• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan merupakan sebuah struktur komputasi yang dikembangkan dari proses sistem jaringan saraf biologi di dalam otak manusia. Pada dasarnya jaringan saraf tiruan terdiri dari beberapa lapisan yaitu sebuah lapisan input, satu atau lebih lapisan terselubung dan sebuah lapisan output, setiap lapisan teridiri dari beberapa simpul (node). Simpul merupakan unit komputasi yang paling sederhana dalam setiap lapisan dan terhubung satu sama lain. Setiap hubungan tersebut diekspresikan dengan sebuah bilangan yang disebut bobot. Setiap lapisan,nodemenerima input dari lapisan sebelumnya dan hasil outputnya akan menjadi input pada lapisan berikutnya. Simpul dan bobot dalam jaringan saraf tiruan dapat dilihat pada Gambar 3.

Aspek non-linear pemodelan jaringan saraf tiruan berhubungan erat dengan fungsi transfer yang diaplikasikan pada kombinasi linear setiap node. Fungsi transfer yang umum digunakan adalah fungsi sigmoid, linear dan tangen hiperbolik.

Kemampuan dasar jaringan saraf tiruan adalah mempelajari contoh input dan output yang diberikan dan kemudian belajar beradaptasi dengan lingkungan. Masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan komputasi konvensional dapat dipecahkan dengan metode jaringan saraf tiruan. Selain itu jaringan saraf tiruan dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan dimana hubungan antar

input dan output belum diketahui dengan jelas, permasalahan seperti ini sering dijumpai pada aplikasi pertanian.

Gambar 3. Struktur jaringan saraf tiruan

Jaringan saraf tiruan merupakan teknik komputasi yang efektif untuk berbagai permasalahan seperti pengenalan contoh (termasuk pengenalan suara dan citra), klasifikasi, komparasi dua data, optimasi, pemodelan dan peramalan, pemecahan permasalahan kombinational, adaptive control, dan mutisensor data fusion. Keuntungan jaringan saraf tiruan yang tidak didapatkan pada sistem komputasi konvensional adalah dapat memecahakan permasalahan non-linear, dapat memperkecil kesalahan, perhitungan secara paralel dan cepat, dan kemampuan generalisasi yang baik.

Metode pelatihan jaringan saraf tiruan dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: supervised, reinforcement, dan unsupervised. Pada metode pelatihan supervised, diasumsikan seorang guru hadir selama proses pelatihan dan setiap contoh yang diberikan terdiri dari nilai input dan nilai target/referensi. Selama proses pelatihan, nilai output hasil perhitungan jaringan saraf tiruan dibandingkan dengan nilai target untuk menentukan besarnya galat. Galat tersebut digunakan

X1 X2 X3 Xn H1 H2 H3 Hn O1 Wjk Wij

15

untuk mengubah parameter jaringan saraf tiruan sehingga dapat meningkatkan kenerja jaringan saraf tiruan. Proses pelatihan ini tercapai jika galat pada setiap contoh yang diberikan telah diperkecil pada tingkat yang dapat diterima. Algoritma pelatihan yang digunakan supervised ini adalah delta rule, backpropagation, hebbiandan stokastik.

Pada metode pelatihan reinforcement, juga diasumsikan seorang guru hadir selama proses pelatihan, tetapi nilai target tidak diberikan ke dalam jaringan saraf tiruan. Jaringan saraf tiruan hanya diberikan indikasi apakah nilai output jaringan saraf tiruan benar atau salah. Jaringan saraf tiruan harus menggunakan indikasi ini untuk memperbaiki kinerja jaringan. Algoritma yang menggunakan metode pelatihan ini adalahlearning automata.

Pada metode pelatihan unsurvised, diasumsikan tidak adanya guru yang hadir selama proses pelatihan. Contoh yang diberikan kedalam jaringan hanya terdiri dari nilai input tanpa nilai target. Sistem harus belajar menemukan dan beradaptasi terhadap perbedaan dan persamaan di dalam nilai input yang diberikan.

Algoritma pelatihan backpropagation dipilih pada penelitian ini karena mempelajari contoh dan memproses data input non-biner. Algoritma ini merupakan algoritma jaringan saraf tiruan yang paling umum digunakan. Sebelum jaringan saraf tiruan digunakan, perlu dilakukan proses pelatihan dan validasi.

Algoritma pelatihan backpropagation (Fu 1994, di dalam Senduk 2002) dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Inisialisasi bobot

Pertama bobot dipilih secara acak, kemudian sinyal input diberikan ke dalam simpul input dan jaringan saraf tiruan mengirim sinyal ke simpul pada lapisan di depannya.

2. Perhitungan nilai aktivasi

Untuk setiap simpul dalam lapisan terselubung, jumlah nilai input dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara node input dengan bobotnya mengikiti persamaan 20.

= ( 1) ……….…………(20) Dimana :

p : indek pasangan input output yang dipilih dari set pelatihan

NetLpi : net input dari noda ke-i pada lapisan L yang berhubungan dengan contoh ke-p

O(L-1)nj: output simpul ke-j pada lapisan L dikurangi 1. (L-1) berhubungan dengan contoh ke-p

Wij : bobot yang menghubungkan noda ke-j pada lapisan L-1 dengan simpul ke-i pada lapisan L

Jika semua bobot pada lapisan ini telah menerima net input, langkah selanjutnya adalah memasukan nilai net input setiap simpul ke dalam fungsi aktivasinya. Fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi sigmoid sebagai berikut:

= ………...….(21)

3. Pelatihan nilai bobot

Nilai aktivasi merambat menuju lapisan di depannya seperti proses di atas sampai lapisan output tercapai. Nilai output dari setiap simpul pada lapisan output hasil perhitungan jaringan saraf tiruan dibandingkan dengan nilai target. Galat dihitung berdasarkan nilai output jaringan dan nilai target pada persamaan 22 sebagai berikut;

= ………..….(22) Dimana :

Ep : nilai galat pasangan ke-p

Opi : nilai output jaringan saraf tiruan noda ke-i untuk pasangan ke-p Tpi : nilai target ke-i pada pasangan p

Algoritma ini memperkecil galat dengan cara perambatan balik, dan pada setiap lapis dilakukan perubahan bobot dengan menggunakan metode matematika yang disebut delta rule. Perubahan bobot diberikan oleh persamaan 23 sebagai berikut:

= ……….…….(23) Dimana :

pWij : besarnya bobot Wijyang berubah pada lapisan ke-p η : konstanta laju pelatihan (learning rate)

17

δLpi : galat output ke-i pada layar L untuk persamaan ke-p

Galat padanodeoutput dituliskan dalam persamaan 24 sebagai berikut:

= 1 ………..(24)

Galat padanodedi dalam lapisan terselubung adalah;

= 1 ( + 1) ………...(25)

Dimana:

δ(L+1)pk : galat simpul k pada satu lapisan didepan lapisaan L untuk pasangan ke-p

Wki : bobot dari simpul i ke noda k pada lapisan di depannya

Laju pelatihan ataulearning rate harus dipilih antara 0 sampai 0.9. laju pelatihan menentukan kecepatan pelatihan sampai jaringan saraf tiruan mencapai keadaan optimal. Prinsip dasar algoritmabeckpropagation adalah memperkecil galat sehingga mencapai minimum global. Minimum lokal merupakan salah satu keadaan dimana galat sistem turun tetapi bukan merupakan solusi yang baik bagi jaringan saraf tiruan tersebut.

Pemilihan laju pelatihan merupakan suatu hal yang sangat penting, karena laju pelatihan yang besar akan membuat jaringan saraf tiruan melompati minimum lokal, akan tetapi sistem akan berosilasi sehingga tidak mencapai konvergensi. Sebaliknya laju pelatihan yang kecil menyebabkan sistem terjebak dalam minimum lokal dan memerlukan waktu yang lama dalam pelatihan. Untuk menghindari hal tersebut maka suatu konstanta momentum yang besarnya antara 0 sampai 0.9 ditambahkan ke dalam sistem. Dengan cara ini laju pelatihan bisa dipilih cukup besar dan osilasi sistem dapat diminimumkan. Perubahan nilai bobot setelah ditambahkan momentum dihitung berdasarkan persamaan 26 sebagai berikut:

W = L OL + OLD W ………...(26)

Dimana:

NEW∆pWij : perubahan nilai bobot baru pada pasangan ke-p OLD∆pWij : perubahan nilai bobot lama pada pasangan ke-p

α : konstanta momentum

W = OLD W + W ………...(27) Dimana:

NEWpWij : nilai bobot baru pada pasangan ke-p OLDpWij : nilai bobot lama pada pasangan ke-p 4. Pengulangan

Keseluruhan proses ini dilakukan pada setiap contoh dan setiap iterasi sampai sistem mencapai keadaan optimum. Iterasi tersebut mencakup pemberian contoh atau pasangan input output, perhitungan nilai aktivasi, dan perubahan nilai bobot.

Jika jaringan saraf tiruan sudah dilatih untuk memecahkan suatu permasalahan maka jaringan saraf tiruan tersebut harus divalidasi. Proses validasi merupakan proses pengujian kinerja jaringan saraf tiruan terhadap contoh yang pernah diberikan ke dalam jaringan. Proses ini dilakukan dengan cara memasukan sebuah set contoh input output kedalam sistem yang hampir sama dengan contoh input output pada set pelatihan. Dengan contoh baru ini kita memasukan contoh input dan membandingkan output jaringan saraf tiruan dengan nilai target pada set validasi. Kinerja jaringan saraf tiruan dinilai berdasarkan galat pada set validasi. Apabila jaringan saraf tiruan sudah berhasil dilatih dan divalidasi dengan baik maka jaringan saraf tiruan tersebut dapat digunakan untuk aplikasi.

Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan

JST pada dasarnya digunakan untuk model yang tidak linear, JST sangat baik digunakan sebagai peralatan untuk melakukan analisa karena mempunyai algoritma yang fleksibel, bisa dilatih dengan cepat dan toleran terhadap error yang besar, dengan berbagai kelebihan yang dimiliki oleh JST ini sehingga banyak digunakan dalam berbagai aplikasi.

Menurut Shao et al. (2007) penggunaan JST memberikan nilai derajat diterminasi (r2) dan RMSEP yang lebih baik dibandingkan PLS dalam melakukan analisa data NIR dalam penentuan kualitas yogurt. Penentuan kandungan gula dan keasaman pada yogurt dengan menggunakan JST menghasilkan r2adalah 0.92 dan 0.91 dengan RMSEP adalah 0.33 dan 0.04, sedangkan dengan menggunakan PLS menghasilkan r2sebesar 0.91 dan 0.90 dengan RMSEP sebesar 0.36 dan 0.04.

19

Senduk (2002) menggunakan kombinasi masukan 5, 10 dan 15 komponen utama spektra NIR dengan lapisan tersembunyi jaringan saraf dengan kombinasi 4, 6, 8, 10 dan 12 node menghasilkan RMSE 0.0077 sampai 0.00073 untuk menduga tingkat kematangan dan ketuaan sawo.

Susanto (2000) melakukan kombinasi data input antara komponen utama spektra NIR dengan umur panen mangga gedong, dengan menggunakan masukan komponen utama mangga gedong saja didapatkan nilai RMSEP 0.1170 sampai 0.2034% untuk asam malat dan 0.1556 sampai 0.1773% untuk sukrosa. Sedangkan dengan menambahkan umur panen pada layer input maka didapatkan nilai RMSEP 0.0699 sampai 0.1464% untuk asam malat dan 0.1483 sampai 0.1885% untuk sukrosa.

Liuet al. (2009) membandingkan model kalibrasi dan model penduga total padatan terlarut (TPT) buah jeruk dengan menggunakan PLSR dan principal component analysis-back propagation neural network (PCA-BPNN) dengan data spektra yang diolah dengan dua metode yaitu multiplicative scatter correlation (MSC) danstandard normal variate correlation (SNV) memberikan hasil seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan model kalibrasi PLSR dengan PCA-BPNN Metode Pengolahan

data spectra

Factor Kalibrasi pendugaan

r RMSEC (oBrix) r RMSEC (oBrix) PLSR MSC 7 0.89 0.58 0.90 0.71 PLSR SNV 6 0.88 0.60 0.90 0.71 PCA-BPNN MSC 7 0.94 0.45 0.90 0.68 PCA-BPNN SNV 8 0.94 0.45 0.91 0.71 Sumber : Liuet al. (2009)

Liu Fet al. (2009) telah berhasil mentukan beberapa jenis teh susu instan dengan golombang visible/near infrared (400-100 nm) dan bacpropagation neural network(BPNN) dengan nilai error ±0.1.

Liet al. (2007) menentukan varietas bayberry china secara nondestruktif dengan menggunakanvisible/Near infrareddan jaringan saraf tiruan atau dikenal dengan metode principal component analysis - artificial neural network

(PCA-ANN) dengan panjang gelombang 400-1000 nm dan mampu mendeteksi 95% sampel dengan benar.

Makinoet al. (2010) melakukan prediksi penyerapan oksigen buah tomat dengan menggunakan jaringan saraf tiruan dan penyerapan spektra NIR dan massa buah dengan menghasilkan koefisien korelasi 0.79 dan RMSEP 0.091 mmmol/kg/jam.

Dokumen terkait