• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI UPACARA KEMATIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA 3.1 Tinjauan Umum Kematian Pada Masyarakat Batak Toba

3.3 Tahap Pelaksanaan Pesta Adat Saur matua Desa Sigumpar 1 Tahapan Ke Arah Pelaksanaan Adat.

3.3.2 Jalannya Upacara Saur matua

Walaupun adat pada masyarakat batak toba hampir sama, akan tetapi disini membahas upacara adat yang terdapat didesa sigumpar yaitu pada kematian saur matua. Saur matua adalah orang yang meninggal dunia telah beranak cucu baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan. Saur artinya lengkap atau sempurna dalam kekerabatan telah beranak cucu. Karena yang telah meninggal itu adalah sempurna dalam kekerabatan, maka harus

dilaksanakan dengan sempurna. Lain halnya dengan orang yang meninggal sari matua walaupun suhut membuat acara adat sempurna sesuai dengan adat dalihan na tolu, hal seperti itu belum tentu dilakukan karena masih ada dari keturunannya belum sempuna dalam hal kekerabatan. Dalam melaksanakan sesuatu upacara harus melalui fase-fase atau tahapan- tahapan yang harus dilalui oleh setiap yang melakukannya.

Ketika seseorang masyarakat Batak mate saur matua, maka sewajarnya pihak-pihak kerabat segera mungkin mengadakan musyawarah keluarga (martonggo raja), membahas persiapan pengadaan upacara saur matua. Pihak-pihak kerabat terdiri dari unsur-unsur

dalihan natolu. Dalihan natolu adalah sistem hubungan sosial masyarakat batak terdiri dari tiga kelompok unsur kekerabatan yaitu: pihak hula-hula (kelompok orang keluarga marga pihak istri), pihak dongan tubu (kelompok orang-orang yaitu: teman atau saudara semarga), dan pihak boru (kelompok orang-orang dari pihak marga suami dari masing-masing saudara perempuan kita, keluarga perempuan pihak ayah). Fungsi dalihan natolu menggunakan istilah adat yaitu Pangarapotan: Adalah suatu penghormatan kepada yang meninggal yang mempunyai gelar Sari Matua dan lain-lain sebelum acara besarnya dan penguburannya atau dihalaman (bilamana memungkinkan). Dalam hal ini suhut dapat meminta tumpak (bantuan) secara resmi dari family yang tergabung dalam dalihan natolu disebut tumpak di alaman.

Partuatna: hari yang dianggap menyelesaikan adat kepada seluruh halayat dalihan natolu yang mempunyai hubunngan berdasarkan adat. Pada waktu pelaksanaan ini pulu suhut akan memberikan piso-piso/stuak natonggi kepada kelompok hula-hula/tulang yang mana memberikan ulos tersebut diatas kepada yang meninggal dan keluarga dan pemberian uang ini oleh keluarga tanda kasihnya.

Dalam dalihan natolu mempunyai 3 hal yang berhubungan dengan ulos yaitu: Pemberian Ulos saput. Ulos ini diberikan kepada yang meninggal dunia sebagai tanda perpisahan. Siapakah yang berhak memberikan saput tersebut, dalam hal ini perlu kita

mempunyai satu persepsi untuk masa yang akan datang karena hal ini banyak berbeda pendapat menurut lingkungannya masing-masing misalnya hula-hula atau tulang. Pemberian

ulos tujung. Dalam hal ini semua dapat menyetujui dari pihak hula-hula. Pemberian ulos

holong. Dari semua pihak hula-hula, tulang rerobot bahkan bona ni ari termasuk dari hula-

hula ni anak manjae/hula-hula ni na marhahamaranggi, berhak memberikan kepada keluarga yang meninggal.Juga pada waktu bersamaan ini pula dibagikan jambar-jambar sesuai dengan fungsinya masing-masing dengan azas musyawarah sebelumnya, setelah itu dilaksanakanlah upacara adat mandokon hata dari masing-masing pihak sesuai dengan urutan-urutan secara tertulis. Setelah selesai, bagi orang Kristen diserahkan kepada Gereja (Huria) untuk seterusnya dikuburkan. Setelah semua dalihan natolu berkumpul maka diadakanlah martonggo raja. Martonggo raja dilaksanakan oleh seluruh pihak di halaman luar rumah duka, pada sore hari sampai selesai. Pihak masyarakat setempat (dongan sahuta) turut hadir sebagai pendengar dalam rapat biasanya akan turut membantu dalam penyelenggaraan upacara. Rapat membahas penentuan waktu pelaksanaan upacara, lokasi pemakaman, acara adat sesudah penguburan, dan keperluan teknis upacara dengan pembagian tugas masing- masing. Keperluan teknis menyangkut penyediaan peralatan upacara seperti: pengadaan peti mati, penyewaan alat musik beserta pemain musik, alat-alat makan beserta hidangan buat yang menghadiri upacara.

Ket gambar : Jenazah dalam peti (kiri) dikelilingi oleh para keturunannya, salah satu gerak tortor (tengah), prosesi penguburan diserahkan kepada pihak Greja (kanan).

Jalannya upacara saur matua yang terdapat pada masyarakat toba desa sigumpar ada beberapa hal yakni; Upacara dijabu menuju maralaman dalam arti semua suhut sudah bersiap-siap lengkap dengan pakaian adatnya untuk mengadakan upacara dijabu menuju maralaman. Setelah semuanya hadir dirumah duka, maka upacara ini dimulai tepatnya pada waktu matahari akan naik sekita pukul 10.00 Wib. Anak laki-laki berdiri disebelah kanan peti mayat, anak perempuan atau pihak boru berdiri disebelah kiri, hula-hula bersama pengurus gereja berdiri didepan peti mayat dan dongan sabutuha berdiri dibelakang boru. Kemudian acara dipimpin oleh pengurus greja mengenakan pakaian resmi atau jubah.

Setelah acara greja selesai maka pengurus greja menyuruh pihak boru untuk mengangkat peti mayat kehalaman rumah sambil diiringi dengan nyanyian greja yang dinyanyikan oleh hadirin. Lalu peti mayat ditutup (tetapi belum dipaku) dan diangkat secara hati-hati dan perlahan-lahan oleh pihak boru dibantu oleh pihak hasuhuton juga dongan sabutuha ke halaman. Peti mayat tersebut masih tetap ditutup dengan ulos sibolang lalu peti mayat itu diletakkan dihalaman rumah sebelah kanan dan didepannya diletakkan palang salib kristen yang bertiliskan nama orang tua yang meninggal. Sesampainya dihalaman peti mayat ditutup dan diletakkan diatas kayu sebagai penyanggahnya. Semua unsur dalihan na tolu yang ada didalam rumah kemudian berkumpul dihalaman rumah untuk mengikuti acara selanjutnya.

Ket gambar : upacara Greja saat dihalaman rumah

Pertama sekali mereka meminta kepada pargonsi supaya memainkan sitolu gondang yaitu gondang yang dipersembahkan kepada Debata (Tuhan) agar kiranya yang maha kuasa berkenan memberkati upacara ini dari awal hingga akhirnya dan memberkati semua suhut agar beroleh hidup yang sejahtera dimasa mendatang lalu pargonsi memainkan sitolu gondang itu secara berturut-turut tanpa ada yang menari. Setelah sitolu gondang itu selesai dimainkan pengurus greja kemudian meminta kepada pargonsi yaitu gondang liat-liat. Maksud dari gondang ini adalah agar semua keturunan dari yang meninggal saur matua ini selamat-selamat dan sejahtera. Pada jenis gondang ini rombongan greja menari mengelilingi borotan. Gerak tari pada gondang ini adalah kedua tangan ditutup dan digerakkan menurut irama gondang. Setelah mengelilingi borotan maka pihak pengurus greja memberkati semua boru dan suhut. Setelah hasuhuton selesai menari pada gondang mangaliat, maka menarilah dongan sabutuha juga dengan gondang mangaliat dengan memberikan “beras si pir ni tondi” kepada suhut. Kemudian mangaliatlah (mengelilingi borotan) pihak boru sambil memberikan beras atau uang. Pihak hula-hula selain memberikan beras atau uang mereka juga memberikan ulos kepada semua keturunan orangtua yang meninggal (baik anak laki-laki dan anak perempuan). Ulos yang diberikan hula-hula kepada suhut itu merupakan ulos holong.

Biasanya setelah keturunan yang meninggal ini menerima ulos yang diberikan hula-hula lalu mereka mengelilingi sekali lagi borotan kemudian pihak ale-ale yang mangaliat juga memberikan beras atau uang. Kegiatan gondang ini di akhiri dengan pihak parhobas dan naposo bulung yang menari. Pada akhir dari setiap kelompok yang menari selalu dimintakan gondang hasahatan atau sitio-tio dan mengucapkan “Horas” sebanyak tiga kali.

Pada saat setiap kelompok dalihan na tolu menari, ada juga yang mengadakan pembagian jambar dengan memberikan sepotong daging yang diletakkan dalam sebuah piring dan diberikan kepada siapa yang berkepentingan dan pembagian jambar serta margondang terus berlanjut. Setelah semuanya selesai menari, maka acara diserahkan kepada pengurus greja karena merekalah yang akan menurup upacara ini lalu semua unsur dalihan na tolu mengelilingi peti mayat yang tertutup. Dimulai acara greja dengan bernyanyi, berdoa, penyampaian firman Tuhan, bernyanyi, kata sambutan dari pengurus greja, bernyanyi dan doa penutup. Kemudian peti mayat dipakukan dan siap untuk dibawa ketempat penguburannya yang terakhir yang telah dipersiapkan sebelumnya peti mayat diangkat oleh hasuhuton dibantu dengan boru dan dongan sahuta sambil diiringi nyanyian greja yang dinyanyikan oleh hadirin sampai ketempat pemakamannya. Acara pemakaman diserahkan sepenuhnya kepada pengurus greja. Setelah selesai acara pemakaman, kembalilah semua yang turut mengantar kerumah duka. Acara sesudah upacara kematian artinya sesampainya pihak suhut, hasuhuton, boru, dongan sabutuha, hula-hula dirumah duka, maka acara selanjutnya adalah makan bersama. Pembagian jambar langsung dipinpin oleh pengetua adat tetapi terdapat beberapa variasi pada berbagai tempat yang ada pada masyarakat batak toba. Salah satu uraian yang diberikan dalam pembagian jambar ini adalah sebagai berikut:

Kepala untuk tulang Telur untuk pangolin

Somba-somba untuk bona tulang

Satu tulang paha belakang untuk bona ni ari Satu tulang belakang untuk parbonaan Leher dan sekerat daging untuk boru

Setelah pembagian jambar ini selesai dilaksanakan maka kepada setiap hula-hula yang memberikan ulos karena meninggal saur matua orang tua ini akan diberikan piso yang disebut “pasahatton piso-piso” yaitu menyerahkan sejumlah uang kepada hula-hula, jumlahnya menurut kedudukan masing-masing dan keadaan bila mana seorang ibu yang meninggal saur matua maka diadakan mangungkap hombung (buha hombung) yang dilakukan oleh hula-hula dari ibu yang meninggal biasanya dijalankan oleh amana posona (anak dari ito atau abang adek yang meninggal). Buha hombung artinya membuka simpanan dari ibu yang meninggal. Hombung ialah suatu tempat tersembunyi dalam rumah, dimana seorang ibu menyimpan harta keluarga berupa pusaka, perhiasan, emas dan uang. Harta kekayaan itu diminta oleh hula-hula sebagai kenang-kenangan juga sebagai kesempatan terkahir untuk meminta sesuatu dari simpanan borunya, setelah selesai mangungkap hombung maka upacara ditutup oleh pengetua adat. Beberapa hari setelah selesai upacara kematian saur matua, hula-hula datang untuk mangapuli (memberikan penghiburan) kepada keluarga dari orang yang meninggal saur matua dengan membawa makanan berupa ikan mas, yang bekerja menyediakan keperluan acara adalah pihak boru.

Acara mangapuli dimulai dengan bernyanyi, berdoa, menyampaikan kata-kata penghiburan, setelah itu dibalas (diapu) oleh suhut. Setelah acara ini selesai maka selesailah pelaksanaan upacara kematian saur matua. Latar belakang dari pelaksanaan upacara kematian saur matua ini adalah karena faktor adat yang harus dijalankan oleh para keturunan orang tua

yang meninggal tersebut. Pelaksanaan upacara ini juga diwujudkan sebagai penghormatan kepada orangtua yang meninggal dengan harapan agar orang tua tersebut dapat menghormati kelangsungan hidup dari para keturunannya yang sejahtera dan damai. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara manusia yang masih hidup dengan para kerabatnya yang sudah meninggal masih ada hubungan ini juga menentukan hidup manusia itu di dunia dan di akhirat.

Sebagai salah satu bentuk aktivitas adat maka pelaksanaan upacara ini tidak terlepas dari kehadiran dari unsur-unsur dalihan na tolu yang memainkan peranan berupa hak dan kewajiban mereka. Maka dalihan na tolu ini lah yang mengatur peranan tersebut sehingga perilaku setiap unsur khususnya dalam kegiatan adat maupun dalam kehidupan sehari-hari tidak menyimpang dari adat yang sudah ada.

Dokumen terkait