• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERHADAP PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH

D. Jalur Transportasi Niaga Kencana

Dalam menjalankan bisnisnya, pedagang Kencana banyak mengembangkan perusahaannya ke berbagai tempat. Untuk mengembangkan perusahaannya para pedagang Kencana sendiri banyak membuka jalur-jalur perdagangan. Baik itu untuk mendapatkan bahan dasar atau bahkan bahan kayu gelondongan. Kesemua bahan kayu tersebut merupakan bahan kayu berkwalitas tinggi pada zamannya. Lewat jalur-jalur itulah pedagang Kencana bisa mendapatkan kayu-kayu berkwlitas tinggi yang nantinya mampu bersaing dengan para pedagang lainnya.

d. 1. Antara Rawa, Linggawangi – Bandung.

Situasi seperti di atas dialami oleh para pedagang Kencana Saparakanca. Mengingat jarak antara Rawa dengan terminal bis yang ada di Singaparna, besar kemungkinan mereka juga menggunakan fasilitas transportasi tradisional berupa delman dalam menempuh jalur ke terminal bis. Pada tahun 1927 pedagang Kencana mulain menjalankan rintisan usahanya. Di tahun yang sama pedagang Kencana mulai melirik kota Bandung sebagai tempat tujuan usaha mereka120. Sekitar tahun 1938-1939 pedagang Kencana sendiri sudah mulai berniaga dalam bidang perkayuan dengan tujuan daerah Bandung. Mengingat kota Bandung ini

120

merupakan kota besar dan salah satu pusat pemerintahan daerah priangan121. Selain karena faktor yang tadi, pemilihan kota Bandung sendiri disebabkan karena Bandung sendiri merupakan daerah yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Rawa, Linggawangi. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa para saudagar Rawa yang akan melakukan Niaga atau melancong mereka cenderung datang ke tiga kota besar Surabaya, Jakarta dan Bandung.122

Dalam menempuh perjalanan menuju kota Bandung mereka menggunakan jalur Tasik - Bandung via (lewat) Garut. Rute perjalanan ini ditempuh selama dua sampai tiga hari123 dengan jarak antara 95 km124. Walau jalur ini dirasakan sangat berbahaya,125 akan tetapi jalur Tasik – Bandung via Garut itu sendiri cenderung

121

Beerdasarkan peraturan maka pulau Jawa dibagi kedalam tiga propinsi. Pertama dibentuk adalah Provincie West Java (Propinsi Jawa Barat) yang di undangkan dalam Staatsblad tahun 1925 No.378, tanggal 14 Agustus 1925. Kemudian Propincie Oost Java (Jawa Timur) th. 1928 No.29. dan terakhir Propincie Midden Java (Propinsi Jawa Tengah), th 1929 No.227. Jawa Barat yang baru saja terbentuk sebagai Propinsi, wilayahnya terbagi atas lima keresidenan yang terdiri dari delapan belas kabupaten dan enam stadsgemeente (kotapraja), yaitu : Keresidenan Banten, Keresidenan Batavia, Keresidenan Bogor, Keresidenan Priangan. Kabupaten Bandung sendiri termasuk dalam keresidenan Priangan (yang terdiri dari lima kabupaten). Bandung sendiri di undangkan (diresmikan) dalam Staatsblad tahun 1925 No.388, Sumedang th 1925 No389, Garut th 1925 No.390, Tasikmalaya, 1925 No. 391, Ciamis th 1925 No.392. Pusat pemerintahan “Propincie West Java” berada di Jakarta yang sekarang menjadi Musium DKI Jakarta (1925-1942). Baca Draf ke-II, Sejarah Pemerintah Jawa Barat, panitia penyusun : Pemerintah Daerah Tinggkat I Propinsi Jawa Barat, Bandung 1992. hal. 296-298. Awalnya pemerintahan Propinsi Jawa Barat pertama (pasca kemerdekaan) masih berkedudukan di Jakarta dengan Gubernur pertama Mr. R. Sutarjo Kartohadikusumo. Kedudukan gubernur itu pada bulan September 1945 dipindahkan ke Bandung sehingga Bandung menjadi pusat pemerintahan propinsi Jawa Barat.

Sejarah Tatar Sunda………Op.hit, hal. 207.

122

Wawancara E. Kusaeri, 60 tahun. Warga Rawa Pulisi Desa Linggawangi. Dia menuturkan bahwa sebelum tahun 1970an, angkutan delman merupakan satu-satunya alat transportasi menuju Singaparna.

123

Wawancara dengan Adang Maryun, 66 th. 5 Maret 2005. 124

Buku pintar…LokCit. Adapun jarak tempuh antara Tasikmalaya – Bandung Via Ciawi derkisar 106 km. Berbeda 11 km dengan rute Tasik – Bandung Via Garut. Atlas Indonesia dan Sekitarnya (Jakarta: Buana Raya, 1990), hal. 41.

125

Daerah Garut merupakan daerah rawan, dikarenakan sering adanya pemberontakan (Pembegal). Darul Islam adalah nama yang diberikan kepada sebuah gerakan pemberontak Islam di Jawa Barat. Kelompok DI TII mempunyai basis di daratan tinggi Jawa Barat. Malahan Kartosuwiryoselaku pimpinan DI TII menjadikan kabupaten Garut, Malangbong sebagai pusatnya (Lembaga Suffah). Lihat tulisan Donald E. Weatherbee dalam ENSKLOPEDI OXFORD DUNIA ISLAM MODEREN,

relatif efektif dan efisien dibanding menggunakan jalur Tasik – Bandung via Ciawi. Selain dari pada itu, jalur Tasik – Bandung via Garut merupakan jalur ramai menjaleng tahun 50-an (lihat tabel-2). Pada awal tahun 1950-an bersamaan dengan dibukanya trayek-trayek baru, banyak para pedagang (niaga) yang menggunakan jalur atau trayek tersebut. Perniagaan dijalankan dengan mengadakan angkutan barang dan penumpang di atas jalan raya. Harga tarif pun relatif bervariatif dengan rata-rata untuk penumpang Rp. 0,10 dan untuk tiap barang yang mempunyai berat 2 K.G dibebani tarif sebesar Rp. 0,12126.

Setelah keberhasilan pedagang Kencana Saparakanca dalam berniaga di kota Bandung, terjadilah sebuah perubahan pada masyarakat Rawa, Linggawangi. Pasca keberhasilan mereka, minat masyarakat Rawa untuk mengunjungi atau berniaga ke kota Bandung jauh lebih banyak dibanding kota-kota besar lainnya. Karena dirasakan adanya “saudara sekampung” yang sudah berhasil, maka pada tahun-tahun berikutnya terjadi semacam eksodus masyarakat Rawa ke kota Bandung. Sebagain dari mereka terdiri dari sanak famili dari keluarga Kencana, sedang yang lainnya adalah tetangga sekampung. Perpindahan penduduk Rawa ke kota Bandung dan daerah lainnya terlihat semenjak meletusnya gerakan DI TII. Dalam situasi kondisi yang sedang genting sebagian dari mereka lebih memilih untuk, hijrah, pindah ke daerah-daerah yang relatif aman. Diantara beberapa pengungsi Rawa yang datang ke Bandung adalah KH. Hambali dan KH. Iping Z.A. Kedua tokoh ini merupakan tokoh khrismatik yang juga jebolan ed. John L. Esposito jld ke-1 (Bandung: Mizan, 2001) hal. 356-357. Oleh kerena itu pemerintah sendiri selalu mewaspadai daerah tersebut. Republik Indonesia Prop Jabar……OpChit,hal.355 126

pesantren Rawa. KH. Iping Zaenal Abidin sendiri pernah menjabat sebagai pengajar sekaligus pimpinan di Pesantren Cilenga Cicurug Rawa127.

Walaupun ada unsur politis, perpindahan mereka ke daerah Bandung lebih dikarenakan adanya tumpuan di daerah tersebut. Disamping ada keinginan dari sebagian warga, yang ikut ke Bandung, untuk menjadi saudagar seperti pedagang Kencana Saparakanca.

“Jadi aya nu ngajujurjeun, aya tempat pakumaha-kumaha. Artinya : ada orang “saudara sekampung” yang membimbing dagang dan ada tempat untuk mengadu jika terjadi apa-apa” (E. Kusaeri, 60 th, 13 Desember 2005)

Para pedagang Kencana sendiri menyambut kedatangan mereka dengan senang hati. Tidak membedakan sanak famili atau hanya saudara sekampung, mereka menampung semua orang Rawa di rumahnya masing-masing. Biasanya daerah yang menjadi tempat transit adalah daerah Tegallega, tempat kediaman H. Zainudin. Selain Tegallega tempat lainnya yaitu: Lengkong Besar No. 20, rumah H.Anda, dan daerah Pasir Kaliki tempat kediaman H.Syahdiyah bersama H. Badrudin merupakan tempat berkumpulnya masyarakat Rawa yang baru datang ke Bandung128.

Diantara para pendatang baru yang datang ke kota Bandung adalah Irawan Sarkemi. Irawan sendiri termasuk sanak famili dari keluarga Kencana. Walau awal kedatangannya ke Bandung tanpa kesengajaan, akan tetapi kedatangannya itu berbuntut pada keberhasilannya dalam mendirikan perusahaan angkutan Super Benz 488. Walaupun, hampir sama dengan para pendatang baru, pada awalnya dia

127

Wawancara dengan Ibu Halimah, 74 th (Istri KH.Taufik Ali Daud). Wawancara dengan Ahmad Sobir (Putra KH.Taufik Ali Daud). 17 April 2004.

128

juga diajak bekerja di perusahaan kayu Kencana, namun karena menemukan jalur bisnis lainnya dia lebih memilih membuka perusahaan transportasi dengan trayek antara Singaparna - Bandung. Ide semacam ini dia peroleh setelah dia melihat banyaknya orang Rawa (Tasikmalaya) yang ingin pergi ke Bandung. Awalnya dia hanya ingin memfasilitasi warga Rawa yang akan datang ke Bandung. Kelebihan transportasi miliknya dengan bis-bis umum lainnya adalah servis pelayanan terhadap penumpang. Super Benz 488 miliknya mampu mengantarkan para penumpang langsung sampai tempat tujuan. Hal ini sangat berbeda dengan bis-bis umum lainnya yang hanya bisa mengantarkan sampai terminal bis saja.

“Kebetulan sebagian dari mereka bergerak dalam bidang transportasi, seperti yang mendirikan 488 pak Irawan Sarkini itu masih famili kebetulan dia datang ke Bandung awalnya bergerak dalam bidang perkayuan juga. Karena seluruh keluarga dikampung itu semuanya ditampung di Tegalllega disini. Kebetulan H. Zainudian mempunyai tempat yang agak luas jadi bisa menampug saudara jauh. Setelah di Bandung mereka itu mempunyai hasrat-hasrat masing-masing yang berlainan. H.Irawan Sarkini mempunyai hasrat ke bidang transportasi dan dia mendirikan Superbenz kalau dulu 488 sampai sekarang dia masih bergerak dalam bidang itu.” (Adang Maryun, 66 tahun. 5 Mei 2005)

Penyebaran masyarakat Rawa di Bandung sendiri bisa terlihat di tempat-tempat sekitar gudang-gudang kayu Kencana. Sebagai contoh, sekarang sudah tersebar para pedagang Rawa, emperan maupun klontongan bahkan toko-toko, di daerah Sukajadi. Hampir semua pedagang, mulai dari pedagang martabak, bubur sampai pemilik toko banyak dimiliki oleh keturunan Rawa. Sebagai simbol bahwa pedagang itu berasal dari Rawa, yaitu adanya tulisan Lingga di setiap gerobak ataupun tokonya. Nama Lingga itu sendiri menandakan daerah tempat asal mereka. Penyebaran masyarakat Rawa di daerah Sukajadi sendiri lebih

dikarenakan adanya salah satu gudang Kencana beserta tempat tinggal dua pedagang (H. Syahdiyah dan H. Badrudin) yang tinggal di daerah Pasir Kaliki yang jaraknya tak jauh dari daerah Sukajadi (Lihat lampiran peta gudang – gudang Kencana).

d. 2. Tempat-tempat Pelesiran kayu

Dalam menjalankan perusahaan perkayuan, pedagang Kencana (H. Zainudin, H. Anda, H. Syahdiyah dan Hj.Omo) banyak menggunakan tayek-trayek luar Bandung dalam memperoleh barang, terutama dimasa-masa awal perintisan perusahaan. Tercatat banyak daerah-daerah sumber pertukangan atau penggergajian kayu yang dijadikan rujukan dalam bisnis (pembelian kayu). Diantaranya daerah Karangnunggal (Tasikmalaya), Ciwidey (Bandung) bahkan sampai kedaerah Nusakambangan (Cilacap, Jawa Tengah). Kesemua daerah di atas merupakan penghasil kayu berkualitas, sesuai dengan daerahnya. Artinya, jenis kayu-kayu yang dipesan oleh mereka lebih merupakan kayu berkualitas tinggi yang dijadikan bahan dasar dalam pembuatan kusen dan lainnya. Kelihaian mereka dibarengi dengan Keahlian dalam mendapatkan barang. Diantara barang yang biasa diperjualbelikan dalam urusan niaga adalah kayu kayu djeng-djeng albazzia falcate (Albasiyah). Jenis kayu yang biasa tumbuh di hutan rimba ini merupakan jenis kayu yang mempunyai daya jual yang sangat tinggi. Oleh karena itu, penjualan kayu djeng-djeng oleh pihak resmi (kehutanan) sendiri terbilang relatif kecil, dibandingkan dengan penjualan dari lahan rakyat129

129

Mengingat kwalitas kayu albazzia falcate bagi bahan dasar, para pedagang Kencana sendiri mencari daerah-daerah penghasil kayu tersebut. Pencarian terhadap kayu berkwalitas tersebut diperoleh di daerah Karangnunggal, Tasikmalaya selatan130. Akan tetapi daerah tersebut hanya dijadikan sebagai pemasok barang mentah saja. Terbukti setelah proses penggergajian, barang tersebut dibawa ke Bandung untuk di perjual belikan. Karena mereka yakin bahwa kota Bandung merupakan tempat pemasaran kayu yang layak diantara daerah-daerah lainnya di Jawa Barat.

“……... Albasiyah itu dari Tasikmalaya selatan (Karangnunggal). Mungkin itu hanya pembelian barang-barang. Setelah penggergajian sesuatu menjadi barang beliau kirimkan ke Bandung, karena pasar yang memingkinkan pada saat itu adalah kota Bandung” (Adang Maryun, 66 Tahun, 5 Mei 2005)

Seperti dikatakan di atas, bahwa pada era penguasaan Jepang merupakan era penebangan dengan sekala yang sangat tinggi. Dampak dari kebijakan penebangan dari pemerintah dan diikuti dengan penebangan liar oleh masyarakat menimbulkan erosi di hutan akibat hutan gundul. Berkat dukungan dari berbagai instansi dan adanya kegiatan penerangan-penerangan,maka pada tanggal 6 Oktober 1951 mentri pertanian Indonesia mengeluarkan peraturan No 1/ P.M.P/ 51, tentang pelarangan penebangan hutan secara gelap (Illegal Loging). Maka pada tahun yang sama pemerintah Indonesia lewat kementrian Pertanian

130

Daerah Selatan kabupaten Tasikmalaya ini pernah menjadi salah satu pusat pemerintahan Propinsi Jawa Barat darurat pada tahun 1947, walaupun hanya beberapa minggu saja. Perpindahan tempat pemerintahan ini berlangsung ketika Gubernur Jawa Barat pada masa itu, M. Sewaka mengetahui gerakan tentara Belanda yang akan melakukan penyerangan ke tempat-tempat terpenting seperti markas TNI dan pemerintah daerah. Maka tak heran jika pada nantinya jalur menuju darah Karangnunggal relatip mudah dan sudah ada trayek kendaraan kearah sana. Lihat Nina H. Lubis, Sejarah Tatar Sunda,…..OpCit, hal. 229.

melakukan reboisasi dengan biaya yang sudah dialokasikan sesuai dengan peraturan No. 1/ P. M. P/ 51. Adapun daerah-daerah yang terkena peraturan ini adalah.

Tabel : 3

Hutan-hutan di Jawa Barat yang terkena peraturan No. 1/ P. M. P/ 51.

No Daerah Djati ha Rimba ha Djumlah ha 1 Banten 567.00 157.00 724.00 2 Djakarta/Bogor 25.00 660.00 685.00 3 Sukabumi 505.00 422.50 927.50 4 Purwakarta 438.80 208.80 647.60 5 Bandung Selatan 142.00 1108.00 1250.00 6 Bandung Utara 135.00 1510.20 1645.20 7 Garut 63.50 303.55 367.05 8 Tasikmalaja/Tjiamis 322.00 177.90 499.90 9 Tjirebon Selatan 115.20 460.50 575.70 10 Indramaju Utara 491.30 15.00 506.30 11 Indramaju Selatan - - - 12 Tjiledug 260.10 426.30 686.40 13 Inpeksi I - - - Djumlah 3064.90 3449.25 8514.65 Sumber : Republik Indonesia : Propinsi Djawa Barat, Kementrian penerangan: 1953, 408).

Kalau dilihat dari data di atas, bisa diketahui bahwa daerah Tasikmalaya merupakan salah satu daerah dengan hutan rimba yang relatif besar + 177.90 ha.131 Pertukangan memang sudah menjadi pekerjaan yang biasa bagi sebagian

131

Seperti diketahui bawa hutan di Jawa Barat pada waktu itu tergabi kedalam dua kategori. Pertama, hutan Djati dan hutan Rimba. Hutan Djati sendiri sangat penting, hutan ini mengasilkan kayu pertukangan yang bagus. Sedang fungsi dasar dari hutan Rimba lebih kepada keperluan Hidrologie dan melindungi tanah dari bahaya erosi, walaupun dalam hutan ini terdapat kayu yang

masyarakat Karangnunggal, bahkan sampai sekarangpun usaha tersebut menjadi tumpuan sebagian masyarakat disana. Bagi pedagang Kencana, daerah ini merupakan daerah pemasok jens kayu Albazzia. Biasanya mereka membeli kayu glondongan yang sudah digergaji disana (tukang kayu). Baru setelah menjadi barang, lempengan-lempengan kayu, mereka membawanya ke Bandung untuk di jual kepada orang yang sudah memesannya atau di jual ke yang lainnya.

Mengingat kayu Albazzia sangat menguntungkan, mereka terus menjaga kedekatan dengan para tukang kayu yang ada di daerah Karangnunggal. Kedekatan yang berujung pada patner bisnis ini banyak mengilhami Pak H.Anda dan H.Zainudin untuk membawa sebagian kayu glondongan ke Bandung. Disamping relatif lebih murah harganya, karena tidak digergaji atau dibuat ditempat, mereka sendiri menginginkan perusahaannya bisa mampu membuat barang sendiri. Tentunya untuk mewujudkan impian seperti itu, mereka harus mempunyai peralatan penggergajian. Karena dianggap sangat menjadi kebutuhan primer dari perusahaan, merekapun membeli peralatan penggergajian dan ditempatkan di Jl Lengkong Besar No. 20 sebelah rumah H. Anda. Ide semacam ini ternyata membuahkan hasil yang sangat positif. Sehingga setelah perusahaan mengalami kemajuan, merekapun hanya mengambil kayu gelondongan saja.

memiliki kwalitas terbaik dan suka diperjual belikan. Luas hutan di Jawa Barat tahun 1950, tercatat ada 97338,4 ha yang terdiri dari hutan jati dan 876826,0 ha hutan Rimba. Kementrian Penerangan Djawa Barat………OpChit, hal. 407.

Khusus kayu yang terbuat dari bahan dasar Albazzia, mereka gunakan untuk membuat bahan – bahan seperti 612, 812132 dan jenis lainnya.

“….Yang di Karangnunggal dibuat disana. Dan yang di bawa ke Bandung adalah barang jadi dan sebagian lagi ada bahan gelondongan yang digergaji di Bandung. Buat bahan – bahan 612,812 da sebaginya. Yang kebanyakan setelah perusahaan maju yang dibawa ke Bandung itu adalah bahan gelondonan” (Adang Maryun 66 tahun, 5 Mei 2005) .

Selain daerah Karangnungal, daerah lain yang menjadi sumber pemasok kayu bagi pedagang Kencana adalah daerah Purbasari Ciwidey, Bandung Utara. Di daerah ini mereka mendapatkan kayu-kayu berkwalitas lainnya seperti Rasamala, Saninteunguru dan kayu-kayu kelas dua lainnya. Kayu jenis ini diperoleh di perkebunan Purbasari Ciwidey. Kayu jenis ini merupakan kayu yang dijaga oleh pemerintah. Sehingga tidak sembarang orang bisa memperolehnya atau menebangnya. Daerah Bandung utara sendiri mempunyai hutan jati yang sangat luas + 135.00 ha (lihat Tabel 3). Hutan ini kebanyakan dijadikan sebagai hutan produksi. Sehingga setiap perusahaan yang akan mendapatkan kayu di sana dikenakan biaya untuk pembikinan hasil hutan sebesar 1.k 30 % tiap m3/sm/ton. Mengingat hutan jati ini sangat produktip, para penebang kayupun tidak sembarang orang. Pemerintah sendiri mengambil para tenaga-tenaga penebangan dari desa-desa yang dikerjakan oleh anemer. Pada waktu itu bagi mereka yang akan membeli kayu Saninteunguru dan Rasamala dan kayu lainnya, mereka akan mendatangi persil kayu di daerah Bandung Selatan seperti persil kayu milik Sioe Lim yang ada di purbasari. Biasanya pada persil kayu hanya menyediakan kayu

132

Bahan 6 12, 8 12 adalah bahan- bahan dasar untuk membuat kusen rumah, papan ataupun reng-reng kayu. Kayu Rasamala sendiri biasanya dibuat untuk membikin kusen rumah. Sedang katu jati bisanya dibuat papan-papan.

bulat dalam setiap transaksi. Adapun harga kayu perbulat bisa mencapai Rp. 107.525,----.133

Harga di atas merupakan harga yang ditetapkan oleh para pemilik persil kayu yang merujuk pada peraturan pemerintah. Akan tetapi seiring dengan perkembangan harga tersebut mengalami kenaikan sebesar 25%. Umumnya para pedagang (bukan Bandar) memperoleh kayu langsung dari pemerintah secara lelang. Kesempatan seperi ini banyak digunakan oleh para pedagang kayu termasuk pedagang Kencana untuk memperoleh kayu berkwalitas dengan harga yang relatip murah.

“Pendjualan hasil hutan umumnja dilakukan dengan tjara dibawah tangan kepada pedagang-pedagang kaju, langsung pada instansi-instasnsi pemerintah dan setjara lelang. Pendjualan kaju bakar didaerah Tjiledug sangat maju, oleh karena pabrik gula membutuhkan kaju bakar dalam kwantum besar. Didaerah hutan Garut sebaliknya menjadi mundur, bukan hanja karena gangguan keamanan, tetapi pula karena persaingan dari perkebunan. Produksi kaju bakar dari kehutanan pada umumnja tidak mentjukupi kebutuhan umum, seperi untuk kota-kota besar Bandung, d.l.l Berhubung dengan adanya penjakit Blisterblight teh, kaju-kaju

albazzia harus ditebang. Kulit kaju acacia kebanjakan didjual basah, karena

ongkos penggarangan tinggi. Pendjualan kaju djati kini dilakukan per toewijing oleh karena harga diluar begitu tinggi. Tiap orang jang membutuhkan dapat 2 m3, dengan menundjukan keterangan dari lurah/tjamat. Sudah barang tentu dari jang mendapat toewijzing dan membeli kaju djati itu, kemudian didjual – belikan dan djatuh pada tangan pedagang kaju. Disamping itu hanja ada permintaan pembelian dari rakjat biasa, badan-badan, organisasi-organisasi, d.l.l pun tidak ketinggalan. Mulai Sept.1951 harga hasil hutan dinaikkan 25 %.”. (Republik Indonesia : Propinsi Djawa Barat, Kementrian penerangan: 1953, 410).

Daerah terakhir yang biasa dikunjungi oleh pedagang Kancan adalah daerah Cilacap, Jawa Tengah. Daerah Cilacap sendiri lebih terkenal dengan pelabuan tuanya. Sebagai bekas pelabuhan internasional, Cilacap sendiri pernah menjadi pusat market terbesar pada jamannya. Akan tetapi perputaran barang di

133

sekitar pelabuhan tersebut lebih pada hasil bumi seperti teh, kopi, kina dan sebagainya. Walaupun begitu, kenyataannya Cilacap sendiri mempunyai hutan kayu yang berkwalitas tinggi. Darah tersebut terdapat di pulau Nusakambangan.

Di pulau inilah hutan kayu jati berkwalitas internasional ditanam134. Malah tak sedikit dari masyarakat pesisir yang lebih memilih membuka pelesiran kayu dibanding menjadi sebagai nelayan sebagaimana wajarnya. Para pengrajin kayu sendiri berkumpul disuatu perkumpulan yang bernama „Kampung Nelayan‟. Di kampung tersebut kebanyakan diisi oleh orang yang memilih menjadi tukang atau membuka plesiran kayu dengan jasa penggergajian atau pemotong kayu135. Pedagang Kencana sendiri harus menempuh jarak 259 km untuk sampai di daerah Cilacap136.

“Kalau gak salah sampai ke daerah Jawa- daerah Cilacap. Karena waktu itu bahan yang sangat berkualitas adalah albasiyah dari Ciwidey dan Rasamala, sanintenguru “kai kai” kelas dua lainnya”. (Adang Maryun, 66 th. 5 Mei 2005).

Setelah mendapatkan kayu-kayu berkwalitas, pedagang Kencana sendiri mengumpulkan barang dagangannya di berbagai gudang-gudang kayu milik mereka. Tercatat ada empat gudang kayu yang dijadikan gudang kayu Kencana. Gudang-gudang tersebut terdapat di jalan Lengkong Besar No 20, Jl Astanaanyar, Jl. Pasir Kaliki dan di Jalan Pungkur. Jika di Lengkong dan Astanaanyar gudang tersebut berdiri di atas hak milik mereka, gudang yang di Jl Pungkur awalnya hanya gudang sewaan. Artinya mereka menyewa tempat untuk mendirikan gudang kayu, namun pada tahun selanjutnya tanah tersebut bisa dibeli oleh mereka. Gudang kayu di Jl. Pungkur merupakan gudang tertua diantara gudang-gudang lainnya137. Sedangkan gudang yang ada di Jl. Lengkong Besar merupakan gudang kayu terbesar yang dimiliki oleh perusahaan Kencana. Pengelolaan gudang kayu ini sendiri langsung di bawah H. Anda selaku

134

Baca Susanto Zuhdi, Cilacap Bangkit Dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan Di Jawa, (Jakarta: Gramedia, 2002), hal.14. atau lihat Arsip Daerah Banyumas 1831 No. 20 ANRIJ

135

Wawancara dengan salah seorang penduduk Cilacap. Mas Kismo 30 Desember 2005. biasanya para pengrajin kayu menjual kayu-kayunya di pasar Teluk Penyu.

136

ATLAS……….Lok Cit 137

pemilik gudang. Mengenai para pekerja, kebanyakan dari mereka mempunyai tugas untuk membuat berbagai jenis dari kayu yang berbeda.

BAB IV KESIMPULAN

Pedagang Kencana merupakan pedagang sukses yang lahir pada jamannya. Sebagai pedagang yang memulai rintisannya dari desa, pedagang Kencana merupakan prototype pedagang pribumi awal abad 20an. Walau pada awalnya menjadi pedagang kain di Bandung, namun karena kecerdasan mereka dalam membaca situasi pasar, mereka mampu menjadi pedagang kayu terbesar ke

kota Bandung. Perkembangan niaga Kencana itu sendiri mulai terlihat pada masa pemerintahan Belanda dan mengalami era keemasannya pada masa pendudukan Jepang. Tercatat bahwa pada masa pemerintahan Jepang, salah seorang personil Kencana dipercaya untuk memegang perkayuan pulau Jawa. Pada masa yang sama mereka melakukan kontrak dagang dengan pemerintah Jepang.

Dalam menjalankan bisnis perkayuan, mereka lebih banyak mengambil

Dokumen terkait