• Tidak ada hasil yang ditemukan

Islam senantiasa mengajarkan untuk tidak berlebih-lebihan dalam segala hal. Islam membawa manusia untuk berlaku adil dan tak melampaui batas. Karena segala sesuatu yang melampaui batas itu buruk. Allah Swt. berfirman dalam surat Al Isra ayat 27:

َّ نِإ

َّ

ََّني ِرِ ذَبُمۡلٱ

َّ

َّ َن ََٰو ۡخِإَّْا ٓوُناَك

َّ ِنيِطََٰي شلٱ

َّ

َّ َناَك َو

َُّن ََٰط ۡي شلٱ

َّ

َِّهِ ب َرِل

ۦ

َّ

َّا ٗروُفَك

٧٢

ََّّ

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. Al Isra/17:27). Surat di atas menjelaskan bahwa Allah melarang berlebih-lebihan dalam berinfak, dan menyuruh melakukannya secara seimbang/pertengahan. Dengan (perintah untuk) menjauhi tindakan mubadzir dan berlebih-lebihan. Yakni, dalam hal itu mereka menjadi orang yang serupa dengan syaitan. Ibnu Mas’ud mengatakan: “Tabdzir ialah infak yang tidak pada tempatnya.” Demikian pula yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Abbas (Ibnu Katsir, 2003).

Sama halnya dengan proses optimasi yang memiliki maksud mengoptimalkan sesuatu guna mencapai hasil yang menguntungkan dan yang terbaik. Dalam proses produksi suatu perusahaan mengharuskan mendapati bahan baku, biaya, dan waktu yang paling optimal. Artinya, untuk proses produksi, bahan baku tidak boleh berlebihan ataupun kurang. Sehingga inventori perusahaan tidak sampai terjadi penimbunan bahan baku atau kurang bahan baku. Bahan baku juga harus dipilih dan dipilah agar hasil produksi memiliki mutu yang bagus dan terbaik. Dan

kita sebagai muslim yang berakal hendaknya memilih sesuatu hal yang paling baik. Allah Swt. berfirman dalam surat Az Zumar ayat 18:

ََّنيِذ لٱ

َّ

َّ َنوُعِمَت ۡسَي

ََّل ۡوَق ۡلٱ

َّ

َُّهَنَس ۡحَأَّ َنوُعِب تَيَف

َّ ٓۥ

َّ

َّ َكِئََٰٓل ْوُأ

ََّنيِذ لٱ

َّ

َّ ُمُهَٰىَدَه

َّ ُ للٱ

َّ

َّ ۡمُهَّ َكِئََٰٓل ْوُأ َو

َّْاوُل ْوُأ

َِّبََٰبۡلَ ۡلۡٱ

َّ

٨١

ََّّ

“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal” (QS. Az Zumar/39:18). Dalam ayat di atas yang dimaksud “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk”, yaitu orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah di dunia dan di akhirat. Mereka adalah yang mempunyai akal sehat dan fitrah yang lurus (Ibnu Katsir, 2003). Jelas kita sebagai mahluk Allah yang telah diberikan kesitimewaan berupa akal, hendaklah kita menjadi manusia yang tidak berbuat rusak terhadap sesama, dan terlebih bumi tempat kita tinggal. Bukankah, orang yang berakal itu ialah orang yang bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Untuk itu hendaklah kita tidak serta-merta merusak Bumi ini. Seperti halnya penebangan liar dan ilegal, yang dapat mengakibatkan banyak bencana. Khususnya bencana alam seperti yang sering kita jumpai, tanah longsor, banjir, dan lain-lain.

Dalam keseharian manusia hendaklah selalu menggunakan akalnya dalam menjaga dan melestarikan lingkungan. Terlebih lagi kita masuk di mana planet bumi mengalami pemanasan global (global warming). Peristiwa pemanasan global adalah meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Salah satu penyebab terjadinya hal ini karena aktivitas manusia. Aktivitas-aktivitas itu menyebabkan efek rumah kaca yang berlebihan sehingga berdampak buruk bagi

bumi. Di sini sebagai umat manusia, khususnya muslim yang berakal sehat dan mempunyai fitrah kita sangat dianjurkan untuk menjaga kelangsungan dan kelestarian bumi. Allah juga telah menunjukkan kekuasaan-Nya dengan mendatangkan bencana alam, yang tidak lain merupakan akibat dari kemunkaran sikap manusia. Dari bencana-bencana itu, hendaknya kita semakin sadar dan peduli dengan apa kita perbuat dan dampaknya dikemudian hari.

Di zaman secanggih dan modern seperti sekarang dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, manusia sudah mempunyai cara atau pencegahan dalam hal-hal yang sekiranya merugikan seperti di atas. Misal, dalam industri mebel dan jual beli kayu. Pemerintah sudah menyediakan badan atau lembaga seperti Perhutani untuk menyediakan berbagai jenis kayu. Sehingga kayu-kayu yang diperjual-belikan melalui proses penebangan yang legal dan resmi. Kayu-kayu tersebut memiliki surat izin tersendiri. Dan untuk menanggulangi kayu yang telah ditebang tersebut, maka Perhutani juga melakukan tanam pohon kembali atau lebih dikenal dengan reboisasi. Sama seperti kita menanam padi di sawah, padi yang sudah siap untuk dipanen kita panen, yang selanjutnya kita tanami lagi sawah dengan padi atau dengan tanaman lainnya.

Dalam Islam juga banyak anjuran untuk kita melestarikan alam. Para ahli ilmu dan ulama mengatakan sedekah jariyah memiliki berbagai bentuk dan cara. Seperti membangun tempat shalat berupa masjid atau musholla, membangun jalan, membangun jembatan, menanam tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian, atau tanaman pangan dan lain-lain. Seperti dalam hadis Rasulullah SAW., bersabda:

،يمَةٌ ِ،ب ْوَأ نا ،سْنإ ْوَأ ْيْ ،ط ُهْنِم ُ ُكُْأ،ي،ف اًع ْر،ز ُع ،ر ْز،ي ْوَأ ا ًسْر،غ ُسِرْغ،ي ٍ ِلِ ْسُم ْنِم ا،مِ

،ق ،د ،ص ِهِب ُ ،لَ ،ن ،كَ الَّإ ِ

“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya” (HR. Bukhori dan Muslim).

Hadis di atas menjelaskan bahwa, jika ada seorang muslim yang menanam pohon atau tanaman, kemudian apa yang ditanam tadi dimakan manusia atau hewan sekalipun, sudah termasuk bentuk sedekah. Dan manusia yang menanam akan mendapat pahala sedekah darinya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah adalah sebaik-baiknya Dzat. Allah mengantinya dengan pahala sebagai balasannya. Hal tersebut kalau kita umpamakan dalam kehidupan dapat berupa petani yang bercocok tanam, bahkan kegiatan seperti reboisasi. Reboisasi atau menanam kembali juga dapat kita kategorikan ke dalam hadis di atas. Reboisasi merupakan upaya dan usaha kita dalam menjaga, melestarikan lingkungan dan untuk invenstasi di masa depan. Tak heran Islam memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW.,

ْْ،َْْ،َْْ،ف ا،َ ،سِرْغ ،ي اتَّ،ح ،موُق،ي ،لَّ ْنَأ ،عا ،ط،ت ْ سإ ْنا،ف ،لََ ِ س،ف ْ ُكُِد،حَأ ِد،َِب،و ُ ،عا اسلإ ْت،ما،ق ْنِ إِ

“Jika hari kiamat telah tegak, sedang ditangan seorang diantara kalian terdapat bibit pohon korma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah” (HR. Ahmad).

Hadis di atas juga sudah jelas bahwa menanam pohon, biji dan lainnya merupakan amal saleh dan bentuk kepedulian kita untuk bumi. Sebagai manusia dan muslim yang berakal hendaknya memperhatikan hal-hal yang demikian. Sudah banyak kampanye-kampanye atau gerakan tentang One Man One Tree

artinya satu orang menanam (paling sedikit) satu pohon. Gerakan semacam ini dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Hari Penanaman Pohon Nasional, 28 November 2008. Diperkuat dengan Keppres RI Nomor 24 Tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Nasional.

Dalam hal ini proses optimasi memiliki esensi yang sama, yaitu dengan mengoptimalkan kebutuhan bahan baku yakni kayu dengan sebaik-baiknya. Tentu sesuai dengan aturan-aturan yang telah ada. Melalui optimasi ini diharapkan agar dikemudian hari dapat memberikan rekomendasi perkiraan bahan baku. Sehingga bisa menjadi salah satu tolak ukur dipasar global kayu.

Dokumen terkait