• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Kependudukan

2. Irigasi Pompa DAS

3. Irigasi adalah salah satu input usahatani penyediaan air ke lahan pertanian selama satu musim tanam dalam satuan luasan lahan tertentu dinyatakan dalam satuan Rupiah/ Ha.

4. Lahan adalah salah satu input usahatani berupa lahan garapan usahatani padi dan jagung yang dinyatakan dalam satuan hektar (Ha).

5. Benih adalah benih padi dan jagung yang digunakan pada usahatani padi dan jagung dihitung dalam satuan kilogram (Kg) dan dinilai dalam rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha).

6. Tenaga kerja adalah keseluruhan tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi dan jagung dalam satu musim tanam, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Semua tenaga kerja dikonversikan ke dalam tenaga kerja pria dan diukur dalam HKO, sedangkan nilai tenaga kerja berdasarkan upah dalam rupiah per HKO (Rp/HKO).

7. Pupuk adalah jenis dan jumlah pupuk yang digunakan dalam usahatani padi dan jagung dengan lahan irigasi pompa yang diukur dalam satuan kilogram atau liter dan dinilai dalam rupiah per hektar per musim tanam (Rp/Ha).

persiapan lahan, tanam, perawatan, sampai panen dalam luasan tertentu diukur dalam satuan Rupiah/ Ha (Rp/Ha).

9. Biaya Eksplisit adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan dalam bentuk uang selama satu musim tanam pada luasan lahan tertentu dinyatakan dalam rupiah/ Ha (Rp/Ha).

10. Biaya Implisit adalah biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan tetapi diikutsertakan dalam proses produksi misalnya upah tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan sendiri, dan bunga modal sendiri pada luasan lahan tertentu dinyatakan dalam rupiah/ Ha (Rp/ Ha).

11. Harga pasar adalah harga jual komoditas usahatani padi dan jagung yang berlaku di tempat penelitian selama musim tanam ke-2 tahun 2015 dinyatakan dalam rupiah/ Kg (Rp/ Kg).

12. Jumlah produksi adalah banyaknya hasil produksi usahatani padi dan jagung dalam satu musim tanam yang dinyatakan dalam Kg/ Ha.

13. Penerimaan merupakan hasil dari perkalian antara jumlah produksi dan harga pasar dinyatakan dalam rupiah/ Ha (Rp/Ha).

14. Pendapatan adalah hasil dari penerimaan dikurangi total biaya eksplisit dinyatakan dalam rupiah/ Ha (Rp/Ha).

15. Kelayakan usahatani adalah kriteria untuk mengukur apakah usahatani layak untuk dilanjutkan atau tidak dengan melihat indikator kelayakan.

16. RC Rasio adalah salah satu indikator kelayakan yang didapatkan dari perbandingan antara penerimaan dan total biaya usahatani.

mana menyatakan kemampuan setiap satu satuan luas lahan dalam menghasilkan pendapatan yang dinyatakan dalam satuan (Rp/Ha).

18. Produktifitas modal adalah salah satu dari indikator kelayakan usahatani di mana menyatakan persentase pertambahan modal yang diguakan untuk membiayai usahatani dalam satu musim tanam yang dinyatakan dalam persen (%).

19. Produktifitas tenaga kerja adalah salah satu dari indikator kelayakan usahatani di mana menyatakan besaran uang yang diterima oleh pelaku usahatani selama satu musim tanam yang dinyatakan dalam satuan (Rp/Ha).

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan penggunaan input produksi pada usahatani padi dan jagung dengan irigasi pompa di Desa Ngeposari. Analisis kuantitatif digunakan untuk menyajikan data tabulasi berkaitan dengan pendapatan, keuntungan, dan kelayakan usahatani padi dan jagung dengan irigasi pompa di Desa Ngeposari.

1. Biaya dan Pendapatan Usahatani

Untuk dapat mengetahui pendapatan usahatani perlu diketahui total biaya dan penerimaan. Total biaya terbentuk dari biaya eksplisit dan implisit sedangkan penerimaan terbentuk dari jumlah produksi yang terjual dengan harga pasar yang berlaku. Biaya usahatani terdiri dari berbagai biaya yang timbul atas kompensasi

biaya sewa lahan, biaya irigasi, biaya benih, biaya tenaga kerja, biaya pupuk, dan biaya modal. Untuk menghitung biaya usahatani dapat menggunakan rumus- berikut ini.

a. Biaya Sewa Lahan

Biaya sewa lahan timbul atas kompensasi penggunaan lahan sebagai tempat untuk berusahatani.

Biaya sewa lahan (Rp) = Luas lahan (Ha) x Harga sewa (Rp/Ha)

b. Biaya Irigasi

Biaya irigasi timbul atas kompensasi penggunaan air pada proses pengairan. Biaya irigasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

IC = IP x D Keterangan :

IC = Irrigation cost (Biaya irigasi) (Rp) IP = Irrigation price (Harga irigasi) (Rp/jam) D = Duration (durasi ) (jam)

c. Biaya Benih

Biaya benih adalah besaran uang yang dikeluarkan oleh petani dalam pengadaan benih tanaman. Biaya benih dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Biaya tenaga kerja adalah semua biaya yang dikeluarkan sebagai kompensasi penggunaan tenaga kerja untuk melakukan kegiatan- kegiatan dalam usahatani dari mulai persiapan lahan sampai panen. Biaya tenaga kerja dapat dihitung dengan rumus:

Biaya tenaga kerja (Rp) = ∑ Hari kerja orang (HKO) x Upah (Rp/HKO)

e. Biaya Pupuk

Biaya pupuk adalah biaya yang untuk pengadaan sejumlah pupuk dari mulai persiapan lahan sampai panen. Biaya pupuk dapat dihitung dengan rumus :

Biaya pupuk (Rp) = ∑ Pupuk x Harga pupuk

f. Total Biaya

Untuk menghitung biaya usahatani dapat digunakan rumus sebagai berikut:

TC= TEC + TIC Keterangan :

TC = Total cost (biaya total)

TEC = Total explicit cost (total biaya eksplisit) TIC = Total implicit cost (total biaya implisit)

g. Penerimaan

Penerimaan usahatani dapat dihitung dengan rumus : R = P x Q

Keterangan :

R = Revenue (penerimaan) P = Price (harga)

Pendapatan usahatani dapat dihitung dengan rumus : NR = R- TEC

Keterangan :

NR : Net return (pendapatan)

R : Total revenue (total penerimaan)

TEC : Total explicit cost (total biaya eksplisit)

Sebelumnya, model tersebut telah diketahui besarnya biaya eksplisit yang berasal dari penjumlahan antara biaya irigasi, biaya modal, biaya pupuk, dan biaya tenaga kerja.

2. Analisis Kelayakan

Kelayakan usahatani digunakan untuk menguji apakah usahatani layak dilanjutkan atau tidak, serta dapat mendatangkan keuntungan bagi pengusaha atau petani yang merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai. Kelayakan usahatani ini dapat diukur dengan cara melihat nilai keuntungan, RC Rasio (Revenue Cost Ratio), produktifitas lahan, produktifitas tenaga kerja, dan produktifitas modal.

a. RC Rasio

Untuk mengetahui RC Rasio dapat digunakan rumus : RC Rasio = TR/TC Keterangan :

RC Rasio = Revenue cost ratio

TR = Total revenue (total penerimaan) TC = Total cost (total biaya)

Ketentuan :

Jika RC Rasio>1 maka usahatani padi dengan irigasi sumur pompa layak untuk diusahakan.

Jika RC Rasio<1 maka usahatani padi dengan irigasi sumur pompa tidak layak untuk diusahakan.

Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktifitas lahan lebih besar dari sewa lahan di lokasi penelitian yaitu Rp 600.000,-/ 2.000 m2.

Produktifitas lahan = Pendapatan – nilai TKDK – bunga modal Luas lahan

Keterangan :

Nilai TKDK = Tenaga kerja dalam keluarga (Rp)

c. Produktifitas Modal

Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktifitas modal besar dari bunga tabungan bank yaitu 4% per musim tanam.

Produktifitas modal = Pendapatan – Sewa lahan sendiri – Nilai TKDK Biaya eksplisit

Keterangan :

Nilai TKDK = Tenaga kerja dalam keluarga (Rp)

d. Produktifitas Tenaga Kerja

Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktifitas tenaga kerja lebih besar dari upah minimum regional di Kabupaten Gunungkidul yaitu Rp 40.000,-.

Produktifitas lahan = Pendapatan – Sewa lahan sendiri – bunga modal TKDK (HKO)

31

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Fisik Daerah

Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km2 terletak antara 7 46’- 8 09’ Lintang Selatan dan 110 21’ – 110 50’ Bujur Timur. Di sebelah utara Gunungkidul berbatasan langsung dengan Kabupaten Klaten, Sukoharjo, dan Jawa Tengah. Di sebelah timur, gunungkidul berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonogiri dan Jawa Tengah. Di sebelah selatan, Gunungkidul berbatasan dengan Samudra Indonesia sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Sleman (BPS, 2011).

Kabupaten Gunungkidul adalah kabupaten yang termasuk dalam kars pegunungan seribu. Gunungkidul memiliki berbagai jenis tanah, karakteristik daerah dan hidrologi. Berdasarkan topografinya, Kabupaten Gunungkidul terbagi menjadi tiga zona, yaitu:

1. Zona Utara (Zona Batur Agung) memiliki ketinggian sekitar 200-700 mdpal. Bentang alamnya berbukit-bukit dan terdapat sungai di atas permukaan tanah. Arah pengembangan zona utara yaitu ke bidang pertanian serta sebagai daerah konservasi sumber daya air. Zona utara terdiri dari Kecamatan Patuk, Nglipar, Gedangsari, Ngawen, Semin, dan Ponjong Utara.

2. Zona Tengah (Zona Ledoksari) memiliki ketinggian 150-200 mdpal. Terdapat sungai di atas tanah meskipun airnya kering saat musim kemarau, namun masih terdapat sumber mata air dalam tanah yang dapat ditemukan pada kedalaman 60- 120 meter dari permukaan tanah. Zona tengah diarahkan untuk pengembangan

32

pertanian, eko-wisata, industri rumah tangga dan industri taman hutan rakyat, serta wisata pra sejarah. Zona tengah terdiri dari Kecamatan Playen Selatan, Paliyan Utara, Wonosari, Karangmojo, Semanu Utara, dan Ponjong Selatan. 3. Zona Selatan (Zona Karst Gunungsewu) dengan ketinggian 100-300 mdpal. Keadannya berbukit-bukit kapur serta banyak telaga genangan air hujan, tidak terdapat sungai di atas tanah namun banyak ditemukan sungai bawah tanah. Arah pengembangan zona selatan adalah untuk budidaya pertanian lahan kering, perikanan laut, ekowisata karst, serta akomodasi wisata seperti penginapan, hotel, dan restoran. Zona selatan terdiri dari Kecamatan Purwosari, Rongkop, Panggang, Paliyan Selatan, Saptosari, Semanu Selatan, Tanjungsari, Tepus, dan Girisubo.

Kecamatan Semanu khususnya Desa Ngeposari termasuk dalam daerah Semanu Utara. Desa Ngeposari memiliki karakteristik Zona Tengah yaitu Zona Ledoksari. Sungai di Ngeposari memang tidak memiliki debit air yang berlimpah namun Ngeposari memiliki banyak sumber mata air di dalam tanah yang berlimpah pada kedalaman 60- 120 m di bawah permukaan tanah. Oleh karena itu, pengembangan Desa Ngeposari adalah untuk daerah pertanian dan eko-wisata. Dari tahun ke tahun, pengembangan pertanian gencar dilaksanakan khususnya dengan pembangunan jaringan irigasi sumur pompa dan bendungan untuk menampung curah hujan dan mempertahankan debit air sungai.

Untuk mengatur dan mengembangkan sistem irigasi tersebut, petani Desa Ngeposari membentuk Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Sekaligus lembaga ini menjadi wadah petani untuk berkomunikasi antar petani maupun petani ke instansi terkait.

33 B. Kependudukan

Berdasarkan sensus penduduk 2010, Gunungkidul memiliki jumlah penduduk 675.382 jiwa yang tersebar di 18 kecamatan dan 144 desa. Tabel berikut menunjukkan data kependudukan di Semanu Kabupaten Gunungkidul.

Tabel 1. Kepadatan Penduduk dan Persentasi Buruh di Gunungkidul tahun 2010

Kriteria Semanu Gunungkidul

Luas Wilayah (Km2) 108,39 1.485,36

Jumlah Penduduk (Jiwa) 51.737 675.382

Kepadatan (Jiwa/Km2) 477 454

Persentasi Buruh/ Karyawan (%) 16,64

Pengusaha Dibantu Buruh Bayaran(%) 1,71

Pengusaha Tanpa Dibantu Buruh (%) 10,04

Sumber : BPS Gunungkidul (Susenas 2010 KOR) dalam Gunungkidul dalam angka

Kecamatan Semanu sebagai kecamatan paling luas di Gunungkidul menduduki peringkat ketiga untuk jumlah penduduk yaitu 51.737 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 477 jiwa/ Km2. Kecamatan Semanu bukan merupakan daerah padat penduduk sehingga diarahkan untuk pengembangan pertanian dan eko- wisata.

Sebagian besar penduduk Gunungkidul bekerja sebagai pekerja keluarga sebesar 33,34% dari total penduduk yang bekerja. Persentasi pengusaha yang telah menggunakan buruh luar keluarga masih sangat kecil hanya sekitar 1,71%(BPS- Gunungkidul Dalam Angka, 2011).

C. Penggunaan Lahan

Lahan dapat dimanfaatkan menjadi berbagai kegunaan baik sebagai lahan pertanian maupun non pertanian. Lahan pertanian terdiri dari lahan sawah dan

34

lahan non sawah. Adapun lahan non sawah terdiri dari lahan tegalan/ ladang, hutan rakyat, dan lainnya misalnya pekarangan. Lahan non pertanian adalah lahan yang tidak dimanfaatkan atau tidak bisa digunakan sebagai areal pertanian tetapi untuk kepentingan lain misalnya tempat tinggal, ruang terbuka hijau, hutan negara, akses transportasi, dan lahan tandus.

Tabel 2. Luasan Penggunaan Lahan Kecamatan Semanu Tahun 2007 (Hektar)

No Penggunaan Lahan Luasan (Ha)

1 Lahan Sawah 195

Jumlah 195

2 Lahan Bukan Sawah

a. Tegalan/ Ladang 7.342

b. Hutan Rakyat 312

c. Lainnya (pekarangan, dll) 817

Jumlah 8.471

3 Lahan non Pertanian

a. Tempat Tinggal 1.225

b. Hutan Negara 559

c. Lainnya (Jalan, Sungai, Danau, Lahan Tandus,dll.) 389

Jumlah 2.173

Jumlah Total 10.839

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Gunungkidul

Berdasarkan data penggunaan lahan di atas, diketahui bahwa sebagian besar lahan di Semanu dimanfaatkan sebagai lahan tegalan/ ladang seluas 7.342 Ha, sedangkan pemanfaatan lahan sebagai sawah sangat sempit yaitu 195 Ha.

D. Keadaan Iklim

Iklim dapat diartikan sebagai keadaan rata- rata cuaca di suatu daerah dalam waktu yang relatif lama. Iklim dapat dipengaruhi oleh unsur- unsur alam yaitu temperatur udara, curah hujan, penguapan dan radiasi matahari. Temperatur udara di Kecamatan Semanu berkisar antara 22˚ C – 26˚ C dengan rata- rata curah hujan per tahun 2.046 mm. mengenai klasifikasi iklim, menurut Astri Handayani

35

(2007), dengan menggunakan rumus perhitungan curah hujan dari tahun 1998- 2007, menunjukkan daerah Semanu termasuk iklim golongan D yaitu beriklim sedang.

Dengan kondisi iklim demikian, pola tanam yang dilakukan sebagian besar petani adalah padi- palawija- palawija. Namun setelah adanya pembangunan jaringan irigasi sumur pompa di beberapa titik areal pertanian, pola tanam petani dapat meningkat mejadi padi- padi- palawija.

E. Keadaan Hidrologi

Keadaan hidrologi di Semanu terdiri dari air permukaan dan air bawah permukaan. Adapun yang dimaksud dengan air permukaan adalah kumpulan curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju suatu muara dapat berupa sungai, waduk, atau laut. Umumnya air permukaan di lokasi penelitian berupa sungai. Adapun air bawah permukaan adalah sumber mata air yang berasal dari resapan air permukaan.

Sungai permukaan yang terdapat di daerah penelitian Desa Ngeposari memiliki karakter debit kecil, mudah kering pada musim kemarau panjang, dan jarang dijumpai. Bahkan menurut Astri Handayani (2009) beberapa sungai di Semanu mengalir masuk ke dalam tanah menjadi sinkriver kemudian menjadi sungai bawah tanah.

F. Keadaan Pertanian

Luas lahan pertanian di wilayah Semanu terdiri dari lahan sawah dan tegalan/ ladang. Lahan sawah di Semanu mencapai 195 hektar sedangkan luas

36

lahan tegalan mencapai 7.342 Ha. Oleh sebab itu, pemerintah daerah fokus pada pengembangan lahan tegalan dengan pembangunan sistem jaringan irigasi yang memanfaatkan sungai bawah tanah atau lapisan tanah pengandung air (akuifer) maupun berbasis sungai permukaan (DAS).

Keadaan pertanian di lokasi penelitian Kecamatan Semanu sebagian besar merupakan pertanian lahan kering sehingga lebih banyak pada usahatani padi ladang dan palawija. Tabel berikut ini menyajikan data produksi dan luas panen tanaman pangan padi dan palawija di Kecamatan Semanu pada tahun 2010.

Tabel 3. Produksi dan Luas Panen Komoditas Pertanian Padi dan Palawija di Kecamatan Semanu Tahun 2010

Padi Ladang Padi Sawah Jagung Kacang Tanah

Luas Panen (Ha) 3.139 177 5.607 5.662

Produksi (Ton) 14.904 1.014 17.903 5.445

Rata- rata produksi (Kw/Ha) 47,48 57,29 31,93 9,62 Sumber : Dinas T. Pangan dan Hortikultura Kab. Gunungkidul dalam GDA 2011

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa hasil pertanian di Kecamatan Semanu adalah komoditas jagung dan padi ladang sebesar 17.903 Ton dan 14. 904 Ton. Sebagian besar lahan pertanian di Kecamatan Semanu dimanfaatkan untuk menanam padi ladang dan kacang tanah. Meskipun demikian, komoditas jagung justru memberikan nilai produksi yang lebih tinggi dibanding kacang tanah.

G. Keadaan Pengairan

Pengairan di Kecamatan Semanu khususnya di Desa Ngeposari terdiri dari dua macam, yaitu pengairan yang bersumber pada air bawah tanah (akuifer) atau biasa di sebut sumur pompa dan pengairan yang bersumber pada aliran sungai permukaan (DAS).

37 1. Irigasi Sumur Pompa

Pemanfaatan sungai bawah tanah dimulai sekitar tahun 2.000-an untuk meningkatkan produksi padi. Melimpahnya debit air pada sungai bawah tanah (akuifer) adalah karakter dari karst pegunungan seribu dimana air tidak hanya meresap ke dalam tanah melainkan juga mengalir melalui rongga- rongga bebatuan kapur masuk ke lapisan bawah tanah.

Untuk mendapatkan debit yang cukup, pengeboran sumur pompa dilakukan sampai kedalaman sekitar 130 m dari permukaan tanah. Kemudian air diangkat menggunakan pompa air bertenaga besar untuk dialirkan ke petak tersier. Pompa air yang digunakan membutuhkan bahan bakar solar sebanyak 7 liter/jam dengan kemampuan rata- rata mengalirkan air 25- 30 liter/ detik dengan biaya kompensasi sekitar Rp 60.000,- /jam.

Jaringan yang ada pada sumur pompa di lokasi penelitian terdiri dari pipa primer, pipa distributor, bak valve (bak pembagi)11-12, jaringan parit beton, dan pintu air (rincian dapat dilihat pada lampiran keadaan irigasi sumur pompa). Pipa primer digunakan untuk mengalirkan air dari mesin pompa air bawah tanah menuju permukaan. Selanjutnya, dari pipa primer dialirkan ke pipa distributor menuju bak pembagi. Sumur pompa di lokasi penelitian memiliki 11 bak pembagi. Setiap bak akan mengairi 1 blok areal lahan melewati jaringan parit beton. Pada masing- masing lahan petani yang dilewati jaringan parit beton ini memiliki pintu air yang dapat dibuka ketika akan melakukan irigasi. Kemudian pintu air tersebut harus ditutup kembali ketika selesai melakukan pengairan.

38

Management pengairan dilakukan oleh pengurus P3A Agung Rejeki. Di dalam pengurus tersebut ada fungsional operator yang bertugas sebagai pengatur yang berwenang membuat jadwal irigasi sesuai kesepakatan dengan petani. Operator juga bertugas mengumpulkan biaya pembayaran irigasi dari petani. 2. Irigasi Pompa DAS

Sungai permukaan sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai sumber irigasi bagi petani yang memiliki lahan radius 200 m di sekitar sungai. Sistem irigasi yang digunakan adalah pompa air tenaga motor diesel/bensin milik petani. Pemilik pompa irigasi juga dapat menyewakan kepada petani lain dengan biaya kompensasi sekitar Rp 22.500,-/jam. Pompa air yang digunakan rata- rata memiliki kekuatan 4 Hp yang mampu mengalirkan air maksimal 10 liter/ detik dengan komsumsi bahan bakar ± 2,5 liter/jam.

Sistem irigasi pompa DAS menggunakan bendungan setinggi ±150 cm kemudian air pada bendungan sungai dipompa ke area lahan petani menggunakan selang air berdiameter 4 inchi. Tidak ada pengurus yang mengatur waktu pengairan melainkan petani itu sendiri. Oleh karena itu sering terjadi beberapa petani bersama- sama menggunakan air pada bendungan sungai yang hanya ±150 cm. Akibatnya, debit air menurun sehingga air tidak cukup untuk mengairi lahan pertanian (rincian dapat dilihat pada lampiran keadaan irigasi pompa DAS).

39

Dokumen terkait