• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Isolator

2.1.1 Isolator Piring

Dalam jaringan transmisi hantaran udara, isolator yang umumnya dipakai adalah isolator rantai yang terdiri dari beberapa isolator piring. Jumlah piringan tersebut ditentukan oleh tingkat isolasi yang diperlukan untuk menahan tegangan yang tergantung padanya dan tingkat polusi daerah yang dilaluinya.

Bagian utama isolator ada tiga, yaitu: bahan dielektrik, kap dan fittig. Dan untuk merekatkan ketiga bagian tersebut, digunakan semen seperti terlihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Konstruksi Isolator Piring[3]

Adapun persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam merancang suatu isolator adalah sebagai berikut [3]:

1. Isolator harus memiliki kekuatan mekanis yang kuat untuk menahan beban konduktor, terpaan angin dan lain-lain.

2. Isolator harus menggunakan bahan dengan resistansi yang tinggi agar tidak terjadi arus bocor yang besar ke tanah.

3. Isolator harus memiliki kekuatan permitivitas yang tinggi agar memiliki kemampuan dielektrik yang baik.

4. Isolator harus padat dan tidak memiliki celah udara karena dapat menimbulakan peluahan sebagian.

5. Isolator dapat menahan flashover.

6. Tidak memiliki lekukan runcing agar pada isolator tidak terjadi medan elektrik yang tinggi.

7. Permukaan isolator harus licin dan bebas partikel runcing.

8. Tidak ada resiko meledak dan pecah.

9. Jarak rambat isolator harus diperbesar jika isolator ditempatkan pada kawasan yang dihuni banyak burung.

10. Bahan perekat harus memiliki kekuatan adhesi yang tinggi.

11. Bentuk dan dimensi sirip harus dibuat sedemikian rupa agar dapat dengan mudah dibersihkan.

Isolator piring didesain dengan berbagai desain untuk digunakan sesuai tingkat polusi yang ada di daerah dimana isolator tersebuta akan digunakan.

Desain dari isolator piring tersebut ada 3, seperti terlihat pada Gambar 2.2[3]

(a) (b) (c)

Gambar 2.2 a. Isolator Piring Standar;

b. Isolator Anti-Fog c. Isolator Aerodinamis

Keterangan gambar:

a. Isolator piring dengan desain standar

Isolator ini digunakan pada daerah dengan bobot polusi rendah seperti pada daerarah yang tidak ada industi.

b. Isolator piring dengan desain anti-fog

Isolator ini dirancang memiliki kelengkungan yang lebih dalam untuk memperpanjang jarak rambat arus. Isolator ini digunakan pada daerah dengan polusi tinggi seperti pada daerah industri berat.

c. Isolator piring dengan desain aerodinamis

Isolator ini dirancang memiliki daerah permukaan yang licin sehingga polutan sulit untuk menempel pada permukaannya. Isolator sperti ini biasanya digunakan di daerah gurun.

Isolator piring ini sendiri memiliki 2 jenis, didasarkan pada bahan penyusunnya:

1. Porselen

Porselen merupakan bahan dielektrik yang paling sering digunakan pada isolator. Hal ini terjadi karena porselen memiliki kekuatan dielektrik yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh perubahan kondisi udara disekitarnya.

Gambar 2.3 Isolator piring jenis porselen

Suatu dielektrik porselen dengan tebal 1,5mm memiliki kekuatan dielektrik sebesar 22-28 kVrms/mm. Jika tebal dielektrik bertambah maka kemampuan dielektrik bahan berkurang. hal ini terjadi karena medan elektriknya tidak seragam. Bila tebal bertambah dari 10mm menjadi 30mm, kekuatan dielektrik berkurang dari 80 kVrms/mm menjadi 55 kVrms/mm. Kekuatan dielektrik

porselen pada tegangan impuls adalah 50 - 70 % lebih tinggi daripada kekuatan dieletrik pada frekuensi daya.

2. Kaca

Isolator kaca lebih murah daripada porselen, sedangkan karakteristik mekaniknya tidak jauh berbeda dari isolator porselen. Karakteristik elektri dan mekanik dari isolator kaca bergantung pada kandungan alkali pada isolator tersebut. Semakin tinggi kandungan alkalinya maka kemampuan dielektrik isolator akan semakin menurun, hal ini dikarenakan isolator memiliki konduktivitas lebih tinggi.

Kekuatan dielektrik gelas alkali tinggi adalah 17,9 kVrms/mm sedangkan kemampuan dielektrik gelas alkali rendah adalah 48 kVrms/mm. Jika isolator kaca dipasangkan pada suatu sistem tegangan arus searah, maka dapat menimbulkan penguaian kimiawi gelas sehingga akan meningkatkan isolasi dari gelas.

Berdasarkan proses pembuatannya, isolator kaca dibagi menjadi 2 yaitu gelas yang dikuatkan ( annealed glass ) dan gelas yang dikeraskan ( hardened glass ).

Gambar 2.4 Isolator piring jenis kaca 2.1.2 Isolator Rantai

Isolator rantai adalah merupakan kumpulan dari beberapa isolator piring yang disusun secara berantai sehingga menjadi satu kesatuan isolator. Isolator rantai biasanya digunakan untuk menggantung penghantar tranmisi tegangan tinggi pada menara-menara transmisi. Penghantar ini digantung dengan menggunakan isolator agar penghantar listrik ini tidak menyentuh badan menara

yang dibumikan. Isolator jenis ini dianggap paling effisien untuk mengisolasi antara konduktor dengan tiang menara.

Adapun keuntungan menggunakan isolator rantai adalah:

1. Biaya instalasi isolator rantai cenderung lebih murah dari isolator pin untuk sistem tegangan lebih dari 33kV.

2. Setiap unit isolator piring dirancang untuk bekerja pada tegangan rendah.

sehingga dapat disusun agar dapat mengisolir tegangan kerja.

3. Jika salah satu isolator piring pada suatu renteng isolator rantai rusak, maka kita hanya perlu mengganti isolator piring tersebut dengan isolator piring yang baru.

4. Karena tersusun dari beberapa isolator piring maka isolator rantai memiliki tingkat fleksibel yang tinggi sehingga dapat mengayun mengikuti kabel transmisi.

5. Dengan bertambahnya permintaan akan jaringan transmisi, akan lebih menguntungkan jika meningkatkan suplai daya dengan menaikkan tegangan transmisi. Karena tegangan transmini naik, maka isolator pendukung yang ada juga harus disesuaikan. Dimana isolator rantai dapat dengan mudah dinaikkan kapasitasnya dengan menambahkan jumlah isolator piringnya.

Isolator rantai biasanya dipasangkan pada tower besi. dimana isolator rantai berada dibawah crossarmsehingga secara tidak langsung kabel transmisi mendapatkan proteksi terhadap petir.

2.1.3 Pemasangan Isolator

Untuk transmisi tegangan tinggi, isolator piring dirangkai berbentuk rantai.

Isolator rantai ini juga biasanya dilengkapi dengan arcing horn (busur tanduk).

Hal ini dilakukan untuk melindungi isolator rantai dari bahaya tegangan lebih yang dapat menyebabkan isolator rantai pecah. Pemasangan isolator rantai yang digunakan pada tiang maupun tower transmisi untuk menggantung konduktor hantaran udara ada yang secara horizontal (tension) maupun vertikal (suspension) seperti yang kita lihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Pemasangan vertikal dan horizontal[4]

Pemasangan suspensi dilakukan guna untuk penghematan biaya, dimana pada pemasangan ini akan mengurangi panjang konduktor sambil mematuhi tingkat isolasi dasar Di daerah dengan kontaminasi tinggi, hal ini dapat dicapai dengan penggunaan profil tipe kanut sehingga meningkatkan jarak kebocoran per unit.

Pada pemasangan tension, karena panjang string bukanlah parameter yang membatasi, maka dianjurkan untuk memilih isolator tipe standar yang akan mencegah akumulasi deposit pada posisi horizontal dan untuk menentukan jumlah unit per string yang diperlukan oleh tingkat kontaminasi.

Namun, pemasangan isolator rantai dengan model tension pada prakteknya tidaklah dipasang tepat horizontal, melainkan memiliki sudut pemasangan yang pada kenyataannya adalah berbeda-beda.

Untuk pemasangan isolator dengan model tension biasanya dilakukan pada menara transmisi yang memiliki sudut belokan. Hal ini dilakukan agar konduktor yang menggantung pada isolator tidak tergelincir atau tertarik hingga mendekati atau bahkan mengenai tiang transmisi. Biasanya, dapat ditemukan pada tower yang dekat dengan gardu induk ataupun pembangkit.

Gambar 2.6 Tower Transmisi dengan isolator pemasangan tension [5]

Gambar 2.7 Pemasangan isolator dengan model tension [5]

2.2 Isolator Terpolusi

Kondisi cuaca yang berubah-ubah dan daerah yang dilalui jalur transmisi maupun distribusi sangat mempengaruhi polusi yang ada di lingkungan sekitar atau yang dekat dengan dipasangnya isolator. Misalnya, pemasangan isolator yang dekat dengan pantai akan mendapatkan polutan berupa polutan garam, yang dekat dengan hutan akan mendapatkan polutan berupa asap dan kabut ataupun polutan lainnya yang akan menempel pada isolator tersebut.

2.2.1 Pengukuran Tingkat Polusi

Untuk pemasangan isolator,diperlukan banyak ketelitian baik itu dari segi pemilihan desain dan pengukuran tingkat polusi. Berdasarkan SPLN 10-3B, bobot polusi isolator ditetapkan menjadi 4 tingkat, yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat seperti tertera pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Tingkat polusi Dilihat dari Lingkungannya Berdasarkan SPLN 10-3B[6]

Tingkat Polusi

Contoh Lingkungan

Ringan  daerah dengan sedikit industri dan rumah penduduk dengan sarana pembakaran rendah

 daerah pertanian (penggunaan pupuk dapat meningkatkan bobot polusi) dan pegunungan

Tingkat Polusi

Contoh Lingkungan

 daerah dengan jarak 10km atau lebih dari laut dan tidak ada angin laut yang berhembus.

Cat: daerah-daerah di atas terletak kira-kira 10-20 km dari laut dan tidak terpapar angn laut secara langsung.

Sedang  daerah dengan industri yang tidak menghasilkan polusi gas

 daerah banyak industri dan/atau perumahan yang sering

Sangat Berat  daerah dekat pantai dan terkena air laut.

 Daerah padang pasir

Dan Berdasarkan standar IEC 60815, tipikal lingkungan yang dimasukkan sebagai contoh, tertera pada Tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Tingkat Polusi Dilihat dari Lingkungannya Berdasarkan Standar IEC 60815[7]

Tingat

Polusi Contoh Lingkungan

Sangat Ringan

1

> 50km dari laut, gurun, atau tanah kering terbuka

>10km dari sumber polusi buatan manusia

Dalam jarak terdekat dari sumber polusi yang disebutkan diatas, tetapi :

Tingat

Polusi Contoh Lingkungan

 angin yang berlaku tidak langsung dari sumber polusi

 dan/atau dengan pencucian bulanan biasa Ringan

2

10-50km dari laut, gurun, atau tanah kering terbuka 5-10km dari sumber polusi buatan manusia

Dalam jarak terdekat daripada yang disebutkan diatas dari sumber polusi, tetapi :

 angin yang berlaku tidak langsung dari sumber polusi

 dan/atau dengan pencucian bulanan biasa Sedang

3

4

3-10km dari laut, gurun, atau tanah kering terbuka 1-5km dari sumber polusi buatan manusia

Dalam jarak terdekat daripada yang disebutkan diatas dari sumber polusi, tetapi :

 angin yang berlaku tidak langsung dari sumber polusi

 dan/atau dengan pencucian bulanan biasa

Lebih jauh dari sumber polusi daripada yang disebutkan di atas (jarak di kisaran yang ditentukan untuk dengan tingkat polusi

“ringan”) namun :

 kabut tebal (atau gerimis) sering terjadi setelah musim akumulasi yang panjang (beberapa minggu atau bulan)

 dan/atau hujan deras dengan konduktivitas tinggi

dan/atau level NSDD yang tinggi, antara 5 sampai 10 kali ESDD Berat

5

6

Dalam jarak 3 km dari laut, gurun atau tanah kering terbuka Dalam jarak 1 km dari sumber polusi buatan manusia

Dengan jarak yang lebih jauh dari sumber polusi daripada yang disebutkan diatas (jarak di kisaran yang ditentukan untuk area dengan tingkat polusi “sedang”) namun :

 kabut tebal (atau gerimis) sering terjadi setelah musim akumulasi yang panjang (beberapa minggu atau bulan)

 dan/atau hujan deras dengan konduktivitas tinggi

Tingat

Polusi Contoh Lingkungan

 dan/atau level NSDD yang tinggi, antara 5 sampai 10 kali ESDD

Sangat Berat 7

Dalam jarak yang sama dari sumber polusi seperti yang di spesifikasikan pada area dengan tingkat polusi “berat” dan :

 langsung terkena semprotan air laut atau kabut garam yang padat

 atau langsung terkena kontaminan dengan konduktivitas yang tinggi, dan dengan sering terkena kabut atau gerimis Ringan ke

berat 8

 Dalam jarak 3 km dari laut

 Dalam jarak 1 km dari sumber polusi buatan manusia

 Terkait dengan kemungkinan kabut asap laut dan atau partikel industri yang berat

Metode yang digunakan dam mengukur bobot polutan adalah metode ESDD dan NSDD. Metode yang umum digunakan untuk menentukan bobot polusi polutan adalah metode ESDD (Equvalent Salt Density Deposit).

1. Metode ESDD

Metode ESDD dilakukan dengan mengukur konduktivitas polutan kemudian disetarakan dengna bobot garam dalam larutan air yang konduktivitasnya sama dengan konduktivitas polutan tersebut. . Untuk mendapatkan nilai ESDD, kita gunakan persamaan – persamaan berikut [7] :

θ 20 = θ [1 – b (t-20)]………...(2.1) Dimana :

θ 20 = konduktivitas larutan pada suhu 20o C (S/m) θ = konduktivitas larutan pada suhu t (S/m) t = suhu larutan (oC)

b = faktor koreksi pada suhu t yang dapat dilihat pada Gambar 2.8 dan Tabel 2.3

Gambar 2.8 Faktor koreksi suhu[7]

Tabel 2.3 Faktor koreksi suhu

T (oC) B

5 10 20 30

0.03156 0.02817 0.022 0.01905

Kemudian konsentrasi garam (salinitas) dapat dihitung dengan Persamaan 2.2 dibawah ini [6]:

D = (5,7 x θ 20 )1.03 ………...(2.2) Dimana :

D = konsentrasi garam (kg/m3)

θ 20 = konduktivitas larutan pada suhu 20oC (S/m)

Gambar 2.9 Hubungan antara konduktivitas θ 20 dan D [7]

Untuk rumus akhir, nilai ESDD dapat dihitung dengan persamaan 2.3 berikut [7] :

ESDD = ………...……….(2.3) Dimana :

ESDD = Equivalent Salt Deposit Density (mg/cm2) G = volume air pencuci (cm3)

D1 =salinitas larutan pencuci tanpa polutan (mg/cm3) D2 =salinitas larutan pencuci terpolusi (mg/cm3) A = luas permukaan isolator (cm2)

Penentuan tingkat bobot polusi isolator dengan metode ESDD berdasarkan SPLN 10-3B seperti yang ditunjukaan pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Tingkat Polusi Berdasarkan Nilai Maksimum ESDD Berdasarkan SPLN 10-3B[6]

Tingkat Polusi ESDD (mg/cm2)

Ringan 0.03 – 0.06

Sedang 0.1 – 0.2

Berat 0.3 – 0.6

Sangat Berat -

2. Metode NSDD

Metode NSDD (Non Soluble Deposit Density) pada dasarnya merupakan kelanjutan dari ter ESDD dimana deposit yang tidak dapat larut (dari larutan ESDD yang diukur) disaring dan ditimbang dengan menggunakan kertas disaring standar. Kertas saringan kering ditimbang sebelum dan sesudah larutan disaring di dalamnya untuk menentukan berat residu yang tidak larut tertinggal (NSDD)

Gambar 2.10 Prosedur Pengukuran NSDD[7]

Dan untuk menghitung nilai NSDD nya, digunakan persamaan 2.4 berikut :

NSDD =1000 (Wf - Wi) / A………...…….(2.4)

NSDD = kepadatan deposit bahan yang tidak larut (mg/ cm2).

Wf =berat kertas saring yang mengandung polutan dalam kondisi kering (g) Wi = berat awal kertas saring dalam kondisi kering (g).

A = luas permukaan isolator untuk mengumpulkan polutan (cm2)

2.2.2 Pengaruh Polutan Terhadap Arus Bocor

Setiap arus yang mengalir dari konduktor panas ke ground atas permukaan luar suatu perangkat disebut arus bocor. Polutan yang terkandung di udara, berangsur – angsur akan menempel pada permukaan isolator yang mengibatkan pada permukaan isolator akan terbentuk lapisan tipis, yang tentunya sangat mempengaruhi konduktivitas permukaan isolator. Akibatnya, lapisan polutan yang terdapat pada permukaan isolator bersifat konduktif. Lapisan polutan konduktif tersebut dianggap sebagai tahanan yang menghubungkan kedua jepitan logam isolator. Tahanan lapisan polutan jauh lebih rendah daripada tahanan elektrik pada isolator yang mengakibatkan mengalirnya arus pada permukaan isolator yang biasanya disebut arus bocor.

Dalam kasus isolator, arus bocor mungkin tidak selalu menimbulkan bahaya keamanan publik. Masih menjadi factor yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam desain, seleksi, dan pemasangan saluran transmisi. Alasan untuk ini adalah isolator itu sendiri yang kinerjanya secara drastic terpengaruh

dengan meningkatnya arus bocor. Arus tidak bisa masuk ke dalam isolator, namun jalur resistansi relatif rendah ada di atas permukaan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11 ini sebenarnya adalah antarmuka antara permukaan isolator dan udara. Jalur ini memiliki daya tahan rendah dibandin udara di sekitar isolator.

Ini lebih tepat disebut jalur arus bocor permukaan. Sejumlah kecil arus bocor mengalir di jalur ini dan tidak akan pernah bisa dihilangkan sama sekali.

Namun, tingkat arus bocor yang sangat rendahlah yang dicari, untuk mendapatkan efisiensi yang lebih baik [8].

Gambar 2.11 Jalur Resistansi pada Permukaan Isolator[8]

Bagian dari isolator yang terpolusi tersebut dapat digambarkan seperti pada gambar 2.12 berikut :

Gambar 2.12 Rangkaian Ekuivalen Isolator Terpolusi

2.3 Arus Bocor Pada Isolator

Bila suatu bahan isolasi dikenai medan elektrik, arus akan mengalir pada bahan isolasi tersebut. Arus yang mengalir tersebut dinamakan arus bocor.

Besarnya arus bocor ini ditentukan oleh resistansi permukaan bahan isolasi. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan disekitar isolator tersebut. Secara teknis, sistem isolasi harus mampu memikul arus bocor tanpa menimbulkan pemburukan pada isolator tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus bocor pada permukaan isolator dipengaruhi kontaminan hujan dan besarnya tegangan yang diberikan. Arus kebocoran minimum dicapai pada isolator luar tanpa kontaminan. Untuk isolator luar di bawah kontaminan hujan, arus bocor cenderung meningkat. Bentuk isolator mempengaruhi arus bocor juga dianalisis[9]. Namun, setelah pembersihan oleh air hujan, kuantitas polutan menurun yang mengakibatkan besarnya arus bocor berkurang[2].

Jika tegangan yang dipikul isolator adalah tegangan bolak – balik (AC), maka selain kedua jenis arus tersebut, pada isolator juga mengalir arus kapasitif.

Arus kapasitif terjadi karena adanya kapasitansi yang dibentuk isolator elektroda seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13

Gambar 2.13 Arus bocor pada permukaan isolator [3]

Rangkaian listrik ekivalen arus bocor ditunjukkan pada gambar 2.14

Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen arus bocor

Menurut gambar 2.14, arus bocor yang mengalir melalui suatu isolator adalah :

IB = IP + IC + IV ………...……..(2.5) Dalam hal ini, arus volume dapat diabaikan karena tahanan volume relative besar dibandingkan dengan tahanan permukaan,

Dengan demikian, tahanan ekivalen isolator menjadi seperti pada Gambar 2.15 berikut :

Gambar 2.15 Rangkaian ekivalen arus bocor pada isolator

sehingga arus bocor yang mengalir melalui suato isolator dapat dirumuskan lebih sederhana menjadi :

IB = IP + IC ……… …………(2.6)

Tahanan permukaan isolator dapat bervariasi, bergantung pada material yang menempel pada permukaan isolator. Keadaan iklim, daerah pemasangan isolator serta kelembaban udara menjadi factor yang mempengaruhi besar dari tahanan permukaan isolator. Polutan yang menempel pada permukaan isolator akan menyebabkan tahanan permukaan isolator turun dan meningkatkan besar arus dan permukaan yang mengalir pada permukaan isolator sehingga arus bocor semakin besar.

Dalam penelitian ini, pengujian dilakukan untuk setiap selang waktu setelah isolator rantai dihujani.

2.4 Hujan

Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel – partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi.

2.4.1 Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Intensitas hujan berdasarkan besarnya curah hujan dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu [1] :

 Hujan gerimis / rintik – rintik (kurang dari 2,5mm/jam),

 Hujan sedang (2,6 – 7,5 mm/ jam),

 Hujan deras/lebat (lebih dari 7,5 mm/jam ).

Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena dampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negative terhadap tanaman dan lingkungan.

2.4.2 Kecepatan Jatuh Tetesan Butiran Air Hujan

Ukuran butir – butir hujan adalah berjenis – jenis. Nama dari butir hujan tergantung dari ukurannya. Dalam meteorology, butir hujan dengan diameter lebih dari 0,5 mm disebut hujan dan diameter antara 0,05 – 0,1 mm disebut gerimis (drizzle). Makin besar ukuran butir hujan itu, makin besar kecepatan jatuhnya.

Kecepatan yang maksimum adalah kira -kira 9,2 m/detik. Tabel 2.5 menunjukkan intensitas curah hujan, ukuran – ukuran butir hujan, massa dan kecepatan jatuh butir hujan.

Tabel 2.5. Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan [10]

No. Jenis

Diameter (mm)

Massa

(Kg) Kecepatan Jatuh 1

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Umum

Metode penelitian merupakan cara yang harus dilakukan dalam kegiatan penelitian agar pengetahuan yang akan dicapai dari suatu penelitian dapat memenuhi nilai-nilai ilmiah.

Pada bab ini dijelaskan mengenai metode yang digunakan pada Skripsi ini dalam meneliti pengaruh sudut pemasangan isolator dan ukuran butiran air hujan pada arus bocor isolator rantai terpolusi.

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Universitas Sumatera Utara.

3.3 Alat dan Bahan

Agar dapat melakukan pengujian, dibutuhkan peralatan-peralatan sebagai berikut:

 Trafo Uji

Pada penelitian ini, trafo uji yang digunakan adalah trafo uji High Voltage Test Set Model ET-1010 dengan kapasitas 100kV.

Gambar 3.1 berikut ini merupakan trafo uji yang dipakai dalam pengujian ini.

Gambar 3.1 Trafo Uji

Trafo uji ini sudah dilengkapi dengan alat pengukur tegangan tinggi yang ditempatkan pada panel kontrol. Pada auto transformator disediakan juga terminal untuk alat ukur eksternal. Auto transformator yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut

Gambar 3.2 Auto Transformator

 Tahanan Peredam dan Tahanan Pengukuran

Pada penelitian ini digunakan 2 tahanan, yaitu:

1. Tahanan peredam dengan spesifikasi 10M ; 60Watt, seperti Gambar 3.3 berikut.

Gambar 3.3 Tahanan 10MΩ; 60Watt

2. Tahanan pengujian dengan spesifikasi 43k ; 60Watt, seperti Gambar 3.4 berikut.

Gambar 3.4 Tahanan 43kΩ; 60Watt

 Multimeter Digital

Dalam penelitian ini, multimeter yang digunakan sebanyak 2 unit, yang masing-masing mengukur tegangan keluaran dari trafo uji dan mengukur tegangan pada tahanan pengujian.

Gambar 3.5 Multimeter Digital

 Isolator Piring

Dalam penelitian ini, isolator yang digunakan adalah isolator piring standard berbahan porselen berdiameter 254cm. Pada penelitian

ini, digunakan 8 keping isolator piring yang terdiri atas 2 keping isolator 18000LBS dan 6 keping isolator 15000LBS yang disusun menjadi 2 set isolator rantai dengan masing-masing set terdiri atas 1 keping isolator piring 18000LBS yang ditempatkan di bagian atas dan 3 keping isolator piring 15000LBS di bagian bawahnya seperti yang di tunjukkan pada Gambar 3.6 berikut.

Gambar 3.6 Isolator Piring

 Simulator Hujan

Dalam penelitian ini, digunakan simulator hujan yang dirancang sendiri yang terdiri atas:

1. Tabung yang terbuat dari bahan seng plat dengan alas yang dapat diganti-ganti dan tidak memiliki tutup dengan diameter 60cm dan tinggi 50cm.

2. Alas dari tabung ini dibuat 2 piringan terpisah dan dilubangi dengan diameter alas 60cm dan diameter lubang masing-masing 1,5mm dan 3mm dengan jarak antar lubang 2cm.

3. Tiang penyangga yang terbuat dari besi sebagai tempat peletakan tabung.

4. Plastik tebal dengan Panjang 8m yang dibagi 2 masing-masing 4m. Dalam penelitian ini, plastik berfungsi sebagai penghalang agar air yang dijatuhkan sebagai air hujan tidak merembes kesamping dan mengenai peralatan lainnya.

5. 1 unit ember besar yang berfungsi sebagai wadah penampungan air yang dijatuhkan sebagai air hujan sebelum dibuang.

6. 2 unit pompa air yang berfungsi masing-masing memompa air naik ke dalam tabung dan yang lainnya memompa air dari ember untuk dibuang.

Gambar 3.7 Rangkaian Simulator Hujan

 Humiditymeter Digital

Humiditymeter yang digunakan dalam penelitian ini memiliki spesifikasi: merek Lutron PHB 318; range tekanan 7,5-825,0mmHg;

kelembaban 10-110%RH: range suhu 0-50°C. Dalam penelitian ini, alat ini digunakan hanya untuk mengukur suhu saja.

Gambar 3.8 Humiditymeter

 Aquades dan kaolin yang digunakan untuk membuat polutan seperti Gambar 3.9

Gambar 3.9 Aquades dan Kaolin

3.4 Rangkaian Pengujian

3.4 Rangkaian Pengujian

Dokumen terkait