Proses intrusi terjadi karena adanya penurunan kandungan air tanah sehingga mengakibatkan penetrasi air laut ke arah daratan pada suatu lapisan tanah yang sudah mengalami peronggaan. Adanya eksploitasi air tanah berlebih baik untuk menunjang kebutuhan industri maupun domestik akan meningkatkan penetrasi air laut yang berkorespondensi dengan semakin menurunnya kualitas air tanah. Hal ini pun disebabkan oleh menurunnya kemampuan tanah dalam menyerap air hujan/air buangan yang diakibatkan oleh kerusakan fisik tanah itu sendiri dan/atau berkurangnya luasan tanah untuk penyerapan air sebagai dampak meningkatnya kawasan budidaya (kawasan terbangun). Fenomena ini dapat dirasakan manakala air tawar berubah warnanya menjadi agak keputihan dan rasanya sedikit payau. Kondisi ini dapat dirasakan terutama pada area di sekitar kawasan pesisir seperti di sekitar Kecamatan Pulomerak, Kecamatan Ciwandan, dan Kecamatan Grogol.
Sedangkan abrasi air laut terjadi sebagai akibat dari tingginya frekuensi hempasan gelombang air laut yang lambat laun mengikis lapisan perkerasan dan dataran pada pesisir pantai terutama pada daerah yang sudah
tidak memiliki pelindung alami (natural-barrier). Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya abrasi pantai, yaitu : (1) proses alami (karena gerakan gelombang pada pantai terbuka), (2) aktivitas manusia. Kegiatan manusia yang tidak mengindahkan konsep konservasi dapat menimbulkan erosi tanah, kemudian sedimennya terbawa oleh aliran sungai serta diendapkan di kawasan pesisir. Dalam jangka panjang, abrasi air laut dapat mengubah bentuk garis panta serta mengancam aktivitas dan bangunan (termasuk infrasturktur) di sekitar pinggir pantai. Meskipun demikian saat ini terdapat pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi abrasi air laut (seperti pemasangan kawat bronjong, wave-breaker, dsb).
Aspek Demografi
Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Kota Cilegon mengalami pertambahan yang semakin besar. Jumlah Penduduk Kota Cilegon pada tahun 2013 sebesar 398.304 jiwa, dengan komposisi 203.502 laki-laki dan 194.802 perempuan dengan tingkat kepadatan mencapai 2.269 jiwa/km2.
Situasi ketenagakerjaan di Kota Cilegon pada tahun 2013 menunjukkan terjadinya penurunan angkatan kerja dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2013, persentase angkatan kerja tercatat sebesar 60.23 persen. Sektor yang menyerap tenaga kerja terbanyak adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu sebesar 25,21 persen. Diikuti sektor
jasa-jasa 20,66 persen dan sektor industri sebesar 14,02 persen.
Gambar 2.8
Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Seminggu yang lalu Menurut Lapangan Usaha
Gambar 2.9
Piramida Penduduk Kota Cilegon
Gambar 2.10
Penduduk Kota Cilegon Menurut Jenis Kelamin per Kecamatan
Relatif tingginya laju pertumbuhan penduduk di Kota Cilegon selain karena adanya pertambahan penduduk secara alami, namun juga dipengaruhi oleh peristiwa migrasi penduduk yang masuk sebagai pencari kerja maupun tenaga kerja yang merupakan implikasi atas bertumbuhkembangnya kondisi perekonomian Kota Cilegon, khususnya pada sektor industri, perdagangan dan jasa.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk tersebut, kepadatan penduduk di Kota Cilegon juga mengalami peningkatan dari 2.235 jiwa/km2 pada tahun 2012 menjadi 2.269 jiwa/km2 pada tahun 2013. Konsentrasi kepadatan penduduk pada tahun 2013 tertinggi terjadi di Kecamatan Jombang yang mencapai sebesar 5.534 jiwa/km2, sedangkan Kecamatan Ciwandan merupakan kecamatan yang terendah kepadatan penduduknya yakni mencapai sekitar 873 jiwa/km2. Tingginya kepadatan penduduk di Kecamatan Jombang dikarenakan kecamatan ini merupakan kawasan pusat permukiman penduduk, sebaliknya Kecamatan Ciwandan yang kepadatannya rendah dikarenakan kecamatan ini wilayahnya didominasi oleh kawasan perindustrian.
Tabel 2.8
Tingkat Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Kota Cilegon
No Kecamatan
Luas Wilayah
(Km²)
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
Penduduk (Jiwa) Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km²) Penduduk (Jiwa) Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km²) Penduduk (Jiwa) Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km²) 1 Ciwandan 51,81 44.063 850 44.689 863 45232 873 2 Citangkil 22,98 67.287 2.928 68.696 2.989 69.996 3.046 3 Pulomerak 19,86 43.856 2.208 44.155 2.223 44.366 2.234 4 Purwakarta 15,29 39.126 2.559 39.332 2.572 39.462 2.581 5 Grogol 23,38 39.891 1.706 40.767 1.744 41.579 1.778 6 Cilegon 9,15 40.669 4.445 41.390 4.523 42.041 4.595 7 Jombang 11,55 62.108 5.377 63.069 5.461 63.919 5.534
No Kecamatan
Luas Wilayah
(Km²)
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
Penduduk (Jiwa) Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km²) Penduduk (Jiwa) Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km²) Penduduk (Jiwa) Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km²) 8 Cibeber 21,49 48.720 2.267 50.243 2.338 51.709 2.406 Kota Cilegon 175,51 385.720 2.198 392.341 2.235 398.304 2.269
Kota Cilegon Tahun 2014*
175,51 Tingkat Kepadatan Penduduk sebesar 2.309 Jiwa/KM2
Sumber : Cilegon Dalam Angka Tahun 2014
Nilai laju pertumbuhan penduduk di Kota Cilegon dipengaruhi oleh pertambahan penduduk secara alami, dan juga peristiwa migrasi penduduk yang masuk sebagai pencari kerja maupun tenaga kerja yang merupakan implikasi atas bertumbuhkembangnya kondisi perekonomian Kota Cilegon, khususnya pada sektor industri, perdagangan dan jasa.
Tabel 2.9
Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Cilegon
No Kecamatan
Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun
(2011-2013) (%) 2011 2012 2013 1 Ciwandan 44.063 44.689 45.232 1,22 2 Citangkil 67.287 68.696 69.996 1,89 3 Pulomerak 43.856 44.155 44.366 0,48 4 Purwakarta 39.126 39.332 39.462 0,33 5 Grogol 39.891 40.767 41.579 1,99 6 Cilegon 40.669 41.390 42.041 1,57 7 Jombang 62.108 63.069 63.919 1,35 8 Cibeber 48.720 50.243 51.709 2,92 Kota Cilegon 385.720 392.341 398.304 1,52 Kota Cilegon tahun
2013-2014*
Laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,76% Sumber : Cilegon Dalam Angka Tahun 2014
Jika diperhatikan dari perbandingan jumlah penduduk laki- laki terhadap perempuan (sex rasio) di Kota Cilegon, terlihat
bahwa pada tahun 2013 sex rasionya sebesar 104, yang berarti bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Sex rasio terbesar terdapat di Kecamatan Purwakarta yakni sebesar 107, sedangkan terendah terdapat di Kecamatan Cibeber yakni sebesar 102.
Didasari data yang sama maka nilai laju pertumbuhan penduduk Kota Cilegon pada tahun 2013-2014 juga merupakan nilai sementara yaitu sebesar 1,76%. Untuk nilai laju pertumbuhan penduduk tahun 2012-2013 yaitu sebesar 1,52%, daerah yang memiliki nilai laju pertumbuhan penduduk terbesar adalah Kecamatan Cibeber dan yang terendah adalah Kecamatan Purwakarta.
Tabel 2.10
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kota Cilegon
No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Sex Ratio (%) Laki-laki Perempuan Total
1 Ciwandan 23.303 21.929 45.232 106 2 Citangkil 35.751 34.245 69.996 104 3 Pulomerak 22.617 21.749 44.366 104 4 Purwakarta 20.393 19.069 39.462 107 5 Grogol 21.269 20.310 41.579 105 6 Cilegon 21.386 20.655 42.041 104 7 Jombang 32.683 31.236 63.919 105 8 Cibeber 26.100 25.609 51.709 102 Kota Cilegon 203.502 194.802 398.304 104 Kota Cilegon 2014* 207.002 198.301 405.303 104,39 Sumber : Cilegon Dalam Angka Tahun 2014
Dilihat dari komposisi umur penduduk di Kota Cilegon, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas (usia produktif) pada
tahun 2013 sekitar 68,80% dari total jumlah penduduk. Tingginya persentase penduduk usia produktif tersebut merupakan potensi sumber daya manusia yang dimiliki Kota Cilegon yang seharusnya menjadi sumber daya yang bisa di dayagunakan.
Jika diperhatikan dari perbandingan jumlah penduduk laki- laki terhadap perempuan (sex rasio) di Kota Cilegon, terlihat bahwa pada tahun 2013 sex rasionya sebesar 104, yang berarti bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Sex rasio terbesar terdapat di Kecamatan Purwakarta yakni sebesar 107, sedangkan terendah terdapat di Kecamatan Cibeber yakni sebesar 102.
Tabel 2.11
Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Di Kota Cilegon
No Kelompok Umur
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
Laki-laki Perempuan Lak-laki Perempuan Lak-laki Perempuan
1 0 – 4 20.587 19.132 20.837 19.445 21.890 20.529 2 5 – 9 18.131 17.008 18.221 17.205 18.867 17.774 3 10 – 14 18.772 18.107 18.601 17.957 17.899 17.442 4 15 – 19 18.371 18.095 18.650 18.231 18.343 18.015 5 20 – 24 19.153 18.629 19.001 18.383 19.331 18.433 6 25 – 29 18.873 18.726 18.924 18.825 18.700 18.437 7 30 – 34 17.994 17.885 18.319 18.117 18.239 18.184 8 35 – 39 16.606 15.913 16.871 16.374 17.077 16.687 9 40 – 44 14.754 13.778 15.282 14.339 15.596 14.819 10 45 – 49 11.800 10.477 12.339 10.996 12.865 11.500 11 50 – 54 8.793 7.568 9.234 8.031 9.603 8.407 12 55 – 59 5.978 4.737 6.446 5.146 6.877 5.595 13 60 – 64 3.391 3.241 3.593 3.348 3.844 3.494 14 65 – 69 2.030 2.259 2.153 2.395 2.213 2.443 15 70 – 74 1.068 1.481 1.113 1.528 1.138 1.574 16 75+ 929 1.374 966 1.411 1.020 1.469 Jumlah 197.230 188.490 200.550 191.791 203.502 194.802 Sumber : Cilegon Dalam Angka Tahun 2014
Secara umum struktur penduduk menurut kelompok umur dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok usia 0-14 tahun, 15-64 tahun dan 65 tahun keatas atau kelompok usia produktif dan non produktif. Penduduk non produktif yang merupakan gabungan antara penduduk muda (0 - 14 tahun) dengan usia tua (65 tahun keatas) pada tahun 2013 mencapai 31,20%, sementara itu penduduk yang termasuk dalam usia produktif (15 - 64 tahun) sebesar 68,80% dengan komposisi terbesar berada pada penduduk kelompok umur 20-24 tahun. Data ini memperlihatkan bahwa cukup banyak penduduk Kota Cilegon termasuk usia produktif, sehingga menjadi perhatian Pemerintah Kota Cilegon untuk terus berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada agar menjadi lebih produktif.
Penduduk berusia kurang dari 15 tahun cukup besar pula yaitu hampir seperempat penduduk Kota Cilegon (28,72 persen). Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah karena 5 tahun mendatang kelompok ini akan menjadi tenaga kerja baru yang memerlukan skill dan kualitas SDM yang memadai baik keterampilan maupun etos kerja dan kepribadian.
Untuk memperoleh hal tersebut diperlukan asupan gizi yang cukup, pendidikan yang memadai serta lingkungan pergaulan yang cukup, baik di rumah maupun di masyarakat. Sehingga ketika mereka memasuki pasar kerja, mampu memperoleh peluang kerja yang tersedia. Jika dicermati lebih jauh, ternyata penduduk Kota Cilegon paling banyak diusia balita (0-4 tahun) sebesar 10,65 persen. Kondisi ini menuntut perhatian pemerintah dalam penanganan penduduk balita
terutama dari segi kesehatan dan investasi di bidang pendidikan.
Rasio Ketergantungan (dependency ratio) digunakan untuk melihat hubungan antara perubahan struktur umur penduduk dengan ekonomi secara kasar. Rasio ini melihat seberapa besar beban tanggungan yang harus dipikul oleh penduduk produktif terhadap penduduk yang tidak produktif. Dependency Ratio Kota Cilegon sebesar 45,34 artinya setiap 100 orang yang berusia kerja (dianggap produktif) mempunyai tanggungan sebanyak 45 orang yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Semakin tinggi persentase dependency ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Meskipun demikian secara total komposisi umur penduduk produktif dan non produktif di Kota Cilegon masih tergolong wajar dan cukup menguntungkan, karena kelompok usia produktif yang cukup besar sementara usia non produktif yang relatif kecil akan memperkecil Angka Beban Tanggungan.
Issue penting yang terkait dengan pemberdayaan penduduk usia produktif utamanya adalah mengenai ketenagakerjaan, yang dalam hal ini adalah terkait dengan keadaan angkatan kerja, struktur ketenagakerjaan, dan pengangguran.
Komposisi tenaga kerja berdasarkan lapangan usaha memberikan gambaran sektor-sektor yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan dan mampu menyerap tenaga kerja optimal di suatu wilayah. Hal ini sangat berguna untuk perencanaan program ketenagakerjaan agar lebih
terarah, sesuai dengan kondisi geografis maupun sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia.
Perkembangan struktur ketenagakerjaan dewasa ini lebih pada sektor perdagangan, industry dan jasa mengingat misi pembangunan kota cilegon adalah menjadi kota industry, perdagangan dan jasa. Dari hasil pendataan yang dilakukan di kota cilegon dapat dilihat bahwa ketiga sektor ini mampu menyerap tenaga kerja paling dominan. Banyaknya penduduk usia 15 tahun keatas yang terserap ke dalam sektor perdagangan 25,21%, jasa-jasa sebanyak 20,66%, dan industry sebanyak 14,02%. Kondisi geografis kota cilegon yang bukan merupakan daerah potensi pertanian, membuat sektor pertanian hanya mampu menyerap sekitar 3,25% tenaga kerja.
Gambar 2.11
Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Seminggu yang lalu Menurut Lapangan Usaha
0 60
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, & Perikanan Industri Pengolahan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Jasa-jasa Lainnya 3,47 16,64 15,16 14,08 50,65 2,72 7,81 48,99 36,22 4,26 Perempuan Laki-laki
Isu penting yang perlu menjadi perhatian adalah isu pengangguran. Konsep penganggur yang digunakan adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, dan pada waktu yang bersamaan mereka tidak bekerja (jobless). Pengangguran merupakan sebuah fenomena sosial yang terjadi hampir di setiap negara terutama negara yang sedang berkembang. Permasalahan ketenagakerjaan yang ada saat ini terjadi akibat dari ketidakseimbangan pertumbuhan angkatan kerja dengan pertumbuhan kesempatan kerja yang ada. Ketidakseimbangan tersebut berakibat terhadap penyerapan angkatan kerja relative terbatas dan tidak proporsional, sehingga tingkat pengangguran masih tinggi. Angka tingkat pengangguran ini dinyatakan dalam persentase jumlah penduduk yang menganggur terhadap total angkatan kerja, dengan istilah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).
Besarnya Tingkat Pengangguran Terbuka mempunyai implikasi sosial yang luas karena mereka yang tidak bekerja tidak mempunyai pendapatan. Semakin tinggi Tingkat Pengangguran Terbuka maka semakin besar potensi kerawanan sosial yang ditimbulkannya. Sebaliknya semakin rendah Tingkat Pengangguran Terbuka maka semakin stabil kondisi sosial dalam masyarakat. Sangatlah tepat jika pemerintah seringkali menjadikan indikator ini sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan.
Masih tingginya TPT, menunjukan bahwa masalah pengangguran masih merupakan pekerjaan rumah bagi Pemerintah Daerah ke depan, yang memerlukan adanya
sinergitas antara seluruh stakeholder pembangunan. Penyediaan lapangan kerja untuk menyerap angkatan kerja yang masih menganggur, tentunya harus disokong oleh peningkatan investasi di daerah, yang dalam hal ini sangat bergantung pada stabilitas keamanan di daerah dan aspek perizinan terkait dengan kemudahan birokrasi.
Disamping itu, peningkatkan kualitas SDM juga harus dikedepankan. Untuk mengurangi terjadinya mismatch dalam pasar kerja, perlu adanya link and match antara pendidikan dan lapangan pekerjaan yang tersedia. Mengacu kepada visi jangka panjang Pemerintah Daerah sebagai kota industri, perdagangan dan jasa, maka muatan pendidikan seyogyanya lebih diarahkan kepada tiga sektor tersebut. Berdasarkan data penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha, ketiga sektor tersebut merupakan yang paling banyak menyerap tenaga kerja.
Selain upaya menumbuhkan lapangan kerja, pengurangan pengangguran juga harus dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat, melalui penumbuhan jiwa wirausaha (entrepreneurship), peningkatan skill dan kemudahan permodalan bagi pengusaha mikro, kecil dan menengah. Perlu dukungan ruang juga bagi pengembangan industri kecil serta peningkatan kemitraan antara industri kecil/menengah dan besar, tidak hanya melalui dukungan permodalan, tetapi juga lebih kepada keselarasan produk dan pendampingan peningkatan kualitas SDM.
Berikut ini diuraikan tentang perkembangan tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Cilegon tahun 2013-2014.
Tabel 2.12
Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kota Cilegon
No. Uraian Satuan 2013 2014
1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) % 7,16 11,83 Sumber : IPM Kota Cilegon
Di tahun 2014, terjadi peningkatan nilai TPT, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pertama, berakhirnya proyek-proyek pembangunan industri yang tahun sebelumnya menyerap banyak tenaga kerja; kedua, adanya perampingan pegawai yang dilakukan oleh beberapa industri.
Tingginya investasi yang masuk ke Kota Cilegon di tahun 2014, diperkirakan akan berdampak terhadap tidak saja peningkatan laju pertumbuhan ekonomi namun juga pengurangan TPT yang cukup signifikan di tahun 2015.