• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.8.5.9.3 Odds ratio

Odds ratio atau exp (β) merupakan kemunculan dari peubah respon (Y = 1) sebesar exp (β) kali jika taraf atribut yang peubah bebasnya bernilai 1 muncul, dibandingkan dengan taraf atribut yang semua peubah bebasnya bernilai 0 muncul.

3.8.5.9.4 Interpretasi koefisien

1) kali dibandingkan dengan variabel = 0. Untuk variabel lainnya maka semakin besar X maka exp (β1) ≥ 1 sehingga semakin besar nilai X semakin besar pula kecenderungan untuk Y = 1.

3.8.6 Proses hierarki analitik

Teknik Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu teknik análisis yang dapat digunakan dalam pengambilan suatu keputusan dalam kebijakan kelembagaan SPAM. AHP dikembangkan untuk memodelkan problema-problema tak terstruktur, untuk bidang ekonomi, sosial, edikologi, maupun sains manajemen. AHP dikembangkan untuk mengorganisasikan dan memilih alternatif yang paling disukai. Dengan menggunakan AHP, persoalan yang akan dipecahkan dalam kerangka berpikir terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif. Selain itu sumber kerumitan masalah dalam pengambilan keputusan tidak hanya disebabkan oleh ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi, penyebab lain adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, beragamnya kriteria pilihan, dan pengambilan keputusan lebih dari satu, maka AHP merupakan teknik yang tepat untuk menyelesaikannya. Menurut Marimin (2005) menggunakan AHP banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

Proses hirarki analitik atau AHP memungkinkan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan yang kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan. Pada dasarnya metoda ini adalah memecahkan situasi yang komplek, tidak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memliki prioritas yang paling tinggi dan bertindak mempengaruhi hasil pada situasi tersebut (Saaty 1986).

Proses keputusan yang komplek dapat diuraikan menjadi keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah oleh AHP, selain itu AHP juga

menguji konsistensi penilai, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang. Prinsip AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarkhi (Eriyatno et al. 2007). Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Prinsip kerja AHP meliputi penyusunan hirarkhi atau decomposition, penilaian kriteria dan alternatif atau comparative judgement, penentuan prioritas atau synthesis of priority, dan konsistensi logis atau logical consistency. Pengunaan hierarkhi dalam pengambilan keputusan mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:

1. Penyajian sistem secara hirarkhi dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada level atas mempengaruhi pada elemen-elemen di bawahnya. Dalam melakukan decomposition berarti memecahkan persoalan menjadi unsur-unsurnya. Apabila ingin mendapatkan hasil yang akurat maka pemecahan masalah dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut.

2. Hirarkhi memberikan banyak informasi yang lengkap pada struktur dan fungsi suatu sistem dalam level yang lebih rendah dan memberikan gambaran tentang pelaku-pelaku dan tujuan-tujuan pada level yang lebih tinggi. Elemen-elemen kendala yang terbaik disajikan pada level yang lebih tinggi untuk menjamin bahwa kendala-kendala tersebut diperhatikan. Dengan kata lain comparative judgement berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat

tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian akan lebih baik bila disajikan dalam bentuk matrik yang dinamakan matrik pairwise comparison.

3. Synthesis of priority dari setiap matrik pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapatkan local priority dan kemudian harus dilakukan sintesa diantara local priority tersebut atau diperlukan adanya sistem alamiah yang disusun secara hirarkhi, yaitu dengan membangun konstruksi modul dan akhirnya menyusun rakitan modul-modul tersebut secara keseluruhan sekaligus.

Logical consistency berarti perlu konsistensi yang mengandung dua makna. Pertama, obyek-obyek yang serupa dikelompokan sesuai dengan keseragaman dan relevan. Kedua, adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek berdasarkan pada kriteria tertentu. Dengan demikian hierarkhi lebih mantap (stabil atau fleksibel). Stabil dalam arti bahwa perubahan-perubahan kecil mempunyai efek yang kecil dan lentur diartikan bahwa penambahan untuk mendapatkan suatu hierarkhi yang terstruktur baik tidak mengganggu unjuk kerjanya.

Tahapan terpenting dalam analisis adalah penilaian dengan teknik komparasi berpasangan (pairwise comparison) terhadap elemen-elemen pada suatu tingkatan hierarkhi. Penilaian dilakukan dengan memberikan bobot numerik dan membandingkan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadap hasil penilaian tadi untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dan terendah. Menurut Saaty (1980), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitiatif skala dasar perbandingan Saaty disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Nilai Skala Dasar Perbandingan Saaty dalam AHP

1 Kriteria/Alternatif A sama pentingnya dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B

5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat lebih penting dari B 9 A Mutlak lebih penting dari B

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu dari dua nilai yang berdekatan

Dalam menentukan penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika elemen i memiliki salah satu angka tingkat kepentingan pada skala dasar, misalnya dinilai 3 kali lebih penting dibandingkan elemen j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali (kebalikannya) ketika dibandingkan elemen i. Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya, sama penting.

Untuk menentukan prioritas dari setiap kriteria dan alternatif, maka perlu dilakukan perbandingan berpasangan. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Apabila rasio konsistensi (consistency ratio atau CR) sudah memenuhi syarat dibawah 0.10, atau CR < 0.10, maka dilakukan penggabungan pendapat dari setiap pengambil keputusan untuk dibuat matriks pendapat gabungan dan dilakukan perhitungan bobot prioritas masing-masing sub-elemen, lalu dilakukan pengolahan vertikal untuk memperoleh vektor prioritas sistem.

Menurut Mulyono 1996, dari setiap matrik pairwase comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matrik-matrik pairwase comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur dalam melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hierarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.

1) Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.

2) Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.

3) Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah atau semua air yang terdapat di perairan umum seperti sungai, waduk, telaga, danau, rawa dan sejenisnya termasuk didalamnya air permukaan yang berasal dari pemunculan alamiah air tanah yang sudah ada di perairan umum.

4) Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

5) Kualitas air adalah mutu air bawah tanah yang ditentukan dengan cara melakukan uji laboratorium terhadap unsur-unsur yang terkandung di dalam air.

6) Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya.

7) Volume air adalah jumlah air yang diambil atau dimanfaatkan dalam satu bulan yang dinyatakan dalam satuan meter kubik atau m3.

8) Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi, tempat suatu kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

9) Hidrogeologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai air tanah yang bertalian dengan cara terdapat, penyebaran pengaliran, potensi, dan sifat kimia air tanah.

10) Pengambilan air tanah adalah setiap kegiatan penggunaan air tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran, atau dengan cara pemantaken untuk dimanfaatkan airnya dan atau untuk tujuan lain.

11) Pengambilan air permukaan adalah setiap kegiatan penggunaan air permukaan yang dilakukan dengan cara pengaliran dan pemindahan langsung dari sumber air permukaan atau dengan cara lainnya untuk dimanfaatkan airnya dan atau untuk tujuan lain.

12) Pemanfaatan air adalah penggunaan air (tanah dan permukaan) berdasarkan jenis pemanfaatannya.

13) Zona pengambilan air adalah wilayah yang menggambarkan kondisi berdasarkan ketersdiaannya.

14) Daerah imbuhan air tanah adalah daerah resapan air yang mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air tanah.

15) Daerah lepasan air tanah adalah daerah keluaran air tanah yang berlangsung secara alamiah pada cekungan air tanah.

16) Pengelolaan air tanah dan air permukaan adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi penyelenggaraan konservasi air tanah dan air permukaan, pendayagunaan air tanah dan air permukaan dan pengendalian daya rusak air tanah atau air permukaan.

17) Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.

18) Sistem penyediaan air minum atau disebut SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum.

19) Penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) selanjutnya disebut Penyelenggara adalah badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan SPAM dan pengembangan pengusahaan air minum.

20) Konservasi sumberdaya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumberdaya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun akan datang.

21) Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah tofografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruhi aktivitas daratan.

22) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah badan usaha Penyelenggara yang pendiriannya diprakarsai oleh Pemerintah Daerah dan seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.

23) Pelanggan adalah orang perseorangan, kelompok masyarakat, atau instansi yang mendapatkan layanan air minum dari Penyelenggara.

24) WTP (wiliingness to pay) merupakan sejumlah uang yang ingin diberikan seseorang atau kelompok atau lembaga pemanfaat sumberdaya air untuk memperoleh suatu peningkatan kondisi lingkungan agar lebih baik dari kondisi sebelumnya.

25) WTA (wiliingness to accept) merupakan sejumlah uang yang ingin diterima seseorang sebagai pembayaran atas kondisi lingkungan akibat adanya pengaruh lingkungan yang berubah dalam pengelolaan air minum agar memperoleh lingkungan yang lebih baik dari kondisi sebelumnya.

26) PMK merupakan perilaku atau kesediaan masyarakat dalam melakukan kegiatan konservasi sehingga pendekatan ini dapat dikatakan sebagai wiliingness to conserve (WTC) dalam pemeliharaan kawasan resapan air yang dapat dinilai dengan sejumlah dana konservasi sebagai pembayaran atau imbal jasa lingkungan yang merupakan nilai kompensasi agar masyarakat memperoleh lingkungan yang lebih baik dari kondisi sebelumnya melalui mekanisme PJL.

27) CVM (contingent valuation method) atau metode valuasi kontingensi merupakan salah satu metode yang berbasis pada pasar yang diciptakan atau metode penentuan harga pasar dengan menanyakan individu-individu secara eksplisit dalam menilai aset lingkungan yang digunakan untuk menampung preferensi responden pada kondisi tertentu sehingga sering dikenal sebagai metode ungkapan preferensi.

28) Responden adalah seseorang atau kelompok masyarakat yang berpengaruh terhadap nilai WTC, WTP atau WTA yang memanfaatkan dan/atau memperoleh kerugian atas penggunaan sumberdaya air dan telah memiliki informasi atau preferensi mengenai pengelolaan sumberdaya air.

29) Pengambil kebijakan adalah pejabat di Kota Bogor dan/atau Kabupaten Bogor yang bertanggung jawab atas keberadaan sumberdaya air sebagai air baku yang bersumber dari air permukaan atau air bawah tanah.

30) Wilayah penelitian adalah batas yuridiksi secara administratif baik Kabupaten Bogor ataupun Kota Bogor karena ada keterkaitannya dengan pengelolaan sumberdaya air dalam cakupan DAS Cisadane hulu dan sumber Mata Air dalam pengelolaan pengembangan SPAM baik dikelola oleh Pemerintah Daerah (BUMD), badan usaha swasta ataupun perorangan.

31) Pengelolaan sumberdaya air minum adalah pengelolaan sumberdaya air minum baik yang bersumber dari air baku aliran permukaan ataupun yang bersumber dari air dalam atau air bawah tanah.

32) Pajak air permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.

33) Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

34) Komponen sumberdaya alam adalah salah satu komponen dari nilai perolehan air yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana pengambilan air tanah dan air permukaan berada yang dilakukan secara berkala sesuai dengan perubahan kondisi potensi sumberdaya air.

35) Komponen kompensasi pemulihan atau disebut KKP merupakan komponen dari nilai perolehan air yang memberikan gambaran mengenai kontribusi para pengguna atau pemanfaat air yang nilainya ditetapkan sebagai upaya pemulihan sumberdaya air.

36) Nilai indeks komponen pemulihan merupakan ukuran indeks pemulihan dimana nilai indeknya ditentukan oleh jenis pemanfaatan air dan jumlah volume air yang diambil.

37) Nilai perolehan air atau disebut NPA adalah nilai Air yang dinyatakan dalam satuan rupiah yang dihitung berdasarkan nilai komponen faktor sumberdaya alam dan faktor kelompok pemanfaat atau pengguna air.

38) Harga air baku atau disebut HAB adalah harga air yang ditetapkan berdasarkan pada besarnya nilai investasi dalam rangka pengambilan air bawah tanah.

39) Harga dasar air atau disebut HDA merupakan nilai harga dari hasil perkalian antara faktor nilai air dengan harga air baku.

40) Faktor nilai air atau disebut FNA merupakan nilai air yang didapatkan dengan menjumlahkan nilai komponen sumberdaya alam dengan nilai indeks komponen kompensasi pemulihan.

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Demografi dan Pertumbuhan Penduduk

Demografi terkait dengan polulasi penduduk yang berada pada batas wilayah administrasi lokasi penelitian. Wilayah administrasi lokasi penelitian mencangkup satu wilayah provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat dengan satu kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor, dan satu kota yaitu Kota Bogor.

Perkembangan populasi penduduk di kota Bogor mengalami pertumbuhan rata-rata tahunan yang berarti dengan laju pertumbuhan 4.31% dengan proporsi jumlah penduduk perempuan laju pertumbuhannya sebesar 4.51% lebih besar daripada laki-laki yang laju pertumbuhannya sebesar 4.11% selama periode 2005 – 2009. Adapun pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun paling rendah pada periode 2007 – 2008 sebesar 1.23%, sedangkan paling tinggi pada periode 2008 – 2009 sebesar 10.46% menyusul pada periode terakhir 2006 – 2007 sebesar 7.40% untuk kota Bogor. Sementara itu Perkembangan populasi penduduk di kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan rata-rata tahunan dengan laju pertumbuhan 1.74% dengan proporsi jumlah penduduk laki-laki laju pertumbuhannya sebesar 1.84% sedikit lebih besar daripada perempuan yang laju

pertumbuhannya sebesar 1.63% selama periode 2005 – 2009. Adapun pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun paling rendah pada periode 2006 – 2007 sebesar 0.53%, sedangkan paling tinggi pada periode 2004 – 2005 sebesar 3.97% menyusul pada periode terakhir 2008 – 2009 sebesar 3.87% untuk kabupaten Bogor, sebagaimana disajikan pada perkembangan penduduk Kota Bogor dan Kabupaten Bogor Tabel 4.1.

Berdasarkan analisis atas laju pertumbuhan penduduk, maka pertumbuhan rata-rata penduduk selama periode 2005 – 2009 di Kota Bogor lebih tinggi yaitu dengan laju pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 4.31% dibandingkan dengan Kabupaten Bogor dengan laju pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 1.74%. Dengan kata lain laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor 2.48 kali lebih besar daripada laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2005 – 2009 populasi penduduk di Kota Bogor cenderung jauh lebih cepat meningkat pertumbuhan tahunan penduduknya dibandingkan dengan populasi di Kabupaten Bogor.

Tabel 4.1 Perkembangan Penduduk Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, 2005 – 2009 No. Daerah 2005 2006 2007 2008 2009 1. Kota Bogor: Laki-laki Perempuan Jumlah 441.926 413.159 855.085 437.742 435.397 879.139 481.692 462.513 944.205 486.606 469.182 955.788 540.495 515.239 1.055.734 2. Pertumbuhan Penduduk (%) 2,83 2,81 7,40 1,23 10,46 3. Kabupaten Bogor : Laki-laki Perempuan Jumlah 2.085.587 2.015.347 4.100.934 2.163.853 2.051.583 4.215.436 2.185.809 2.066.029 4.251.838 2.243.375 2.059.599 4.302.974 2.285.037 2.184.636 4.469.673 4. Pertumbuhan Penduduk (%) 3,94 2,80 0,53 1,53 3,87

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bogor Dinas Kependudukan Kabupaten Bogor, April 2010

Perkembangan penduduk di kecamatan sampel di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor disajikan pada Tabel 4.2. Berdasarkan Tabel 4.2 kondisi di Kota Bogor bahwa secara keseluruhan pertumbuhan penduduk rata-rata tahunan lebih rendah dari rata-rata tahunan se-Kota Bogor. Namun pertumbuhan penduduk rata-rata tahunan di Kecamatan Bogor Tengah dibandingkan dengan rata-rata jumlah penduduk kecamatan sampel lebih tinggi yaitu 2.86% dibandingkan 1.34%. Adapun proporsi jumlah penduduk di kecamatan sampel bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kota Bogor adalah rata-rata selama lima tahun (2005 – 2009) sebesar 46.60%.

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk di Lokasi Sampel

No. Lokasi Kecamatan Sampel Tahun Tingkat (r) Pertum-buhan Tahun-an (%) 2005 2006 2007 2008 2009 1. Bogor Selatan 166.745 157.052 170.909 172.320 173.743 0,83 2. Bogor Tengah 103.176 97.040 106.075 115.270 118.790 2,86 3. Bogor Barat 190.421 174.513 195.808 197.637 199.483 0,93 Jumlah kecamatan Sampel 460.342 428.605 472.792 485.227 492.016 1,34 Total Kota Bogor 855.085 879.139 944.205 955.788 1.055.734 4,31 1. Ciawi 83.966 93.442 92.510 85.826 93.689 2,22 2. Caringin 99.708 111.603 109.589 101.631 109.701 1,93 3. Cijeruk 68.504 74.607 75.083 69.884 75.687 2,01 4. Cigombong 74.824 84.195 83.030 81.501 83.250 2,16 5. Tamansari 78.387 84.332 81.934 79.658 84.954 1,62 6. Ciomas 114.599 127.087 128.738 117.553 130.148 2,58 Jumlah kecamatan Sampel 519.988 575.266 570.884 536.053 577.429 2,12 Total Kabupaten 4.100.934 4.215.436 4.251.838 4.302.974 4.469.673 1,74

Bogor

Sumber: BPS Kota Bogor Dalam Angka 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009; BPS Kabupaten Bogor Dalam Angka, 2005, 2006, 2007, 2008, dan untuk Tahun 2009 dari Dinas Kependudukan Kabupaten Bogor

Pertambahan penduduk rata-rata tahunan di kecamatan sampel tertinggi adalah di Kecamatan Ciomas sebesar 2.58%, menyusul Ciawi 2.22%, Cigombong 2.16%, Cijeruk 2.01%, Caringin 1.93%, dan Tamansari 1.62%; sementara itu pertumbuhan jumlah penduduk di seluruh Kecamatan sampel di Kabupaten Bogor sebesar 2.12% yang lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk rata-rata tahunan Kabupaten Bogor 1.74%.

Dengan demikian hanya Kecamatan Tamansari yang perkembangan penduduk rata-rata tahunan lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata tahunan Kabupaten Bogor, sementara itu lima kecamatan sampel lainnya lebih tinggi. Apabila dilihat dari pertumbuhan jumlah penduduk di seluruh kecamatan sampel di Kabupaten Bogor rata-rata tahunan sebesar 2.12%, ternyata dua kecamatan yang pertumbuhannya lebih besar, yaitu Kecamatan Ciomas 2.58% dan Kecamatan Ciawi 2.22%, sedangkan kecamatan sampel lainnya lebih rendah rata-rata tahunannya.

Proporsi jumlah penduduk di kecamatan sampel bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kabupaten Bogor adalah rata-rata selama lima tahun (2005 – 2009) sebesar 13.02%.

4.2 Perekonomian Makro Kota Bogor dan Kabupaten Bogor Perekonomian makro di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor salah satu indkatornya dapat dijelaskan dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB merupakan indikator yang menunjukkan kemampuan daerah untuk menghasilkan pendapatan atau sejumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut

berpartisipasi didalam proses-proses produksi di suatu wilayah (region) pada jangka waktu tertentu (setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, semuanya dipotong pajak penghasilan dan pajak tak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB kecuali faktor pendapatan di atas, termasuk pula komponen penyusutan barang modal tetap dan pajak tak langsung neto. Jumlah seluruh komponen tersebut disebut nilai tambah bruto, dimana Produk Domestik Regional Bruto diperoleh dari penjumlahan nilai tambah bruto seluruh lapangan usaha. PDRB lebih populer dengan istilah Pendapatan Regional (Regional Income).

PDRB atas dasar harga konstan (PDRBadhk) menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada suatu tahun tertentu (sebagai tahun dasar, tahun 2000). PDRBadhk (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral dari tahun ke tahun; sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku (PDRBadhb) menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun. PDRBadhb menunjukkan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah.

Berdasarkan data yang ada (Tabel 4.3) di Kota Bogor baik pada PDRBadhk maupun PDRBadhb menunjukkan pertumbuhan rata-rata tahunan selama periode 2005 – 2009 yang berarti (signifikan) dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 9.68% dan 15.69%; sedangkan di Kabupaten Bogor baik pada PDRBadhk maupun PDRBadhb menunjukkan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 5.40% dan 14.13%. Nampak bahwa laju pertumbuhan rata-rata tahunan selama periode 2005 – 2009 di Kota Bogor relatif lebih tinggi dibandingkan di Kabupaten Bogor.

Pendapatan per kapita merupakan hasil bagi pendapatan regional (PDRBadhk maupun PDRBadhb) dengan jumlah penduduk pertengahan

tahun. Angka PDRB per kapita ini merupakan indikator yang menunjukkan kemampuan daerah tersebut untuk menghasilkan pendapatan atau balas jasa faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut. PDRB per kapita atas dasar harga konstan (PDRBadhk perkapita) berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita; sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku (PDRBadhb perkapita) menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk.

Tabel 4.3 Kondisi Perekonomian Makro Kota Bogor dan

Dokumen terkait