• Tidak ada hasil yang ditemukan

Instrumen Distribusi Dalam Sistem Ekonomi Islam

Bab I Pendahuluan

C. Instrumen Distribusi Dalam Sistem Ekonomi Islam

Menurut Ruslan Abdul Ghofur Noor instrumen distribusi dalam sistem ekonomi Islam terdiri dari zakat sebagai model distribusi wajib individu, wakaf sebagai instrumen distribusi individu untuk masyarakat, waris sebagai instrumen distribusi dalam keluarga, infak dan sedekah sebagai instrumen distribusi di masyarakat.70

3. Zakat sebagai model distribusi wajib individu

Zakat sejalan dengan prinsip utama tentang distribusi dalam ajaran Islam yakni "agar harta tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya di antara kamu". Prinsip tersebut, menjadi aturan main yang harus dijalankan karena jika

70

Ruslan Abdul Ghofur Noor, Konsep Distribusi dalam

Ekonomi Islam dan Format Keadilan Ekonomi di Indonesia,

41

diabaikan, akan menimbulkan jurang yang dalam antara si miskin dan si kaya, serta tidak tercipta keadilan ekonomi di masyarakat. Manusia sebagai wakil Allah di muka bumi yang telah ditugaskan untuk mengelola dan meningkatkan kualitas kehidupan bagi seluruh penghuninya, memiliki tanggung jawab besar dalam mewujudkan tugas tersebut. Namun realitas yang ada, kesadaran untuk menjalankan kewajiban zakat dan menciptakan kesejahteraan di muka bumi hanya terdapat pada sebagian orang.

Doktrin khalifah sebagaimana dilukiskan dalam al-Qur‟an

surat al-Baqarah ayat 30

َو اررَه ِف ُدررِسْفُري ِْرَم اررَه ِف ُلررَعَْيَأ اوُلاررَق ً رَف ِلَا ِيْرَْْا ِِ ٌلررِعاَج راِإ ِ ررََِئ َاَمْلِل َ ررلَر َلارَق ْذِإَو

ُ ِفررْسَي

َنوُمَلْعَرت َر اَم ُمَلْعَأ راِإ َلاَق َ َل ُسردَقُر َو َكِدْمَِِ ُحر َسُ َََُِْو َءاَمردلا

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para

malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

Mekanisme yang selama ini dipahami umat ialah kewajiban zakat sebagai suatu rutinitas ibadah biasa yang hampir-hampir menghilangkan makna zakat itu sendiri serta tanpa memahami manfaat sosial, moral dan ekonomi yang

42

tercipta secara luas bagi umat Islam. Sehingga banyak kepentingan individu, kelompok atau golongan yang lebih diunggulkan dari kepentingan masyarakat secara menyeluruh.71

Menurut M. Saefuddin dalam Islam, zakat dan berbagai bentuk ibadah sedekah lainnya memiliki posisi potensial sebagai sumber pembelanjaan dalam masyarakat muslim. Zakat berposisi fardhu 'ain bagi kita yang beriman dan bertakwa. Dengan zakat, insya Allah kita mampu membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan income-economic growth with equity (pertumbuhan ekonomi dan pendapatan dengan adil). Menurut M. Saefuddin, untuk mengelola atau mengembangkan zakat kita harus memiliki potensi kepemimpinan yang berwibawa, berpengaruh dan mempunyai otoritas dalam menghimpun, mendistribusikan dan memanfaatkan zakat untuk khalayak sasaran berdasarkan syariah. Hendaknya pengumpulan zakat itu berbasis manajemen. Kredibilitas suatu lembaga amil zakat sangat tergantung pada kemampuannya mengelola zakat secara profesional dan transparan serta dapat meyakinkan masyarakat bahwa zakat telah dikelola dengan baik.72

4. Wakaf sebagai instrumen distribusi individu untuk masyarakat

71 Ruslan Abdul Ghofur Noor, Konsep…, h. 100. 72

Ahmad M Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1987, h. 113, 114.

43

Perwakafan atau wakaf merupakan pranata dalam keagamaan Islam yang sudah mapan. Dalam hukum Islam, wakaf termasuk ke dalam kategori ibadah sosial (ibadah ijtimaiyyah).73 Secara bahasa wakaf berasal dari kata waqafa yang artinya al-habs (menahan).74 Dalam pengertian istilah, wakaf adalah menahan atau menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah.75 Menurut Sayyid Sabiq wakaf berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah.76 Menurut Muhammad Jawad Mughniyah, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal, lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum.77 Wakaf adalah menghentikan pengalihan hak atas suatu harta dan menggunakan hasilnya bagi kepentingan umum sebagai pendekatan diri kepada Allah.78

73

Departemen Agama, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, Jakarta: Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas dan Penyelenggaraan Haji, 2003, h. 1

74

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, tth, h. 307. Lihat juga Zainuddin Ibn Abd Aziz al-Malibary, Fath al-Mu'in, Semarang: Toha Putera , tth, h. 87

75

Imam Taqiyuddin Abu Bakar ibn Muhammad AI-Hussaini,

Kifayah Al Akhyar, Juz 1, Beirut: Daral-Kutub al-llmiah, t.th., h. 319 76

Sayyid Sabiq, loc. cit., 77

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh 'Ala Mazahib al-Khamsah, Terj. Masykur, Afif Muhammad, Idrus al-Kaff, "Fiqih Lima Mazhab", Jakarta: Lentera, 2001, h. 635

78

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2003, h. 223.

44

Dari rumusan pengertian di atas terlihat bahwa wakaf sebenarnya dapat meliputi berbagai benda. Walaupun berbagai riwayat atau hadis yang menceritakan masalah wakaf ini adalah mengenai tanah, tapi para ulama memahami bahwa wakaf non tanah pun boleh saja asal bendanya tidak langsung musnah atau habis ketika diambil manfaatnya.79

Dari berbagai rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa wakaf ialah menghentikan (menahan) perpindahan milik suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama, sehingga manfaat harta itu dapat digunakan untuk mencari keridhaan Allah SWT.80 5. Waris sebagai instrumen distribusi dalam keluarga

79

Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia da/am Teori dan Praktek, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, h. 26.

80

Kata waqaf, digunakan dalam al-Qur'an empat kali dalam tiga surat yaitu QS. Al-An'am, 6: 27, 30, Saba', 34: 31, dan al-Saffat, 37 : 24. Ketiga yang pertama artinya menghadapkan (dihadapkan), dan yang terakhir artinya berhenti atau menahan, "Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya". Konteks ayat ini menyatakan proses ahli neraka ketika akan dimasukkan neraka. Lihat Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, h. 481. Wakaf yang bentuk jama'-nya auqaf berasal dari kata benda abstrak (masdar) atau kata kerja (fi'il) yang dapat berfungsi sebagai kata kerja transitif (fi'il muta'addi) atau kata kerja intransitif(fi'il

lazim), berarti menahan atau menghentikan sesuatu dan berdiam di

tempat. Lihat Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif, Jakarta: Gema Insani Press, 2003, h. 120. Dengan kata lain, perkataan waqf yang menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia berasal dari kata bahasa Arab: waqafa -

yaqifu - waqfan yang berarti ragu-ragu, berhenti, memperhentikan,

memahami, mencegah, menahan, mengatakan, memperlihatkan, meletakkan, memperhatikan, mengabdi dan tetap berdiri. Lihat Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia

45

Secara etimologi, menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni, waris (al-mirats), dalam bahasa Arab adalah bentuk kata dasar dari kata waritsayaritsuirtsanmīrātsan. Maknanya menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum lain.81 Menurut Wahbah al-Zuhaeli sebagaimana dikutip oleh Athoilah, waris atau warisan (mirats) sama dengan makna tirkah yaitu segala sesuatu yang ditinggalkan oleh seseorang sesudah wafat, baik berupa harta maupun hak-hak yang bersifat materi dan nonmateri.82

6. Infak dan sedekah sebagai instrumen distribusi di masyarakat

Instrumen infak dan sedekah sebagai amal kebajikan individu terhadap masyarakat, akan mendukung terciptanya para profesional yang dengan ikhlas mau berderma baik harta maupun keahliannya untuk mengisi tenaga profesional pada lembaga-lembaga yang telah terbentuk dari hasrat wakaf di atas. Infak dan sedekah akan menciptakan jaminan sosial yang menyeluruh bagi segenap lapisan masyarakat tanpa memberatkan masyarakat dengan pajak yang tinggi

81

Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, Terj. Basalamah, Jakarta: Gema Insani Press, 1995, h. 33.

82

Athoilah, Fikih Waris (Metode Pembagian Waris Praktis),

46

sebagaimana yang terjadi pada welfare state (negara kesejahteraan).83

Dokumen terkait