• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Interpretasi Geomorfologi dari Citra PALSAR

Dalam ilmu penginderaan jauh dikenal ada 2 sistem penginderaan, yaitu penginderaan jauh pasif dan aktif. Pada penginderaan jauh pasif, informasi dikirim melalui gelombang elektromagnetik yang berasal dari energi matahari, sedangkan penginderaan jauh aktif, gelombang elektromagnetik berasal dari perangkat radar yang digunakan. Pada penginderaan jauh ini, gelombang elektromagnetik sangat sensitif terhadap kekasaran permukaan, sifat dielektrik dan efek geometri permukaan bumi. Oleh karena itu informasi yang direkam oleh sensor merupakan hasil pengukuran dari hamburan balik (backscatter) yang

diterima sensor. Pada penelitian ini, data penginderaan jauh pasif yang digunakan adalah citra IKONOS Google Earth dapat telah dijelaskan sebelumnya pada subbab 5.1. sedangkan untuk penginderaan jauh aktif digunakan citra PALSAR.

(a) (b)

Sumber : Citra IKONOS Google Earth G. Guntur

(c)

Gambar 25. Lereng tengah kerucut vulkanik (middle slope volcanic cone) (a), Lereng bawah kerucut vulkanik (lower slope volcanic cone) (b), dan Lereng kaki vulkanik (volcanic foot slope) (c) G. Guntur pada Citra IKONOS Google Earth Skala 1 : 13.800.

Citra PALSAR yang digunakan pada penelitian ini adalah citra ALOS PALSAR CEOS IA L1.1, mempunyai panjang gelombang 24,0 cm pada spektrum gelombang mikro dan memakai frekuensi band-L (1270 MHz). Dengan panjang gelombang ini diharapkan akan dapat meminimalkan efek serapan (absorption) atmosferik sehingga pengaruhnya terhadap komposisi spektral radiasi tidak terlalu besar selama dilakukan transmisi sinyal. Band-L pada sistem radar bekerja pada panjang gelombang yang maksimal sehingga memungkinkan untuk pencitraan radar dan memiliki potensi sangat baik dalam menembus obyek vegetasi (Sabins, 2007).

Selain panjang gelombang, sifat khas transmisi sinyal sistem radar dipengaruhi oleh polarisasi yang digunakan. Pada citra PALSAR ini digunakan polarisasi linier yang terdiri dari tiga kombinasi polarisasi transmisi dan penerimaan untuk menghasilkan citra komposit. Citra PALSAR polarisasi penuh memiliki 4 polarisasi linier yaitu HH, HV, VH dan VV. Dikarenakan berlakunya teori reciprocity pada akuisisi tunggal, dimana HV=VH maka kombinasi linier yang dapat digunakan adalah kombinasi band HH, band HV dan band VV yang dimasukkan secara berurutan kedalam kanal merah, hijau dan biru.

Proses filtering yang dilakukan dengan menggunakan JS Lee Filter dengan ukuran jendela 5x5 menghasilkan piksel pada citra yang relatif lebih homogen dibandingkan sebelum proses filtering (Gambar 26). Hal ini dikarenakan proses filter berfungsi untuk mengurangi derau (noise) pada citra. Pada citra yang belum dilakukan proses filter (Gambar 26a), terlihat adanya variasi piksel yang beragam sehingga tekstur pada kenampakan citra menjadi lebih kasar dan rona pada obyek masih beragam. Hal ini mengakibatkan identifikasi obyek pada citra menjadi agak sulit dan berpengaruh terhadap tingkat ketelitian klasifikasi citra. Sedangkan pada citra yang telah dilakukan proses filtering (Gambar 26b), piksel pada citra menjadi lebih homogen dengan tekstur yang lebih halus sehingga batas antar obyek menjadi lebih jelas. Ukuran filter ini juga digunakan oleh Joyce et al. (2009) dalam pemanfaatan tipe data dan teknik penginderaan jauh untuk mendeteksi aliran lahar pada Gunung Ruapehu, New Zeland. Hasil penelitian Riansyah (2008) menunjukkan bahwa filter JS Lee Refined Filter menghasilkan citra yang lebih baik dibandingkan filter lainnya.

Interpretasi citra PALSAR seperti halnya interpretasi pada citra lainnya juga didasarkan pada unsur interpretasi, antara lain rona/warna, tekstur, bentuk dan ukuran. Secara umum, kategori penutupan lahan dibagi menjadi hutan, vegetasi non-hutan, dan non-vegetasi. Interpretasi dilakukan pada citra komposit dengan kombinasi HH, HV dan VV pada kanal merah, hijau dan biru. Tabel 8 menunjukkan hasil interpretasi penutupan lahan pada citra PALSAR.

Sumber : Citra ALOS PALSAR CEOS IA L1.1 Tahun 2009 (a) (b)

Gambar 26. Citra PALSAR G. Guntur Sebelum Filter (a) dan Sesudah Filter (b).

Tabel 8. Interpretasi Penutupan Lahan pada Citra PALSAR G. Guntur Tahun 2009

Kategori Penutupan

Lahan

Karakteristik Fisik Interpretasi Gambar

Hutan

hutan hujan tropis

warna hijau terang tekstur sedang memiliki batas tidak teratur

berada di perbukitan dengan lereng sedang hingga terjal

hutan ditanami berbagai jenis tanaman tertentu

warna hijau terang

tekstur lebih halus

Vegetasi Non-Hutan

terbentuk setelah penebangan hutan

warna

campuran merah dan hijau dengan rona terang

semak belukar merupakan campuran antara rumput, semai, serta anakan bambu dan pohon

warna hijau terang dan bercampur merah biasanya terlihat

kenampakan warna putih yang tersebar

terdapat pada berbagai kemiringan lereng landai hingga terjal

tekstur kasar

sawah

warna hijau dan rona gelap jika dalam kondisi tergenang air

tekstur halus

bentuk teratur biasanya berbentuk pesegi terdapat pada lereng miring hingga landai dan berada dekat dengan pemukiman

tegalan

warna campuran merah muda dan hijau tekstur kasar

berada pada lereng miring hingga landai

bentuk tidak teratur

Non- Vegetasi

air/danau/situ/sungai

memiliki rona gelap berbentuk tidak beraturan atau memanjang dan berkelok-kelok

tekstur halus

pemukiman/perumahan

warna merah muda dengan rona terang pola teratur dan memusat tekstur kasar dengan bentuk persegi seragam berada pada lereng yang landai

lahan kosong

warna merah dan memiliki rona gelap jika tanah tergenang air

Tabel 8. Lanjutan

Interpretasi penggunaan lahan sangat penting untuk proses interpretasi bentuklahan (landform), karena seringkali terdapat hubungan yang erat antara penggunaan lahan dan bentuklahan (Tjahjono et al., 2009b). Oleh karena itu, kunci interpretasi di atas dapat digunakan sebagai penunjang dalam identifikasi bentuklahan.

Menurut Musyarofah et al. (2010) kombinasi band yang paling sesuai untuk identifikasi obyek seperti vegetasi, daerah pemukiman, sawah, lahan terbuka dan ladang adalah kombinasi HH, HV, HH-HV. Sedangkan untuk identifikasi obyek dengan tekstur permukaan horizontal yang halus, kombinasi polarimetri yang dapat digunakan adalah kombinasi HH, HV, HH/HV atau kombinasi HH, HV, HH+HV.

Interpretasi bentuklahan yang dilakukan pada G. Guntur juga didasarkan pada unsur-unsur interpretasi yang telah disebutkan sebelumnya. Pada G. Guntur dapat diidentifikasi 2 bentuklahan utama berupa kawah dan aliran lava yang dapat dipilahkan menjadi 7 bentuklahan yang lebih detil (Gambar 27). Kawah ditunjukkan dengan rona gelap dan berbentuk elips dengan bagian tengah membentuk cekungan. Rona gelap pada bentuklahan kawah disebabkan oleh bayangan pada dinding kawah. Bagian sisi tepi kawah ditunjukkan dengan warna hijau disebabkan vegetasi berupa semak yang tumbuh disekitar kawah. Kawah memiliki tekstur yang halus. Sedangkan aliran lava ditunjukkan dengan warna keunguan dan membentuk serangkaian aliran seperti lidah memanjang. Lava kental (andesit) memebentuk aliran tebal dengan tepi yang terjal dan menonjol sedangkan lava cair (basalt) membentuk aliran tipis dengan tepi yang berbentuk kipas. Rona aliran lava yang belum lapuk dan tidak tertutupi vegetasi berwarna gelap untuk (basalt) dan berwarna agak terang untuk andesit. Rona aliran lava terbaru lebih gelap dibandingkan dengan yang telah lapuk dan bervegetasi. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 27g yang merupakan aliran lava hasil letusan pada tahun 1840. Aliran lava muda memiliki tekstur yang kasar dan belum ditutupi oleh vegetasi. Hasil Interpretasi citra PALSAR G. Guntur disajikan pada Gambar 27.

(a) (b) (c) (d) (e) (f) 57

Sumber : Citra ALOS PALSAR CEOS IA L1.1 Tahun 2009 (g) (h)

Gambar 27. Hasil training area PALSAR G. Guntur (a), Kawah (b), Aliran Lava 1(c), Aliran Lava 2 (d), Aliran Lava 3 (e), Aliran Lava Termuda (f), Aliran Lava Muda (g), dan Aliran Lava Tua (h) G. Guntur.

Berdasarkan hasil interpretasi ini, jika dibandingkan dengan hasil interpretasi sebelumnya (citra IKONOS) maka dapat diketahui bahwa pada Citra PALSAR hanya dapat diidentifikasi sebanyak 1 kelas kawah dan 6 kelas aliran lava berdasarkan interpretasi visual. Seperti diketahui pada citra IKONOS dapat diidentifikasi 3 kelas kawah, 1 kelas kubah lava, 9 kelas aliran lava, 3 kelas tubuh kerucut, dan 1 kelas bentuklahan terdegradasi. Perbedaan hasil interpretasi tersebut disebabkan karena perbedaaan resolusi spasial dari masing-masing citra yang berpengaruh terhadap kedetilan kenampakan dan ketajaman interpretasi. Citra PALSAR memiliki ukuran piksel 19,41 x 14,94 m sedangkan citra IKONOS 4 x 4 m pada mulitispektral dan 1 m pada pankromatik. Ukuran sel dalam hal ini menentukan keakuratan kenampakan obyek (Barus dan Wiradisastra, 2000). Oleh karena itu, pada citra IKONOS lebih banyak obyek yang dapat diidentifikasi dibandingkan dengan obyek pada citra PALSAR karena semakin tinggi resolusi spasial akan semakin rinci informasi yang dapat ditangkap oleh sistem sensor.

Dierking and Haack (1998) juga memperlihatkan bahwa SAR polarimetri dapat digunakan untuk memisahkan aliran lava dengan tipe bentuklahan lainnya karena radar sangat sensitif terhadap kekasaran permukaan dan sifat dielektrik. Gambar 28 dibawah ini menunjukkan kekasaran permukaan lava pada G. Guntur.

Gambar 28. Kekasaran permukaan aliran lava G. Guntur, Garut (27 September 2010)

Dokumen terkait