di dalam tanah. (4) Spora, merupakan propagul yang bertahan hidup dibandingkan dengan hifa yang ada di dalam akar tanah. Spora terdapat pada ujung hifa eksternal dan dapat hidup selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Perkecambahan spora bergantung pada lingkungan seperti pH, temperature dan kelembaban tanah serta kadar bahan organik. Bentuk struktur arbuskula, vesikula, hifa eksternal dan spora dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b) (c) (d) Gambar 1. (a) Arbuskula (b) Vesikula (c) Hifa Eksternal (d) Spora

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi hifa secara intensif sehingga tanaman bermikoriza

7 akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam penyerapan unsur hara dan air serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tanah (Brundrett et al., 1996). Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi FMA adalah sebagai berikut : (1) meningkatkan unsur hara, (2) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, (3) tahan terhadap serangan patogen akar, dan (4) FMA dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh.

Hubungan Mikoriza dan Tanaman

Simbiosis antara mikoriza dan tanaman inangnya (jamur, tanah, dan akar tanaman) merupakan simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) (Brundrett, 2000). Simbiosis ini meliputi penyediaan fotosintat oleh inang untuk jamur dan sebaliknya tanaman inang memperoleh nutrien yang diambil oleh tanah dari jamur. Pada asosiasi ini infeksi pada akar tidak menyebabkan penyakit.

Mikoriza dikenal efektif dalam meningkatkan penyerapan hara, terutama akumulasi fosfor dan dan biomassa dari banyak tanaman di dalam tanah dengan kandungan fosfor yang rendah (Rungkat, 2009). Turk et al. (2006) mengatakan bahwa peran utama dari FMA adalah untuk menyediakan fosfor bagi akar tanaman yang terkena infeksi, karena fosfor adalah salah satu unsur yang sangat tidak mobil di dalam tanah, meskipun jika fosfor ditambahkan di tanah dalam bentuk segera larut, fosfor tersebut akan menjadi tidak mobil seperti fosfor organic dan kalsium fosfat.

Rungkat (2009) menjelaskan bahwa tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza memiliki peranan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan mikoriza bagi tanaman sebagai berikut : a) mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) mikoriza melindungi tanaman inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stres kekeringan, c) mikoriza dapat beradaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) mikoriza dapat melindungi tanaman dari patogen akar e) mikoriza dapat memperbaiki produktivitas tanah dan tanah memantapkan struktur tanah.

Desmodium sp

Desmodium sp merupakan tanaman perdu pendek bertahunan dengan batang yang menanjak atau melata. Desmodium sp adalah tanaman dari famili Fabaceae,

8 tanaman semak tegak berumur pendek dengan tinggi 1-3 m (Sutrasno et al., 2009). Bentuk legum Desmodium sp dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk Legum Desmodium sp

Daun Desmodium sp memiliki ciri berhelai tiga (trifoliate) bundar atau bulat telur dengan ujung helai daun sedikit tajam. Daunnya memiliki beragam tekstur, bentuk, ukuran, kebanyakan mengertas, berbentuk bundar telur, tetapi yang di ujung berbentuk menjorong, ujung daun bertakik atau lebih atau kurang meruncing, ditutupi dengan rambut melekap pada permukannya dan permukaan bawah lebih banyak ditutupi dengan rambut keperakan melekat. Daun samping memiliki ukuran yang sama. Helai daun biasanya agak tebal, panjang 5-7 cm, ditutupi oleh bulu yang halus. Perbungaan tandan di ketiak atau di ujung, bunga berwarna merah muda, lembayung muda, ungu, violet atau putih, pada umumnya berpasangan. Buah polong dengan 6-8 biji. Biji kecil dan keras, berwarna hijau yang berubah coklat kekuningan sampai coklat seiring kemasakan. Polong merekah ketika cukup masak. Jumlah biji mencapai sekitar 500.000 biji/kg (Sutrasno et al., 2009).

Di daerah alaminya, Desmodium sp tumbuh pada daerah-daerah beriklim sublembab yang memiliki curah hujan tahunan sebesar 900-1500 mm, dengan lima bulan masa kering. Rata-rata suhu minimum tahunannya berkisar pada 20-29 °C, dan rata-rata suhu maksimumnya di bawah 42 °C. Berdasarkan ketinggian, tumbuhan ini tersebar dari batas permukaan air laut hingga 1500 m. Desmodium sp tumbuh secara alami pada tahap awal atau pertengahan suksesi dari tipe-tipe vegetasi yang mengalami gangguan, seperti daerah bukit berpasir di pantai, tepi-tepi sungai, dan dataran tergenang. Tumbuhan ini juga dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, baik yang bersifat basa maupun asam, namun lebih toleran pada tanah asam dan tidak subur (Sutrasno et al., 2009).

9 Indigofera sp

Indigofera sp adalah genus besar dari sekitar 700 jenis tanaman berbunga milik keluarga Fabaceae (Schrire, 2005). Terdapat di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia, dengan beberapa jenis mencapai zona di kawasan timur Asia. Indigofera sp memberikan peluang yang menjanjikan dalam hal pemenuhan kebutuhan ternak ruminansia terhadap penyediaan hijauan pakan. Menurut Hassen et al., (2008) produksi tanaman Indigofera sp adalah sebesar 2.728 kg/ha. Indigofera sp memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas. Bentuk legum Indigofera sp dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk Legum Indigofera sp

Legum Indigofera sp merupakan salah satu leguminosa yang memiliki kandungan protein cukup tinggi, yaitu sebesar 24,3%. Indigofera sp memiliki sifat yang toleran terhadap kekeringan dan salinitas (Skerman, 1982). Saat akar terdalamnya dapat tumbuh kemampuannya untuk merespon curah hujan yang kurang dan ketahanan terhadap herbivora merupakan potensi yang baik sebagai cover crop (tanaman penutup tanah) untuk daerah semi- kering dan daerah kering (Hassen et al. 2004, 2006). Interval defoliasi tanaman ini yaitu 60 hari dengan intensitas defoliasi 100 cm dari permukaan tanah pada batang utama dan 10 cm dari pangkal percabangan pada cabang tanaman (Suharlina, 2010). Produksi bahan kering (BK) total Indigofera sp. adalah 21 ton/ha/tahun dan produksi bahan kering daun total 5 ton/ha/tahun (Hassen et al. 2008).

Indigofera sp adalah jenis Indigofera yang relatif baru dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini dapat digunakan sebagai hijauan pakan terutama untuk pakan kambing perah yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Indigofera sp jenis leguminosa pohon ini cocok dikembangkan di Indonesia karena toleran

10 terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al, 2008).

Stylosanthes scabra

Stylosanthes scabra (S. scabra ) merupakan tanaman semak tahunan dengan tinggi dapat mencapai 2 meter, dengan akar tunggang yang kuat dan dalam (sampai 4 m). Batang muda bervariasi dari warna hijau sampai merah, tergantung dari tipe, biasanya dengan bulu-bulu yang padat dan kasar, menjadi lebih berkayu seiring umur tanaman. Helai daun berbulu pada kedua permukaan, berwarna hijau pucat sampai hijau tua dan hijau kebiruan, panjang 20-33 mm dan lebar 4-12 mm. Bunga berwarna kuning pucat sampai kuning tua. Buah polong dengan 2 segmen, kedua segmen biasanya subur, segmen bagian atas panjang 4-5 mm dan segmen bagian bawah panjang 2 mm, coklat pucat sampai coklat muda, 400.000-500.000 biji dalam buah

Dokumen terkait