• Tidak ada hasil yang ditemukan

Investasi dilakukan untuk membentuk faktor produksi kapital, dimana sebagian dari investasi tersebut digunakan untuk pengadaan berbagai barang dan modal yang akan digunakan dalam kegiatan proses produksi. Melalui investasi, kapasitas produksi dapat ditingkatkan yang kemudian dapat meningkatkan output, dan pada akhirnya juga meningkatkan pendapatan. Investasi sektor pertanian diharapkan dapat membantu memehcahkan masalah pengangguran yang dihadapi oleh Indonesia.

Investasi di sektor pertanian selama ini dianggap kurang memberikan keuntungan baik bagi target pendapatan pemerintah maupun swata domestik dan asing, sehingga investasi untuk sektor pertanian memiliki proporsi yanmg lebih kecil dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Perkembangan investasi di sektor pertanian di Indonesia tahun 1977-2007 mengalami fluktuasi mengikuti kondisi ekonomi yang terjadi. Untuk lebih jelasnya perkembangan investasi di sektor pertanian di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Perkembangan investasi di sektor pertanian 1977-2007 Sumber : Badan Pusat Statisitik, (1977 – 2007)

Pada dasawara pertama, dalam kurun waktu tahun 1977-1986 perkembangan investasi di sektor pertanian rata-rata meningkat sebesar 54.18 persen, pada dasawarsa kedua dalam kurun waktu tahun 1987-1986 perkembangan investasi di sektor pertanian rata-rata meningkat sebesar 27.26 persen, pada dasawarsa ketiga dalam kurun waktu tahun 1987-2007 perkembangan investasi di sektor pertanian rata-rata meningkat sebesar 25.20 persen. Jika bandingkan dari dasawarsa pertama hingga dasawarsa ketiga laju pertumbuhan rata-rata investasi di sektor pertanian mengalami penurunan, hal ini

perlu diperhatiakn mengingat pentingnya sektor pertanian sebagai landasan pereknomian bangsa.

Laju perkembangan investasi di sektor pertanian tertinggi dari tahun ke tahun, pada tahun 1977-2007 terjadi pada tahun 1982 - 1981 sebesar 188.48 persen, hal ini bersesuaian dengan upaya pemerintah dalam memacu sektor pertanian pada pelita I-IV. Sedangkan laju pertumbuhan tenaga kerja terendah dari tahun ke tahun, pada tahun 1977 – 2007 terjadi pada tahun 1994-1995 dimana laju pertumbuhan investasi -12.07 persen, hal ini bersesuaian dengan repelira VI yang mana pemerintah memacu sektor industri dalam pembangunan ekonominya.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Pendugaan Model Pertumbuhan Sektor Pertanian.

Pertumbuhan sektor pertanian dapat menjadi gambaran tentang kondisi sektor pertanian di Indonesia. Dengan tumbuhnya sektor pertanian diharapakan dapat mengurangi masalah-masalah sosial seperti pengagguran dan kemiskinan. Untuk itu diperlukan investasi di sektor pertanian agar dapat memacu pertumbuhan di sektor tersebut.

Berdasarkan pendugaan yang telah dilakukan, dapat dikatakan pertumbuhan di sektor pertanian dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor pertanian periode sebelumnya dan investasi di sektor pertanian. Sedangkan dari hasil pendugaan pengaruh tenaga kerja di sektor pertanian terhadap pertumbuhan sektor pertanian memiliki hubungan yang negatif. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Pendugaan Pengaruh Tenaga Kerja, Investasi dan Pertumbuhan

Sektor Pertanian Periode Sebelumnya Terhadap Pertumbuhan Sektor Pertanian

Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Intercept 14807.61 28313.63 0.522985 0.6031 I 0.001846 0.000498 3.706213 0.0005* L -0.000565 0.000818 -0.690974 0.4925 Y(-1) 1.109350 0.032038 34.62639 0.0000* R-Square = 98.814 % DW-stat = 1.900

Keterangan: * nyata pada taraf (α) = 0,05

Dari tabel di atas, pertumbuhan sektor pertanian periode sebelumnya berpangaruh terhadap pertumbuhan di sektor pertanian dengan selang kepercayaan 95 persen. Investasi di sektor pertanian berpengaruh terhadap pertumbuhan di sektor pertanian dengan selang kepercayaan 95 persen. Secara

statistik variabel tenaga kerja mememilik perbedaan interprestasi hipotesis, yaitu hubungan yang berlawanan anatara variabel tenaga kerja dengan pertumbuhan sektor pertanian.

Nilai koefisien Tenaga Kerja adalah sebesar -0.000565. Hal ini menunjukan pertambahan Tenaga Kerja sebesar 10000 orang, maka Pertumbuhan sektor pertanian akan mengalami penurunan sebesar 5,65 milyar rupiah, hal ini tentunya bertentangan dengan logika dan teori-teori ekonomi yang ada. Namun jika kita melihat pada Gambar 3. grafik perkembangan pertumbuhan sektor pertanian, dan Gambar 4. grafik perkembangan tenaga kerja pertanian, memiliki perbedaan yang mencolok dimana perkembangan pertumbuhan sektor pertanian terus meningkat dibanding dengan perkembangan tenaga kerja yang relatif konstan. Perbedaan ini juga sejalan kenyataan dimana terdapat perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa.

Selain disebabkan oleh adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor ekonmi lainnya, mekanisasi pertanian dan produktivitas tenaga kerja juga berpengaruh terhadap hubungan negatif antara pertumbuhan sektor pertanian dengan tenaga kerja di sektor pertanian. Hubungan negatif antara pertumbuhan di sektor pertanian dengan tenaga kerja di sektor pertanian juga sesuai dari sisi penawaran tenaga kerja dimana pada kenyataannya keengananan tenaga kerja untuk bekerja di sektor pertanian terutama bagi penduduk yang sudah mendapat pendidikan formal tinggi seperti para sarjana yang telah lulus dari universitas.

Hal ini sesuai dengan penelitian Rusastra, I. W. Dan Suryadi, M (2004) permasalahan tenaga kerja pertanian mencakup kelangkaan tenaga kerja,

produktivitas, daya beli, dan tingkat kesejahteraan yang relatif rendah. Solusi mengenai masalah ini adalah mengendalikan kelangkaan tenaga kerja melalui perbaikan kesejahteraan buruh tani dengan mengendalikan tingkat upah. Produktivitas dapat ditingkatkan pengembangan kelembagaan mekanisasi pertanian, agribisnis dan agroindustri, serta perluasan kesempatan kerja di luar sektor pertanian.

Hubungan antara Pertumbuhan periode sebelumnya terhadap Pertumbuhan menunjukan arah yang positif. Nilai koefisien Pertumbuhan periode sebelumnya adalah sebesar 1.109350. Hal ini menunjukan kenaikan Pertumbuhan periode sebelumnya sebesar 1 Milyar, maka Pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikan sebesar 1.109350 Milyar, hal ini menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian tidak lepas dari adanya pertumbuhan pada periode sebelumnya.

Hubungan antara Investasi terhadap Pertumbuhan menunjukan arah yang positif. Nilai koefisien Investasi adalah sebesar 0.001846. Hal ini menunjukan kenaikan Investasi sebesar 1 juta, maka Pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikan sebesar 0.001846 milyar, ini menjelaskan bahwa apabila kenaikan investasi sektor pertanian baik dari dalam maupun luar negeri akan mengakibatkan naiknya pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian.

Hasil ini sesuai dengan penelitan Handari, D.A.M. (2004) yang mana hasil penelitian tersebut menyebutkan, dengan asumsi bahwa investasi yang ditanamkan pada sub-sub sektor pertanian senilai Rp 18 trilyun akan berdampak pada seluruh sektor perkonomian sebesar Rp 18.068 trilyun. Untuk itu upaya-

upaya peningkatan investasi mutlak diperlukan agar dapat memacu pertumbuhan sektor pertanian.

Berdasarkan hasil regresi diatas diketahui bahwa nilai R² = 0,989, artinya bahwa variasi variabel bebas ( independen ) yang terdiri dari Tenaga Kerja, pertumbuhan periode sebelumnya (lag), dan Investasi sektor pertanian yang ada dalam model persamaan regresi mampu mempengaruhi variasi variabel terikat (dependen) Pertumbuhan Pertanian sebesar 98 persen, sedangkan sisanya 2 persen tidak dapat dijelaskan oleh model tersebut.

6.2 Pendugaan Nilai Elastisitas Model Pertumbuhan Sektor Pertanian.

Elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan suatu variabel respon pada suatu persamaan terhadap perubahan dari variabel penjelas. Hasil pendugaan nilai elastisitas dengan menggunakan rata-rata nilai variabel dan koefisien variabel dari hasil pendugaan diatas, dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Elastisitas Investasi, Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Sebelumnya di Sektor Pertanian Terhadap Pertumbuhan di Sektor Pertanian

Variabel Nilai

Investasi ( I ) 0.09

Tenaga Kerja ( TK ) -0.16 Pertumbuhan Sebelumnya (y-1) 1.14

Berdasarkan nilai elastisitas diatas mengandung arti, jika pertumbuhan sektor pertanian bertambah 1 persen maka investasi di sektor pertanian bertambah sebesar 0.09 persen, sedangkan tenaga kerja akan mengalami penurunan sebesar 0.16 persen, dan pertumbuhan sebelumnya sebesar 1.14 persen.

6.3 Pertumbuhan Model Sektor Tenaga Kerja Pertanian

Sektor pertanian sebagai sektor yang padat karya diharapkan dapat mengurangi beban pengagguran. Dengan berkurangnya beban pengangguran dapat menekan tingkat kemiskinan dan masalah sosial lainnya.

Berdasarkan pendugaan dampak pertumbuhan dan investasi terhadap tenaga kerja di sektor pertanian, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan dan investasi di sektor pertanian berpengaruh secara positif terhadap peningkatan tenaga kerja pertanian. Untuk selengkapnya hasil analasis dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Pendugaan Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan Sektor Pertanian Terhadap Tenaga Kerja di Sektor pertanian

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

intercept 34039373 983618.5 34.60627 0.0000 I 17.204989 6.023456 2.856330 0.0061* Y 0.118604 0.122013 0.972064 0.3354 R-squared= 0.4077 Durbin-Watson stat =0.300

Keterangan *nyata pada taraf 90%

Dari tabel di atas dapat dilihat investasi di sektor pertanian berpengaruh terhadap tenaga kerja di sektor pertanian dengan selang kepercayaan 90 persen. Hubungan antara Investasi terhadap Tenaga Kerja menunjukan arah yang positif. Nilai koefisien Investasi adalah sebesar 17.204989. Hal ini menunjukan kenaikan Investasi sebesar Rp 1 juta, maka Tenaga Kerja akan mengalami kenaikan sebesar 17 orang, hal ini menjelaskan bahwa ketika terjadi pertambahan Investasi semakin tinggi maka akan makin besar pula kontribusinya terhadap pertambahan lowongan pekerjaan khususnya di pedesaan.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Priyarsono, et.al (2006) yang mana hasil dari penelitian menyebutkan investasi untuk peningkatan

output sektor pertanian memiliki dampak yang lebih besar terhadap faktor produksi tenaga kerja dan peningkatan pendapatan rumah tangga. Persentase penyerapan tenaga kerja terbesar untuk sektor pertanian terdapat pada sektor tanaman pangan (12.23%).

Hubungan antara Pertumbuhan terhadap Tenaga Kerja menunjukan arah yang positif. Nilai koefisien Pertumbuhan adalah sebesar 0.118604. Hal ini menunjukan kenaikan Pertumbuhan periode sebelumnya sebesar 10 milyar , maka Tenaga Kerja akan mengalami kenaikan sebesar 1 orang, hal ini menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian dapat meningkatkan kesempatan kerja di Indonesia terutama di sektor pertanian.

Berdasarkan hasil regresi diatas diketahui bahwa nilai R² = 0.4077, artinya bahwa variasi variabel bebas (independen) yang terdiri dari Investasi, dan pertumbuhan yang ada dalam model persamaan regresi mampu mempengaruhi variasi variabel terikat (dependen) Tenaga Kerja Pertanian sebesar 40.7 %, sedangkan sisanya 59.3 % tidak dapat dijelaskan oleh model tersebut.

6.4 Pendugaan Nilai Elastisitas Model Tenaga Kerja Sektor Pertanian.

Elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan suatu variabel respon pada suatu persamaan terhadap perubahan dari variabel penjelas. Hasil pendugaan nilai elastisitas dengan menggunakan rata-rata nilai variabel dan koefisien variabel dari hasil pendugaan diatas, dapat dilihat pada Tabel 10

Tabel 10. Nilai Elastisitas Investasi, Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Sebelumnya di Sektor Pertanian Terhadap Pertumbuhan di Sektor Pertanian

Variabel Nilai

Investasi ( I ) 2.9 Pertumbuhan (Y) 0.004

Berdasarkan nilai elastisitas diatas mengandung arti, jika tenaga kerja sektor pertanian bertambah 1 persen maka investasi di sektor pertanian bertambah sebesar 2.9 persen, dan pertumbuhan di sektor pertanian akan bertambah sebesar 0.004 persen.

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil empiris serta penelitian mengenai analisis dampak investasi di sektor pertanian terhadap tenaga kerja dan pertumbuhan sektor pertanian di Indonesia periode 1977 s/d 2007, maka dapat disimpulkan investasi dan pertumbuhan sebelumnya di sektor pertanian berpangaruh secara posistif terhadap pertumbuhan pertanian,sedangkan tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan sektor pertanian.

Hubungan negatif antar pertumbuhan sektor pertanian dan tenaga kerja sektor pertanian, bertentangan secara hipotesis dan teoritis dalam penelitian ini. Namun jika berdasarkan keadaan nyata di lapangan dan data yang digambarkan secara grafis, hal ini dapat dimaklumi mengingat pertambahan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian sangat kecil dan relatif konstan, hal ini berbeda dengan pertumbuhan sekrtor pertanian yang terus meningkat berdasarkan harga yang berlaku, sehingga tidak dapat hubungan yang positif antara pertumbuhan dan tenaga kerja di sektor pertanian.

Pengaruh pertumbuhan dan investasi terhadap tenga kerja di sektor pertanian memiliki hubungan yang positif, sehingga secara impilikasi dapat dikatakan untuk menaikan jumlah tenaga kerja yang bekerjadi sektor pertanian mutlak diperlukan investasi dan pertumbuhan di sektor pertanian

7.2. Implikasi

Sektor pertanian masih tetap merupakan sumber kesempatan kerja dan berburuh tani yang potensial. Upaya meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja perlu terus dilakukan antara lain melalui perbaikan sistem sakap dan pengupahan, mobilitas dan informasi tenaga kerja, serta pengembangan agroindustri dan kesempatan kerja di luar sektor pertanian.

Tingkat upah bergantung pada penawaran tenaga kerja, perkembangan mekanisasi pertanian, dan pertumbuhan kesempatan kerja di luar sektor pertanian. Walaupun indeks upah absolut meningkat, harga kebutuhan pokok meningkat lebih cepat sehingga laju pertumbuhan upah riil menjadi sangat lambat. Pengembangan infrastruktur, pendidikan dan pembinaan keterampilan tenaga kerja (khususnya wanita) sangat penting agar mereka dapat bekerja secara mandiri dan posisi tawarnya meningkat.

Perbaikan infrastruktur perlu dikomplemenkan dengan pembenahan struktur dan efisiensi pemasaran sehingga daya beli petani dan buruh tani dapat ditingkatkan. Tingkat upah berdampak negatif inelastis terhadap keuntungan dan penawaran pada usaha tani padi.

Kontribusi tenaga kerja dinilai menentukan kinerja usaha tani padi yang bersifat padat tenaga kerja. Kelangkaan tenaga kerja dan peningkatan upah secara tidak terkendali perlu dicegah.

Untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan buruh tani, perlu diupayakan peningkatan bagian harga yang diterima petani dan pengendalian harga barang konsumsi dan sarana produksi. Bagi rumah tangga buruh tani, di

samping perlu mempertahankan tingkat upah yang wajar, juga diperlukan upaya yang bersifat inklusif dan integratif dalam peningkatan kesejahteraannya.

Kebijakan yang mendukung investasi di sektor pertanian mutlak diperlukan agar dapat mendongkrak pertumbuhan di sektor pertanian. Subsidi dan perlindungan harga produk pertanian adalah bagian dari kebijakan yang dapat menjadkan sektor pertanian lebih lebih menguntungkan dari sisi investor.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia 2007. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2008. Indikator Ekonomi 2007. Badan Pusat Statistik. Jakarta

Badan Kordinasi Penanaman Modal. 2007. Perkembangan Persetujuan Dan Izin Usaha Tetap Penanaman Modal. Badan Kordinasi Penanaman Modal. Jakarta.

Boediono. 1985. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Ed ke-1.Yogyakarta. BPFE. ________. 1999. Ekonomi Makro. Ed ke-4.Yogyakarta. BPFE.

Gujarati DN. 2003. Basic Econometrics: Fourth Edition. McGraw Hill. Boston Handari DAM. 2000. Dampak Investasi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian

di Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Irawan I. 2006. Analisis Keterkaitan Ekonomi Makro, Perdagangan Internasional dan Sektor Pertanian di Indonesia : Aplikasi Vector Error Corecction Models [disetrasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Koutsoyiannis A. 1977. Theory of Econometrics: Second Edition. Harper & Row Publishers, Inc. Barnes & Nobles Import Division. New York.

Lipsey RG, Paul NC dan Douglas DP. Peter OS. 1990. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta.

Mankiw NG. 2000. Teori Makroekonomi. Ed ke-5. Penerbit Erlangga. Jakarta. Nanga M. 2001. Makroekonomi : Teori, Masalah dan Kebijakan. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Priyarsono DS, Daryanto dan Herliana. 2006. Dapatkah Pertanian Menjadi Mesin Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi.Agro-Ekonomika.

Romer D. 1991. Advanced Macroeconomics. The McGraw-Hill Companies, Inc., New York.

Rusastra IW, Suryadi M. 2004. Ekonomi Tenaga Kerja Pertanian dan Implikasinya Dalam Peningkatan Produksi dan Kesejahteraan Buruh Tani. Jurnal Litbang Pertanian 23 (3):91-99.

Sukirno S. 2000. Makro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Syam A dan Khairina MN. 2000. Kontribusi Sektor Pertanian Dalam Penyediaan Lapangan Kerja dan Perbandingannya Dengan Sektor-Sektor Lain. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

Syam A dan Saktyanu KD. 2000. Kontribusi Sektor Pertanian Dalam Pertumbuhan dan Stabilitas Produk Domestik Bruto. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

Todaro PMl. 2003, Pembangunan Ekonomi Internasional di Dunia Ketiga. Ed ke-8. Erlangga. Jakarta.

Yudhoyono SB dan Kalla MY. 2004. Membangun Indonesia yang Aman, Adil, dan Sejahtera [Visi, Misi, Program]. Rajawali. Jakarta.

Yusuf, VO. 2005. Analisis Keterkaitan Antara Investasi Pemerintah, Investasi Swasta dan Pendapatan Nasional di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lampiran 1: Data Penelitian

Tabel 1. Tenaga Kerja, Investasi dan Pertumbuhan Sektor Pertanian

Tahun Tenaga Kerja di sektor pertanian (orang) Investasi di Sektor Pertanian (juta rupiah) PDB di Sektor Pertanian (Triliun rupiah) 1977 29694493 154505.2 5905.7 1978 29117283 203114.89 6706 1979 30313678 167697.6 8995.7 1980 31098027 146876 11290.3 1981 31545399 149961.4 13642.5 1982 28040462 432603.4 15668.3 1983 28834041 452172.8 17696.2 1984 31593314 357058.4 20333.9 1985 30978232 945319.6 22413.2 1986 34141809 1661569 24750.5 1987 37644472 3748257.2 29116 1988 38722089 4977359.6 34277.9 1989 40456090 4718617.5 39163.9 1990 41097381 7388331.6 42148.7 1991 42378309 5457620 44720.8 1992 41205791 2962446.8 50733.1 1993 42153205 3430311 55745.5 1994 40071850 9006560 66071.5 1995 35233270 13291733.6 77896.2 1996 37720251 19697372.8 88971.8 1997 35848631 16963905 100150.5 1998 39414765 13325655 181020.5 1999 38378133 4503889.6 214878.5 2000 40677000 5060073.5 216831.3 2001 39744000 4288290 263327.8 2002 40634000 5437212.7 297317.2 2003 42001000 2545701.6 325653.7 2004 40608000 3691080.9 331553 2005 41814197 8889400 363928.8 2006 42323190 16517801.93 432296.6 2007 42608760 32584629.6 547235.6

Tabel 2. Hasil Output TSLS Simultan

System: SIMULTANEOUS

Estimation Method: Two-Stage Least Squares Date: 01/27/09 Time: 01:56

Sample: 1977 2007 Included observations: 31

Total system (unbalanced) observations 61

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C(1) 14807.61 28313.63 0.522985 0.6031 C(2) 0.001846 0.000498 3.706213 0.0005 C(3) -0.000565 0.000818 -0.690974 0.4925 C(4) 1.109350 0.032038 34.62639 0.0000 C(5) 34039373 983618.5 34.60627 0.0000 C(6) 17.20498 6.023456 2.856330 0.0061 C(7) 0.118604 0.122013 0.972064 0.3354 Determinant residual covariance 3.21E+21

Equation: Y=C(1)+C(2)*I+C(3)*L +C(4)*Y(-1) Instruments: I L Y(-1) C

Observations: 30

R-squared 0.989180 Mean dependent var 131484.5 Adjusted R-squared 0.987932 S.D. dependent var 148989.7 S.E. of regression 16367.42 Sum squared resid 6.97E+09 Durbin-Watson stat 1.900588

Equation: L=C(5)+C(6)*Y+C(7)*I Instruments: Y I C

Observations: 31

R-squared 0.407763 Mean dependent var 36970681 Adjusted R-squared 0.365460 S.D. dependent var 4926339. S.E. of regression 3924224. Sum squared resid 4.31E+14 Durbin-Watson stat 0.300105

Dokumen terkait