• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI

B. Intensi Berwirausaha

Riyanti (2008) dalam Sumarsono (2013) mengatakan bahwa intensi merupakan posisi seseorang dalam dimensi probabilitas subjektif yang melibatkan suatu hubungan antara dirinya dengan beberapa tindakan. Intensi merupakan faktor motivasional yang mempengaruhi tingkah laku. Intensi dipandang sebagai ubahan yang paling dekat dari individu untuk melakukan perilaku, maka dengan demikian intensi dapat dipandang sebagai hal yang khusus dari keyakinan yang obyeknya selalu individu dan atribusinya selalu perilaku.

Intensi, menurut Sanjaya (2007) dalam Sumarsono (2013) memainkan peranan yang khas dalam mengarahkan tindakan, yakni menghubungkan antara pertimbangan yang mendalam yang diyakini dan diinginkan oleh seseorang dengan tindakan tertentu. Selanjutnya intensi adalah kesungguhan niat seseorang untuk melakukan perbuatan atau memunculkan suatu perilaku tertentu. Maka intensi kewirausahaan dapat diartikan sebagai niat atau keinginan yang ada pada diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan wirausaha (Wijaya, 2007 dalam Sumarsono, 2013).

Dari pendapat tentang intensi dan wirausaha yang telah dikemukakan, intensi wirausaha adalah keinginan/niat yang ada pada diri seseorang (siswa SMK) untuk melakukan suatu tindakan wirausaha.

Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Tony Wijaya (2007) mengemukakan bahwa berdasarkan teori tersebut, intensi merefleksikan keinginan individu untuk mencoba menetapkan perilaku, yang terdiri dari tiga determinan, yaitu: 1. Sikap Terhadap Perilaku

Sikap terhadap perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. Individu yang memiliki keyakinan yang positif terhadap suatu perilaku akan memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan tersebut. Atau dengan kata lain, sikap yang mengarah pada perilaku ditentukan oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku, yang disebut dengan istilah keyakinan terhadap perilaku.

2. Norma Subjektif

Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut membentuk norma subjektif dalam individu. Keyakinan yang mendasari norma subjektif yang dimiliki individu disebut sebagai keyakinan normatif. Individu memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila individu meyakini apa yang menjadi norma kelompok, maka ia akan mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya. Dapat disimpulkan, bahwa norma kelompok inilah yang membentuk norma subjektif dalam diri individu, yang akhirnya akan membentuk perilakunya.

3. Kontrol Perilaku Yang Disadari

Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi performansi perilaku individu. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku yang bersangkutan. Keyakinan ini didasari oleh pengalaman terdahulu tentang perilaku tersebut, yang dipengaruhi oleh informasi dari orang lain, misalnya dari pengalaman orang-orang yang dikenal/teman-teman.

Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang meningkatkan atau mengurangi kesulitan yang dirasakan jika melakukan tindakan atau perilaku tersebut. Kontrol perilaku ini sangat penting artinya ketika rasa percaya diri seseorang sedang berada dalam kondisi lemah. Van Gelderen, et

al. (2006: 6) intensi diwakili oleh empat faktor, yaitu: desires, preferences,

plans dan behavior expectancies. Desires adalah sesuatu dalam diri seseorang

yang berupa keinginan untuk memulai suatu usaha. Preferences adalah suatu dalam diri seseorang yang menujukkan bahwa berwirausaha adalah suatu kebutuhan yang harus dicapai. Plans adalah suatu harapan yang ada dalam diri seseorang untuk memulai suatu usaha dimasa akan datang. Sedangkan

behavior exspectancies adalah suatu kemungkinan untuk berwirausaha

Terdapat beberapa alasan yang dapat dijadikan alasan untuk mengembangkan intensi berwirausaha yang ada dalam diri individu, yaitu (Muhammad, 2009, p. 25):

1. Keuangan, berwirausaha dapat dijadikan jalan untuk mencari nafkah, pendapatan tambahan, menjaga kestabilan keuangan dan menjadi orang yang kaya.

2. Sosial, memiliki gengsi dan status yang berbeda agar lebih di hargai dan di hormati, memberikan contoh pada orang lain bahwa menjadi wirausaha bukanlah pekerjaan yang rendah status sosialnya. Bahkan wirausaha dapat memiliki status sosial yang jauh lebih tinggi dari seorang karyawan jika ia berhasil menjadi orang yang sukses dalam menjalankan bisnisnya.

3. Pelayanan, dapat memberikan pelayanan pada masyarakat luas karena dengan berwirausaha dapat memberikan lapangan pekerjaan, membantu perekonomian masyarakat, mensejahterakan orang lain, membahagiakan keluarga dengan keberhasilan yang di raihnya.

4. Memuaskan diri, berwirausaha dapat membentuk diri orang menjadi mandiri, memenuhi tujuan hidup yang diinginkan, dan menjadi orang yang lebih produktif.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa intensi berwirausaha adalah keinginan atau niat pada diri seseorang untuk melakukan tindakan wirausaha yaitu secara mandiri dan bersungguh-sungguh dengan yakin untuk memulai usaha yang tidak terlepas dengan resiko dan ketidakpastian, namun dengan adanya ide-ide kreatif dan tindakan inovatif

maka suatu usaha akan berkembang. Dengan mempunyai intensi, seseorang yang akan memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik pada usaha yang dijalaninya.

Kesimpulan tentang intensi berwirausaha yang paling utama dari pendapat Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Tony Wijaya (2007); Van Gelderen, et al. (2006:6); dan Muhammad, 2009, p. 25: yang pertama adalah sikap terhadap perilaku, intensi berwirausaha merefleksikan keinginan seseorang untuk menatap sesuatu yaitu keyakinan yang positif bahwa perilaku membawa kepada hasil yang diinginkan dan cenderung melakukan tindakan, sehingga mengarahkan seseorang untuk melakukan tindakan wirausaha. Yang kedua adalah preferences, suatu dorongan pada diri seseorang yang menunjukkan bahwa berwirausaha merupakan sesuatu yang hendaknya dicapai sebagai sebuah kebutuhaan. Yang ketiga adalah plans, dalam melakukan sesuatu hendaknya dimulai dengan perencanaan yang didasari dengan harapan untuk memuai suatu usaha di masa yang akan datang. Yang keempat adalah sosial, keinginan untuk menunjukkan bahwa dengan menjadi wirausaha bukanlah pekerjaan yang rendah status sosialnya, namun dengan berwirausaha dapat memiliki status sosial yang jauh lebih tinggi dari karyawan jika sukses dalam menjalankan bisnisnya. Yang kelima adalah pelayanan, dengan berwirausaha dapat memberikan lapangan pekerjaan, membantu perekonomian masyarakat, mensejahterakan orang lain, dan membahagiakan keluarga atas hasil yang di raih. Dan yang ke enam adalah memuaskan diri, dengan berwirausaha maka membantu seseorang membentuk

dirinya menjadi mandiri, memiliki tujuan hidup yang di inginkannya dan menjadi orang lebih produktif dengan keberhasilan dalam menjalankan usahanya.

Dokumen terkait