BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
2. Integritas Laporan Keuangan dan Konservatisme Akuntansi
Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara manajemen dengan pihak luar perusahaan tentang kondisi keuangan perusahaan atau aktivitas perusahaan selama periode tertentu. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2012) dalam PSAK No.1 mengemukakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukan pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Integritas laporan keuangan menunjukan informasi yang benar, jujur, akurat, serta bebas dari tindakan atau kegiatan yang dilakukan yang disengaja oleh pihak manajemen dalam memanipulasi angka-angka akuntansi untuk menyesatkan pemakai laporan keuangan dalam menilai perusahaannya. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain sesuai dengan definisi dan
18 kriteria pengakuan aset, liabilitas, pendapatan, dan beban yang diatur dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan (IAI, 2012).
Laporan keuangan dikatakan berintegritas apabila laporan keuangan tersebut memenuhi kualitas reability (Kieso, 2008) dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum. Reability memiliki kualitas sebagai berikut:
1) Daya Uji (Verifiability)
Laporan keuangan suatu entitas yang mempunyai kondisi yang sama dengan laporan keuangan entitas lain mendapat opini yang sama jika diaudit oleh auditor yang berbeda.
2) Ketepatan Penyajian (Representational faithfulness)
Angka dan keterangan yang disajikan sesuai dengan apa yang ada dan benar-benar terjadi.
3) Netralitas (Neutrality)
Informasi dari laporan keuangan harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan berlawanan.
19 Jama’an (2008) menyatakan laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Integritas informasi laporan keuangan menyangkut keandalan informasi akuntansi yang dihasilkan yaitu kejujuran dalam penyajian, dapat dipercaya, dan netralitas yang antara lain:
1) Kejujuran (Faithfulness) berarti bahwa terdapat kesesuain antara ukuran keuangan atau penjelasan dan fenomena aktivitas ekonomi yang diukur atau dijelaskan. Dalam akuntansi, sumber-sumber ekonomi, kewajiban dan kejadian-kejadian yang membawa perubahan sumber-sumber dan kewajiban dinyatakan dalam laporan keuangan.
2) Dapat dipercaya (Reliability) bahwa seorang pengguna dapat menggantungkan atau memiliki keyakinan pada informasi yang dilaporkan. Informasi akuntansi dipertimbangkan dapat dipercaya jika informasi secara menyatakan apa yang dimaksud, apa yang diungkapkan, dan dapat diuji kebenarannya.
3) Netral (neutrality) berarti bahwa informasi akuntansi harus netral, atau tidak memihak yang memberikan dampak pada perilaku pengguna informasi. Oleh karana informasi akuntansi memberi pengaruh terhadap lingkungannya, maka dipandang penting bahwa informasi akuntansi harus bersifat netral atau tidak bias.
20 Dalam penelitian Mayangsari (2003) integritas laporan keuangan adalah sejauh mana laporan keuangan yang disajikan menunjukan informasi yang benar dan jujur. Sedangkan Mulyadi (2004) dalam Jamaan (2008) mendefinisikan integritas sebagai prinsip moral yang tidak memihak, jujur dan seseorang yang berintegritas tinggi memandang fakta seperti apa adanya dan mengemukakan fakta tersebut seperti apa adanya.
Informasi akuntansi yang memiliki integritas yang tinggi akan dapat diandalkan karena merupakan suatu penyajian yang jujur sehingga memungkinkan pengguna informasi akuntansi bergantung pada informasi tersebut. Oleh karena itu, informasi yang memiliki integritas yang tinggi memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keputusan pembaca laporan keuangan untuk membantu membuat keputusan (Mayangsari, 2003).
Ukuran integritas laporan keuangan selama ini belum ada walaupun demikian secara intuitif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu diukur dengan konservatisme dan manajemen laba. Menurut Mayangsari (2003) laporan keuangan yang dapat dipercaya atau berintegritas dapat dinilai dengan cara penggunaan prinsip konservatisme dan penggunaan earning management. Informasi dalam laporan keuangan akan lebih reliable
apabila laporan keuangan tersebut konservatif dan laporan keuangan tersebut tidak overstate sehingga tidak ada pihak yang dirugikan akibat penyajian informasi dalam laporan keuangan tersebut.
21 b. Konservatisme Akuntansi
Konservatisme adalah prinsip dalam pelaporan keuangan yang dimaksudkan untuk mengakui dan mengukur aktiva dan laba dilakukan dengan penuh kehati-hatian oleh karena aktivitas ekonomi dan bisnis yang dilingkupi ketidakpastian (Wibowo, 2002 dalam Pramana, 2010). Konsep konservatisme menyatakan bahwa dalam keadaan yang tidak pasti, manajer perusahaan akan menentukan pilihan perlakuan atau tindakan akuntansi yang didasarkan pada keadaan, harapan kejadian, atau hasil yang dianggap kurang menguntungkan.
Implikasi dari konsep ini terhadap akuntansi adalah akuntansi mengakui biaya atau rugi yang kemungkinan akan terjadi, tetapi tidak segera mengakui pendapatan atau laba yang akan datang walaupun kemungkinan terjadinya besar (Dewi, 2004 dalam Brilianti, 2013).
Menurut Widya (2005) konservatisme merupakan prinsip yang penting dalam pelaporan keuangan agar pengakuan dan pengukuran aktiva serta laba dilakukan dengan penuh kehati-hatian, karena aktivitas ekonomi dan bisnis dilingkupi ketidakpastian. Ketidakpastian dan resiko tersebut harus dicerminkan dalam laporan keuangan agar nilai prediksi dan kenetralan bisa diperbaiki. Pelaporan keuangan yang didasari pada kehati-hatian akan memberi manfaat yang terbaik untuk semua pemakai laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan dapat mengambil keputusan investasi atau pemberian kredit dengan tepat atas prediksi yang
22 mereka lakukan yang memuat ketidakpastian dan resiko perusahaan.
Para peneliti biasanya menggunakan tiga bentuk pengukuran untuk menyatakan konservatisme, yaitu (Watts, 2003 dalam Haniati dan Fitriany, 2010):
1) Net Asset Measure
Ukuran ini digunakan untuk menilai nilai aset yang
understated dan kewajiban yang overstated. Salah satu model pengukurannya adalah proksi pengukuran yang digunakan oleh Beaver dan Ryan (2000) yaitu dengan menggunakan market to book ratio yang mencerminkan nilai pasar relatif terhadap nilai perusahaan. rasio yang berlebih dari 1, mengindikasikan penerapan akuntansi yang konservatif karena perusahaan mencatat nilai perusahaan lebih rendah dari nilai pasarnya.
2) Earning/Stock Return Relation
Pengukuran konservatisme bisa dikaitkan dengan estimasi/negatif return disaham. Kaitannya dengan konservatisme adalah acuan untuk memverifikasi apakah gain/loss dapat diakui. Jika laba diakui maka akan meningkatkan net aset perusahaan, sebaliknya jika rugi diakui maka akan menurunkan net aset perusahaan. Jadi,
return yang positif menandakan adanya kenaikan net aset sedangkan
return yang negatif menandakan penurunan net aset. Jika rugi itu menjadi subjek yang menandakan adanya verifikasi lebih sedikit
23 tingkatnya, maka laba akan merespon rugi ini lebih cepat daripada laba (Seswanto, 2012)
3) Earning/Accrual Measures
(a) Model Givoly dan Hayn (2000)
Dwiputro (2009) menjelaskan bahwa Givoly dan Hayn memfokuskan konservatisme pada laporan laba rugi selama beberapa tahun. Mereka berpendapat konservatisme menghasilkan akrula negatif terus menerus. Akrual disini adalah perbedaan antara laba bersih sebelum depresiasi/amortisasi dan arus kas kegiatan operasi. Landasannya bahwa konservatisme menunda pengakuan pendapatan dan mempercepat penggunaan biaya. Despresiasi dikeluarkan dari net income dalam perhitungan konservatisme akuntansi karena depresiasi merupakan alokasi biaya dari aktiva yang dimiliki perusahaan.
(b) Model Zhang (2007)
Zhang ini menggunakan konservatisme akrual sebagai salah satu pengukuran konservatisme. Konservatisme akrual didapatkan dengan membagi akrual non operasi dengan total aset. Akrual non operasi memperlihatkan pencatatan kejadian buruk dalam perusahaan contohnya biaya restrukturisasi dan penghapusan aset. Dalam penelitiannya konservatisme akrual dikalikan dengan -1 dengan tujuan mempermudah analisa. Dimana, semakin tinggi
24 konservatisme akrual maka penerapan konservatisme juga semakin tinggi.
(c) Discretionary Accrual
Terdapat beberapa model untuk menghitung Discretionary Accrual. Discretionary Accrual yang paling sering digunakan adalah Discretionary Accrual Model Kasznik (1999). Discretionary Accrual adalah suatu ukuran untuk mengetahui besarnya manipulasi laba yang dilakukan manajemen.