• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jalan Protokol

Dalam dokumen PEDESTRIAN WAYS DALAM PERANCANGAN KOTA. (Halaman 62-72)

KEBERADAAN JALUR PEDESTRIAN TERHADAP KENYAM ANAN

3.4 Jalan Protokol

Menurut Peraturan Geometrik Jalan Raya No. 13/ 1970, jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam klasifikasi menurut fungsinya,dimana peraturan ini mencakup tiga golongan penting, yakni 1) Jalan Utama, 2) Jalan Sekunder, dan 3) Jalan Penghubung.

54

Jalan protokol adalah termasuk dalam golongan jalan utama, dalam kota-kota besar sebagai jalan yang menjadi pusat keramaian lalu lintas (KBBI , Dep.P&K, 1995 : 396). Dimana pengertian jalan utama adalah jalan raya yang melayani lalu lintas yang tinggi antara kota-kota penting atau antara pusat-pusat produksi dan pusat-pusat keramaian. (Peraturan Geometrik Jalan Raya No. 13/ 1970, BPPU 1976 : 2).

Jalan protokol yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jalan protokol Kota Semarang, dengan mengambil lokasi studi kasus di Jalan MT. Haryono Semarang. Menurut BWK Semarang Tahun 1995 – 2005, Kawasan di sepanjang Jalan MT Haryono termasuk ke dalam kategori wilayah industri, yang jalur lalu lintasnya merupakan golongan jalan kolektor sekunder. Jalur trotoar Jalan MT. Haryono mempunyai lebar berkisar antara 2,00 – 3,00 meter. Artinya pengadaan lebar trotoar di Jalan MT. Haryono, telah sesuai dengan standar lebar trotoar menurut Keputusan Menteri Perhubungan No KM. 65 Tahun 1993 (Lihat tabel 2.1). Sebagai salah satu jalan protokol yang terdapat di dalam Kota Semarang, Jalan MT. Haryono dianggap cukup layak dan representatif untuk dijadikan pilihan lokasi sebagai bahan studi kasus dalam pelaksanaan penelitian ini.

Kehadiran sebuah pedestrian atau jalur khusus bagi pejalan kaki pada suatu kota sangatlah penting. Seperti kutipan dari ”Urban Transport”, World Bank Policy Paper, Washington, 1975 yang menyebutkan bahwa : Pada akhir dekade ini penduduk kota negara berkembang akan berlipat dua dan pemilikan mobil akan berlipat tiga. Menjelaskan bahwa semakin lama permasalahan lalu lintas akan semakin menumpuk. Yang juga

dihubungkan dengan pernyataan dari Houghton Evans ”Town

55

is out to destroy the city. Without public transport the city cannot survive. The streets must be handed back to the bus and

pedestrian alike” Menjelaskan bahwa jalan-jalan kota perlu

diselamatkan dari keganasan mobil dan harus dikembalikan kepada para pejalan kaki dan kendaraan umum. Maka kehadiran sistem pedestrian yang baik menjadi penting adanya karena dapat berperan antara lain, mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor, mempermudah aksesibilitas sehingga menambah pengguna atau pengunjung terhadap kegiatan – kegiatan disekitarnya, meningkatkan atau mempromosikan sistem skala manusia. Bahkan juga dapat membantu meningkatkan kualitas udara. Seperti kota-kota di Eropa Barat pada awal tujuhpuluhan yang mulai menerapkan ”pedestrianisasi”. Misalnya

suatu daerah pertokoan yang tadinya merupakan ”shopping

street” dengan deretan mobil-mobil diparkir disepanjang tepi jalan, berubah menjadi semacam ”shopping precint” yang bebas mobil sehingga orang dapat berbelanja jalan kaki dengan santai tanpa menyimpan rasa takut tertabrak kendaraan.

Pada tahap perencanaannya, kehadiran pedestrian sering dirasa cukup selama ia mampu hadir dan dapat memfasilitasi pejalan kaki untuk sekedar berjalan (diluar jalan untuk kendaraan) tanpa benar – benar memfasilitasi dan berfungsi secara maksimal

dimana mampu memenuhi faktor – faktor keamanan,

keselamatan, kenyamanan, dan fungsional. Begitu pula setelah hadir, kehadirannya dirasa tidak terlalu efektif untuk bisa menunjang vitalitas pejalan kaki yang juga menunjang vitalitas kehidupan kota, karenanya penting bagi kita semua untuk lebih mengerti dan memahami tentang apa itu unsur-unsur bentuk fisik kota dan bagaimana kehadirannya dalam mendukung vitalitas kehidupan ruang kota. Disini yang menjadi ruang pembahasan

56

unsur-unsur bentuk fisik ruang kotanya adalah kawasan Segiempat Emas Surabaya, yang dimana kawasan ini termasuk kawasan prestisius di kota Surabaya dengan sektor bisnis sebagai basic kegiatannya. Maka keberhasilan vitalitas kehidupan di kawasan ini berperan besar juga dalam mendukung peningkatan kualitas fisik ruang kota Surabaya. Keberhasilan berjalannya vitalitas kehidupan pada kawasan ini sangat didukung oleh unsur- unsur bentuk fisiknya yang tidak lain adalah 8 elemen menurut teori Hamid Shirvani di atas, sehingga diharapkan nantinya dari proses analisa dan pemahaman yang lebih mendalam ini, akan memberi banyak manfaat yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mendukung peningkatan kualitas dan citra kawasan ini. Yang secara otomatis menunjang perencanaan ruang kota dan segala aspeknya dengan lebih baik kedepannya.

Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki, sedangkan jalan merupakan media diatas bumi yang memudahkan manusia dalam tujuan berjalan, Maka pedestrian dalam hal ini memiliki arti pergerakan atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat sebagai titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan moda jalan kaki. Atau secara harfiah, pedestrian berarti “ person walking in the street “, yang berarti orang yang berjalan di jalan.

Namun jalur pedestrian dalam konteks perkotaan biasanya dimaksudkan sebagai ruang khusus untuk pejalan kaki yang berfungsi sebagai sarana pencapaian yang dapat melindungi pejalan kaki dari bahaya yang datang dari kendaraan bermotor. Di I ndonesia lebih dikenal sebagai trotoar, yang berarti jalur jalan kecil selebar 1,5 sampai 2 meter atau lebih memanjang sepanjang

57

jalan umum. Berikut merupakan beberapa tinjauan dan pengertian dasar mengenai pedestrian, yaitu : Menurut John Fruin ( 1979 ) Berjalan kaki merupakan alat untuk pergerakan internal kota, satu – satunya alat untuk memenuhi kebutuhan interaksi tatap muka yang ada didalam aktivitas komersial dan kultural di lingkungan kehidupan kota. Berjalan kaki merupakan alat penghubung antara moda – moda angkutan yang lain.

Menurut Amos Rapoport ( 1977 ) Dilihat dari kecepatannya moda jalan kaki memiliki kelebihan yakni kecepatan rendah sehingga menguntungkan karena dapat mengamati lingkungan sekitar dan mengamati objek secara detail serta mudah menyadari lingkungan sekitarnya Menurut Giovany Gideon ( 1977 ) Berjalan kaki merupakan sarana transportasi yang menghubungkan an-tara fungsi kawasan satu dengan yang lain terutama kawasan perdagangan, kawasan budaya, dan kawasan permukiman, dengan berjalan kaki menjadikan suatu kota menjadi lebih manusiawi.

Dengan demikian jalur pedestrian merupakan sebuah sarana untuk melakukan kegiatan, terutama untuk melakukan aktivitas di kawasan perdagangan dimana pejalan kaki memerlukan ruang yang cukup untuk dapat melihat-lihat, sebelum menentukan untuk memasuki salah satu pertokoan di kawasan perdagangan tersebut. Namun disadari pula bahwa moda ini memiliki keterbatasan juga, karena kurang dapat untuk melakukan perjalanan jarak jauh, peka terhadap gangguan alam, serta hambatan yang diakibatkan oleh lalu lintas kendaraan.

Jalur pedestrian ini juga merupakan elemen penting dalam perancangan kota, karena tidak lagi berorientasi pada keindahan semata, akan tetapi juga pada masalah kenyamanan dengan didukung oleh kegiatan pedagang eceran yang dapat memperkuat

58

kehidupan ruang kota yang ada. Sistem jalur pedestrian yang baik akan mengurangi keterikatan terhadap kendaraan di kawasan pusat kota, meningkatkan penggunaan pejalan kaki, mempertinggi kualitas lingkungan melalui sistem perancangan yang manusiawi, menciptakan kegiatan pedagang kaki lima yang lebih banyak dan akhirnya akan membantu kualitas udara di kawasan tersebut.

Jalur pedestrian selalu memiliki fasilitas-fasilitas didalamnya. Fasilitas jalur pedestrian dapat dibedakan berdasarkan pada letak dan jenis kegiatan yang dilayani, yaitu fasilitas jalur pedestrian yang terlindung dan fasilitas jalur pedestrian yang terbuka. Fasilitas Jalur Pedestrian yang terlindung, dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Fasilitas jalur pedestrian yang terlindung di dalam bangunan, misalnya : - Fasilitas jalur pedestrian arah vertikal, yaitu fasilitas jalur pedestrian yang menghubungkan lantai bawah dan lantai diatasnya dalam bangunan atau gedung bertingkat, seperti tangga, ramps, dan sebagainya - Fasilitas jalur pedestrian arah horizontal, seperti koridor, hall, dan sebagainya.

2. Fasilitas Jalur Pedestrian yang terlindung di luar bangunan, misalnya: - Arcade, yaitu merupakan selasar yang terbentuk oleh sederetan kolom-kolom yang menyangga atap yang berbentuk lengkungan-lengkungan busur dapat merupakan bagian luar dari bangunan atau berdiri sendiri.

- Gallery, yaitu lorong yang lebar, umumnya terdapat pada lantai teratas.

- Covered Walk atau selasar, yaitu merupakan fasilitas pedestrian yang pada umumnya terdapat di rumah sakit atau asrama yang menghubungkan bagian bangunan yang satu dengan bangunan yang lainnya.

59

- Shopping mall, merupakan fasilitas pedestrian yang sangat luas yang terletak di dalam bangunan dimana orang berlalu-lalang sambil berbelanja langsung di tempat itu.

Fasilitas jalur pedestrian yang tidak terlindung / terbuka, yang terdiri dari :

1. Trotoir / sidewalk, yaitu fasilitas jalur pedestrian dengan lantai perkerasan yang terletak di kanan-kiri fasilitas jalan kendaraan bermotor

2. Foot path / jalan setapak, yaitu fasilitas jalur pedestrian seperti gang-gang di lingkungan permukiman kampung.

3. Plaza, yaitu tempat terbuka dengan lantai perkerasan, berfungsi sebagai pengikat massa bangunan, dapat pula sebagai pengikat-pengikat kegiatan.

60

4. Pedestrian mall, yaitu jalur pedestrian yang cukup luas, disamping digunakan untuk sirkulasi pejalan kaki juga dapat dimanfaatkan untuk kontak komunikasi atau interaksi sosial.

5. Zebra cross, yaitu fasilitas jalur pedestrian sebagai fasilitas untuk menyeberang jalan kendaraan bermotor.

Permasalahan yang utama dalam perancangan kota adalah menjaga keseimbangan antara penggunaan jalur pedestrian dan fasilitas kendaraan bermotor. Sebagai contoh : The Uptown

Pedestrian yang didesain oleh City of Charlotte, North Carolina, membagi permasalahan area pedestrian dalam 3 kelompok :

function and needs, psychological comfort, physical comfort.

(Charlotte, 1978 ). Hal ini juga diutarakan oleh Hamid Shirvani ( 1985 ) , menurutnya dalam merencanakan sebuah jalur pedestrian menurut perlu mempertimbangkan adanya : - keseimbangan interaksi antara pejalan kaki dan kendaraan - faktor keamanan, ruang yang cukup bagi pejalan kaki - fasilitas yang menawarkan kesenangan sepanjang area pedestrian - dan tersedianya fasilitas publik yang menyatu dan menjadi elemen penunjang.

Kawasan perkotaan di I ndonesia cenderung mengalami permasalahan tipikal, yang menyebabkan pengelolaan ruang

61

kota makin berat. Meningkatnya tekanan kebutuhan akan kegiatan di perkotaan yang tidak diimbangi oleh keserasian penataan ruang-ruang kota mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan di perkotaan seperti bertambahnya bangunan-bangunan yang melanggar KDB/ KLB sehingga mereduksi fungsi lain seperti

trotoar dan pedestrian, memadatnya sirkulasi kendaraan yang makin parah membuat pengendara motor roda dua memanfaatkan trotoar sebagai jalan yang dilalui pejalan kaki untuk menghindari macet. Semakin berkembangnya kegiatan sektor informal di ruang-ruang kota membuat para pejalan kaki tidak nyaman karena dipenuhi oleh barang jualan, dan masih banyak lagi.

Hal-hal tersebut menghasilkan ruang-ruang kota yang kurang manusiawi, dimana ruang publik kota yang seharusnya sehat, aman, nyaman sering kali tersisihkan, mengabaikan aspek lingkungan, dan kurang memperhatikan para pejalan kaki sebagai salah satu pengguna fasilitas-fasilitas yang ada di kawasan perkotaan.

Pada hakekatnya, aktivitas pejalan kaki bertujuan untuk menempuh jarak sesingkat mungkin antara satu tempat dengan tempat yang lain dengan nyaman dan aman dari gangguan (kriminalitas/ kejahatan, kepadatan lalu-lintas, dan lain-lain). Selain itu para pejalan kaki ingin mendapatkan “sesuatu” pada saat sedang menempuh perjalanan ke suatu tempat tujuan yang tidak bisa dilakukan dengan menggunakan moda transportasi (jalan- jalan di mall/ plaza).

Jalur pedestrian merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan pejalan kaki melakukan aktivitas dan untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Serta jalur pedestrian merupakan suatu wadah yang tidak nyata akan

62

tetapi dapat dirasakan manusia. Jalur pedestrian merupakan suatu ruang publik dimana pada jalur tersebut juga terjadi interaksi sosial antar masyarakat. Terkadang dalam suatu perancangan kota, jalur pedestrian tersebut terlupakan untuk dirancang agar memberikan kenyamanan bagi para penggunanya.

Contohnya, jalur pedestrian yang dipenuhi oleh pedagang kaki lima walau bukan berarti pedagang kaki lima tersebut harus disingkirkan; ketinggian trotoar yang tidak sama sehingga menyulitkan pejalan kaki yang naik turun, dan sebagainya.

Padahal jalur pedestrian memiliki fungsi utama yaitu menampung segala aktivitas pejalan kaki dan faktor elemen pendukung yang dapat mempengaruhi kenyamanan pedestrian, antara lain : keadaan fisik, sitting group, vegetasi atau pohon peneduh, lampu penerangan, petunjuk arah dan yang lainnya. Jalur pedestrian yang fungsional memiliki faktor pendukung yang membentuknya, antara lain : dimensi atau faktor fisik ( yang meliputi panjang, lebar, dan ketinggian dari area pedestrian itu sendiri ), aksesibilitas pedestrian, pelaku atau pengguna, frekuensi aktivitas yang terjadi, hubungan dengan lingkungan sekitarnya ( kawasan permukiman, perkantoran, perdagangan, dan magnet kota yang mendukung terjadinya interaksi sosial ). Disamping hal tersebut terdapat pula faktor psikis, antara lain keamanan ( sampai sejauh mana jalur pedestrian tersebut memberikan rasa aman bagi penggunanya, baik rasa aman dari jalan maupun dari pedestrian itu sendiri ), kenyamanan ( apakah jalur pedestrian tersebut telah memberikan kenyamanan bagi penggunanya serta apakah faktor – faktor yang mendukung kenyamanan telah terpenuhi seperti : suasana dan kesan, sirkulasi yang tercipta apakah telah memenuhi standart kenyamanan, elemen pendukung yang lengkap).

63

Dalam dokumen PEDESTRIAN WAYS DALAM PERANCANGAN KOTA. (Halaman 62-72)

Dokumen terkait