• Tidak ada hasil yang ditemukan

Internal rate of return adalah nilai tingkat suku bunga i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. IRR dapat diartikan sebagai tingkat suku bunga dimana nilai kini dari biaya total sama dengan nilai kini dari penerimaan total. IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan bersih atas investasi, dimana benefit bersih yang positif ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. IRR dapat dirumuskan sebagai berikut :

IRR = i1 + 2 1 1 NPV NPV NPV (i2-i1) Keterangan:

NPV1 = NPV yang masih positif NPV2 = NPV yang negatif

I1 = discount rate yang masih memberi NPV positif I2 = discount rate yang memberikan NPV negatif Kriterianya adalah:

Jika IRR > tingkat bunga berlaku, maka proyek dinyatakan layak Jika IRR < tingkat bunga berlaku, maka proyek dinyatakan tidak layak

Analisis sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa kegiatan usaha jika ada sesuatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau pendapatan (Kadariah et al. 1999). Analisis ini perlu dilakukan agar dapat mengantisipasi ketidakpastian atau resiko perubahan-perubahan yang terjadi pada masa yang akan datang. Analisis ini juga berfungsi untuk mengetahui sampai sejauhmana suatu kegiatan dapat dikembangkan dan layak atau tidak layak diusahakan. Analisis sensivitas dilakukan dengan menggunakan metode switching value yaitu menggunakan nilai variabel yang sensitif sampai usaha tidak layak untuk dijalankan (Gittinger 1986). Nilai variabel yang digunakan adalah harga solar karena harga solar merupakan variabel utama yang mempengaruhi usaha penangkapan pukat cincin.

14

Analisis bagi hasil

Analisis data yang digunakan untuk sistem bagi hasil adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil pengamatan sesuai dengan kenyataan di lapangan mengenai sesuatu yang diteliti. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan sistem bagi hasil, hubungan sosial nelayan pemilik dan penggarap, dan pendapatan yang diperoleh oleh nelayan. Tingkat kemiskinan nelayan dianalisis terhadap pendapatan yang diperoleh dengan tingkat Upah Minimum Regional (UMR) untuk provinsi Aceh. UMR untuk Provinsi Aceh tahun 2013 Rp 1.550.000.

Hasil Penelitian

Armada penangkapan (kapal)

Kapal pukat cincin baik harian dan kapal pukat cincin mingguan yang beroperasi di Lampulo dibuat di galangan kapal tradisional dengan menggunakan jenis kayu Meranti Batu, Alban, Bungor dan dari jenis kayu Serkoi. Jenis-jenis kayu tersebut bersifat lebih tahan terhadap pembusukan dalam air. Panjang pukat cincin bergantung pada dimensi kapal dan waktu operasi kapal. Dimensi kapal. semakin besar dimensi kapal maka kemampuan kapal tersebut untuk membawa jaring dan alat bantu penangkapan ikan tersebut semakin besar, dengan demikian jarak fishing ground akan semakin luas. Konstruksi kapal pukat cincin memiliki palka dan rumah kapal. Nelayan pukat cincin menggunakan palka sebagai tempat penyimpanan ikan. Jumlah palka yang dimiliki masing-masing kapal bervariasi yaitu 2-5 buah yang bervolume 6-10 m3 dengan volume palka lebih dari 15 ton, selain palka juga memiliki cool box 3-10 buah. Rumah kapal sebagai tempat berlindung dari hujan dan panas sekaligus sebagai ruang kemudi, navigasi dan komunikasi memiliki bentuk seperti kubus yang berada di antara buritan dan anjungan. Spesikasi kapal pukat cincin harian dan pukat cincin mingguan yang dioperasikan di Lampulo dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Spesikasi kapal pukat cincin

Spesifikasi Kapal pukat cincin harian Kapal pukat cincin mingguan Dimensi a. Panjang (L) 14.60 – 21.50 m 19.50 – 22.90 m b.Lebar (B) 2.50 – 4.60 m 4.20 – 5.60 m c.Dalam (D) 1.28 – 1.50 m 1.35 – 2.20 m Tonage 20 – 27 GT 30 – 60 GT Mesin 120 – 160 PK 140 – 320 PK

15

Gambar 3.1 Armada penangkapan pukat cincin

Alat tangkap pukat cincin

Pukat cincin Aceh mempunyai Panjang pukat cincin Aceh antara 600 - 1400 m dan lebar rata-rata 60 - 72 m. Spesifikasi pukat cincin yang digunakan nelayan Lampulo terdiri dari lima bagian, setiap bagian memiliki ukuran mata (mesh size) yang berbeda setiap bagian. Srampad (selvage) yang dipasang pada bagian atas, samping kiri/kanan dan bawah dari badan pukat cincin bertujuan untuk memperkuat pukat cincin pada waktu dioperasikan (terutama pada waktu hauling). Selvage ini dibuat dari bahan polyethylene ukuran mata 2 inci. Bentuk tali kang (tali ring) adalah kaki tunggal yang berfungsi mengggantungkan cincin pada tali ris bawah, terbuat dari bahan polyethylene. Gambar 3.2 menampilkan alat tangkap pukat cincin yang digunakan nelayan di PPP Lampulo.

Gambar 3.2 Alat tangkap pukat cincin

Tali kolor (purse line) untuk mengerutkan pukat cincin bagian bawah pada waktu hauling setelah pukat cincin selesai dilingkarkan. Pelampung terbuat dari polyvinyl chloride berwarna putih atau coklat. Pemberat terbuat dari timah dan cincin yang digantung dengan tali kang yang berfungsi sebagai tempat lewatnya

16

tali kolor sewaktu di hauling agar pukat cincin bagian bawah terkumpul. Perbedaan alat tangkap pukat cincin harian dengan mingguan adalah dari segi ukuran yang bervariasi. Ukuran panjang Pukat cincin harian yang digunakan bervariasi antara 1000 m sampai 1.200 m dengan lebar berkisar 70 m sampai 72 m. Ukuran pukat cincin mingguan berkisar antara 1.000 m sampai 1.400 m dengan lebar berkisar 70 m sampai 76 m. Bahan jaring yang digunakan terdiri dari bahan Polymide (PA) dan bahan polyethylene (PE). Pengadaan pukat cincin dilakukan dengan cara membeli bahan-bahan yang diperlukan dan pembuatan alat tangkap dilakukan oleh nelayan di Lampulo.

Nelayan

Nelayan pukat cincin di Lampulo dibedakan antara pemilik kapal dan nelayan penggarap. Perbedaan antara nelayan harian dan nelayan mingguan adalah jumlah nelayan yang ikut pada operasi penangkapan pukat cincin harian berjumlah 15-20 orang, pukat cincin mingguan berjumlah 30-35 orang. Nelayan di Lampulo pada umumnya hanya mengandalkan kemampuan fisik dan tingkat pendidikan bukan merupakan keharusan bagi nelayan, namun yang penting adalah ketrampilan, keuletan, fisik yang baik, dan semangat kerja. Nelayan ABK berusia antara 22-50 tahun, sehingga terlihat bahwa nelayan Lampulo umumnya berada pada kondisi usia produktif. Kondisi ini menunjang kelancaran usaha penangkapan. Nelayan pukat cincin di Lampulo sudah mendapat tugas masing-masing yang dikoordinir oleh nakhoda (pawang). Berikut ini adalah pembagian tugas nelayan tersebut.

1. Pawang bertugas sebagai penanggungjawab dalam mengoperasikan kapal dan kelancaran kegiatan penangkapan ikan.

2. Juru mesin bertugas mengatasi segala masalah yang terjadi dengan mesin. 3. Juru lampu bertugas mengoperasikan dan merawat instalasi listrik.

4. Juru pelampung bertugas mengatur dan merapikan pelampung sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan.

5. Juru pemberat bertugas mengatur dan merapikan pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan.

6. Juru masak bertugas menyiapkan makanan bagi seluruh awak kapal. 7. Nelayan biasa yang bertugas menarik, merapikan dan memperbaiki jaring

pukat cincin jika ada kerusakan.

Daerah penangkapan dan musim ikan

Data yang diperoleh selama wawancara daerah penangkapan untuk kapal pukat cincin harian yaitu Pulo Beras, Sabang, Pulo Nasi, Lhok Nga, dan Peukan Bada. Jarak tempuh dari (fishing base) yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo ke daerah penangkapan (fishing ground) berkisar antara 3-50 mil. Daerah penangkapan kapal pukat cincin mingguan meliputi Samudra Hindia, Selat Malaka, dan perbatasan Nikobar. Jarak tempuh berkisar antara 15-200 mil. Penentuan daerah penangkapan oleh nelayan di Lampulo ditentukan oleh kondisi musim ikan dan keadaan cuaca laut dengan berdasarkan pengalaman nelayan yang diwarisi secara turun temurun. Indonesia dikenal dua musim oleh nelayan yaitu

17 musim Timur dan musim Barat. Musim Timur mulai dari bulan April sampai bulan September, pada musim ini dimana arah angin bertiup dari Timur ke arah Barat dan pada saat tersebut kondisi gelombang, angin, cuaca lebih baik, sehingga aktifitas nelayan dalam melakukan operasi penangkapan lebih maksimal. Musim Barat arah angin bertiup dari arah Barat ke arah Timur. Waktu tempuh dari (fishing base) ke daerah penangkapan (fishing ground) berkisar antara 1-24 jam. Nelayan di Lampulo melakukan operasi penangkapan sepanjang tahun, namun karena fenomena dan kondisi alam tertentu, maka kelimpahan hasil tangkapan antara satu musim dengan musim lainnya sangat berbeda. Provinsi Aceh terdapat 2 (dua) musim yaitu musim kemarau yang berlangsung dari bulan April sampai September dan musim penghujan dari bulan Oktober sampai Maret dimana keadaan ini selalu bergeser setiap tahunnya. Periode ini juga berpengaruh terhadap penangkapan ikan yang dikenal dengan nama musim barat (April-September) dan musim timur (Oktober-Maret). Nelayan di Lampulo mengenal 3 musim penangkapan yaitu musim puncak penangkapan ikan di Lampulo yang terjadi pada bulan Maret sampai Agustus. Musim sedang terjadi pada bulan September sampai November, sedangkan musim paceklik berlangsung antara Desember sampai Februari. Peta daerah penangkapan ikan di Lampulo dapat dilihat di Gambar 3.3.

Sumber: Hasil wawancara 2013

Gambar 3.3 Peta daerah penangkapan ikan di Lampulo

Metode Penangkapan Pukat Cincin di Lampulo

Tahapan pengoperasian pukat cincin terdiri atas tahap persiapan hunting (mencari ikan), setting, hauling (penarikan jaring) dan handling (penanganan). Tahap persiapan dengan memeriksa alat tangkap, mesin, pembekalan, bahan bakar, dan keadaan kapal. Hunting adalah tahap mencari ikan, biasanya dilakukan oleh pawang dan juga nelayan. Setting segera dilakukan setelah menemukan gerombolan ikan maka dengan cara nelayan melemparkan pelampung terlebih dahulu kemudian menurunkan satu sisi jaring dan pemberat secara perlahan,

18

setting kapal terus bergerak membentuk lingkaran. Tahap selanjutnya hauling, kapal berhenti dan mesin dimatikan, kemudian jaring pukat cincin ditarik kekapal. Dalam kegiatan operasi penangkapan, setiap kapal pukat cincin melakukan operasi penangkapan ikan pada rumpon milik mereka masing-masing. Komponen material rumpon yang digunakan terdiri atas pelampung rakit yang terbuat dari bahan besi tebal 4 mm berbentuk torpedo, panjang badan 240 cm, diameter badan 75 cm, panjang moncong 50 cm, lunas kanal U (60 x 5 mm) x 240 cm. Pada bagian bawah rakit dipasang alat pengumpul ikan (attractor) yang terbuat dari daun kelapa. Rakit diikat dengan tali utama yang terbuat dari polyethylene. Tali utama dilengkapi dengan tali pemberat dari polyethylene, tali kawat dan swivel serta pemberat atau jangkar yang terbuat dari drum dan dicor dengan semen. Satu unit rumpon dapat bertahan sampai tiga tahun atau lebih. Khusus daun kelapa, nipah harus diganti setiap satu bulan sekali, untuk pemikat agar ikan berkumpul disekitar kapal, maka pada kapal pukat cincin juga dipasang lampu. Lampu-lampu dipasang pada posisi di sekeliling sebelah atas ruang kemudi dengan jumlah 10-24 buah dengan kekuatan 1000-1.500 watt/lampu. Desain rumpon, secara garis besar terdiri atas empat komponen utama yaitu pelampung (float), tali (rope), pemikat (atractor) dan pemberat (sinker).

Rumpon berfungsi untuk memberikan daya tarik terhadap ikan pelagis agar terkonsentrasi disekitar areal rumpon. Penggunaan rumpon sangat mendukung kesuksesan pengoperasian alat tangkap pukat cincin, karena alat ini dapat menangkap lebih dari satu jenis ikan pelagis (multispecies) dengan densitas ikan yang lebih tinggi. Setiap rumpon biasanya di pasang pada perairan sekitar 50-80 mil laut dari garis pantai. Rumpon yang dipasang pada kedalaman lebih dari 600 meter dengan jarak antar rumpon 5-10 mil. Gambar rumpon yang dioperasikan di Lampulo dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Posisi rumpon di laut

Biaya investasi usaha perikanan pukat cincin

Biaya investasi merupakan biaya awal yang dikeluarkan oleh nelayan pemilik untuk memulai usaha. Rincian biaya investasi kapal pukat cincin harian dan kapal pukat cincin mingguan yang dioperasikan di Lampulo dapat dilihat pada Tabel 3.3.

19 Tabel 3.3 Komponen investasi untuk usaha perikanan pukat cincin di Lampulo

Jenis investasi Kapal harian Kapal mingguan

Kapal Rp 650.000.000 Rp 800.000.000 Alat tangkap Rp 240.000.000 Rp 300.000.000 Mesin Rp 100.000.000 Rp 115.000.000 Alat navigasi Rp 20.000.000 Rp 20.000.000 Rumpon Rp 50.000.000 Rp 50.000.000 Total investasi Rp 1.060.000.000 Rp 1.285.000.000

Biaya tetap (fixed cost) usaha perikanan pukat cincin

Biaya tetap adalah biaya yang tetap harus dikeluarkan, walaupun tidak melakukan operasi penangkapan. Komponen biaya tetap untuk usaha perikanan pukat cincin terdiri dari biaya perawatan serta penyusutan untuk kapal (10 tahun) , alat tangkap (4 tahun), mesin (5 tahun), alat komunikasi (6 tahun), dan rumpon (3 tahun). Rincian dari komponen biaya tetap tersebut untuk jangka waktu satu tahun ditunjukkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Komponen biaya tetap untuk usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Jenis biaya tetap Kapal harian (Rp) Kapal mingguan (Rp) Perawatan kapal 30.000.000 32.000.000 Perawatan alat tangkap 24.000.000 30.000.000 Perawatan mesin 12.000.000 13.000.000 Perawatan rumpon 12.000.000 16.800.000 Penyusutan kapal 65.000.000 80.000.000 Penyusutan alat tangkap 60.000.000 75.000.000 Penyusutan mesin 20.000.000 23.000.000 Penyusutan alat navigasi 3.300.000 3.300.000 Penyusutan rumpon 16.600.000 16.600.000 Total biaya 242.900.000 289.700.000

Biaya tidak tetap (variable cost) usaha pukat cincin

Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang hanya dikeluarkan pada saat melakukan kegiatan penangkapan ikan. Biaya tidak tetap (variable cost) yang dikeluarkan pada saat kegiatan operasi berlangsung meliputi biaya bahan bakar, Pelumas, es, pembekalan makanan, air bersih dan retribusi. Rincian dari komponen biaya tidak tetap untuk jangka waktu satu tahun ditunjukkan pada Tabel 3.5.

20

Tabel 3.5 Komponen biaya tidak tetap usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Komponen biaya tidak tetap Kapal harian (Rp) Kapal mingguan (Rp)

Bahan bakar 432.000.000 518.400.000

Pelumas 10.560.000 11.616.000

Es 105.600.000 158.400.000

Perbekalan makanan 120.000.000 144.000.000 Air bersih 12.000.000 12.240.000 Restribusi + tambat labuh 4.800.000 960.000

Total biaya 684.960.000 845.616.000

Penerimaan usaha perikanan pukat cincin

Penerimaan yang diterima oleh nelayan atau para pengusaha perikanan berbeda-beda berdasarkan musim penangkapan. Umumnya musim penangkapan terdiri dari musim puncak, musim sedang, dan musim paceklik. Jumlah penerimaan per tahun usaha perikanan pukat cincin yang menangkap ikan multispesies (cakalang, tuna, tongkol, dencis, dll) terlihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Penerimaan usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Usaha perikanan Penerimaaan(Rp/tahun) Paceklik (desember-februari) Sedang (februari-september) Puncak (maret-agustus) Kapal harian 246.000.000 697.200.000 1.939.200.000 kapal mingguan 1.209.840.000 949.440.000 2.133.600.000

Kelayakan finansial usaha perikanan pukat cincin

Perbandingan antara usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan dapat dilihat dari hasil analisis usaha dan analisis investasi dilakukan. Hasil analisis usaha dan analisis investasi pada usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan di Lampulo dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Hasil analisis usaha dan analisis investasi di Lampulo Analisis kelayakan

finansial

Usaha perikanan pukat cincin

Harian Mingguan Analisis usaha 1 Keuntungan Rp 792.400.000 Rp 1.260.520.000 3 PP 17 bulan 13 bulan 4 ROI 74.75 98.09 Analisis investasi 1 NPV Rp 294.909.091 Rp 2.703.945.455 2 IRR 12.10% 12.14% 3Net B/C 10.47 13.86

21

Analisis sensivitas

Analisis sensivitas dilakukan untuk melihat pengaruh yang akan terjadi akibat perubahan nilai yang akan berdampak pada perhitungan karena harga bahan bakar minyak akan dihapuskan subsidinya oleh pemerintah. Dalam penelitian ini faktor yang dianalisis adalah perubahan harga bahan bakar minyak sebagai komponen biaya variabel terbesar dari total biaya variabel. Komponen tersebut merupakan komponen yang dianggap peka terhadap kelayakan suatu usaha penangkapan pukat cincin. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha penangkapan pukat cincin dengan kenaikan harga bahan bakar minyak solar sebesar 22% (Rp 5.500) untuk usaha perikanan pukat cincin di Lampulo sudah tidak layak dilakukan. Kenaikan harga bahan bakar minyak solar untuk usaha perikanan pukat cincin mingguan berdampak terhadap nilai NPV yang menjadi negatif. Usaha yang harus dilakukan nelayan jika terjadi kenaikan harga BBM adalah dengan meningkatkan harga jual ikan hasil tangkapannya. Hasil analisis usaha dan analisis investasi pada usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan di Lampulo dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Hasil analisis usaha dan analisis investasi usaha perikanan pukat cincin di Lampulo akibat kenaikan harga bahan bakar sebesar 22 %. NAnalisis finansial Usaha perikanan pukat cincin

Harian Mingguan Analisis usaha 1 Keuntungan Rp 729.040.000 Rp 1.183.720.000 3 PP 17 bulan 13 bulan 4 ROI 68.78% 92.12% Analisis investasi 1 NPV Rp (1.159.636.364) Rp 949.127.273 2 IRR 12.08% 12.13% 3 Net B/C 8.37 11.09

Secara garis besar nelayan pukat cincin dibedakan antara pemilik dan penggarap (pawang, juru mesin, toke bangku, dan nelayan biasa). Pemilik mendanai segala aktivitas kebutuhan usaha penangkapan, pawang (nahkoda) bertanggungjawab terhadap kegiatan di kapal sehingga mendapat bagian 10 % dari hasil penjualan kotor. Tugas dari pawang adalah memegang kemudi, mengatur tugas ABK, dan menentukan lokasi penangkapan. Juru mesin bertugas melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan terhadap mesin pada waktu aktivitas penangkapan di laut sehingga mendapatkan bagian 5 %. Toke bangku atau disebut sebagai pedagang yang menjual ikan kepada pembeli mendapatkan bagian sebesar 10%. Sistem pembagian hasil yang berlaku dalam usaha perikanan pukat cincin di Lampulo antara pukat cincin harian dan mingguan sama. Sistem bagi hasil perikanan pukat cincin di Lampulo dapat dilihat di Gambar 3.4.

22

Gambar 3.4 Sistem bagi hasil di Lampulo

Berdasarkan sistem pembagian hasil di Lampulo terlihat bahwa bagian pendapatan yang diperoleh nelayan pemilik lebih besar dari pada bagian yang diperoleh oleh nelayan ABK. Terjadinya ketimpangan yang mencolok dalam pendapatan nelayan tidak hanya disebabkan besarnya bagian yang diperoleh juragan (2 bagian), tetapi juga pembagian diantara ABK itu sendiri. Nakhoda (pawang), dan toke bangku akan memperoleh bagian masing-masing 10 % dari pendapatan kotor, dan juru mesin memperoleh bagian 5%. Pendapatan yang didapat ABK dengan pemilik, pawang, toke bangku dan juru mesin jauh berbeda, tetapi pendapatan yang diperoleh seluruh nelayan (ABK) pukat cincin di Lampulo lebih besar jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) untuk Provinsi Aceh tahun 2013 yaitu sebesar Rp 1.550.000 perbulan. Pendapatan nelayan pukat cincin harian perbulan Rp 1.650.833 dan pendapatan nelayan mingguan Rp 1.750.722 berada di atas UMR atau layak. Pendapatan usaha perikanan pukat cincin di Lampulo berdasarkan sistem bagi hasil yang berlaku di Lampulo dapat dilihat di Tabel 3.9.

10 % perawatan 10 % toke 10 % pawang 5 % juru mesin 10 % pawang 10 % pawang Nilai penjualan Bagian 35% Biaya operasional

2 bagian pemilik 1 bagian ABK

23

Tabel 3.9 Bagi hasil usaha perikanan pukat cincin di Lampulo

Keterangan Pukat cincin harian Pukat cincin mingguan Pendapatan pemilik pertahun 792.400.000 1.260.520.000

Pendapatan ABK pertahun 396.200.000 630.260.000

Pendapatan pawang pertahun 302.652.000 442.033.000 Pendapatan toke bangku pertahun 302.652.000 442.033.000 pendapatan juru mesin pertahun 100.884.000 185.344.000

Pendapatan pemilik pertrip 3.301.667 26.266.833

Pendapatan ABK perorang pertrip 82.542 437.681

Pendapatan pawang pertrip 1.261.000 9.209.000

Pendapatan juru mesin pertrip 420.000 3.069.000

Pendapatan toke bangku pertrip 1.261.000 9.209.000

Pembahasan

Usaha perikanan pukat cincin di Lampulo memerlukan biaya yang cukup besar, baik untuk biaya investasi maupun biaya operasional. Biaya investasi yang diperlukan sangat bervariasi tergantung dari pada ukuran kapal, mesin, alat tangkap dan perlengkapan lainnya yang digunakan. Kapal, alat tangkap dan peralatan pendukung dapat diusahakan secara lengkap menunjukkan usaha perikanan tersebut telah berkembang dalam skala menengah keatas (Raihanah et al. 2011). Sultan (2004) mengatakan bahwa peralatan pendukung seperti lampu, kompas, dan lainnya dapat meningkatkan produktifitas penangkapan ikan secara signifikan. Usaha pukat cincin merupakan usaha perikanan yang sangat diandalkan di Lampulo, karena dianggap lebih efektif. Biaya tetap meliputi biaya penyusutan dan perawatan. Biaya perawatan unit penangkapan ikan sangat bervariasi tergantung pada tingkat perawatan dan perbaikan pada kapal, alat tangkap, mesin dan perlengkapan lainnya. Biaya variabel merupakan biaya yang hanya dikeluarkan jika melakukan operasi penangkapan ikan. Biaya operasi penangkapan ikan meliputi biaya pembelian solar, oli, es, air tawar, restribusi dan tambat labuh, serta pembayaran gaji ABK.

Bahan bakar merupakan kebutuhan utama dari nelayan dalam melakukan usaha penangkapan. Kebutuhan solar mencapai 60% dari total biaya operasional yang dibutuhkan. Daerah penangkapan nelayan terutama untuk usaha penangkapan mingguan yang melakukan jangkauan operasi yang cukup jauh dari pelabuhan memerlukan bahan bakar yang besar. Penelitian Muklis (2009) menggambarkan bahwa perikanan cakalang dan tongkol di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam belum menggunakan peta DPI dari BPOL. Alat tangkap pukat cincin dioperasikan secara aktif atau area penangkapan selalu berpindah-pindah untuk mendapatkan hasil yang maksimal sehingga memerlukan bahan bakar yang besar. Tinungki (2005) mengatakan bahwa biaya bahan bakar merupakan biaya operasional terbesar dari usaha perikanan, meskipun area penangkapan hanya berada di kawasan teluk atau selat. Es merupakan kebutuhan

24

operasional kedua terbesar dalam usaha perikanan pukat cincin. Nelayan selalu menjaga dan mempertahankan hasil tangkapan supaya tetap segar. Menurut Rihanah (2011) hasil tangkapan yang didapat nelayan Aceh selalu berkualitas baik dan jarang ditemukan hasil tangkapan yang dijual dalam keadaan rusak.

Penerimaan pada usaha perikanan, umumnya bersifat tidak pasti. Penerimaan usaha akan dipengaruhi oleh harga ikan dan jumlah produksi. Produksi ikan umumnya dipengaruhi musim. Harga selain dipengaruhi oleh jenis ikan, ukuran dan kualitas, dipengaruhi juga oleh musim ikan. Musim ikan, biasanya harga akan turun, sebaliknya saat musim paceklik, harga akan naik. Harga ikan di Lampulo dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu harga ikan pada musim puncak yaitu sebesar Rp 5.000 per kg, harga pada saat musim sedang sebesar Rp 10.000 per kg dan harga ikan pada musim paceklik sebesar Rp 20.000 per kg.

Menurut Griffrin dan Ronald (1991) pengaruh musim dan harga jual merupakan komponen eksternal yang sangat mempengaruhi dalam transaksi kegiatan perikanan karena berkaitan dengan jumlah hasil tangkapan ikan dan penerimaan nelayan. Penerimaan usaha pukat cincin menunjukkan bahwa perairan pantai aceh masih tergolong subur, dimana ikan pelagis kecil dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut Supriharyono (2000), perairan yang kaya nutrient dan sirkulasi arusnya baik dapat menjamin kelestarian sumberdaya ikan pelagis di perairan tersebut. Gaspersz (1992) menyatakan bahwa ada dua hal yang menjadikan pertimbangan dalam suatu alternatif usaha yaitu aspek teknik dan aspek ekonomi. Penelitian ini membandingkan usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan. Hasil yang diperoleh adalah usaha perikanan pukat cincin harian dan mingguan layak untuk dikembangkan dalam jangka pendek dan jangka panjang karena keuntungan yang diperoleh dalam jangka waktu 10 tahun bernilai positif atau dengan kata lain mengalami keuntungan.

Hasil analisis usaha diketahui bahwa keuntungan pemilik yang diperoleh untuk usaha perikanan pukat cincin harian dalam kurun waktu 1 tahun adalah Rp

Dokumen terkait