• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELAAHAN PUSTAKA

B. Jamu Gendong

Jamu gendong merupakan salah satu ramuan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, digunakan baik untuk memelihara

kesehatan, meningkatkan kesehatan mempertahankan kesehatan, ataupun

mengobati penyakit. Konsumennya sangat luas mulai dari ibu rumah tangga, pekerja kantor, serta buruh pabrik dan bangunan. Dibuat dan dijajakan oleh ibu-ibu muda yang bersolek, memakai batik dan kebaya dengan sebuah bakul sarat

botol-botol berisi racikan obat tradisional tersandang dengan selendang lusuh di punggungnya ( Kodim, 2000 ).

Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan pencampuran pengolahan dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, parem, tapel, tanpa penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan.

Penjual jamu gendong menjajakan dari pintu ke pintu dengan membawa jamu perasan, pilis dan parem. Sering kali juga membawa jamu dari pabrik. Perbedaan jamu gendong dan jamu bagolan adalah jamu gendong menjual barang jadi, sedangkan jamu bagolan menjual barang setengah jadi, yaitu berupa ramuan yang sudah ditumbuk kemudian diracik dengan menambah air matang, disaring, dan hasilnya siap diminum. Dalam rumah tangga pekerjaan jamu gendong sering dilakukan oleh ibu rumah tangga dengan skala yang lebih kecil untuk keperluan sendiri dengan ramuan yang lebih sederhana. Sebagai alat penumbuk digunakan

pipisan dan gandhik, yaitu alat penumbuk yang dibuat dari batu, disamping digunakan lumping dan alu. Bahan baku ramuan jamu terdiri dari bahan segar dan bahan kering atau simplisia, yang diperoleh dari pedagang simplisia pasar (craken). Hingga kini jamu digunakan oleh penduduk pedesaan maupun perkotaan. Dalam rumah tangga ibu-ibu sering membuat ramuan dengan tujuan untuk memelihara kebugaran dan kecantikan baik berupa minuman maupun bedak, pilis, atau param (Soegihardjo,2002).

Penggunaan jamu gendong biasanya berdasarkan kebiasaan turun-temurun secara umum, sudah diketahui manfaat jamu gendong, namun secara tertulis belum banyak mengidentitfikasikan khasiat dan manfaatnya. Pemanfaatan jamu

gendong lebih banyak sebagai upaya promotif dan preventif kesehatan (Handayani & Suharmiati, 2001).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar produk jamu gendong yang dihasilkan aman dikonsumsi oleh masyarakat adalah (Prabowo, 2001).

a. Bahan baku (simplisia) :

Bahan baku yang digunakan tidak boleh tercemar oleh cemaran fisik, mikroba dan senyawa kimia beracun (insektisida).

b. Air yang dipergunakan

Air yang sehat adalah yang tidak tercemar secara fisik, oleh organisme merugikan, dan tidak tercemar senyawa beracun tidak berbau, tidak berwarna dan tidak keruh.

c. Alat yang digunakan

Agar jamu yang dihasilkan mempunyai keamanan, maka harus dibuat menggunakan peralatan yang bersih dan tidak mencemari jamu.

d. Kebersihan dan perilaku penjual

Perilaku merupakan pangkal terjadi kondisi bersih atau kotor. Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Micrococcus,

Bacillus, Streptococcus, Enterococcus, dan Escherichia (Anonim, 1985).

D. Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan lebih lama. Penurunan mutu atau kerusakan simplisia dapat dihambat dengan pengurangan kadar air dengan tujuan untuk penghentian reaksi enzimatik. Kandungan air dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan mikroba lainnya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air kurang dari 10% (Anonim, 1994b).

Pengeringan yang tepat meliputi dua masalah utama yaitu pengaturan suhu dan pengaliran udara yang teratur. Cara pengeringan yang paling sederhana dilakukan adalah pengeringan di bawah sinar matahari. Simplisia yang dikeringkan dengan cara ini adalah yang berasal dari dari akar, rimpang, kulit, dan biji-bijian. Keuntungan dari cara pengeringan ini adalah biaya yang murah, tetapi mempunyai kekurangan yaitu suhu dan kelembaban tidak dapat dikontrol, serta waktu yang relatif lebih lama. Waktu pengeringan tergantung cuaca dan intensitas penyinaran, serta mudah terkontaminasi oleh mikroba dari luar, serta pengaruh sinar ultraviolet yang dapat merusak kandungan kimia dari simplisia.

Cara pengeringan yang lain adalah dengan menggunakan pengering mekanis (oven) yang menggunakan tambahan panas. Pengeringan dengan panas buatan ini memberikan beberapa keuntungan yaitu : tidak tergantung cuaca, tidak memerlukan tampat yang luas, kondisi pengeringan dapat dikontrol sehingga pengeringan dapat rata pada tiap bagian dari simplisia. Pengeringan dengan alat pengering mekanis akan mendapatkan hasil yang lebih baik bila kondisi

pengeringan ditentukan dengan tepat dan selama pengeringan dikontrol dangan baik (Anonim, 1994b).

D. Sterilisasi

Sterilisasi adalah suatu usaha untuk membebaskan alat-alat atau bahan-bahan dari segala bentuk kehidupan, terutama mikroba. Macam sterilisasi yang digunakan tergantung pada macam sifat dan bahan. Cara umum yang dipakai untuk sterilisasi, yaitu :

1. Sterilisasi dengan panas

Penggunaan panas merupakan cara termudah untuk mensterilkan bahan, dengan syarat bahwa bahan tersebut tahan terhadap pemanasan. Suhu 121oC selama 15 menit digunakan untuk mematikan spora. Uap harus dipertahankan pada tekanan 15 lb/sq di atas tekanan atmosfer untuk memperoleh suhu 121oC (Jawetz dkk, 1996). Sterilisasi ini dibedakan menjadi 2, yaitu : sterilisasi panas lembab dan sterilisasi panas kering (Hadioetomo, 1985).

Disebut sterilisasi panas lembab, bila digunakan bersama-sama dengan uap air dan sterilisasi panas kering, bila tanpa kelembaban. Panas lembab sangat efektif meskipun pada suhu yang tidak begitu tinggi, karena ketika uap air berkondensasi pada bahan-bahan yang disterilkan, dilepaskan panas sebanyak 686 kalori per

gram uap air pada suhu 121oC. Panas ini mendenaturasikan atau

mengkoagulasikan protein pada organisme hidup dan dengan demikian

mematikannya. Sterilisasi basah biasanya dilakukan di dalam autoklav atau sterilisator uap yang mudah diangkat dengan menggunakan uap air jenuh

bertekanan dengan suhu 121oC selama 15 menit. Sterilisasi basah dapat digunakan untuk mensterilkan bahan apa saja yang dapat ditembus oleh uap air dan tidak rusak bila dipanaskan dengan suhu yang berkisar 110oC sampai 121oC. Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini antara lain medium biakan, air suling, alat-alat gelas, biakan yang akan dibuang, medium tercemar dan bahan-bahan dari karet (Hadioetomo, 1985). Beberapa cara pemanasan basah dapat membunuh mikroba karena panas basah dapat menyebabkan denaturasi protein, termasuk enzim-enzim di dalam sel (Fardiaz,1992).

Ada empat hal yang harus diingat bila melakukan sterilisasi basah: (1) sterilisasi bergantung pada uap, karena itu udara harus dikosongkan betul-betul dari ruang sterilisator; (2) semua bagian bahan yang disterilkan harus terkena uap, karena itu tabung dan labu kosong harus diletakkan dalam posisi tidur agar udara tidak terperangkap didasarnya; (3) bahan-bahan yang berpori atau yang berbentuk cair harus permeabel terhadap uap; (4) suhu sebagaimana yang terukur oleh termometer harus mencapai 121oC dan dipertahankan setinggi itu selama 15 menit (Hadioetomo,1985)

Dibandingkan dengan panas lembab, panas kering kurang efisien dan membutuhkan suhu lebih tinggi serta waktu yang lebih lama untuk sterilisasi. Karena bentuk kehidupan yang paling tahan panas, yaitu endospora bakteri, berperilaku seakan-akan tidak mengandung kelembaban, maka panas kering harus mencapai suhu 166oC–175oC untuk dapat mematikannya. Sterilisasi panas kering dapat diterapkan pada apa saja yang tidak menjadi rusak, menyala, hangus, atau menguap pada suhu setinggi itu. Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan cara

ini antara lain pecah belah seperti pipet, tabung reaksi, cawan petri, bahan dari kaca, botol sampel, juga peralatan jarum suntik, dan bahan-bahan yang tidak tembus uap seperti gliserin, minyak, vanilin, dan bahan-bahan berupa bubuk. Bahan-bahan yang harus disterilkan harus dilindungi dengan cara membungkus, menyumbat, atau menaruhnya dalam suatu wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi setelah dikeluarkan dari oven (Hadioetomo,1985).

2. Sterilisasi dengan penyaringan (filtrasi)

Sterilisasi ini digunakan untuk mensterilkan medium laboratorium dan larutan-larutan yang sangat peka terhadap panas atau relatif tidak tahan terhadap pemanasan. Dengan cara ini larutan atau suspensi dibebaskan dari semua mikroba hidup dengan cara melakukannya lewat saringan dengan ukuran pori yang sedemikian kecil (0,45 atau 0,22 mikron) sehingga bakteri dan sel-sel yang lebih besar tertahan di atasnya, sedangkan filtratnya ditampung di dalam wadah yang steril(Hadioetomo, 1985).

3. Sterilisasi dengan bahan kimia

Pelaksanaanya dilakukan dengan menggunakan gas atau cairan pembunuh mikroba yang secara khusus diterapkan untuk bahan yang tidak tahan pemanasan, sediaan atau barang yang jika dipanaskan sekali atau berulang kali sedikit banyak akan mengalami perubahan. Sterilisasi secara kimia dapat menggunakan etilen oksida, asam perasetat, dan formaldehide (Hadioetomo, 1985).

a. Alkohol. Senyawa dalam struktur R-CH2OH ( di mana R berarti “gugus alkil”) bersifat racun terhadap sel pada konsentrasi yang relatif tinggi.

Pada konsentrasi yang biasa dipakai (70 % larutan dalam air) alkohol bekerja sebagai denaturan protein

b. Fenol. Fenol dan banyak senyawa fenol merupakan zat anti mikroba yang kuat. Pada konsentrasi yang biasa digunakan (larutan dalam air 1-2%), fenol dan derivatnya menyebabkan denaturasi protein.

c. Ion logam berat. Air raksa, tembaga, dan perak dalam bentuk garam bersifat denaturan protein pada konsentrasi tinggi. Ion-ion ini biasanya digunakan pada konsentrasi yang sangat rendah, ion-ion bekerja dengan bergabung pada gugus sulfhidril.

d. Unsur pengoksida. Unsur pengoksida kuat menyebabkan sel-sel tidak aktif karena gugus sulfhidril bebas dioksidasi.

e. Unsur pengalkil. Sejumlah unsur bereaksi dengan senyawa dalam sel untuk menggantikan atom hidrogen labil dengan gugus alkil. Dua unsur jenis ini yang biasa digunakan untuk tujuan disinfeksi ialah formaldehida dan etilen oksida.

f. Detergen. Permukaan antara selaput mengandung lipid pada sel bakteri dan perbenihan cair yang mengelilinginya menarik suatu golongan senyawa aktif permukaan tertentu, yaitu senyawa yang sekaligus memiliki gugus yang dapat larut dalam lemak dan larut dalam air (Jawetz dkk, 1996).

4. Sterilisasi dengan radiasi

Sinar matahari yang dipancarkan langsung pada sel vegetatif mikroba dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut, sedangkan sporanya lebih tahan

terhadap sinar matahari. Aktivitas bakterisida dari sinar matahari disebabkan oleh sinar ultraviolet dari spektrum sinar. Sinar ultraviolet yang dipancarkan dari lampu uap merkuri sering digunakan untuk menyinari ruangan sehingga mengurangi kontaminasi mikroba di udara. Radiasi ultraviolet menyebabkan kesalahan dalam replikasi DNA dan mempunyai aktivitas mutagenik pada sel-sel hidup. (Fardiaz,1992)

E. Media

Untuk menumbuhkan suatu mikroba, diperlukan suatu substrat makanan yang biasa disebut media, yang mengandung unsur-unsur makanan yang diperlukan oleh mikroba tersebut. Unsur-unsur makanan itu dapat berupa garam-garam anorganik seperti protein, asam amino, dan vitamin-vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan.

Agar mikroba dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam media diperlukan persyaratan tertentu, yaitu :

1. Bahwa didalam media harus terkandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembang biakan mikroba.

2. Bahwa media harus mempunyai tekanan osmosa, tekanan permukaan, dan pH yang sesuai dengan kebutuhan mikroba.

3. Bahwa media harus dalam keadaan steril, artinya sebelum ditanami mikroba yang dimaksud, tidak ditumbuhi oleh mikroba lain yang tidak diharapkan.

Beberapa media diramu oleh ahli mikrobiologi untuk menjaring dan membedakan mikroba. Kelompok media biakan ini disebut media selektif dan diferensial. Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit 1 bahan yang menghambat perkembangbiakan mikrobayang tidak diinginkan, dan membolehkan perkembangbiakan mikroba tertentu yang ingin diisolasi. Bahan yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba adalah antibiotik seperi streptomycin, dan penicillin, bahan kimiawi seperti Na-azide atau zat warna kristal violet dan malakit hijau.

Media diferensial diramu agar dapat membedakan kelompok mikroba

tertentu dapat tumbuh pada media biakan. Media diferensial biasanya

mengandung bahan kimia yang dapat digunakan oleh kelompok mikroba tertentu. Bila berbagai kelompok mikroba tumbuh pada media diferensial, maka dapat dibedakan kelompok mikroba berdasarkan perubahan pada media biakan atau koloninya.

Konsistensi medium bermacam macam. Medium cair seperti kaldu nutrien dapat digunakan untuk pembiakan organisme dalam jumlah besar, penelahaan fermentasi, dan uji lain. Medium padat digunakan untuk mengamati morofologi koloni dan mengisolasi biakan murni. Bahan pemadat yang paling umum digunakan adalah agar-agar, walaupun bisa digunakan gelatin dan silika gel. Medium setengah padat kegunaannya untuk menguji motilitas dan kemampuan fermentasi. Dalam medium setengah padat mengandung gelatin atau agar dalam konsentrasi yang lebih kecil dibanding pada medium padat.

Media yang mengandung zat zat kimia tertentu yang dapat menghambat pertumbuhan satu kelompok bakteri atau lebih tanpa menghambat pertumbuhan organisme yang diinginkan disebut media selektif contohnya Saboroud’s glucose

agar. Media yang mengandung zat-zat kimia tertentu yang memungkinkan pengamat membedakan berbagai tipe bakteri, contohnya eosin methylene blue agardisebut media differensial(Hadioetomo,1985).

Media umum adalah media yang dapat digunakan untuk menumbuhkan dan mendeteksi sebagian besar organisme aerob maupun fakultatif anaerob. Media diperkaya adalah media yang dapat menumbuhkan suatu mikroba dengan baik karena mengandung bahan tambahan tertentu. Media khusus adalah media yang dibuat dengan bahan tambahan khusus yang bertujuan untuk mengisolasi mikroba patogen tertentu tapi tidak ditemukan pada media umum atau pada media diperkaya(Murray,1999).

Media biakan yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri terdapat dalam bentuk padat, semi padat, dan cair. Media padat diperoleh dengan menambahkan agar, dan agar berasal dari ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena tidak diuraikan oleh mikrooganisme, dan membeku pada suhu 45oC. Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media adalah 1,5 sampai 2% (Bibiana, 1994).

a. Plate Count Agar

Plate Count Agar digunakan untuk penghitungan jumlah mikroba dalam susu, juga digunakan untuk penghitungan jumlah mikroba dalam air, makanan dan produk susu serta spesimen lain.Plate Count Agarberisi digesti

pankreatik kasein,ekstrak ragi dan glukosa yang penting untuk pertumbuhan dari mikroba yang ditumbuhkan(Atlas,1997)

b. Pepton water

Medium ini digunakan dalam uji indol. Untuk memperoleh satu liter media dibuat dengan cara melarutkan 15 gram bahan dalam satu liter aquadest lalu dimasukkan dalam tabung reaksi. Sterilisasi dengan autoklaf selama. 15 menit dengan suhu 121C (Atlas,1997).

Dokumen terkait